DIFTERI
Andi Andini
Irma Rahmayani
Ika Mutmainna
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama :N
Tanggal Lahir : 28-04-2013
Usia : 5 tahun 9 bulan 16 hari
No.Rekam Medis : 873085
Masuk RS : 11/02/2019
Tgl. Pemeriksaan : 11/02/2019
LAPORAN KASUS
B. ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan Utama:
Nyeri menelan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dirujuk dari RS Takalar dengan diagnosa suspek difteri tonsil. Pasien datang
dengan keluhan utama nyeri menelan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Ada
demam dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak terus
menerus. Tidak ada riwayat kejang. Ada suara serak diperhatikan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Ada benjolan di leher sebelah kiri diperhatikan sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Anak mengorok ketika tidur, ada batuk sesekali,
tidak sesak. Tidak ada muntah, anak malas makan dan minum. Buang air besar biasa
warna kuning, buang air kecil lancar warna kuning. Riwayat kontak dengan penderita
difteri ada ± 4 minggu yang lalu dengan kakak penderita. Riwayat imunisasi yang
pasien dapatkan yaitu BCG, hepatitis B, polio, DPT, campak, dan HIB(lengkap).
LAPORAN KASUS
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Antropometri
BB : 17 kg
PB/TB : 111 cm
LLA : 13 cm
LK : 48 cm
LD : 42 cm
LP : 45 cm
BB/TB : 17/19 x 100% = 89% (Gizi kurang)
TB/U : 111/111 x 100% = 100% (Perawakan normal)
BB/U : 17/19 x 100% = 89% (BB Baik)
Status Neonatal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang/gizi kurang/GCS 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 110 kali/menit, reguler
Frekuensi napas : 26 kali/menit
Suhu (aksilla) : 38.7oC
LAPORAN KASUS
Kepala
Deformitas : Tidak ada Mata
Wajah : Simetris Eksoftalmus : Tidak ada
Rambut : Sukar dicabut, hitam Konjungtiva : Anemis tidak ada
Ukuran : Normocephal Enoptalmus : Tidak ada
Bentuk : Mesocephal Sklera : Ikterus (-)
LAPORAN KASUS
Telinga Mulut
Pendengaran: Dalam batas normal Bibir : Kering tidak ada
Otorrhea : Tidak ada Lidah : Kotor (-), stomatitis tidak ada
Hidung Tonsil : T2-T2 Hiperemis ada, terdapat
membran putih keabuan menutupi tonsil
Epistaksis : Tidak ada
bagian belakang, sulit terlepas, mudah
Rhinorrhea : Tidak ada berdarah, dan tepi berwarna kemerahan
Faring : hiperemis
Leher
Bullneck (+) pada colli sinistra
KGB : tidak ada pembesaran
LAPORAN KASUS
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus simetris kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, Bising jantung (-)
LAPORAN KASUS
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Ekstremitas
Hangat, udem tidak ada
Hasil Laboratorium
Bakteri Corynebacterium :
• Gram positif
• Non-motil
• Tidak membentuk spora
• Berbentuk basil
• Masa inkubasi kuman 2-6 hari
• Transmisi melalui droplet
pasien difteri
C diphtheriae masuk ke saluran pernapasan bagian atas (bisa melalui kulit, saluran genital atau mata)
C diphtheriae dalam hidung atau mulut, berkembang pada sel epitel mukosa saluran napas atas terutama pada tonsil
Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibrin, yang kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih
Toksin yang diproduksi lebih banyak, daerah nekrosis makin luas dan dalam
Terbentuk eksudat fibrosa yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, sel leukosit, sel eritrosit yang berwarna abu-
abu sampai hitam (pseudomembran)
Kerusakan jaringan lokal menyebabkan toksin menyebar melalui aliran limpa dan hematogen ke organ lain, seperti
miokardium,ginjal, dan sistem saraf.
GEJALA KLINIS
gambaran bullneck
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan bakteriologis
- Preparat apusan dan biakan kuman difteri dari bahan apusan mukosa hidung
dan tenggorokan.
Darah rutin
- Penurunan Hb dan eritrosit
- Leukositosis dengan kecenderungan shift to left
Urinalisis
- Albuminuria ringan
- Pemeriksaan sedimen ditemukan silinder hialin, hematuria, piuria
Enzim CPK segera di cek pada saat masuk rumah sakit,
-peningkatan enzim CPK menandakan kerusakan miokardium
Ureum dan kreatinin meningkat maka kecurigaan komplikasi
ginjal
EKG dilakukan sejak hari 1 perawatan kemudian secara serial
minimal 1x/minggu kecuali bila ada indikasi bisa dilakukan 2-
3x/minggu
-depresi segmen ST, inversi gelombang T, blok AV,
takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel
KOMPLIKASI
Gagal Nafas
Gagal Jantung
Kelumpuhan
Kematian
TATALAKSANA
• Pengobatan Umum
Pengobatan: • Pengobatan Khusus
Penatalaksanaan
Umum
Isolasi semua pasien dengan difteri yang dicurigai sampai diagnosis
dikonfirmasi atau dengan standar, kontak (gunakan APD) dan tindakan
pencegahan transmisi (memakai masker wajah bedah) sampai dua kultur
dari tenggorokan dan hidung (dan lesi kulit pada difteri kulit) diambil, paling
sedikit 24 jam.
Pemantauan (dalam perawatan intensif) untuk komplikasi yang berpotensi
mengancam jiwa (misalnya penyumbatan jalan nafas karena penyakit
trakeobronkial) atau manifestasi sistemik (terutama komplikasi jantung)
Pantau pola EKG secara teratur pada semua pasien dengan difteri. Tingkat
AST serum juga dapat digunakan untuk memantau miokarditis.
Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan
serta diet yang adekuat, makanan lunak yang mudah dicerna, cukup
mengandung protein dan kalori.
Spesifik
Pengobatan antitoksin difteri (DAT) menetralisir toksin difteri dan mencegah
perkembangan penyakit. DAT harus diberikan pada semua kasus difteri yang mungkin
terjadi tanpa menunggu konfirmasi laboratorium; keputusan untuk menggunakan DAT
didasarkan pada diagnosis klinis.
Pengobatan antibiotik bukan pengganti pengobatan DAT. Meskipun antibiotik belum
terbukti mempengaruhi penyembuhan infeksi lokal, namun antibiotik diberikan untuk
membasmi organisme dari nasofaring dan mencegah penularan lebih lanjut ke orang lain.
1. Serum Anti Difteri (SAD)/Difteri
Anti Toksin (DAT)
Tipe Difteri/Dosis ADS (KI)/ Cara pemberian • Bila uji kulit/mata positif,ADS
diberikan dengan cara desentisasi
Difteria Hidung 20.000 Intramuscular (Besredka) dengan interval 20
menit, dengan dosis berikut:
DifteriaTonsil 40.000 Intramuscular / Intravena • 0,1 ml larutan 1:20,subkutan (dalam
Difteria Faring 40.000 Intramuscular / Intravena cairan NaCl 0,9%)
• 0,1 ml larutan 1:10,subkutan
Difteria Laring 40.000 Intramuscular / Intravena
• 0,1 ml tanpa dilarutkan,subkutan
Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena
• 0,3 ml tanpa dilarutkan,intramuskular
Difteria + penyulit,bullneck 80.000-100.000 • 0,5 ml tanpa dilarutkan,intramuskular
Intravena • 0,1 ml tanpa dilarutkan,intravena
Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000
Intravena
Dosis diberikan berdasarkan atas
luasnya membran dan beratnya
penyakit:
Tergantung dari umur, virulensi basil difteri, lokasi dan penyebaran membran, status imunisasi
penderita, kecepatan pengobatan, ketepatan diagnosis, dan perawatan yang diberikan.
Lebih baik setelah ditemukan ADS dan antibiotik daripada sebelumnya (angka kematian 5-10%)
Penderita difteri dengan keterlibatan jantung memepunyai prognosis sangat buruk (angka
kematian 60-90%)
Tingkat kematian yang tinggi disebabkan oleh difteri jenis gravis/invasive dan bullneck diphtheria
(angka kematian 50%)
Angka kematian yang tinggi juga berlaku pada umur kurang 5 tahun dan lebih 40 tahun.
EDUKASI DAN PENCEGAHAN