1
Perdagangan Orang di Indonesia
Tahun 1999 – 2005
No. Tahun Jumlah Kasus Dilimpahkan Persen
ke
Kejaksaan
1 1999 173 134 77,46
2 2000 24 16 66,67
3 2001 179 129 72,02
4 2002 155 90 58,06
5 2003 125 67 53,60
6 2004 43 23 53,48
7 2005 30 8 26,66
Sumber: Badan ReserseKriminal MabeS POLRI (2006).
2
Data 30 kasus perdagangan orang pada tahun 2005, tersebar di 11 propinsi:
Sumatera Utara (1),
Kepulauan Riau (2),
Sumatera Selatan (3),
Lampung (2),
DKI Jakarta (7, tertinggi),
Jawa Barat (1),
Jawa Timur (6),
Kalimantan Barat (4),
Sulawesi Tengah (1),
Sulawesi Selatan (2), dan
Papua (1)
5 Riau 2 Bayi 15
DKI Jakarta RS Cipto Mangunkusumo, RS Polpus Sukantu, Kramatjati; RS Brimob Kelapadua Dua, Cimanggis
Jawa Barat RS Hasan Sadikin, Bandung, RS Bhayangkara Sartika Asih, Bandung ; RS Secapa, Sukabumi
Jawa Tengah RSU Karyadi, Semarang ; RS Bhayangkara Semarang ; RS Akademi kepolisian, Semarang ; RS Bhayangkara Surakarta
Buruh migran
Anak jalanan
Bayi
7
Modus Operandi
Penipuan
Bujuk rayu
Jeratan utang
Jeratan Jasa
Adopsi ilegal
Duta budaya/ seni-entertainment
Penculikan, pemalsuan identitas
8
Cara Kerja Trafficker/ Pelaku
Agen/ calo merekrut korban
Kerjasama antar trafficker (Malaysia & Medan)
Memanfaatkan kondisi darurat (bencana alam/ daerah
konflik)
Tindakan lanjutan hasil recruitmen korban/ calon
korban dibawa ke daerah tujuan melalui daerah
transit melalui transportasi darat, laut atau udara
Dokumen-dokumen palsu
Para pelaku: kalangan dekat/ keluarga, orang tua,
suami, paman, agen, germo, calo, perusahaan
perekrut.
9
Ancaman Dari Pelaku
Jeratan utang, korban menjadi sangat
tergantung kepada majikan
Menahan gaji, pasport, visa, dokumen penting
lainnya
Ancaman kekerasan fisik dan atau psikis
Pemutusan hubungan kerja, dsb.
10
Akar Masalah
Kemiskinan dan rendahnya pendidikan
Diskriminasi gender
Budaya
Lemahnya sistem hukum dan penegakannya
Putus sekolah
Globalisasi (mudahnya akses informasi)
Kondisi konflik dan bencana
Keluarga tidak harmonis
11
UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
12
• Perdagangan orang telah meluas dalam bentuk
jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak
terorganisasi, baik bersifat antar negara
maupun dalam negeri.
• Perdagangan orang menjadi ancaman bagi :
- Masyarakat
- Bangsa dan Negara, serta
- Norma – norma kehidupan yang dilandasi
penghormatan terhadap hak asasi manusia.
13
Langkah-langkah Pemberantasan TPPO
Didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen
nasional dan internasional, untuk melakukan
upaya :
- Pencegahan sejak dini ;
- Penindakan terhadap pelaku ;
- Perlindungan korban TPPO, dan
- Peningkatan kerjasama.
14
SISTEMATIKA
UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
16
Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297
KUHP menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak
laki-laki belum dewasa dan mengkualifikasikan tindakan tersebut
sebagai kejahatan.
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menentukan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik
anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.
Namun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak
tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas
secara hukum.
Di samping itu, Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu
ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban
akibat kejahatan perdagangan orang. Oleh karena itu, diperlukan
undang-undang khusus tentang tindak pidana perdagangan orang yang
mampu menyediakan landasan hukum materiil dan formil sekaligus.
Untuk tujuan tersebut, undang-undang khusus ini mengantisipasi dan
menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk
eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik
yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara,
dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.
17
PERDAGANGAN ORANG
Ps 1 bt 1
adalah tindakan:
1. perekrutan,
2. pengangkutan,
3. penampungan,
4. pengiriman,
5. pemindahan, atau
6. penerimaan seseorang
dengan cara :
1. ancaman kekerasan
2. penggunaan kekerasan,
3. penculikan,
4. penyekapan,
5. pemalsuan,
6. penipuan,
7. penyalahgunaan kekuasaan atau
8. penyalahgunaan posisi rentan,
9. penjeratan utang atau
10. memberi bayaran atau manfaat,
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas
orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi
18
Alur Elemen TPPO
Proses Pemindahan
(movement)
Caranya (means)
Penipuan
Pemaksaan
Penyekapan
Penculikan
Penyalahgunaan kekuasaan dll
Untuk tujuan
eksploitasi dan
semacamnya
termasuk praktik
yang serupa
mengutip dari pwr pnt perbudakan 19
Bapak Haryono SH. MH
TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
Ps.1 bt.2
Tppo adalah :
- Setiap tindakan atau rangkaian tindakan atau
serangkaian tindakan.
- Yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
- Yang ditentukan dalam undang-undang ini.
(UU 21 Th 2007)
20
PEREKRUTAN
ps 1 bt 9
adalah tindakan yang meliputi:
1. mengajak,
2. mengumpulkan,
3. membawa, atau
4. memisahkan
seseorang dari keluarga atau komunitasnya.
21
EKSPLOITASI
ps 1 bt 7
adalah tindakan:
1. dengan atau tanpa persetujuan korban
2. yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran,
3. kerja atau pelayanan paksa,
4. perbudakan atau
5. praktik serupa perbudakan,
6. penindasan,
7. pemerasan,
8. pemanfaatan fisik,
9. seksual,
10. organ reproduksi, atau
11. secara melawan hukum
12. memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau
13. jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau
14. kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik
materiil maupun immateriil.
22
EKSPLOITASI SEKSUAL
psl 1 bt 8
adalah segala bentuk :
1. pemanfaatan organ tubuh seksual atau
2. organ tubuh lain dari korban
3. untuk mendapatkan keuntungan,
4. termasuk tetapi tidak terbatas pada
a. semua kegiatan pelacuran dan
b. percabulan.
23
PERBUDAKAN
(Penjelasan Umum UU PTPPO)
24
PURBUDAKAN
(UU 26 Th 2000, tentang Pengadilan HAM)
25
PENJELASAN Ps.9 Huruf C
UU Pengadilan HAM
26
JERATAN UTANG
ps 1 bt 15
adalah perbuatan:
1. menempatkan orang
2. dalam status atau keadaan
3. menjaminkan atau
4. terpaksa menjaminkan
a. dirinya atau
b. keluarganya atau
c. orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau
d. jasa pribadinya
5. sebagai bentuk pelunasan utang.
27
UNSUR – UNSUR TPPO
Ps. 2 Ayat (1)
Setiap orang yang melakukan :
1. Perekrutan
2. Penampungan
3. Pengangkutan
4. Pengiriman
5. Pemindahan atau
6. Penerimaan Seseorang
28
Dengan :
7. Ancaman Kekerasan
8. Penggunaan Kekerasan
9. Penculikan
10. Penyekapan
11. Pemalsuan
12. Penipuan
13. Penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan
14. Penjeratan Utang, atau
15. Memberi Bayaran
16. Manfaat
17. Walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali orang lain
18. Untuk Tujuan mengeksploitasi Orang tersebut di wilayah
Indonesia
29
PEMIDANAAN
♣ dipidana dengan:
pidana penjara: min 3 th
max 15 th +
kumulatif
30
Korban Setujui Diperdagangkan
Ps 26
Persetujuan korban perdagangan orang tidak
32
Bila Denda Tidak Dibayar
Ps. 25
Jika terpidana tidak mampu membayar pidana
denda, maka terpidana dijatuhi :
- Pidana pengganti kurungan maksimal 1 tahun
33
……pemidanaan
dieksploitasi
Ps 3 idem ps 2 (1)
pidana min 3 th max 15 th +
denda min 120 jt max 600 jt
WNA/WNI
NKRI
dieksploitasi
Ps 4
--------- idem ----------- WNI
NKRI
Ps 5
-----------idem----------
NKRI
34
Anak dikirim ke dalam
Ps 6 Anak dikirim ke luar
dieksploitasi
------------ idem-----------
NKRI
Ps 10
-------------- idem-----------------
membantu
percobaan
TPPO
Ps 11
---------------idem----------------- merencanakan
pemufakatan jahat
TPPO
Ps 12
----------------idem---------------- menggunakan Persetubuhan
memanfaatkan korban
pencabulan
Ps 16
----------------idem---------------- Oleh kelompok terorganisir
35
Pemberatan 1/3
Ps 7
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 2 ayat (2), d. Pasal 5, dan
b. Pasal 3, e. Pasal 6
c. Pasal 4,
mengakibatkan korban menderita:
• luka berat,
• gangguan jiwa berat,
• penyakit menular lainnya yang membahayakan
jiwanya,
kehamilan, atau
terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya,
36
Lanjutan pasal 7…
+
♣ denda min Rp 200 juta max Rp 5 milyar
37
Pemberatan 1/3….
