Anda di halaman 1dari 18

Status Pajak Daerah Dalam Perpajakan Indonesia

Muhammad Fakhri Adlan 1610611052


Nurul Aini Riskiana 1610611058
Risky Nur Cahyanti 1610611063
Pramita Dwikusuma Putri 1610611070
Nabila Cahyani 1610611129
Monica Twenty Agustina 1610611138
Ameylinda Monica Widhiyanti 1610611139
PAJAK DAERAH

Menurut Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak daerah ini diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah yang disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat daerah serta dipungut oleh
lembaga yang berada di dalam struktur pemerintah daerah yang bersangkutan.
Selain itu pemungutan pajak ini juga berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai
salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban
kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur
dengan Undang-Undang.
Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan
berbagai potensi daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan
tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah.
Ketentuan Pemungutan Pajak Daerah Tingkat I & Tingkat II

• Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi)


1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan sebagai berikut
a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu
persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);
b. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor
angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga
sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan
lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar
0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen). Kemudian
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan
paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2%
(nol koma dua persen).
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke
dalam badan usaha (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi
masingmasing sebagai berikut :
a. penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan
b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai
berikut :
a. penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan
b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima
persen).
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan
bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan
bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009). Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh
persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan
pribadi (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
4. Pajak Air Permukaan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.Tarif
Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24 Undang-Undang nomor
28 Tahun 2009).

5. Pajak Rokok
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.
Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah(Pasal 29
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Penerimaan pajak rokok, baik bagian Provinsi
maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai
pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang (
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
• Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota)
1. Pajak Hotel
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan retribusi
Daerah, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah
fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,
pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar
lebih dari 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 35
UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009).

2. Pajak Restoran
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran,
yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk
jasa boga/katering. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 40
UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009).
3. Pajak Hiburan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi
Daerah, Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati
dengan dipungut bayaran. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga
puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,
diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa,
tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).
Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
4. Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah
benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk
tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik
perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling
tinggi sebesar 25% (Pasal 50 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

5. Pajak Penerangan Jalan


Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh
industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan
paling tinggi sebesar 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif
Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (Pasal 55 UndangUndang
Nomor 28 Tahun 2009).
Permasalahan Dalam Pajak Daerah

1. Belum Intensifnya Penerimaan Pajak


Di beberapa daerah, masih terdapat banyak potensi pajak yang belum tergali. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh belum efektifnya pemerintah daerah di dalam
penarikan pajak. Solusinya bisa dimulai dari pendataan kembali berbagai objek pajak yang
ada di daerah. Selain itu, diperlukan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya
membayar pajak untuk keperluan pembangunan sehingga ekonomi bisa lebih merata.
2. Penyaluran Pajak
Permasalahan penting lain yang juga berkaitan dengan pajak daerah ini adalah
sisi penyaluran dari pajak itu sendiri. Seperti telah diungkapkan di atas, tujuan pajak
(termasuk pajak daerah) adalah untuk keperluan pembangunan. Namun, di beberapa
daerah masih didapati pajak itu lebih banyak digunakan untuk keperluan biaya rutin seperti
gaji dan fasilitas pegawai, dan sebagainya. Tentu saja hal ini tidak diharapkan karena
pajak seharusnya lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan elemen-
elemen penting yang langsung berhubungan dengan masyarakat, seperti sarana
kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya) pendidikan (pembangunan dan
pemeliharaan gedung sekolah), dan hal-hal lain yang langsung menyentuh masyarakat.
3. Rendahnya Kesadaran Membayar Pajak
Permasalahan lain yang berkaitan dengan pajak daerah adalah masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini.
Permasalahan tersebut, antara lain masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
pajak daerah.Selain itu, juga belum optimalnya penyaluran pajak sehingga masyarakat
kurang bisa merasakan manfaat pajak bagi mereka. Persoalan ini juga bisa timbul karena
masyarakat tidak setuju dengan pengenaan pajak untuk bagian tertentu. Misalnya, di
Jakarta ada rencana untuk mengenakan pajak bagi warteg maupun warung nasi padang
yang beromset 200 juta per tahun (sekitar 560 ribu per hari). Hal ini sempat menghadapi
tentangan dari beberapa pihak. Begitu juga rencana pengenaan pajak bagi kamar kos-
kosan di beberapa daerah, juga mendapat penentangan.
KASUS
Penunggakan Pajak Restoran Ampera

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil bersama petugas dari Dinas Pelayanan Pajak melakukan
pemasangan media peringatan bagi wajib pajak yang tidak taat aturan. Restoran Rumah
Makan Ampera yang berada Jalan Soekarno Hatta No. 394 ini dipasangi media peringatan
lantaran tidak membayar pajak dengan besaran yang seharusnya dibayarkan. Menurut Wali
Kota Bandung yang akrab disapa Emil, ini merupakan salah satu contoh restoran besar.
Sudah 3 bulan diajak berkomunikasi, namun masih tetap membandel. Mereka hanya
membayar pajak sangat kecil, hanya 1/10 dari seharusnya. Padahal, omsetnya banyak dan
cabangnya besar. Menurut Emil, berdasarkan perhitungan, Restoran Ampera seharusnya
membayar pajak sebesar Rp 60 -100 juta per bulan. Namun nyatanya pihak pengelola
Ampera hanya membayar Rp 6 juta per bulan. "Harusnya restoran ini hasil perhitungan kita
itu minimal Rp 60 -100 juta per bulan. Mereka bayarnya hanya Rp 6 juta per bulan dan sudah
dihitung kita cek seharusnya sebsesar itu,” katanya.
Menurut Ridwan Kamil, sebagai salah satu restoran yang menjadi wajib pajak, restoran
Rumah Makan Ampera seharusnya membayarkan pajaknya sesuai dengan besaran
pendapatan yang ada. Apalagi Rumah Makan Ampera memiliki 19 cabang di Kota
Bandung dan bahkan buka selama 24 jam.
Senada dengan Wali Kota, Kepala Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung Ema Sumarna,
menilai bahwa Rumah Makan Ampera telah memanipulasi besaran pajak. Menurut dia,
Rumah Makan Ampera seharusnya membayar pajak sekitar 60 - 100 juta. Hal ini
berdasarkan perhitungan jumlah kunjungan.. Menurut Ema, Rumah Makan Ampera
merupakan salah satu contoh wajib pajak yang buruk, karena tidak melaporkan omzet
sesungguhnya. "Pertama pemeriksaan, awal Januari dan berakhir bulan Juni. Awalnya
pemeriksaan beberapa kali kita ditolak, beberapa kali kita datang juga tidak dilayani
dengan baik. Sehingga sesuai dengan BAP, rumah makan ini menolak pemeriksaan,"
ungkap Ema.
Adapun tindak lanjutnya kata Ema, sesuai dengan Perda No 20 tahun 2011, dikatakan
bahwa wajib pajak dinyatakan menolak, maka dinas bisa menetapkan ketetapan pajak
secara jabatan. "Artinya berdasarkan penghitungan, tentunya kita tidak begitu saja
menetapkan, terus kita melakukan penungguan di sini yaitu dengan cara Checker,
berlangsung 10 hari di bulan Juni, dalam checker itu kita menghitung jumlah pengunjung
per hari berapa orang dan sebagainya," jelasnya.Lebih lnjut Ema menambahkan, jika
dalam jangka waktu selama 7 hari, rumah makan ini tidak melaksanakan kewajibannya
sesuai dengan regulasi kita melakukan surat paksa itu 2 x 24 jam.
"Artinya surat taguhan secara paksa, jika tagihan itu dilakukan, kita lakukan proses
selanjutnya seperti penyitaan. Penyitaan itu bukan seluruh yang ada dirumah makan ini
disita, tetapi penyitaan barang milik dari penanggung pajak. Artinya bisa apa saja yang
disita, yang jelas sesuai dari nilai tunggakan pajaknya," ungkapnya. Untuk itu Ema meminta
kepada para pemilik rumah makan ataupun hotel khusus di Kota Bandung, agar
membayarkan pajak sesuai dengan besaran pendapatan yang ada.
Emil akan mengambik keputusan tegas jika ada tempat usaha yang tidak membayar
pajak.
"Ini adalah sebuah tindakan agar silakan berbisnis di kota Bandung asal jangan melanggar
aturan. Kalau melanggar aturan pasti kita sikat," katanya. Emil mengaku masih akan
memberikan tenggat waktu kepada pihak Rumah Makan Ampera untuk membayarkan
pajak. Jika dalam tenggat waktu yang diberikan masih tidak membayarkan pajak sesuai
dengan besarannya, maka pihaknya akan menutup usaha Rumah Makan Ampera di
Bandung.
"Berdasarkan prosedur ada beberapa hari untuk merespons. Kalau peringatan terakhir tidak
ya kami tutup saja restorannya," katanya.
Analisis

Untuk mengetahui wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya, dibutuhkan sistem
catatan yang baik. Dalam arti kelalaian pajak dapat segera diketahui, dan dapat digunakan
untuk pemeriksaan silang dengan jenis-jenis pajak daerah yang lain. Sistem ini harus
dilengkapi dengan prosedur untuk menegakkan pajak dan sungguh-sungguh dijalankan.
Dalam hal tertentu, menyita objek pajak perlu dilakukan untuk menunjukkan pemerintah
tidak main-main dalam soal pajak.

Apabila jumlah pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana
yang telah ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
Apabila jumlah pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam
sesudah tanggal Pemberitahuan Surat Paksa, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah
melaksanakan penyitaan. Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga
melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 hari sejak tanggal Pelaksanaan Surat Perintah
melaksanakan penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal
pelaksanaan pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Hasil pelelangan diberitahukan
kepada wajib pajak dan disetor ke Kas Daerah, kelebihan hasil pelanggan dikembalikan
kepada wajib pajak.

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan
utama dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat
kepatuhan wajib pajak, bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya yang tergolong
rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan dapat memberikan motivasi positif
agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak
juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhada wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai