Anda di halaman 1dari 74

Laporan Kasus

HEMIPARESE EC CEREBROVASCULAR
DISEASE
Oleh :
Andy Andrean 04084821921061
Berliana Agustin 04084821921070

Pembimbing
Dr. Margareta Dewi Dwiwulandari, Sp.KFR

BAGIAN/REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
OUTLINE
PENDAHULUAN

STATUS PASIEN

TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS MASALAH
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
• Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
berpikir, daya ingat, dan bentuk–bentuk kecacatan lain sebagai
akibat gangguan fungsi otak
• Di Indonesia:
• stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker dan merupakan penyebab utama kecacatan
kronik terutama pada orang dewasa.
• Hemiparesis merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah
serangan stroke. Ditemukan 70-80% pasien yang terkena serangan
stroke mengalami hemiparesis.
STATUS PASIEN
STATUS PASIEN
IDENTIFIKASI
• Nama : Darman Zawawi
• Umur : 55 tahun
• DOB : 15 Desember 2014
• Jenis Kelamin : Laki-Laki
• Alamat : Dusun III Tebat Agung, Kab. Muara enim
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Status Perkawinan : Menikah
• Agama : Islam
• Tanggal MRS : 13 Maret 2019
• Tanggal Pulang RS : 29 Maret 2019
• No. RM/Register : 0001112603 / RJ19057906
STATUS PASIEN
Keluhan Utama
• Pasien mengalami kelemahan sesisi tubuh sebelah kiri secara tiba – tiba
15 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
• Selama 15 hari dirawat di RSMH, pasien mengalami kelemahan sesisi
tubuh sebelah kiri yang terjadi secara tiba – tiba saat pasien sedang
beraktivitas. Saat terjadi serangan pasien mengalami penurunan
kesadaran. Setelah serangan pasien bicara pelo. Gangguan menelan tidak
ada, kejang tidak ada, sebelumnya sakit kepala hebat, mual (+). Tidak
terdapat gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan sesisi
tubuh sebelah kiri, pasien masih dapat merasakan nyeri. Pasien dapat
memahami isi pikiran orang lain baik secara lisan, tulisan dan isyarat.
STATUS PASIEN
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien mampu mengungkapkan isi pikirannya baik secara
lisan, tulisan dan isyarat. Keluarga menceritakan pasien tidak
dapat menahan BAK dan susah BAB sejak terjadi serangan.
Pasien masih dapat memiringkan badannya ke sisi kiri. Pasien
dikonsulkan ke departemen Rehabilitasi Medik untuk
fisioterapi rawat jalan. Saat pemeriksaan, pasien tampak
lemah anggota gerak kiri dan mengalami gangguan bicara.
Pasien berbaring diatas kasur dan dalam beraktivitas
membutuhkan bantuan orang lain. Menurut keluarga pasien,
pasien kurang berinteraksi dengan keluarga (tidak tinggal
bersama keluarga).
STATUS PASIEN
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Penyakit pada Keluarga
• Riwayat trauma : (-) • Terdapat riwayat hipertensi pada
keluarga.
• Riwayat hipertensi : (+)
• Riwayat dislipidemia : (+)
Riwayat Pekerjaan
• Riwayat diabetes mellitus : (+) • Pekerjaan pasien adalah
• Riwayat penyakit jantung : (-) wiraswasta
• Riwayat operasi : (-)
• Riwayat penyakit ginjal : (-) Riwayat Sosial Ekonomi
• Sosial Ekonomi pasien termasuk
dalam kategori menengah
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Umum • Bahasa / bicara
• Keadaan Umum : tampak sakit sedang • Komunikasi verbal : disarthria (+)
• Kesadaran :GCS: • Komunikasi non verbal : baik
E4M6V5 Tanda vital
• Tekanan darah : 138/100 mmHg
• Tinggi Badan / Berat Badan : 155 cm / 80
• Nadi : 86 x/min, isi dan
kg ; BMI : 35 kg/m2 tegangan cukup
• Cara berjalan / Gait • Pernafasan : 24 x/min
• Antalgik gait : belum dapat dinilai • Suhu : 36.0oC
• Kulit : anemis (-), eritema (-),
• Hemiparase gait : belum dapat dinilai ulkus decubitus (-)
• Steppage gait : belum dapat dinilai Status Psikis
• Parkinson gait : belum dapat dinilai • Sikap : kooperatif
• Ekspresi wajah : cemas
• Tredelenberg gait : belum dapat dinilai • Orientasi : baik
• Waddle gait : belum dapat dinilai • Perhatian : adekuat
• Lain – lain : belum dapat dinilai
PEMERIKSAAN FISIK
Saraf Saraf Otak
Nervus Kanan Kiri
I. N. Olfaktorius Normal Normal
II. N. Optikus Normal Normal
III. N. Occulomotorius Normal Normal
IV. N. Trochlearis Normal Normal
V. N. Trigeminus Normal Normal
VI. N. Abducens Normal Normal
VII. N. Fascialis Normal Plika nasolabialis datar, sudut
mulut tertinggal

VIII. N. Vestibularis Normal Normal


IX. N. Glossopharyngeus Normal Normal
X. N. Vagus Normal Normal
XI. N. Accesorius Normal Normal
XII. N. Hypoglosus Normal Deviasi lidah ke kiri, diarthria (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Leher
Kepala
• Inspeksi : dinamis, simetris,
• Bentuk : normal posisi trakea normal, pembesaran KGB (-),
• Ukuran : normosefali kontrol terhadap kepala baik.
• Posisi : dalam batas normal • Palpasi : JVP tidak meningkat,
• Mata : konjungtiva anemis (-), sklera kaku kuduk (-)
ikterik (-), strabismus (-), eksoftalmus (-) • Luas Gerak Sendi
• Hidung : deviasi septum (-), • Ante / retrofleksi (n.65/50) : 65o / 50o
epsitaksis (-) • Laterofleksi (D/S) (n.40/40) : 40o / 40o
• Telinga: serumen (-), sekret (-) • Rotasi (D/S) (n.45/45) :
• Mulut : sudut mulut kiri tertinggal 45o / 45o
• Wajah : asimetris, plika nasolabialis kiri • Test provokasi
datar • Lhermitte test / Spurling : normal
• Gerakan abnormal : tidak ada • Distraksi test : normal
• Test Valsalva : normal
• Test Nafziger : normal
PEMERIKSAAN FISIK

Thorax Abdomen
• Bentuk : normal • Inspeksi : datar
• Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Tidak dilakukan • Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba,
Paru – paru nyeri tekan (-)
• Perkusi: timpani
• Inspeksi : simetris statis dan
dinamis, retraksi (-)
• Auskultasi : bising usus (+) normal
Trunkus
• Palpasi : stem fremitus sama kanan kiri
Inspeksi :
• Perkusi : sonor • Simetris : simetris
• Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), • Deformitas : tidak ada
wheezing (-/-) • Lordosis : tidak ada
Jantung • Scoliosis : tidak ada
• Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat • Gibbus : tidak ada
• Palpasi : iktus kordis tidak teraba • Hairy spot : tidak ada
• Perkusi : batas jantung dalam batas normal • Pelvic Tilt : tidak ada
• Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal,
murmur (-), gallop (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Trunkus
Palpasi : • Test Thomas : tidak dilakukan
• Spasme otot-otot para vertebrae : tidak ada
• Test Ober’s : tidak dilakukan
• Nyeri tekan (lokasi) : tidak ada
Luas gerak sendi lumosakral
• Nachalas knee flexion test :
• Ante / retro fleksi (95/35) : belum dapat dinilai
tidak dilakukan
• Laterofleksi (D/S) (40/40): belum dapat dinilai • Mc.Bride sitting test : tidak
• Rotasi (D/S) (35/35) : belum dapat dinilai dilakukan
Test provokasi • Yeoman’s hyprextension :
tidak dilakukan
Valsava test (-) Laseque test (-) • Mc.Bridge toe to mouth sitting
Baragard dan Siscard test (-) Niffzigar test (-) test : tidak dilakukan
SLR test (-) O’Connel test (-) • Test Schober :
FNST (-) Patrick test (-) tidak dilakukan
Kontra Patrick (-) Ganslen test (-)
PEMERIKSAAN FISIK

