Anda di halaman 1dari 38

By : MUHAJIRIN MALIGA, S.Kep.

,Ns
* Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa
dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien
diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan
polisi.
* Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/
orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah
merupakan alasan utama yang paling banyak
dikemukakan oleh keluarga.
* Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai
sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga
mendapat pemdidikan kesehatan tentang cara merawat
klien (manajemen perilaku kekerasan).
*
* Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen, 2002).
Respons Respons
Adaptif Maladap

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


* Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa
menyakiti orang lain dan merasa lega.
* Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan
karena tujuan yang tidak realistis.
* Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.
* Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan
menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman,
memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau
amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh
orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan,
dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
*
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat
menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada
saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan
membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-
olah perilaku kekerasan yang diterima
(permissive).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan
sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
*
*Dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti
kelemahan fisik (penyakit fisik) , keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan.
*Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
*Interaksi
sosial yang provokatif dan konflik dapat
pula memicu perilaku kekerasan.
*
*Observasi: Muka merah, pandangan tajam,
otot tegang, nada suara tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul
jika tidak senang.
*Wawancara: diarahkan pada penyebab
marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang dirasakan klien.
*

1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai
3. Gangguan harga diri: harga diri rendah
*
Resiko mencederai

Orang lain/ lingkungan

Perilaku Kekerasan (CP)

Gangguan harga diri: harga diri rendah


*
1. Resiko mencederai orang lain
berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah
*
1. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien:
a. Pertemuan ke 1
Kontrak dengan keluarga
Identifikasi masalah keluarga
Informasi tentang perilaku kekerasan
Informasi tentang cara merawat klien perilaku kekerasan
b. Pertemuan ke 2 dan 3
Penerapan cara merawat klien selama dirawat di rumah
sakit
c. Pertemuan ke 4
Perencanaan pulang, tentang cara merawat klien di rumah
Cara mengevaluasi perilaku kekerasan di rumah
Cara mengevaluasi jadwal kegiatan di rumah
*

1. Tim Krisis Perilaku Kekerasan


Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua tim
krisis yang berperan sebagai pemimpin (“leader”) dan
anggota tim minimal 2 (dua)orang. Ketua tim adalah
perawat yang berperan sebagai kepala ruangan,
penanggung jawab “shif”,perawat primer, ketua tim
atau staf perawat, yang penting ditetapkan sebelum
melakukan tindakan. Anggota tim krisis dapat staf
perawat, dokter atau konselor yang telah terlatih
menangani krisis.
* Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai
berikut (Stuart & Laraia, 1998):
o Aktivitas ketua tim krisis
o Susun anggota tim krisis
o Beritahu petugas keamanan jika perlu
o Pindahkan klien lain dari area penanganan
o Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan
dilakukan)
o Uraikan perencanaan penanganan pada tim
o Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota
gerak klien
o Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat
klien kooperatif
o Ikat klien dengan petunjuk ketua tim
o Berikan obat sesuai program terapi dokter
o Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten
terhadap klien
o Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama
anggota tim
o Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan
o Integrasikan klien kembali pada lingkungan secara
bertahap
2. Pembatasan Gerak
Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat
yang aman dengan tujuan melindungi klien, klien lain
dan staf dari kemungkinan bahaya.
Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah
sebagai berikut:
o Tunjuk ketua tim krisis
o Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada
klien dan staf lain.
o Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku
yang diperlukan untuk mengakhiri tindakan.
o Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan
mengontrol perilakunya
o Bantu klien menggunakan metoda kontrol diri yang
diperlukan.
o Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi,
hidrasi, kebersihan diri, dan kebersihan kamar.
o Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu
dan memberikan tindakan keperawatan yang diperlukan.
o Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien
secara bertahap
o Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan
yang dilakukan, respon klien dan alasan penghentian
pembatasan gerak.
3. Pengekangan/pengikatan fisik
Pengekangan dilakukanjika perilaku klien berbahaya, melukai
diri sendiri atau orang lain (Rawhins, dkk, 1993) atau strategi
tindakan yang lain tidak bermanfaat.
Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (Start dan Laraia,
1998):
o Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat,
karena harga diri klien yang berkurang karena pengekangan.
o Siapkan jumlah staf yang cukup dengan alat pengekang yang
aman dan nyaman.
o Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
o Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf
agar dimengerti dan bukan hukuman.
o Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada
klien dan staf.
o Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur. Ikat dengan
posisi anatomis. Ikatan tidak terjangkau klien.
o Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan
terapeutik dan pemberian rasa nyaman.
o Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien
untuk memfasilitasi kerjasama klien pada tindakan.
o Perawatan pada daerah pengikatan:
pantau kondisi kulit yang diikat: warna,
temperatur, sensasi.
lakukukan latihan gerak pada tungkai yang diikat
secara bergantian setiap 2 (dua) jam.
lakukan perubahan posisi tidur.
periksa tanda-tanda vital tiap 2 (dua) jam.
o Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi,
hidrasi, dan kebersihan diri.
o Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku
sebelum ikatan dibuka secara bertahap.
o Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya
setelah ikatan dibuka satu
persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan
dengan pembatasan gerak kemudian kembali ke
lingkungan semula.
o Dokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan
beserta respon klien.
*
* TUM:
Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen
perilaku kekerasan.
* TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1. Beri salam/ panggil nama
2. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
3. Jelaskan maksud hubungan interaksi
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5. Beri rasa aman dan sikap empati
6. Lakukan kontak singkat tapi sering
* TUK 2:
Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.
Intervensi :
1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
2. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/ kesal.
* TUK 3:
Klien dapat mengindentifikasikan tanda-tanda perilaku
kekerasan
Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan yang dialami dan
rasakan saat jengkel/ kesal
2. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien
* TUK 4:
Klien dapat mengindentifikasi perilku kekerasan yang
biasa dilakukan.
Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk men gungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan klein
2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan
3. Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang
klien lakukan masalahnya selesai
* TUK 5:
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Intervensi :
1. Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang dilakukan
klien
2. Bersama klien menyimpu lkan akibat dari cara yang
digunakan oleh klien
3. Tanyaka n pada klien “apakah ia ingin mempelajari
cara baru yang sehat?”
* TUK 6:
Klien dapat medefisinisikan cara konatruktif dalam berespon
terhadap kemarahan
Intervensi :
1 Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat?”
2 Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat
3 Diskusikan dengn klien cara lain yang sehat:
a. Secara fisik: tarik napas dalam, jika sedang kesal/ memukul
bantal/ kasur atau olah raga atau pekerjaan yang memerlukan
tenaga
b. Secara verbal: katakan bahwa anda sedang kesal/
tersinggung/ jengkel (saya kesal anda berkata seperti itu , saya
marah karena mama tidak memenuhi keinginan saya)
c. Secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara yang sehat,
latihan asertif. Latihan manajemen perilaku kekerasan
d. Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa/ ibadah
lain, meminta pada Tuhan, untuk diberi kesabaran, mengadu pada
Tuhan tentang kekerasan/ kejengkelan.
* TUK 7:
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol
perilaku kekerasan
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi m anfaat cara yang
telah diplih
2. Bantu klien menstimulasikan tersebut (role play)
3. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien
menstimulasi cara tersebut
4. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah
dipelajari saat jengkel atau marah
5. Susun jadwal melakukan cara yang telah dipelajari
* TUK 8:
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan)
Intervensi :
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa seizing dokter
3. Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera
pada botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum)
4. Jelaskan manfaat minum obat dan efek obat yang perlu
diperhatikan
5. Anjurkan klien minta ob at dan minum obat tepat waktu
6. Anjurkan klien melapork an pada perawat/dokter jika
merasakan efek yang tidak menyenangkan
7. Beri pujian
* TUK 9:
Klien mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku
kekerasan
Intervensi :
1. Identifikasikan kemampuan keluarga dalam merawat klien
dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien
selama ini
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien
3. Jelaskan cara-cara merawat klien:
Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara
konstuktif
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas
Membantu klien mengenal penyebab marah
4. Bantu keluarga mendemo nstrasikan cara merawat klien
5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
* TUK 10:
Klien mendapat perlindungan dari lingkungan untuk
mengontrol perilaku kekerasan
Intervensi :
1. Bicara tenang, gerakan t idak terburu-buru, nada
suara rendah, tunjukkan kepedulian
2. Lindungi agar klien tida k mencederai orang lain dan
lingkungan
3. Jika tidak dapat diatasi, lakukan:
Pembatasan gerak atau pengekangan(lihat prosedur)

Anda mungkin juga menyukai