Anda di halaman 1dari 19

Kelompok 9

Tragedi Matantimali
Kanye dan Kim dalam perjalan ke Matantimali untuk berwisata
dengan berboncengan motor. Diperjalanan mereka mengalami
kecelakaan karena tertabrak sebuah mobil yang ugal-ugalan.
Mereka berdua jatuh terpental membentur pembatas jalan.
Kanye mengalami cedera di tungkai kanan yang tidak bisa
digerakkan sama sekali karena nyeri hebat. Saat dibawa ke UGD
oleh warga sekitar, posisi kaki Kanye bengkok di pangkal pahanya.
Terdapat luka dan nyeri di lutut kanan, dan terdapat fragmen
tulang di lukanya. Dari pemeriksaan di dapatkan sendi coxae tidak
bisa digerakkan. Deformitas berupa flexi dan adduksi hip joint.
Dokter menjelaskan bahwa akan dilakukan reposisi tertutup pada
pinggul kanannya dan debridement.
Sedangkan Kim mengalami tetraparese disertai hipertesi dan
parestesi keempat ekstramitas.dari pemeriksaan plain X ray servikal
AP/Lat ditemukan dislokasi vertebra servikal VI dan VIII. Dokter
memeasangkan servikal collar dan segera memberikan terapi
methyilprednisolon IV 30 mg/kg BB.
Mind Mapping

Definisi

Manajemen Klasifikasi
Trauma
muskuloskeletal dan
Gangguan
Neuromuskular

Komplikasi Diagnosis
Definisi Trauma muskuloskeletal
Jenis Trauma Muskuloskeletal
Jenis-jenis Fraktur
Jenis Fraktur :
• Greenstick : Tulang anak bersifat fleksibel,sehingga fraktur dapat berupa bengkokan tulang disatu sisi dan patahn korteks di
sisi lainnya.Tulang Juga dapat melengkung tanpa disetai patahan yang nyata (Fraktur torus)
• Comminuted : Fraktur dengan Fragmen multiple
• Avulsi : sebuah fragmen tulang terlepas dari lokasi ligament atau insersi tendon
• Fraktur Patologis : Fraktur yang terjadi pada tulang yang memang telah memiliki kelainan.Seringkali terjadi setelah trauma
trivial misalnya penyakit Paget,osteoporosis,atau tumor.
• Fraktur Stress atau lelah : Akibat trauma minor berulang dan kronis . Daerah yang rentan antara lain metatarsal kedua atau
ketiga (Fraktur March) , Batang tibia proksimal, fibula dan batang femoral ( Pada Pelari jarak jauh dan penari balet)
• Fraktur impaksi : Fragmen-fragmen saling tertekan satu sama lain tanpa adanya fraktur yang jelas
Klasifikasi Fraktur secara garis besar :
• Fraktur Komplit : Tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih . Dibagi menjadi :
• Fraktur transversa
• Fraktur Oblik/spiral
• Fraktur Impaksi
• Fraktur kominutif
• Fraktur Intra-artikular
• Fraktur Inkomplit : Patahnya tulang hanya pada satu sisi saja . Dibagi menjadi :
• Fraktur greenstick
• Fraktur Kompresi
Klasifikasi Fraktur yang lain :
• Fraktur traumatic
• Fraktur Burst
• Fraktur Buckle
Diagnosis Trauma
Diagnosis dalam Skenario
• Berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan fisik, dan Pemeriksaan
Penunjang
ANAMNESIS
• Dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan
cedera tersebut. Riwayat cedera dan fraktur sebelumnya,
riwayat social ekonomi, pekerjaan, obat-obat yang dia
konsumsi, merokok, riwayat alergi, dan riawat osteoporosis
serta penyakit lain.
• Ada trauma
• Mekanisme trauma yang sesuai, seperti luka dan nyeri di lutut
kanannya, dan terdapat fragmen tulang di lukanya
• Sendi coxae tidak bisa digerakkan
Pemeriksaan Fisik
I. Inspeksi look
• Lukanya didalam dan dalam skenario mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf atau fraktur terbuka.
• Nyeri di bagian lutut kanannya.
• Terdapat fragmen tulang dilukanya.
• Deformitas berupa fleksi dan adduksi hip joint menunjukkan adanya dislokasi atau trauma sendi. Jenis trauma ini harus
dilakukan reposisi sebelum penderita dirujuk atau segera setelah aman, tapi dalam skenario kanye dilakukan reposisi setelah
berada di rumah sakit kemungkinan dislokasi pada sendi besar karena membutuhkan anastesi umum, sehingga ketika kanye
dibawa ke Unit Gawat Darurat posisi kaki kanye bengkok di pangkal pahanya dan tidak dapat dilakukan reposisi ditempat
kejadian karena harus membutuhkan anastesi.
• Warna pada bagian pangkal pahanya perlu diperiksa. Apakah Adanya memar yang dapat menunjukkan adanya trauma otot atau
jaringan lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak atau hematoma. Gangguan vaskular mula-mula
ditandai dengan pucat pada ekstremitas distal.
• Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma. Pada wanita dengan trauma pelvis, lebih besar kemungkinan
cedera vagina dibandingkan cedera uretra. Cuma dalam skenario tidak jelas apakah kanye ini perempuan atau laki-laki
• Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika pemasangan kateter sulit, penderita mungkin menderita
fraktur pelvis dan trauma traktus urinarius.
II. Palpasi
• Padawaktu melakukan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun pasien.
• Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal 3 – 5 “
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness) Feel, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
• Move
• Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas bagian bawah dan dicatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif.
• Pemeriksaan trauma ditempat lain : kepala, vertebra, toraks, abdomen, pelvis.
• Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protocol ATLS. Langkah pertama adalah
menilai airway, breathing, dan circulation.
• Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat
pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
•Untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur. Pada dislokasi lama, pemeriksaan radiologis lebih penting oleh
karena nyeri dan spasme otot telah menghilang.
•Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
•Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
Diagnosis Banding dalam Skenario
Manajemen Trauma
Penanganan pasien fraktur
• Medika mentosa
• Non medika mentosa
Tehnik pemeriksaan Radiologi
Manajemen Nyeri
• Nyeri Akut
• Nyeri Kronik
Komplikasi pasien trauma
▫ Komplikasi umum
• Syok karena perdarahan ataupun oleh karena
nyeri.
• Koagulopati diffusi
• Gangguan fungsi pernafasan
▫ Komplikasi local
Komplikasi dini : Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi lanjut.
• Pada tulang
1) Infeksi, terutama pada fraktur terbuka
2) Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union.

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa atritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.

• Pada jaringan lunak


1) Lepuh, kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
2) Dekubitus, terjadi akibat penekanan jarigan lunak tulang oleh gips.

• Pada otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif oleh otot tersebut menjadi terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang
robek elekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau tombus.
• Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah
mengalami retraksi dan perdarahan berhenti secara spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalamu iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat
menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulakan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut
terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindroma crush. Pembuluh vena
yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler
sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Hal ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
mengganggu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti
dengan jaringan fibros yang secara perlahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5P
yaitu Pain (nyeri), Parastesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilan) dan Paralisis.
• Pada saraf
1) Kompresi saraf
2) Neuropraksi
3) Neurometsis (saraf putus)
4) Aksonometsis (kerusakan akson)
Komplikasi lanjut : Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas
berupa angulasi, rotasi, pemendekan atau pemanjangan.
• Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat
bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur. Umumnya terjadi pada:
1) orang-orang tua karena aktivitas osteoblas menurun
2) distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, misalnya traksi terlalu kuat fiksasi internal kurang baik
3) defisiensi vitamin C dan D
4) fraktur patologik
5) adanya infeksi

• Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh
jaringan fibros yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi
beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-
fragmen fraktur, waktu imobilasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi
dan penyakit tulang (fraktur patologis).

• Mal union
Yakni penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga menimbulkan deformitas tulang.
• Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat
menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilasasi anggota gerak yang mengalami
osteomielitis mengaibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
• Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengkatan peri artikuler,
perlengkatan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi
dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.
Pendarahan Arteri Besar
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cedera
ini dapat menimbulkan pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang
dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang
membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cedera ini menjadi berbahaya apabila kondisi
hemodinamik pasien tidak stabil. Jika dicurigai adanya trauma arteri besar maka harus dikonsultasikan segera ke dokter
spesialis bedah. Pengelolaan pendarahan arteri besar berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan yang agresif. Syok
dapat terjadi akibat kurangnya volume darah akibat pendarahan yang masif.
2. Crush Syndrome
Crush Syndrome atau Rhabdomyolysis adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan otot, yang jika tidak ditangani
akan menyebabkan kegagalan ginjal akut. Kondisi ini terjadi akibat crush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering
adalah paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia, dan pelepasan mioglobin. Patofisiologi
crush syndrome dimulai dari adanya trauma ataupun etiologi lain yang menyebabkan iskemia pada otot. Trauma otot yang
luas seperti pada paha dan tungkai oleh trauma tumpul merupakan salah satu penyebab tersering pada crush syndrome.
Crush syndrome biasanya sering terjadi saat bencana seperti gempa bumi, teror bom dan lain-lain dimana otot dan bagian
tubuh remuk tertimpa oleh benda yang berat. Pada keadaan normalnya kadar myoglobin plasma adalah sangat rendah (0 to
0.003mg per dl). Apabila lebih dari 100 gram otot skeletal telah rusak, kadar myoglobin melebihi kemampuan pengikatan
myoglobin dan akan mengganggu filtrasi glomerulus, menimbulkan obstruksi pada tubulus ginjal dan menyebabkan gagal
ginjal.
Gejala yang timbul oleh crush syndrome adalah rasa nyeri, kaku, kram, dan pembengkakan pada otot yang terkena, diikuti
oleh kelemahan serta kehilangan fungsi otot tersebut. Urin yang berwarna seperti teh adalah gejala yang cukup khas karena
dalam urin terdapat myoglobin. Mendiagnosis crush syndrome sering terlewatkan saat penyakit ini tidak dicurigai dari
awal14. Adapun komplikasinya adalah hipovolemi, asidosis metabolik, hiperkalemia, Gagal Ginjal akut, dan DIC
(Disseminated Intravaskular Coagulation)
3. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu
diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan penahan. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah, lengan
bawah, kaki, tangan, region glutea, dan paha. Iskemia dapat terjadi karena peningkatan isi kompartemen akibat edema yang
timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang
disebabkan tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan.
Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen adalah :
a. Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan
b. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya sensasi hilangnya fungsi dari saraf yang melewati
kompartemen tersebut
c. Asimetris pada daerah kompartemen. Kelumpuhan atau parese otot dan hilangnya pulsasi (disebabkan tekanan kompartemen
melebihi tekanan sistolik) merupakan tingkat lanjut dari sindroma kompartemen. Diagnosis klinik didasari oleh riwayat
trauma dan pemeriksaan fisik. Tekanan intra kompartemen melebihi 35 – 45 mmHg menyebabkan penurunan aliran
kapiler dan menimbulkan kerusakan otot dan saraf karena anoksia12. Pengelolaan sindroma kompartemen meliputi
pembukaan semua balutan yang menekan, gips, dan bidai. Pasien harus diawasi dan diperiksa setiap 30 – 60 menit. Jika
tidak terdapat perbaikan, perlu dilakukan fasciotomi

Anda mungkin juga menyukai