Anda di halaman 1dari 8

KUMPULAN TUGAS PELATIHAN ASESMEN DAN RENCANA TERAPI

GANGGUAN PENGGUNAAN NARKOTIKA

MI. 3 ASESMEN DAN DIAGNOSIS KETERGANTUNGAN NARKOTIKA/NAPZA

CONTOH KASUS 1: RENGGO

Renggo, laki-laki, lahir pada tahun 1983, anak pertama dari dua bersaudara (adiknya
juga laki-laki) dengan beda usia 2 tahun. Tidak tamat kuliah, sekalipun sudah pindah 3 kali
pada jurusan yang berbeda-beda: hukum, politik dan hubungan internasional. Saat ini tinggal
tidak jauh dari rumah orangtuanya, bersama dengan istri kedua dan ketiga anaknya yang
seluruhnya laki-laki. Renggo menikah pertama kali pada usia 17 tahun karena pacar saat itu
terlanjur hamil. Pada usia pernikahan ketiga, mereka bercerai. Anak tunggal mereka awalnya
tinggal dengan ibunya, namun setelah berusia 7 tahun pindah tinggal dengan ayahnya karena
ibu memutuskan kuliah dan tidak ada yang menjaga. Dari istri kedua Renggo memperoleh
dua anak.

Pada usia Renggo yang ke 14, ia mulai rutin menggunakan ganja, setidaknya tiga kali
seminggu. Frekuensi penggunaan ganjanya menurun ketika ia usia 17 tahun mulai
menggunakan heroin (putau). Renggo mulai rutin menggunakan heroin dua bulan berikutnya,
selama 3 tahun dengan cara didreg. Ia mengaku pernah sesekali menyuntik tetapi sebagian
besar dengan cara didreg. Pada usia 20 tahun menjalani program rehabilitasi berbasis
therapeutic community di Malaysia selama 9 bulan. Ia mengikuti program tersebut karena
keinginan orangtuanya, khususnya ibu. Selepas dari Malaysia, Renggo kembali ke Indonesia
dan mampu mempertahankan abstinensianya selama 1 tahun. Kemudian kembali lagi
menggunakan heroin hingga 2 tahun sampai kemudian ibu kembali memasukkan Renggo
pada program rehabilitasi berbasis 12 langkah di daerah Bogor selama 3 bulan. Ia tidak
menyelesaikan program ini karena kabur karena tidak merasa perlu menjalani rehabilitasi.
Renggo selalu merasa yakin bahwa ia mampu mengendalikan penggunaan heroin dan Napza
lainnya. Setelah itu penggunaan heroinnya on and off, terutama sejak usia 24 tahun dimana ia
mulai menggunakan shabu (metamfetamin). Sejak itu Renggo menggunakan heroin hanya
bila muncul rasa ‘kangen' atau diajak oleh teman, dan hanya beberapa kali dalam setahun
(jarang). Sedangkan penggunaan shabu dilakukan saat ia kumpul dengan teman-teman
lamanya, setidaknya seminggu sekali dan saat ia ingin merasakan sensasi hubungan seks
yang berbeda dengan istri atau perempuan lain yang diinginkannya. Dalam sebulan terakhir
Renggo menggunakan shabu setidaknya 4 kali, yang juga disertai dengan minum alkohol.
Berkali-kali Renggo menjalani program rawat jalan untuk mengatasi penggunaan zatnya dan
sebagian besar merupakan inisiatif ibunya.

Renggo masih menerima dukungan dari orangtuanya. Ia bekerja paruh-waktu pada


perusahaan sumberdaya manusia milik ibunya, sebagai tenaga administratif. Menurut ibunya,
Renggo seharusnya bekerja purna-waktu, namun ia sering seenaknya sendiri, sehingga ibu
ingin memberikan efek jera dan mengurangi gajinya mengikuti skema pekerja paruh waktu.
Rumah yang ditinggali Renggo adalah rumah orangtuanya. Selain dari gaji, Renggo juga
memperoleh bantuan finansial tetap dari ibunya yang diberikan melalui istrinya sebesar Rp. 5
juta per bulan. Ia sering ribut dengan ibunya sejak remaja. Sering kabur dari rumah ketika
masih tinggal dg orgtuanya. Belakangan ini juga mengaku bosan dengan istrinya yang terlalu
lugu. Bertengkar hebat dg istri dua minggu lalu karena ia ingin hubungan seks melalui anal
tetapi istri menolak.