PENYELENGGARA NEGARA
Ps 8
(1) Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan
kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana
perdagangan orang sebagaimana di maksud dalam: ps 2, ps 3,
ps 4, ps 5, ps 6
♣ pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
(2) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan:
♣ berupa pemberhentian secara tidak dengan
hormat dari jabatannya.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
38
…..pemberatan pidana + 1/3
KORBANNYA ANAK
Ps 17
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam, ps 2, 3, dan 4
39
Reviktimisasi
Pasal 18
40
KELOMPOK TERORGANISASI
Ps. 16
Dalam hal TPPO dilakukan oleh kelompok
terorganisasi, maka setiap pelaku TPPO dalam
kelompok terorganisasi tersebut dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud Ps.2 Ditambah dengan 1/3
Lanjutannya.
41
KORPORASI
Ps. 15
1. TPPO oleh Korprasi, selain pidana penjara & denda
terhadap pengurusnya, Pidana denda terhadap
korporasi dengan pemberatan 3 (tiga) kali pidana
denda – Ps.2,3,4,5,6
2. Selain denda pada ayat (1) korporasi dapat dijatuhkan
pidana tambahan:
a. Pencabutan izin usaha
b. Perampasan kekayaan hasil tindak pidana
c. Pencabutan status badan hukum
d. Pemecatan pengurus
e. Pelarangan pada pengurus untuk mendirikan korporasi
dalam bidang yang sama.
42
TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
Pasal 19
Memeberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen
negara atau dokumen lain, atau memalsukan dokumen negara
untuk mempermudah terjadinya TPPO. Di pidana paling singkat
1 tahun dalan paling lama 7 tahun dan denda paling sedikit 40
Juta, dan paling banyak 280 Juta.
Pasal 20
Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan
alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi
saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan tindak
pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan
puluh juta rupiah).
43
Pasal 21
(1) Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau
petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan
orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi
atau petugas di persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00
(delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi
atau petugas di persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).
44
Perlindungan Saksi & Korban
Ps 43
Sesuai UU No. 13/ 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
Ps 44
Saksi/ Korban berhak:
Ps 46
Pusat Pelayan Terpadu (PPT) di beberapa
kabupaten/ kota
Harus diatur dengan PP
Ps 47
Kepolisian RI wajib melindungi Saksi/ korban
46
REHABILITASI
ps 1 bt 14
adalah :
1. pemulihan
2. dari gangguan
3. terhadap kondisi
a. fisik,
b. psikis, dan
c. Sosial.
47
…...REHABILITASI
49
……….RESTITUSI
Pasal 48
(1) Setiap korban tindak pidana perdagangan orang
atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi.
(2) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa ganti kerugian atas:
kehilangan kekayaan atau penghasilan;
penderitaan;
biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
psikologis; dan/atau
kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat
perdagangan orang.
50
……Lanjutan Restitusi (pasal 48)
52
Mekanisme Pengajuan Restitusi
penjelasan ps 48
Pengadilan
Jaksa
Dictum memberitahu
(3). (4) korban untuk
Penuntut
mengajukan
Putusan restitusi disimpan Umum/ Jaksa restitusi
(konsinyasi di PN) Ayat 5 menyampaikan
jumlah kerugian
Perdata/ bersama
gugatan tuntutan.
14 hari setelah BHT Ayat 6
Pengajuan restitusi
Hak Korban dilakukan sejak
mengajukan sendiri
Polisi korban lapor ke
Polisi, ditangani
gugatan restitusi penyidik
melalui gugatan bersamaan
perdata dengan
Perkara penanganan
perkara TPPO
pidana/
TPPO
53
Pelaksanaan Pemberian Restitusi
(PPR)
1). Pelaksanaan PPR dilaporkan ke PN
Yang memutus perkara
Disertai dengan tanda bukti PPR tersebut
2). Setelah diterima tanda bukti PPR, KPN
mengumumkan di Papapn Pengumuman
kantor
3). Salinan Tanda Bukti PPR disampaikan oleh
Pengadilan kepada Korban/ ahli waris
54
Tidak Memenuhi Pelaksanaan Restitusi
ps 50
PENGADILAN
Surat
peringatan (2)
Penyerahan restitusi
Penuntut Umum
Korban/ ahliwaris
Pelaku
•Pelaku tidak mau membayar
restitusi dalam waktu 14 haru
setelah BHT (3)
•Pelaku tidak mampu membayar
restitusi (4)
Pidana kurungan pengganti
max I tahun (4), (ps 18 KUHP)
55
PENCEGAHAN
Ps 56
Pencegahan tppo bertujuan mencegah sedini mungkin
terjadinya tppo
Ps 57
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan
keluarga wajib mencegah terjadinya tppo.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan,
program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk
melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah
perdagangan orang.
Ps 58
(1) Untuk melaksanakan pemberantasan tppo, Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah-
langkah untuk pencegahan dan penanganan tppo.
(2) Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan
langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pemerintah membentuk gugus tugas yang
beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak
hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi dan peneliti/akademisi.
(3) Pemerintah Daerah membentuk gugus tugas yang
beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah daerah,
penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi.
57
(4) Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
merupakan lembaga koordinatif yang bertugas :
a. mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tppo;
b. melaksanakan advookasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerja sama;
c. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi
rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial;
d. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; serta
e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi
(5) Gugus tugas pusat dipimpin oleh seorang menteri atau pejabat
setingkat menteri yang ditunjuk berdasarkan Peraturan
Presiden.
(6) Guna mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah
sebagaimanadimaksud pada ayat (2), Pemerintah dan Pemerinah
Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang diperlukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan
organisasi, keanggotaan, anggaran, dan mekanisme kerja
gugus tugas pusat dan daerah diatur dengan Peraturan
Presiden.
58
KERJASAMA INTERNASIONAL
Ps 59
(1) Untuk mengefektifkan pencegahan dan
pemberantasan tppo, Pemerintah RI wajib
melaksanakan kerja sama internasional,
baik yang bersifat bilateral, regional,
maupun multilateral.
(2) Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk
perjanjian bantuan timbal balik masalah
pidana dan/atau kerjasama teknis lainnya.
59
PERAN MASYARAKAT
Ps 60
(1) Masyarakat berperan membantu upaya
pencegahan dan penanganan korban tppo.
(2) Peran serta masyarakat diwujudkan dengan
tindakan memberikan informasi dan/atau
melaporkan adanya tppo kepada penegak
hukum atau pihak berwajib atau turut serta
menangani korban tppo.
60
Ps 61
Untuk tujuan pencegahan dan penangan korban tppo, Pemerintah wajib
membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional
maupun internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku.
Ps 62
Untuk melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan
Pasal 61, masyarakat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum.
Penjelasan Pasal 62 yang dimaksud dengan perlindungan hukum dalam
ketentuan iini, berupa perlindungan atas:
a. keamanan pribadi,
b. kerahasiaan identitas diri
c. Penuntutan hukum sebagai akibat melaporkan secara bertanggung jawab
tppo
Ps 63
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal
61 dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. 61
KETENTUAN PERALIHAN
Ps 64
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, perkara
tppo yang masih dalam proses penyelesaian di
tingkat penyidikan, penuntutan , atau
pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap
diperiksa berdasarkan undang-undang yang
mengaturnya.
62
KETENTUAN PENUTUP
Ps 65
63
Ps 66
65
66