Anggota Gerak Atas


Inspeksi Kanan Kiri
Deformitas (-) (-)
Edema (-) (-)
Tremor (-) (-)
Nodus heberden (-) (-)
Palpasi : dalam batas normal
PEMERIKSAAN FISIK
Anggota Gerak Atas
PEMERIKSAAN FISIK
Anggota Gerak Atas
PEMERIKSAAN FISIK
Anggota Gerak Bawah
PEMERIKSAAN FISIK
Anggota Gerak Bawah
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Cor Sugestif tidak membesar


Pulmo dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Tampak lesi hiperdens disertai
perifocal edema pada ganglia
basalis dextra.
• Sulci dan cisterna menyempit
• Sistem ventrikel kanan
menyempit
• Tampak pergeseran struktur
garis tengah ke sinistra
• CPA tampak normal
• Tulang dan jaringan lunak
tampak baik.
• Perselubungan pada sinus
maxilaris dextra
Kesan:
• ICH Akut ganglia basalis dextra
dengan volume sekitar 17.17
cc.
• Hernia Subfalcine ke sinistra
EVALUASI
DIAGNOSIS
• Diagonosis Klinis : Hemiparase sinistra tipe flaccid
Parase N. VII sinistra central
Parase N. XII sinistra central
• Diagnosis Etiologi : CVD Haemorrhagic
• Diagnosis Fungsional
• Impairment : kelemahan anggota gerak tubuh sesisi kiri
• Disability : Gangguan dalam aktivitas sehari hari
• Handicap : tidak dapat melakukan kegiatan sosial (aktivitas
rutin)
TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Non Farmakologik
• Diet BBRG 1800 kkal
• Foll up. Pemeriksaan penunjang radiologi
• Foll up. Pemeriksaan laboratorium, profil lipid
Farmakologik
• Metformin 3x500mg PO
• Amlodipin 1x10mg PO
• Neurodex 1x1 tab PO
TATALAKSANA
PROGRAM REHABILITASI MEDIK
• Fisioterapi
– Infra red ekstremitas superior dan inferior sin
– Latihan lingkup gerak sendi pasif pada ekstremitas superior dan inferior
sinistra
– Latihan lingkup gerak sendi aktif pada ekstremitas superior dan inferior
sinistra (peningkatan kekuatan otot-otot ekstremitas sinistra)
– Streching ekstremitas superior dan inferior sinistra.
– Latihan rangsangan sensoris pada sisi tubuh sinistra
TATALAKSANA
PROGRAM REHABILITASI MEDIK
• Okupasi Terapi
– Latihan peningkatan AKS dengan cara berjalan dan berpakaian.
– Penderita dilatih untuk dapat meningkatkan kekuatan otot serta
meningkatkan durasi ketahanan otot dengan cara melakukan aktivitas
sambil berdiri.
– Penderita dilatih untuk dapat melakukan dan mempertahankan fungsi
tangan dalam hal pola memegang.
• Speech Terapy
– Masase otot-otot bicara
– Latihan bicara dan artikulasi
• Ortostic Protestic
– Wheel chair
TATALAKSANA
PROGRAM REHABILITASI MEDIK
• Psikologi
– Memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga agar penderita
tidak cemas dengan sakitnya.
– Memberi dukungan agar penderita selalu rajin dan tekundalam
menjalankan terapi.
• Sosial Medik
– Memberikan edukasi kepada penderita untuk berobat dan latihan
secara teratur.
– Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah
– Modifikasi kloset jongkok menjadi kloset duduk
PROGNOSIS
– PROGNOSIS
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Indeks Barthel

• Nilai Interpretasi:
• 0-20 :Ketergantungan total
• 25-40 :Ketergantungan berat
• 45-55 :Ketergantungan sedang
• 60-95 : Ketergantungan ringan
• 100 : Mandiri
Tinjauan pustaka
Anatomi otak
Cerebrovascular disease (Stroke)
• Stroke atau Cerebrovascular disease menurut
World Health Organization (WHO) adalah tanda
tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global karena
adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
di otak dengan gejalagejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih
• Hemiparesis yaitu kelemahan otot atau
kelumpuhan parsial terbatas pada satu sisi tubuh.
Epidemiologi
• Prevalensi stroke di Indonesia sebesar 830 per 100.000
penduduk dan yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 600 per 100.000 penduduk. NAD
merupakan provinsi dengan prevalensi stroke tertinggi,
yaitu sebesar 16,6 ‰ dan terendah di Papua (3,8‰)
(Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas
tahun 2013 menunjukkan adanya peningkatan
prevalensi stroke per 100.000 di Indonesia, yaitu 830
pada tahun 2007 meningkat menjadi 1.210 pada tahun
2013
Faktor Risiko
Faktor biologik yang tidak dapat Faktor fisiologik yang Faktor gaya hidup
dimodifikasi dapat dimodifikasi dan pola prilaku
 Umur  Hipertensi  Merokok
 Jenis kelamin  Diabetes  Obesitas
 Ras  Dislipidemia  Aktivitas fisik
 Predisposisi genetik  Penyakit jantung  Diet
 Herediter  Stenosis karotis  Alkohol
 Transient Ischemic Attack  Kontrasepsi oral
 Homosisteinemia  Hormone
 Ateroma aorta Replacement
 Hypercoagulabiliy stress Therapy
Etiologi
Klasifikasi dan patogenesis
• Stroke iskemik (infark)
• Stroke iskemik ini dapat dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu trombotik
dan embolik. Stroke trombotik terjadi ketika arteri tersumbat oleh
pembentukan bekuan darah di dalamnya. Arteri kemungkinan sudah rusak
dikarenakan oleh endapan kolesterol (atherosclerosis). Penyumbatan total
kemungkinan selanjutnya terjadi dikarenakan diikuti penggumpalan sel
darah (trombosit) atau zat lainnya yang biasa ditemukan di dalam darah.
Stroke embolik yang juga merupakan tipe stroke iskemik yang kedua juga
disebabkan oleh gumpalan dalam arteri, tetapi dalam kasus ini bekuan
atau embolus terbentuk di tempat lain selain di otak itu sendiri. Bahan-
bahan ini bisa menjadi bekuan darah (misal dari jantung) atau dari lemak
(misal dari arteri lain di leher – penyakit arteri karotis)
• Stroke hemoragik
• Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah
perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Stroke hemoragik
jarang terjadi dan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
Intracerebral Hemorrhage (ICH) dan Subarachnoid
Hemorrhage (SAH).
• ICH terjadi karena adanya perdarahan di dalam otak dan
biasanya sering terjadi karena tekanan darah tinggi.
Peningkatan tekanan yang tiba-tiba di dalam otak akibat
perdarahan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sel-
sel otak yang dikelilingi oleh pembuluh darah
• Pada perdarahan subarachnoid, kelompok stroke
ini terutama disebabkan oleh pecahnya
aneurisma pada bifurkasi arteri besar di
permukaan inferior otak. Seringkali mereka tidak
menyebabkan langsung Kerusakan otak dan
beberapa studi stroke karenanya tidak
memasukkannya. Namun, pasien dengan
perdarahan subaraknoid dapat mengalami gejala
yang ada sesuai dengan definisi stroke dan harus
dianggap sebagai stroke.
• Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada
penderita hipertensi. Hipertensi kronis menyebabkan
perubahan degenerasi pada arteri perporata dan arteriol
yang kemudian membentuk mikroaneurisma. Tekanan
darah yang secara tiba-tiba meninggi dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah tersebut. Perdarahan tesebut
dapat terletak di putamen, thalamus, subkortikal, pons, dan
serebellum
Gejala klinis
• Gejala umum yang terjadi pada stroke yaitu wajah, tangan
atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan lemah, dan
biasanya terjadi pada satu sisi tubuh saja. Gejala lainnya
yaitu pusing, kesulitan bicara atau mengerti perkataan,
kesulitan melihat baik dengan satu mata maupun kedua
mata, sulit berjalan, kehilangan koordinasi dan
keseimbangan, sakit kepala yang berat dengan penyebab
yang tidak diketahui, dan kehilangan kesadaran atau
pingsan. Tanda dan gejala yang terjadi tergantung pada
bagian otak yang mengalami kerusakan dan seberapa parah
kerusakannya itu terjadi.
• Stroke mempunyai tanda klinik spesifik,
tergantung daerah otak yang mengalami
iskemia atau infark. Serangan pada beberapa
arteri akan memberikan kombinasi gejala yang
lebih banyak pula.
Lesi di korteks hemisferium Lesi di capsula interna Lesi di subkorteks hemisferium
cerebri , gejalanya: hemisferium , gejalanya: cerebri, gejalanya:

Hemiparese/hemiplegic typical Defisit motorik (hemiparese


Defisit motorik
dextra/sinistra sentral)

Parese N VII dekstra/sinistra


Gejala iritatif (kejang pada
sentral disertai parese N XII Afasia motorik murni
sisi tubuh)
dekstra/sinistra sentral
Gejala fokal (kelumpuhan
Kelemahan sisi yang lumpuh sama
tidak sama berat)
berat

Defisit sensorik pada sisi


yang lumpuh
Afasia global
• Bamford (1992), mengajukan klasifikasi klinis saja
yang dapat dijadikan pegangan, yaitu:
1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
• Gambaran klinik :
• · Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik
(kontralateral sisi lesi)
• · Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
• · Gangguan fungsi luhur : missal, disfasia, gangguan
visuo spasial, hemineglect, agnosia, apraxia.
2. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
• Gejala lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari
sirkulasi serebral pada sistem karotis, yaitu:
• · Defisit motorik/sensirik dan hemianopia.
• · Defisit motorik/ sensorik disertai gejala fungsi luhur
• · Gejala fungsi luhur dan hemianopia
• · Defisit motorik/sensorik murni yang kurang extensif
dibanding infark
• lakunar (hanya monoparesis- monosensorik),
• · Gangguan fungsi luhur saja.
3. Lacunar Infarct (LACI)
• Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep infarct) yang lebih
sensitif dilihat dengan MRI dari pada CT scan otak.
• Tanda-tanda klinis :
• 1) Tidak ada defisit visual
• 2) Tidak ada gangguan fungsi luhur
• 3) Tidak ada gangguan fungsi batang otak
• 4) Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
• 5) Gejala :
• Pure motor stroke (PMS)
• Pure sensory stroke (PSS)
• Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis unilateral, dysarthriahand
syndrome)
4. Posterior Circulation Infarct (POCI)
• Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis.
Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan 3 tipe terdahulu.
• Gejala klinis:
• · Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan
motorik/sensorik kontralateral.
• · Gangguan motorik/ sensorik bilateral.
• · Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
• · Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral.
• · Isolated hemianopia atau buta kortikal.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
• Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk
mendeteksi anemia, leukositosis, jumlah platelet yang
abnormal. Anemia mungkin terjadi akibat adanya
perdarahan gastrointestinal, dimana dapat
meningkatkan resiko trombolisis, antikoagulasi, dan
kejadian terapi antiplatelet.
• Platelet jurang dari 100.000/mm3 merupakan
kontraindikasi pengobatan stroke dengan intravenous
recombinant tissue plasminogen activator (IV rtPA)
• Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya diperiksa
pada semua pasien dengan gejala stroke akut, karena
keadaan hipoglikemia kadang dapat memberikan gejala
defisit neurologik fokal tanpa iskemik serebral akut
• Pemeriksaan enzim jantung, seperti troponin jantung,
enzim CK-MB menilai adanya iskemik miokard.
Diperkirakan 20-30% pasien dengan stroke iskemik akut
memiliki riwayat gejala penyakit jantung koroner
• Radiologi
• CT scan
– Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan
stroke hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold
standar untuk menegakan diagnosis stroke
• Magnetic Resonance Imaging (MRI)
– Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
lebih sensitive dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan
mampu melihat adanya iskemik pada jaringan otak dalam waktu
2-3 jam setelah onset stroke non hemoragik.
Tatalaksana
• Gawat darurat
– A
• Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
– B
• Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%.
– C
• Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam,
pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
• Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence C),
apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
• Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan
tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
• Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan
tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
• Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan
darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence
B). Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
• Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan
tekanan intrakranial meliputi :
• Tinggikan posisi kepala 20 – 30 derajat
• Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena
jugular
• Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
• Hindari hipertermia
• Jaga normovolernia
• Osmoterapi atas indikasi:
Rehabilitasi medik pasca stroke
• Manfaat rehabilitasi medik pada pasien stroke bukan
untuk mengubah defisit neurologis melainkan
menolong pasien untuk mencapai fungsi kemandirian
seoptimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi,
tujuannya adalah lebih kearah meningkatkan
kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit
neurologis atau mengusahakan agar pasien dapat
memanfaatkan kemampuan yang tersisa untuk mengisi
kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi
dengan baik (Halim, 2016)
• Program rehabilitasi medic pada penderita stroke
• Fase Awal
– Tujuannya adalah mencegah komplikasi sekunder dan
melindungi fungsi tersisa. Program ini dimulai sedini
mungkin setelah keadaan umum memungkinkan
dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan
adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak
sendi (LGS), stimulasi elektrikal dan setelah penderita
sadar dimulai penanganan emosional.
• Fase Lanjutan
– Tujuannya untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan
aktivitas sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik
telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik
mobilisasi dimulai pada 2 -3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan
subaraknoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase
ini meliputi :
– Fisioterapi
• Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke bawah)
• Diberikan terapi panas superfisial
• Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari kekuatan otot
• Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
• Latihan fasilitasi atau reduksi otot
• Latihan mobilisasi bertahap
• Okupasi Terapi
– Sebagian besar penderita stroke mencapai
kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan
fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena
belum tentu baik. Dengan alat bantu yang
disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu
tangan secara mandiri dapat dikerjakan,
kemandirian dapat dipermudah dengan
pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
• Terapi Bicara
– Pelaksanaan terapi dilakukan oleh tim medik dan keluarga
dan umumnya memerlukan waktu 3 bulan. Gangguan
bicara atau komunikasi ditangani oleh speech therapist
dengan cara sebagai berikut.
• Latihan pernafasan (pre speech training) berupa latihan napas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
• Latihan di depan cermin untuk melatih gerakan lidah, bibir, dan
mengucapkan kata-kata.
• Latihan pada penderita disarthria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
• Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga
• Ortotik Prestetik
– Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan
antara lain: tripod, walker, dan wheel chair.
• Psikologi
– Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologi yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan
fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara
cepat, sedangkan sebagian lain mengalami secara lambat, berhenti pada satu
fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada
fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.
– Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
suatu serial fase psikologi. Semua anggota tim harus mengetahui fenomena
ini serta harus memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi penderita.
1. Fase shock
• Waktu : segera setelah serangan
• Gejala : panik, cemas, putus asa
• Program : memberi keyakinan dan dukungan
semangat, konsultasi dengan keluarga.
2. Fase penolakan
• Waktu : fase akut
• Gejala : agak panik
• Program :dorongan semangat bagi penderita untuk
melakukan aktivitas yang dapat dikerjakan, pemberian “hadiah”
atas usaha yang dapat dikerjakan
3. Fase penyesuaian
• Waktu : fase pemulihan awal
• Gejala : cemas, rasa kepahitan hidup, depresi
• Program : secara bertahap memberikan
aktivitas baru yang bersifat tantangan
4. Fase penerimaan
• Waktu : fase pemulihan lanjut
• Gejala : kenaikkan terhadap gairah hidup
• Program : “paksa” penderita untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan
• Sosial Medik
– Pekerjaan sosial medik dapat memulai pekerjaan
dengan wawancara keluarga, keterangan tentang
pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi, dan
lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita.
• Prognosis
– Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death,
disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan
destitution
– 30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi
tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-
hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik
dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut
waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan
perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan
menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke
BAB IV Analisis Kasus
• Tn. DW, 55 tahun, penderita datang dengan keluhan
utama kelemahan sisi tubuh sebelah kiri. Sejak ± 15
hari saat sedang aktivitas tiba – tiba penderita
mengalami kelemahan pada sisi tubuh kiri, saat
serangan sakit kepala (+), mual (+), kejang (-),
penurunan kesadaran (-), mulut mengot (+) ke kiri,
bicara pelo (+). Riwayat hipertensi (+) sejak 40 tahun
yang lalu, kontrol teratur. Riwayat DM (+), riwayat
stroke (-). Penderita mengalami penyakit seperti ini
untuk pertama kalinya.
• Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan
– tampak sakit sedang dengan
– kesadaran compos mentis (GCS 15),
– tekanan darah 135/100 mmHg,
– nadi 84x/menit, pernapasan 26x/menit, suhu 36,oC.
• Pada pemeriksaan neurologi, ditemukan
– plica nasolabialis kiri datar dan sudut mulut kiri tertinggal pada pemeriksaan
nervus craniales VII (N. Facialis),
– disartria pada pemeriksaan nerus craniales XII (N. Hypoglossus).
– pemeriksaan motorik, pada ekstremitas kiri terdapatnya gerakan kurang aktif,
kekuatan 0, tonus menurun, dan refleks fisiologis pada lengan dan tungkai kiri
juga menurun.
– ekstremitas bagian kanan masih dalam batas normal.
• Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan untuk
memperkuat diagnose:
– perdarahan di ganglia basalis kanan.
• Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,
pasien ini didiagnosa “hemiparese sinistra tipe flaccid e.c
stroke hemorragik”.
• Berdasarkan tipe stroke, penderita dapat dikategorikan
sebagai stroke hemoragik dengan faktor risiko, hipertensi,
penderita juga ditemukan adanya manifestasi berupa
kelumpuhan anggota gerak dan kelumpuhan wajah sebelah
kiri, mual dan nyeri kepala hebat
• Faktor resiko pada pasien:
– Usia 54 tahun
– Riwayat Hipertensi tidak terkontrol.
• Hipertensi kronis menyebabkan lipohyalinosis pada arteriol
kecil sehingga terdapat cacat pada otot polos dan hanya
lapisan tipis intimal dengan beberapa gliosis di sekitarnya.
Hal ini membuat aneurisma Charcot-Bouchard cenderung
pecah, dengan ketidakmampuan untuk mengontrol
perdarahan dengan spasme vasomotor
– Diabetes melitus
• Rencana terapi dari pasien ini adalah
– terapi rehabilitasi medik
– Operatif
• Terdapat pergeseran midline shifting
• Terapi operatif dilaksanakan untuk mengurangi tekanan intracranial mencegah herniasi
otak
– Medikamentosa
• Dikarenakan pasien rawat jalan maka terapi medikamentosa yang diberikan untuk rawat
jalan yaitu metformin 3x 500 mg PO, Amlodipin 1 x 10 mg PO, Neurodex 1x1 tab
• Rehabilitasi stroke harus dilakukan sesegera mungkin ketika diagnosis
stroke itu ditegakkan dan masalah-masalah yang mengancam hidup
terkontrol karena semakin cepat pasien stroke direhabilitasi maka akan
meningkatkan prognosis pada pasien ini.
1. Fisioterapi
• Infra red ekstremitas superior dan inferior sinistra
• Latihan lingkup gerak sendi pasif pada ekstremitas
superior dan inferior sinistra
• Latihan lingkup gerak sendi aktif pada ekstremitas
superior dan inferior sinistra (peningkatan kekuatan
otot-otot ekstremitas sinistra)
• Streching ekstremitas superior dan inferior sinistra
• Latihan rangsangan sensoris pada sisi tubuh sinistra
2. Okupasi Terapi
• Latihan peningkatan AKS dengan cara berjalan dan
berpakaian.
• Penderita dilatih untuk dapat meningkatkan kekuatan
otot serta meningkatkan durasi ketahanan otot dengan
cara melakukan aktivitas sambil berdiri.
• Penderita dilatih untuk dapat melakukan dan
mempertahankan fungsi tangan dalam hal pola
memegang.
3. Speech Therapy
• Masase otot-otot bicara
• Latihan bicara dan artikulasi
4. Ortostik Prostetik
• Sasaran saat ini penderita dapat menggunakan wheel chair
5. Psikologi
• Memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga
agar penderita tidak cemas dengan sakitnya.
• Memberi dukungan agar penderita selalu rajin dan
tekundalam menjalankan terapi.
6.Sosial Medik
• Memberikan edukasi kepada penderita untuk
berobat dan latihan secara teratur.
• Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap
lingkungan rumah
• Modifikasi kloset jongkok menjadi kloset
duduk

Anda mungkin juga menyukai