Renggo pernah ditahan di tahanan polsek selama 2 minggu terkait kepemilikan shabu
sebesar 0.2 gram, tapi kemudian dibebaskan karena ditebus oleh orangtuanya. Ia juga pernah
dituntut orangtua teman wanitanya karena tuduhan pemerkosaan. Namun tuntutan ini tidak
berakhir di pengadilan karena dapat diselesaikan secara damai.

Renggo dua kali dalam 5 tahun ini mengalami infeksi menular seksual yang ia yakin
diperoleh dari salah satu pasangan seksnya ketika ia dalam pengaruh shabu. Menurut Renggo,
pada saat itu dia langsung berobat ke dokter dan diberi antibiotik sampai akhirnya sembuh.

Pemeriksaan fisik: keadaan umum : tampak gelisah, kesadaran kompos mentis, TD


140/90 mmHg, nadi 110 x/menit, suhu febris 38.5 celcius, frekuensi napas 20 x/menit,
jantung : palpitasi, needle track di lengan kanan dan kiri, lain-lain :dalam batas normal.

CONTOH KASUS 2: TATIANA

Tatiana, perempuan, lahir pada tahun 1990. Datang ke salah satu IPWL di Bali atas
rujukan dokter penyakit kandungan. Ia mengalami amenorrhea selama 4 bulan dan dikatakan
dokternya karena ketidakseimbangan hormon. Menurut pengakuannya, sejak 2 tahun yang
lalu ia sesekali menggunakan heroin dan rutin menyuntik buprenorfin hingga saat ini, yang
diperoleh dari pacarnya, seorang pecandu. Hampir setiap hari ia menyuntik bupre 1 kali @ 1
mg. Di luar ini Tatiana juga menggunakan ekstasi pada setiap kali ia berkunjung ke diskotek
atau klab malam saat libur kerja. Pada saat ia remaja usia 14 hingga 17 tahun, ketika ia masih
tinggal di Medan, Tatiana adalah pengguna ganja rekreasional.

Sejak usia 18 tahun, Tatiana pindah ke Bali untuk kuliah pada sebuah universitas
swasta jurusan pariwisata program D3. Ia awalnya tinggal bersama pamannya, namun pada
usia 20 tahun bersikeras untuk kost. Tatiana lulus kuliah pada usia 21 tahun dan mulai
bekerja di sebuah hotel bintang 3 sebagai tenaga marketing. Sejak mulai bekerja dan
memperoleh penghasilan sendiri, Tatiana semakin merasa merdeka dalam menjalani
hidupnya, terlebih orangtua masih rutin mengirimkan uang padanya. Bonus yang dia terima
sebagai tenaga marketing juga membuat keleluasaan baginya dalam membeli napza. Ia
bahkan mendukung keuangan pacarnya, pengangguran, untuk membeli napza dan rokok.
Tatiana sangat sulit putus dari pacarnya karena sudah terlanjur menyerahkan keperawanannya
pada pacar tersebut 4 tahun lalu. Sekalipun pacar sering bertindak kasar secara verbal
maupun fisik, Tatiana tidak sanggup putus dari pacar tersebut. Pacar selalu bertindak semakin
keras dan kasar setiapkali Tatiana minta putus. Bahkan sudah 1.5 tahun yang lalu pacar
bersikeras untuk tinggal di tempat kost Tatiana sekalipun sesungguhnya Tatiana
berkeberatan. Hubungan seks dilakukan secara rutin setidaknya seminggu sekali. Ia pernah
menggugurkan kandungan pada usia 22 tahun. Sejak ia rutin menggunakan buprenorfin dan
sesekali pakai heroin serta ekstasi, Tatiana tidak pernah lagi hamil. Namun ia jadi cemas
ketika tidak lagi menstruasi sejak 4 bulan lalu.

Tatiana belum pernah terlibat pelanggaran hukum. Sejak dua bulan ini ia sering
merasa putus asa dan sering tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Ia ingin lepas dari pacarnya
tapi tidak tahu bagaimana caranya. Ia bahkan curiga bahwa pacarnya telah terinfeksi HIV
karena belakangan ini pacar menderita herpes yang tidak kunjung sembuh. Iapun mengalami
kecemasan tertular HIV mengingat kadangkala ia berbagi jarum suntik dengan pacarnya dan
seringkali berhubungan seks tanpa kondom.

Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum : sedang, tampak cemas,compos mentis ,


tanda vital : TD 120/70 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Suhu : afebris, Pernapasan : 14x/menit,
needle track lengan kanan dan kiri positif, lain-lain dalam batas normal.
MI. 4 KONSELING DASAR KETERGANTUNGAN NARKOTIKA

Penugasan

KEGIATAN ROLE PLAY

Peserta dibagi dalam kelompok kecil. Setiap kelompok berisi 3 peserta yang masing-masing
akan berperan sebagai konselor, pasien/klien dan observer

Kasus 1 :
Andi (22 th) adalah seorang pekerja freelance. Datang pertama kali ke layanan karena disuruh
oleh keluarganya. Andi rata2 dugem 2-3x setiap minggu bersama teman2nya, mereka
mengkonsumsi shabu dan kadang juga mengkonsumsi alkohol. Andi sebenarnya merasa tidak
masalah dengan penggunaan zatnya ini, tapi keluarga dan pacarnya mulai komplain dan
marah dengan kebiasaannya ini. Saat ini beberapa temannya sudah ada yang ditangkap
petugas pada saat dugem, jadi mereka berharap mendapatkan “kartu sakti wajib lapor” yang
membebaskan mereka bila tertangkap suatu saat nanti.

Kasus 2 :
Budi adalah pasien lama RS A, sudah mengikuti program terapi untuk ketergantungan
amfetamin. Budi rutin datang seminggu sekali. Saat ini kadang-kadang masih menggunakan
ekstasi 2 - 3 kali seminggu terutama saat memiliki masalah dengan istrinya. Budi sudah
berusaha untuk menghentikan namun tetap merasa belum bisa terutama bila sedang merasa
sangat sedih. Dia juga minum kamlet namun tidak rutin setiap hari. Budi sangat bimbang
apakah dia harus berhenti menggunakan ekstasi atau tidak karena dia tahu dengan
penggunaannya itu bisa menghancurkan keluarganya. Setelah beberapa kali terapi, Budi
mencoba untuk bekerja kembali, walaupun tidak setiap hari dan sudah berusaha untuk
mengurangi pemakaian ekstasi. Saat ini yang mendukung dirinya adalah ibunya. Hal yang
membuat dia mau berjuang untuk tidak menggunakan ekstasi dan kamlet lagi adalah ia
merasa memiliki tanggung jawab sebagai seorang bapak.
MI. 5 PENATALAKSANAAN TERAPI DAN REHABILITASI

Penugasan :

1. Pembahasan kasus
Bagilah kelas menjadi kelompok kecil yang terdiri dari 3 orang, maksimum 8
kelompok. 2 orang berperan sebagai tim penerima wajib lapor, 1 orang sebagai klien.
Terdapat 4 kasus, dimana 1 kasus diperankan oleh 2 kelompok.
Tugas tim penerima wajib lapor adalah melakukan asesmen hingga tercapai
penyusunan rencana terapi bagi klien. Tim penerima wajib lapor tidak diberikan soal
kasus, semata-mata melakukan tahapan proses asesmen.
Tugas klien adalah berperan sebagai klien dengan kasus yang ada, yang dipelajari
terlebih dahulu dan dapat dikembangkan dalam proses wawancara berikutnya.

Kasus A:
Dicky adalah individu usia 32 tahun yang talkative: sangat terbuka dan banyak bicara.
Ia datang ke IPWL pada tanggal 15 September 2011. Pernah menjalani program
rehab residensial mulai tahun 2008 selama 15 bulan, bahkan sempat menjadi house
manager pada program tersebut selama 9 bulan. Pemulihannya mengalami kekacauan
karena hubungan dengan pacarnya. Dicky awalnya menggunakan benzodiazepin saat
masih SMP. Mulai SMA kelas 1 menggunakan heroin. Sebelum direhab pola
penggunaannya adalah 4 – 5 kali nyuntik setiap hari. Sekeluarnya dari rehab Dicky
sempat bersih selama 2 bulan dan kemudian menggunakan kembali heroin, disertai
shabu sesekali dan obat penenang lainnya. Sebagai anak tunggal dari orangtua
bercerai, Dicky merasa bingung mau tinggal dimana. Kebanyakan ia tinggal dengan
ibunya, di rumah keluarga besar ibunya. Namun sejak kecil ia sering mengalami
kekerasan fisik dari pamannya –adik ibunya, yang juga seorang pecandu. Dukungan
ayah kandung –seorang dekan fakultas hukum lebih banyak bersifat superfisial,
mendukung Dicky secara keuangan bila Dicky mau sekolah. Dicky putus kuliah
semester 4 di Fakultas Hukum universitas swasta. Saat ini ia tidak bekerja, namun
sering bantu temannya yg punya usaha cuci mobil.
Kasus B:
Bombom adalah laki-laki usia 28 tahun yang datang ke IPWL pada tanggal 20 Juni
2011. Keadaan fisik tampak lemah, namun bisa diajak bicara. Ia merasa kepalanya
sering pusing sudah 3 bulan belakangan ini. Kadang disertai demam, namun tidak
tinggi. Riwayat penggunaan heroin sejak tahun 2000, namun sejak tahun lalu beralih
ke bufrenorfin dengan dosis 2 mg. Mengaku menyuntikkan bufrenorfin, ditambah
minum alprazolam 2 mg di sore hari. Bekerja sebagai pegawai honorer di instansi
pemerintah. Pekerjaannya sehari-hari adalah sortir surat masuk. 3 bulan ini sering ijin
tidak masuk karena sakit. Bombom menerima surat peringatan 1 dan merasa stress
akan hal itu. Ingin memulihkan diri tapi tidak tahu harus bagaimana.
Kasus C:
Yana, perempuan berusia 18 tahun, baru lulus SMK jurusan tata boga tahun ini. Ia
datang ke IPWL dibawa oleh orangtuanya. Yana merasa tidak perlu melaporkan diri
karena merasa tidak ketergantungan. Ia menggunakan ganja sesekali sejak kelas 2
SMP. Shabu juga sesekali. Sementara ecstasy digunakannya bila clubbing. Yana hobi
clubbing, yang dilakukannya setidaknya seminggu sekali. Pernah dirawat sebentar di
UGD karena dua hari dua malam tidak bisa tidur. Pacaran sejak 1 tahun lalu, dengan
seorang DJ yang juga menggunakan amfetamin. Pacarnya sering menggunakan
kekerasan pada Yana, terutama bila Yana tidak mau melakukan hubungan seks
dengannya.

Kasus D:
Utoro, laki-laki berusia 40 tahun, berkeluarga dengan anak 4 dari 2 istri. Ia bercerai
dengan istri pertama tahun 2000, menikah kembali 2 bulan kemudian. Lalu bercerai
lagi dengan istri kedua tahun lalu. Keempat anak ikut istrinya masing-masing. Utoro
bekerja sebagai satpam sebuah gudang cargo. Riwayat penggunaan ganja ketika SMP
dan SMA. Selepas SMA ia lebih suka menggunakan shabu. Shabu dirasakannya
membantunya untuk bisa jaga malam dengan baik, karena ia tidak mudah mengantuk.
Belakangan ia sering konflik dengan rekan kerjanya. Ia merasa sering dibicarakan
rekan-rekannya dan berpikir mungkin mereka sedang berkonspirasi untuk
menjatuhkannya. Utoro merasa tidak dimengerti siapapun. Ia saat ini tinggal di tempat
kost sendirian. Sering merasa kesepian. Shabu dirasakannya juga membantu
mengatasi perasaan melankolinya. Ia menggunakan shabu bersama mantan teman-
teman SMAnya. Ia tidak pernah kirim uang kepada mantan istri-istrinya karena
menurutnya uangnya hanya cukup bagi dirinya sendiri dan istrinya semua bekerja.
MI. 6 SISTEM RUJUKAN

Penugasan :
Setiap peserta melakukan rujukan berdasarkan contoh kasus dari materi sebelumnya dan
mengisi formulir surat rujukan
MI. 7 PENCATATAN DAN PELAPORAN

Penugasan :

Peserta dibagi secara berpasangan, satu orang mengisi formulir catatan pasien
penyalahgunaan Napza dan satu orang lagi menjadin klien.

Anda mungkin juga menyukai