Anda di halaman 1dari 27

LITERATURE REVIEW

EMERGENCY PREPAREDNESS AND RESPONE FOR TODAY’S


WORLD

KESIAPSIAGAAN DAN TANGGAP DARURAT DALAM


MENGHADAPI BENCANA PADA ANAK DI SEKOLAH

Kelompok 2 :
Isra N U S Potabuga (17/418394/PKU/16886)
Ito Wardin (17/418395/PKU/16887)
Khalida Ziah S (17/418396/PKU/16888)
LATAR BELAKANG
Keadaan darurat dan bencana alam selama beberapa tahun terakhir telah
mempengaruhi kehidupan jutaan orang di seluruh dunia. Dimana setiap tahun
satu dari lima negara di seluruh dunia memiliki keadaan darurat (World Health
Organization, 2007).

Saat ini salah satu yang menjadi isu dalam emergency preparedness and respone
adalah masalah bencana atau disaster (Canadian Nurses Association, 2018)

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (PERPRES, 2007)

Di Indonesia berbagai bencana alam yang besar dan merugikan telah terjadi
dalam 15 tahun terakhir info kejadian bencana hingga bulan Juli tahun 2018
telah terjadi 1.601 kejadian bencana.

Bencana yang terjadi di Indonesia juga telah menimbulkan dampak yang cukup
besar pada berbagai sektor dan salah satunya yaitu pada sektor pendidikan
Infrastruktur sekolah, siswa serta guru (komunitas sekolah)
Berdasarkan data kejadian Melibatkan anak-anak dalam
bencana di bebrapa daerah manajemen bencana juga dapat
Pengetahuan terkait bencana
bahwa banyak korban dari anak memberikan kontribusi positif
dan pengurangan risiko
usia sekolah yang disebabkan baik terhadap penyelamatan,
bencana penting untuk
oleh bencana yang terjadi baik pemulihan serta rehabilitasi
diberikan pada anak sejak dini
di jam sekolah maupun diluar bencana (Lopez, Hayden,
jam sekolah Cologon, & Hadley 2012).

Upaya untuk meningkatkan Kesiapsiagaan merupakan salah satu


kesiapsiagaan dalam upaya dalam menghadapi bencana. UU No. 23 Tahun 2002 tentang
menghadapi bencana di Kesiapsiagaan dalam UU No. 21 Perlindungan Anak
Tahun 2008serangkaian kegiatan
sekolah pada yang dilakukan untuk mengantisipasi pendidikan menjadi salah satu
anakpendidikan siaga bencana melalui pengorganisasian faktor penentu dalam kegiatan
bencana melalui program siaga serta melalui langkah yang tepat guna pengurangan risiko bencana.
bencana di sekolah dan berdaya guna.

Anak-anak dapat mengetahui


bagaimana cara
menyelamatkan diri saat terjadi
bencana.
TUJUAN

• Mengetahui kesiapsiagaan dan tanggap darurat dalam menghadapi bencana pada anak di
sekolah

UMUM

• Mengetahui prinsip-prinsip kesiapsiagaan dan tanggap darurat


• Mengetahui bagaiamana pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat bencana
serta pemulihan dalam penaganan bencana
• Mengetahui program kesiapsiagaan bencana berbasis sekolah
KHUSUS
TINJAUAN PUSTAKA

KESIAPSIAAGAAN : TANGGAP DARURAT :


Kesiapsiagaan merupakan serangkaian Kegiatan untuk mengatasi dampak
kegiatan yang dilakukan untuk darurat atau bencana jangka pendek dan
mengantisipasi bencana melalui respon mencakup tindakan segera untuk
pengorganisasian serta melalui langkah menyelamatkan nyawa, melindungi
yang tepat guna dan berdaya guna properti, dan memenuhi kebutuhan dasar
(BNPB, 2017). manusia (Barbara Cherry, 2014).

BENCANA :
Serangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat luas disebabkan oleh faktor alam
maupun faktor non alam serta faktor manusia
sehingga mengakibatkan munculnya korban
jiwa, kerusakan lingkungan, dampak
psikologis dan kerugian harta benda (UU No.
24 thn 2007)
Jenis Keadaan Darurat dan Bencana :

Ada 2 jenis menurut National Fire Protection Association (2013):


1. Keadaan darurat besar
Apabila keadaan darurat mempengaruhi suatu lingkungan
sekitar dan penanggulangannya memerlukan bantuan tenaga
yang besar mencakup insiden, kejadian, dan fenomena alam
yang menyebabkan dampak serius pada porsi atau seluruh
populasi
2. Keadaan darurat kecil
Keadaan darurat terjadi dan dapat diatasi oleh petugas
setempat / bantuan tenaga yang besar keadaan ini tidak
berdampak besar.

Menurut (BNPB, 2017) jenis-jenis bencana di Indonesia terbagi


menjadi :
1. Bencana alam (gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir bandang, kekeringan, angin topan, kekeringan, cuaca
ekstrim (putting beliung), dan tanah longsor).
2. Bencana non alam (gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi dan wabah penyakit).
3. Bencana sosial (konflik sosial antar suku/kelompok, teror,
sabotase).
Dampak Keadaan Darurat dan Bencana :

• Korban bencana / pengungsian


Gangguan kehidupan

• Kerusakan sarana dan prasarana, seperti


perubahan bentuk pada aset dan infrastruktur.
• Kerusakan lingkungan
• Kerugian, dengan meningkanya biaya
pengeluaran dan hilangnya kesempatan
Gangguan penghidupan memperoleh keuntungan ekonomi karena
kerusakan aset akibat bencana.
• Dampak psikologis, dengan terganggunya
kepribadian dan kemampuan individu dalam
menghadapi stress akibat bencana / koping
individu tidak efektif.
Adapun Reaksi atapun Dampak Spesifik terhadap Bencana atau
Kejadian traumatik berdasarkan usia anak (Purnamasari, 2016) :
Klasifikasi Status Keadaan Darurat dan Bencana :
Klasifikasi status keadaan darurat bencana berdasarkan Peraturan Pemerintah pasal 23 nomor 21 tahun 2008
tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana (BNPB, 2016a):

Status siaga darurat : Status transisi darurat ke


Status tanggap darurat : pemulihan :
Merupakan keadaan potensi
ancaman bencana sudah Merupakan keadaan ancaman Merupakan keadaan ancaman
mengarah pada terjadinya bencana yang sudah benar- bencana yang telah menurun /
bencana ditandai dengan adanya benar terjadi dan mengganggu mereda / telah berakhir,
informasi peningkatan ancaman kehidupan dan penghidupan sedangkan gangguan
berdasarkan sistem peringatan sekelompok orang / kehidupan dan penghidupan
dini yang diberlakukan dan masyarakat. sekelompok orang /
dipertimbangkan dampaknya di masyarakat masih tetap
masyarakat. berlangsung.
Department of Social Services (DSS), Children’s Division (CD) berkoordinasi dengan Missouri State
Emergency Management Agency (SEMA) Washington, D.C. untuk membuat Perencanaan bencana menjadi
empat tahap: Kesiapsiagaan, Respon, Pemulihan, dan Mitigasi (Missouri Department of Social Services,
2016).

 Respon atau tanggap darurat bidang


 Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk kesehatan dilakukan untuk
mengantisipasi kemungkinan menyelamatkan nyawa dan mencegah
terjadinya bencana. Upaya‐upaya kecacatan. Upaya yang dilakukan
yang dapat dilakukan antara lain: antara lain::
 Penilaian cepat kesehatan
 Penyusunan rencana
(rapid health assessment);
kontingensi;
 Pertolongan pertama korban
 Simulasi/gladi/pelatihan
bencana dan evakuasi ke sarana
siaga; kesehatan;
 Penyiapan dukungan sumber  Pemenuhan kebutuhan dasar
daya; kesehatan;
 Penyiapan sistem informasi  Perlindungan terhadap
dan komunikasi. kelompok risiko tinggi
kesehatan (Pakaya et al., 2011).
 Pemulihan meliputi rehabilitasi dan
rekonstruksi serta pembangunan
berkelanjutan. Upaya‐upaya yang
dapat dilakukan antara lain:  Pencegahan dan mitigasi ini bertujuan
 Perbaikan lingkungan dan menghindari terjadinya bencana dan
sanitasi; mengurangi risiko dampak bencana.
 Perbaikan fasilitas pelayanan Upaya‐upaya yang dapat dilakukan antara
kesehatan; lain:
 Pemulihan psiko‐sosial;  Penyusunan kebijakan, peraturan
perundangan, pedoman dan standar;
 Peningkatan fungsi pelayanan
 Pembuatan peta rawan bencana dan
kesehatan. pemetaan masalah kesehatan;
 Pembuatan brosur/leaflet/poster;
 Analisis risiko bencana;
 Pembentukan tim penanggulangan
bencana;
 Pelatihan dasar kebencanaan;
 Membangun sistem penanggulangan
krisis kesehatan berbasis
masyarakat.
Manajemen keadaan Darurat dan Bencana :
Menurut Nurjanah 2012, Manajemen bencana merupakn sebagai proses dinamis dinamis tentang
bekerjanya fungsi-fungsi manajemen bencana seperti planning, organizing, actuating, dan controling.
Cara kerjanya meliputi pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan tanggap darurat dan pemulihan.
Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3 tahapan, yaitu pra bencana, pada
saat tanggap darurat, dan pasca bencana..
Peran perawat dan masyarakat dalam Penanggulangan Bencana :
Perawat mengisi berbagai peran selama fase bencana mulai dari kesiapsiagaan dan mitigasi,
dalam fase tanggap bencana, fase pemulihan, hingga fase rekonstruksi dan rehabilitasi (WHO
& ICN, 2009), seperti :

Fase Pencegahan dan Mitigasi:


Fase Kesiapsiagaan :
Perawat harus memiliki pemahaman
Perawat memainkan peran penting dalam
terkait masalah kesehatan di masyarakat,
kesiapsiagaan dan mitigasi bencana
pengembangan program, mitigasi,
dengan cara mendidik masyarakat terkait
pelatihan dan pendidikan di tingkat
bencana, bekerja untuk mengurangi bahaya
masyarakat, negara, nasional dan
baik di tempat kerja, rumah serta di
internasional. perawat juga perlu memiliki
masyarakat. Perawat juga turut
pengetahuan terkait sumber daya
berkontribusi dalam pengembangan,
masyarakat, populasi berisiko, individu
implementasi dan evaluasi kesiapan
yang rentan, masalah tenaga kesehatan
masyarakat, perawat ikut berpartisipasi
kerja, kebutuhan pasokan dan peran serta
dan mengevaluasi latihan bencana, dan
praktik keperawatan yang merupakan
perawat ikut berkoordinasi dan bekerja
kontribusi penting untuk perencanaan
dengan organisasi komunitas.
bencana.
Fase tanggap bencana :

Perawat memberikan perawatan di


berbagai bidang, termasuk trauma, triase,
perawatan darurat, perawatan akut,
pertolongan pertama, pengendalian infeksi,
perawatan suportif dan paliatif, dan
kesehatan masyarakat. Selain itu perawat
Fase Pemulihan :
juga berfungsi dalam peran
kepemimpinan, yaitu dengan mengelola
Peran mendasar perawat dalam hal ini
dan mengkoordinasikan perawatan
adalah menjamin perawatan berkelanjutan
kesehatan dan pengasuh.
bagi mereka yang membutuhkan, dan
peran tambahan dalam fase ini adalah
perawat memberikan pengawasan
kesehatan masyarakat, penyaringan, dan
pendidikan masyarakat.
Peran Masyarakat :

Peran masyarakat dalam penanggulangan bencana menurut Undang – Undang Nomor 24 Tahun
2007 terletak pada tahap pelaksanaan rekonstruksi yang terdiri dari rekonstruksi fisik dan non
fisik. Masyarakat merupakan salah satu dari elemen utama penanggulangan bencana, selain dari
pemerintah. Masyarakat juga memiliki hak dan kewajiban (BNPB, 2014), yaitu :

1. Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok


masyarakat rentan bencana
2. Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana
3. Mendapatkan informasi secara tertulis dan atau lisan tentang kebijakan
penanggulangan bencana
4. Berperan serta dalam pernecanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program
penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial
5. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan
bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya
6. Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan
penanggulangan bencana.
Program kesiapsiagaan bencana berbasis sekolah di indonesia :

Tujuan dari Sekolah Siaga Bencana


(SSB) :
Program Sekolah Siaga Bencana
Untuk membangunn budaya siaga dan
(SSB) yang merupakan program yang
budaya aman disekolah dengan
telah diterapkan di beberapa sekolah
mengembangkan jejaring bersama
di Indonesia (D. Hidayati, D., 2010).
para pemangku kepentingan di bidang
Sekolah siaga bencana merupakan
penanganan bencana, meningkatkan
upaya membangun kesiapsiagaan
kapasitas institusi sekolah dan
sekolah terhadap bencana dalam
individu dalam mewujudkan tempat
rangka mengubah kesadaran seluruh
belajar yang lebih aman baik bagi
unsur-unsur dalam bidang pendidikan
siswa, guru, dan anggota komunitas
baik individu maupun kolektif di
sekolah serta komunitas di sekeliling
sekolah dan lingkungan sekolah baik
sekolah, menyebarkan dan
itu sebelum, saat ataupun setelah
mengembangkan pengetahuan
bencana terjadi (UPI, 2010).
kebencanaan ke masyarakat luas
melalui jalur pendidikan sekolah.
Beberpa indikator Sekolah Siaga Bencana (SSB) (UPI, 2010) :

Indikator untuk Parameter Pengetahuan dan Keterampilan :

 Pengetahuan mengenai jenis bahaya, sumber bahaya, besaran bahaya dan dampak
bahaya serta tanda-tanda bahaya yang ada di lingkungan sekolah
 Akses bagi seluruh komponen sekolah untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan,
pemahaman dan keterampilan kesiagaan (materi acuan, ikut serta dalam pelatihan,
musyawarah guru, pertemuan desa, jambore siswa, dan lain-lain)
 Pengetahuansejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan sekolah atau
daerahnya
 Pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan
lingkungan sekitarnya
 Pengetahuan upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di
sekolah
 Keterampilan seluruh komponen sekolah dalam menjalankan rencana tanggap darurat
 Adanya kegiatan simulasi reguler
 Sosialisai dan pelayihan kesiagaan kepada warga sekolah dan pemangku kepentingan
sekolah
Indikator Untuk Parameter Kebijakan :

 Adanya kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiagaan di


sekolah

Indikator Untuk Parameter Rencana Tanggap Darurat :

 Adanya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama secara partisipatif dengan warga
sekolah dan pemangku kepentingan sekolah
 Adanya protokol komunikasi dan koordinasi
 Adanya prosedur tetap kesiagaan sekolah yang disepakati dan dilaksanakan oleh seluruh komponen
sekolah
 Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/shelter terdekat dengan sekolah, disosialisasikan
kepada seluruh komponen sekolah dan orang tua siswa, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah
 Dokumen penting sekolah digandakan dan tersimpan baik, agar dapat tetap ada, meskipun sekolah
terkena bencana
 Catatan informasi penting yang mudah digunakan seluruh komponen sekolah, seperti pertolongan
darurat terdekat, puskesmas/rumah sakit terdekat, dan aparat terkait.
 Adanya peta evakuasi sekolah, dengan tanda dan rambu yang terpasang, yang mudah dipahami oleh
seluruh komponen sekolah
 Akses terhadap informasi bahaya, baik dari tanda alam, informasi dari lingkungan, dan dari pihak
berwenang (pemerintah daerah dan BMG)
Indikator untuk Parameter Mobilisasi Sumberdaya :

 Adanya gugus siaga bencana sekolah termasuk perwakilan peserta didik


 Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat
segera dipenuhi, dan diakses oleh komunitas sekolah, seperti alat pertolongan
pertama serta evakuasi, obat-obatan, terpal tenda dan sumber air bersih.
 Pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai kesiagaan sekolah secara rutin
(menguji atau melatih kesiagaan sekolah secara berkala)
 Adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait penyelenggaraan penanggulangan
bencana baik setempat (desa/kelurahan dan kecamatan) maupun dengan
BPBD/Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap koordinasi dan
penyelenggaraan penanggulangan bencana di kota/kabupaten.
Penerapan Sekolah Siaga Bencana (SSB) merupakan salah satu bentuk
implementasi dari pengurangan risiko bencana. Komunitas sekolah merupakan
sebuah komunitas yang penting mendapat perhatian dalam pengurangan risiko
bencana.

Berbagai inisiatif untuk mengurangi risiko bencana khususnya di sekolah mulai


dilakukan di Indonesia pada berbagai tingkatan administrasi oleh pemerintah
melalui kementrian/lembaga/ instansi terkait serta lembaga/organisasi non
pemerintah (Triyono et al., 2017).

Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun


2012 tentang Pendoman Penerapan Sekolah / Madrasah Aman dari Bencana
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan peningkatan pengetahuan dan kesiapsiagaan
komunitas sekolah dalam mengantisipasi bencana ini mulai dilakukan diantaranya
karena risiko sekolah yang tinggi (secara kuantitatif sebanyak 75 % sekolah di
Indonesia berada pada risiko sedang hingga tinggi dari bencana) (Triyono et al.,
2017)
Surat Edaran Mendiknas No. 70a/SE/MPN/20108 tahun 2010 diberlakukan dan berisi
himbauan kepada para Gubernur, Walikota, dan Bupati di Seluruh Indonesia untuk
menyelenggarakan penanggulangan bencana di sekolah melalui 3 hal yaitu :

1. Pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas sekolah


2. Pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum satuan pendidikan
formal, baik intra maupun ekstra kurikuler
3. Membangun kemitraan dan jaringan antar pihak untuk mendukung pelaksanaan
pengurangan risiko bencana di sekolah.
PEMBAHASAN

Saat ini kesadaran masyarakat terhadap rencana menjaga


Sekolah juga membutuhkan rencana tanggap darurat untuk
keamanan anak usia sekolah dalam tanggap bencana di
mempertimbangkan bencana yang sering terjadi yang
komunitas sangat besar. Proses kesiapsiagaan bencana di
berisiko tinggi seperti gempa bumi, tsunami, letusan
sekolah sebagai bagian dari rencana kesiapan global dan
gunung merapi, gerakan tanah (tanah longsor), banjir
masyarakat luas baik itu Dokter anak, perawat anak, media,
bandan, kekeringan, cuaca ekstrim (puting beliung),
perawat sekolah, staf sekolah, dan orang tua semua harus
gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan,
bersatu dalam upaya mendukung sekolah dalam
epidemi dan wabah penyakit dan gagal teknologi. Menurut
pencegahan, kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan dari
(BNPB, 2017).
bencana (Council on School Health, 2018).

Pemenuhan kebutuhan psikologis, psikososial dan


kesehatan jiwa menjadi penting karena bencana membawa
tekanan tersendiri pada anak-anak sebagai salah satu (RENASPB, 2014) Sekolah Siaga Bencana mengarah ke
kelompok yang rentan akan bencana, sehingga pemerintah, kebijakan penanggulangan bencana untuk mencapai
lembaga daerah, nasional dan internasional serta Organisasi terciptanya agenda prioritas melalui penataan kembali
Non Pemerintah (NGO) memberikan perhatian untuk kurikulum pendidikan nasional untuk mengembangkan
mendidik masyarakat agar lebih sadar bencana dan siaga budaya aman bencana, melalui penerapan kurikulum
ketika terjadi bencana serta perlu melakukan upaya dengan kebencanaan, Sekolah/Madrasah Aman Bencana,
memperkenalkan pendidikan bencana berbasis sekolah pengembangan IPTEK dalam kebencanaan.
dengan memasukkan pengurangan resiko bencana ke dalam
kurikulum sekolah (Adiyoso & Kanegae, 2013).
Menurut penelitian (Zahro, Andriningrum, Sari, &
Gunawan, 2014) indikator pengetahuan tentang bencana
Saat ini pemerintah mulai mengembangkan sebuah proyek yang diajarkan di SSB mencakup aspek : bencana akibat
percontohan dari penggabungan pendidikan bencana ke alam, bencana akibat perilaku manusia yang menyebabkan
dalam kurikulum sekolah atau Sekolah Siaga Bencana rusaknya ekosistem alam, dan kejadian yang mengganggu
(SBB) atau Program Kesiapsiagaan Bencana berbasis kehidupan manusia. Sedangkan indikator pengetahuan
Sekolah (PKBS). Hal ini sesuai dengan penelitian (Teguh, dasar tentang bencana tsunami mencakup aspek: penyebab
2015) SSB memiliki tingkat kesiapsiagaan yang lebih tsunami, gejala tsunami, dan ciri-ciri bangunan yang tahan
tinggi dibandingkan dengan sekolah non siaga bencana tsunami. Adapun indikator pengetahuan dasar tentang
dalam menghadapi bencana gempa bumi. bencana gempa bumi mencakup aspek penyebab gempa
bumi, ciri-ciri gempa yang kuat dan iri-ciri bangunan yang
tahan gempa.

Dengan terselenggaranya Program Sekolah Aman dan Materi Ajar Pendidikan Bencana melalui SSB, peran
tenaga kesehatan dapat mengantisipasi bencana mencakup aspek upaya preventif dan upaya kuratif. SSB
dapat memberikan pemahaman dan kesadaran pentingnya upaya pengurangan risiko bencana sejak
dini sebagai salah satu upaya mitigasi bencana pada anak di sekolah.
KESIMPULAN & SARAN

KESIMPULAN

• Efek dari kurikulum berbasis Sekolah Siaga Bencana terhadap anak-anak sekolah berkaitan dengan pengurangan
risiko bencana efektif dalam meningkatkan pengetahuan bencana, meningkatkan tingkat persepsi risiko,
kesiapsiagaan siswa dan sekolah. Kurikulum berbasis Sekolah Siaga Bencana dapat membangkitkan sikap
kesiapsiagaan anak-anak sekolah sehingga guru dan siswa dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan
kesadaran masyarakat, menyebarkan pengetahuan yang benar tentang bencana dan membangkitkan sikap
kesiapsiagaan dan perilaku pada bencana.

SARAN

• Perawat dapat menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun ketahanan dan budaya
aman dari bencana di semua tingkat, dengan indikator pencapaian kurikulum sekolah, materi pendidikan dan
pelatihan yang relevan mencakup konsep-konsep dan praktik-praktik keperawatan mengenai pengurangan risiko
bencana dan pemulihannya pada anak.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai