(Suyadi, 2009)
Penyebab secara langsung
1. Konsumsi energi dan protein
– Konsumsi energi dan protein yang rendah akan menyebabkan
Kekurangan Energi Protein (KEP) baik ringan, sedang ataupun
berat
2. Penyakit infeksi
– Penyakit infeksi erat kaitannya dengan status gizi yang rendah
– Mekanisme pertahanan tubuh yang terjadi pada penderita KEP
rendah
– Kurang pemasukan energi & protein -> kemampuan tubuh
membentuk protein baru berkurang -> pembentukan kekebalan
tubuh terganggu -> tubuh rawan terserang penyakit infeksi
(Jellife, 1989)
Penyebab tidak langsung
1. Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan
melalui cara pemilihan bahan pangan.
Semakin tinggi pendidikan orang tua -> dapat memilih bahan
makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas ->
kemungkinan anak berstatus gizi baik semakin besar
2. Pendapatan Keluarga
Kemiskinan merupakan akar masalah kesehatan dan gizi.
Dikatakan bahwa rata-rata persen BB/U pada kelompok ekonomi
rendah selalu lebih rendah daripada kelompok ekonomi tinggi. Hal ini
karena pedapatan mereka tidak cukup untuk membeli makanan yang
bergizi (Budiningsari, 1999)
3. Jumlah Anggota Keluarga
Rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga
besar beresiko mengalami kelaparan 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan rumah tangga yang anggotanya kecil,
dan beresiko pula mengalami kurang gizi sebanyak 5 kali
lebih besar dari keluarga yang mempunyai jumlah anggota
keluarga kecil (Berg, 1986)
4. Umur
Prevalensi KEP ditemukan pada usia balita dan
puncaknya pada usia 1-2 tahun.
Karena kebutuhan gizi pada usia tersebut meningkat
tajam sedangkan asi sudah tidak mencukupi, selain itu
makanan sapihan tidak diberikan dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup serta adanya penyakit diare karena
konsumsi pada makanan yang diberikan (Abunain dalam
Lismartina 2000)
5. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor
internal yang menentukan kebutuhan gizi.
Laki-laki lebih banyak membutuhkan
energi dan protein daripada perempuan, karena
laki-laki cenderung lebih aktif dan lebih kuat
dibanding perempuan.
Hasil penelitian Lismartina (2001), bahwa
kejadian KEP lebih besar pada anak laki-laki
(25,9%) dibanding anak perempuan.