Anda di halaman 1dari 16

Reaksi Transfusi Lambat

Non Imunologis
Kelompok 4
• Abdul Priyono
• Anna Lidya Hormat
• Arista AD. Hamidi
• Esti Cahyani
• Flafiana Rerin
• Melani Liyantika Yosan
Reaksi Transfusi

 Reaksi transfusi dapat didefinisikan sebagai setiap efek samping atau komplikasi
yang terjadi selama atau setelah transfusi komponen darah pada pasien. Efek
samping dari transfusi darah dapat bervariasi.

Klasifikasi
 Imunologi : Produksi anti bodi terhadap aloantigen pada eritrosit, leukosit,
trombosit atau protein plasma darah.
 Non Imunologik : Reaksi setelah transfusi darah yang berhubungan dengan
bahan fisika/kimia komponen darah atau kontaminan.
Reaksi Transfusi Lambat

 Timbul setelah 24 jam pasca tranfusi, bisa sampai 10-12 hari


 Mortalitas tidak sebesar reaksi akut, bahkan jarang menimbulkan kematian
 Dapat diantisipasi
 Berhubungan dengan sistem imunitas humoral dan gangguan mikronutrien
Jenis-Jenis Reaksi Transfusi Lambat
Non-Imunologis
Reaksi karena darah transfusi
terkontaminasi Bakteri

Kontaminasi bakteri pada darah donor dapat timbul sebagai hasil paparan
terhadap bakteri kulit pada saat pengambilan darah, kontaminasi alat dan
manipulasi darah oleh staf bank darah atau staf rumah sakit pada saat
pelaksanaan transfusi atau bakteremia pada donor saat pengambilan darah yang
tidak diketahui. Jumlah kontaminasi bakteri meningkat seiring dengan lamanya
penyimpanan sel darah merah atau plasma sebelum transfusi. Penyimpanan pada
suhu kamar meningkatkan pertumbuhan hampir semua bakteri.
Gejala Dan Penatalaksannan

Gejala :
 demam tinggi (peningkatan suhu > 2oC dibandingkan suhu sebelumnya),
 mengigil berat,
 hipotensi atau kolaps sirkulasi sementara atau sesaat setelah transfusi.

Penatalaksanaan :
Penanganan yang tepat harus mencakup antibiotik spektrum luas bersamaan
dengan kultur darah pasien yang dicurigai.
Reaksi karena penularan penyakit
infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, antara lain :
 prevalensi penyakit di masyarakat
 keefektifan skrining yang digunakan,
 status imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.
Saat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko transfusi darah,
antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis A,C, dan B, virus human T-cell
lymphotropic (HTLV), sifilis, malaria serta penyakit lain yang disebabkan oleh
parasit dan bakteri pathogen. Model ini berdasarkan fakta bahwa penularan
penyakit terutama timbul pada saat window periode (periode segera setelah
infeksi dimana darah donor sudah infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).
Penatalaksanaan

Untuk mengurangi potensi penularan penyakit, dilakukan penapisan faktor risiko


donor berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan dengan serangkaian uji
laboratorium.
Kelebihan beban sirkulasi

Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat
terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat,
atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien
dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular. Terjadinya
hipervolemia secara mendadak akibat transfusi akan menyebabkan terjadinya
bendungan dalam paru yang disusul dengan sembab paru dan akan tampak gejala
– gejala dekompensasi jantung mendadak, edema paru serta hiperhidrosis
renalis. Komplikasi dekompensasi kordis merupakan yang terpenting karena
banyak menyebabkan kematian. Kemungkinan terjadinya kelebihan transfusi
lebih besar pada penderita dengan anemia kronis, pada orang tua, anak kecil,
dan pada penderita penyakit paru, jantung dan penyakit degeneratif.
Penatalaksanaan

 transfusi segera dihentikan dan penderita ditegakkan.


 Berikan diuretika (furosemid iv), digitalis iv, oksigenasi, torniket keempat
ekstremitas dilonggarkan secara bergantian, phlebotomi.
Untuk pencegahan pada pengobatan anemia sebaiknya hanya diberikan packed
red cell saja. Pengawasan vena sentralis. Pada penderita yang diduga mudah
terjadi komplikasi ini, transfusi sebaiknya secara perlahan. Pemberian diuretika
sebelum/selama transfusi.
Kontaminasi parasit

Kontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia pada
saat pengumpulan darah. Kriteria seleksi donor berdasarkan riwayat bepergian
terakhir, tempat tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat mengurangi
kemungkinan pengumpulan darah dari orang yang mungkin menularkan malaria,
penyakit Chagas atau leismaniasis.
Hipotermia

Hipotermia merupakan risiko terjadinya aritmia jantung dan henti jantung.


Pemberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin
menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Lebih berbahaya pada
pasien yang mengalami syok, manipulasi bedah atau anestesi dimana pengaturan
suhunya terganggu.

Penatalaksanaan
berikan perawatan selama berlangsungnya transfusi. Sebuah perangkat pemanas
darah harus dipertimbangan untuk digunakan bilan diperlukan transfusi darah
yang cepat.
Komplikasi Metabolik

Komplikasi metabolik dapat terjadi pada transfusi darah dengan volume besar,
terutama pada pasien dengan penyakit hati atau ginjal.
Keracunan Sitrat

Darah simpan supaya awet dan tidak membeku diberikan pengawet


campuran sitrat untuk mengikat kalsium agar tidak terjadi pembekuan, fosfat
sebagai penyangga (buffer), dan dekstrosa sebagai sumber energi sel darah
merah, serta ademin untuk membantu resistensi adenosin Trifosfat dan menjaga
supaya 2,3 DPG (diphosphoglycerate) tidak cepat rusak.
Pasien yang berisiko untuk mengalami keracunan sitrat atau kekurangan
kalsium ialah mereka yang mendapat transfusi plasma, darah utuh (wholeblood),
trombosit dengan kecepatan melebihi 100 mL/menit, atau lebih rendah pada
pasien dengan penyakit hati. Dimana hati tidak bias mengikuti pemberian yang
cepat, tidak bisa memetabolasi sitrat,mengurangi kalsium yang terionisasi.
Hipokalsemia dapat memicu aritmia jantung. Ditandai dengan tremor, perubahan
EKG yaitu ST segmen memanjang. Untuk penatalaksanaan diberikan glukonas
kalsikus 10 % 4 – 8 cc setiap pemberian transfusi 1 unit kolf darah.
Kelebihan Besi

Kelebihan besi adalah komplikasi jangka panjang dari transfusi sel darah merah
berulang. Setiap transfusi menyumbangkan kira-kira 250 mg besi. Pasien yang
membutuhkan transfusi berulang seperti pada anemia aplastik, talasemia atau
hemoglobinopati berisiko lebih tinggi dibandingkan pasien yang ditransfusi karena
perdarahan. Pasien seperti ini harus dipertimbangan untuk menggunakan iron
chelating agent
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai