Anda di halaman 1dari 20

Mu’tashim Billah

1. Menerima konsep radd dengan memasukkan


suami dan istri sebagai ahli waris yang
berhak menerima radd
2. Menerima konsep radd dan mengecualikan
suami dan istri sebagai ahli waris penerima
radd
Radd dalam fikih
klasik

Menolak konsep radd dengan alasan bahwa


semua ahli waris telah mendapat bagian masing-
masing dan tidak boleh untuk menambahkan
warisan melebihi hak mereka
Pasal 193 KHI
“apabila dalam pembagian harta warisan diantara ahli waris Dzawil furud
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut,
sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan
tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli
waris sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka.”

Penerapan radd di Indonesia


No. 04/Pdt.G/2008/PTA Mks janda tidak mendapat bagian radd
No. 632/Pdt.G/2007/PA.Amb janda tidak mendapat bagian radd
Bagaimana penafsiran hakim Pengadilan Agama
Yogyakarta atas konsep dan implementasi kewarisan radd
merujuk pada KHI pasal 193?
Bagaimana preferensi hakim Pengadilan Agama
Yogyakarta dalam menafsirkan KHI pasal 193?
Konstruksi Hukum

Penemuan Hukum
Interpretasi Hukum:

metode subsumptif, interpretasi


gramatikal, interpretasi historis,
interpretasi sosiologis atau teleologis,
interpretasi komparatif, interpretasi
futuristis, interpretasi restriktif,
interpretasi ekstensif, interpretasi
nasional, interpretasi analogis, dan
interpretasi a contrario
Secara etimologis, radd merupakan bahasa Arab yang berarti
kembali/mengembalikan, atau juga berarti berpaling/memalingkan.

radd adalah memberikan sisa harta warisan kepada żawi al-furud yang memiliki
hubungan darah sesuai dengan bagiannya ketika tidak ada ahli waris ‘asabah
dengan mengecualikan suami atau istri

radd tidak akan terjadi kecuali terwujud dan memenuhi tiga persyaratan: 1)
adanya aṣḥāb al-furūḍ; 2) tidak ada aṣābah/ ahli waris laki-laki; 3) adanya sisa
harta setelah pembagian kepada aṣḥāb al-furūḍ.
Sayyid Sabiq mengatakan tiga unsur ini merupakan rukun yang harus
dipenuhi dalam radd,
Jumhur ulama menyatakan ada 8 orang yang berhak menerima radd: Anak
perempuan,
Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, Saudara kandung perempuan,
Saudara perempuan seayah, Ibu kandung, Nenek (dari ibu atau bapak), Saudara
perempuan seibu, Saudara laki-laki seibu

Utsman ibn ‘Affan berpendapat bahwa semua ahli waris berhak mendapatkan
radd meskipun suami atau istri. Karena menurutnya suami dan istri dalam
posisi ‘aul ikut menanggung kekurangan harta
Kelompok yang menolak konsep radd
1. Status suami dan istri dalam radd
HN: dapat radd (hakim bebas merujuk pada
mashab apapun)
SB: dapat radd (menganalogikan posisi suami
dan istri ketika terjadi ‘aul)
ST: dapat radd (melihat bagaimana jasa pasangan
semasa hidup pewaris, menafikan jasanya
merupakan ketidakadilan)
KN: dapat radd (tidak ada pengacualian suami
dan istri dalam KHI pasal 193)
NS: tidak dapat radd (merujuk pada pendapat
ijma’ ulama yang mu’tabar)
2. Makna berimbang

kata “berimbang” memiliki dua makna yaitu


sama rata dan sesuai bagian masing-masing.

Semua responden sepakat bahwa makana


“sedang sisanya dibagi berimbang di antara
mereka” adalam membagi sisa harta warisan
sesuai bagian masing-masing. (merujuk pada
praktek yang sudah lazim)
Istri: 3/9 x 3/12 = 9/108 (¼ + 9/108 = 36/108)
Ibu: 2/9 x 3/12 = 6/108 (1/6 + 6/108 = 24/108)
2 saudari seibu: 4/9 x 3/12 = 12/108 (1/3 + 12/108 = 48/108)
Jadi totalnya adalah 108/108 karena sisa radd telah dibagi sesuai bagian
masing-masing.
Interpretasi historis: merupakan usaha untuk
menafsirkan hukum secara historis, baik dari
segi historisitas undang-undang maupun
historisitas hukum. Metode dalam interpretasi
historis mempelajari dua hal yang meliputi
sejarah hukum, konteks, perkembangan yang
telah lalu dari suatu hukum, dan sejarah
undang-undang, konteks, penjelasan dari
pembentukan undang-undang yang
bersangkutan.
Interpretasi sosiologis atau teleologis adalah usaha
menetapkan tujuan undang-undang berdasarkan
tujuan kemasyarakatan. Lebih lanjut, Kansil
menjelaskan bahwa penafsiran teleologis
merupakan bentuk penafsiran dengan mengingat
maksud dan tujuan undang-undang itu dibentuk.
Hal ini penting mengingat kebutuhan-kebutuhan
berubah mengikuti zaman sedangkan bunyi
undang-undang tetap sama. Penafsiran sosiologis
dilakukan karena terdapat perubahan dalam
masyarakat, sedangkan bunyi Undang-Undang
tidak berubah selama belum ada amandemen atau
peraturan baru yang merubahnya.
interpretasi gramatikal merupakan usaha penafsiran kata-
kata dalam undang-undang sesuai kaidah hukum dan
tata bahasa yang berlaku. Bahasa merupakan sarana
terpenting dalam hukum, oleh karena itu, hukum
terikat pada bahasa. Penafsiran undang-undang pada
dasarnya merupakan penjelasan dari segi bahasa/
linguistik. Sedangkan titik tolak bahasa yang
digunakan untuk menafsirkan pasal dalam undang-
undang adalah bahasa sehari-hari. Corak penafsiran ini
mendasarkan pengertiannya pada bunyi ketentuan
undang-undang dengan berpatokan pada arti kata-
kata. Pada penafsiran ini, yang dijadikan sebagai
pedoman adalah arti perkataan kalimat menurut tata
bahasa atau kebiasaan semata, yaitu arti dalam
penggunaan kata dalam sehari-hari
penafsiran analogis yaitu memberi tafsiran pada
suatu peraturan hukum dengan membuat
ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai
dengan asas hukumnya. Sehingga suatu
peristiwa yang sebenarnya tidak dapat
dimasukkan, kemudian dapat dianggap sesuai
dengan peraturan tersebut, misal
‘menyambung’ aliran listrik dianalogikan
dengan ‘mengambil’ aliran listrik

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB III Revisi
    BAB III Revisi
    Dokumen30 halaman
    BAB III Revisi
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen29 halaman
    Bab Ii
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen12 halaman
    Bab V
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen12 halaman
    Bab V
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen26 halaman
    Bab I
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen26 halaman
    Bab I
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • LAMPIRAN
    LAMPIRAN
    Dokumen10 halaman
    LAMPIRAN
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Radd
    Radd
    Dokumen31 halaman
    Radd
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Radd Dalam KHI
    Radd Dalam KHI
    Dokumen22 halaman
    Radd Dalam KHI
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Makalah Studi Empiris OK
    Makalah Studi Empiris OK
    Dokumen24 halaman
    Makalah Studi Empiris OK
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Wasiat Wajibah Ahli Waris Beda Agama
    Wasiat Wajibah Ahli Waris Beda Agama
    Dokumen14 halaman
    Wasiat Wajibah Ahli Waris Beda Agama
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat
  • Referensi
    Referensi
    Dokumen2 halaman
    Referensi
    Mu'tashim Billah
    Belum ada peringkat