1. Abortus iminens
a) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus
bertambah dan rangsangan mekanik
berkurang.
b) Periksa denyut nadi dan suhu tubuh 2 kali
sehari bila pasien tidak panas. Namun bila
pasien panas lakukan pemeriksaan setiap 4 jam.
c) Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil
negatif, kemungkinan janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan janin
masih hidup.
2.Abortus insipiens
a) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya
abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam
dengan diberikan morfin.
b) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang
biasanya disertai perdarahan, tangani dengan
pengosongan uterus memakai kuret vakum atau
cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai
kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.
3.Abortus inkomplit
a) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus
cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat dan
sesegera mungkin ditranfusi darah.
b) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret
tajam lalu suntikan ergometrin 0,2 mg
intramuskular.
c) Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih
tertingal, lakukan pengeluaran plasenta secara
manual
TERAPI
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa
:
MacrodexH
aemaccel, Periston
Plasmagel
Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti
darah) dan perawatan di rumah sakit.
Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok
hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak.
Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi
kemudian Methergin. Pada abortus pada demam
menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin,
ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.
KEHAMILAN EKTOPIK
DEFINISI
Istila ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic,
dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang
berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
“berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada
kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam
hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik
terganggu.
ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak
diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak
diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya
menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan
dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi
tergantung dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari
kehamilan ektopik adalah
1. nyeri, amenorrhe
2. perdarahan per vaginam.
Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang
datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen
bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik.
TANDA GEJALA
Tanda :
a) Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau
spotting atau perdarahan vaginal.
b) Menstruasi abnormal.
c) Abdomen dan pelvis yang lunak.
d) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi
oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan.
Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
e) Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi
hipovolemi.
f) Kolaps dan kelelahan
g) Pucat
h) Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
PENATALAKSANAAN
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalalah
laparotomi. Dalam tindakan demikian , beberapa hal
harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai
berikut.
a) Kondisi ibu pada saat itu.
b) Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi
reproduksinya.
c) Lokasi kehamilan ektropik.
d) Kondisi anatomis organ pelvis.
e) Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
f) Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
KOMPLIKASI
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder
akibat kesalahan diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau
pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis
secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan
hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC,
dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain
adalah perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus,
kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain
itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.
PENCEGAHAN
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan
ektopik. Wanita yang merokok memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik.
Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan
kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam
arti berhubungan seks secara aman akan melindungi
seseorang dari penyakit menular seksual yang pada
akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit
radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada
saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik.
RUPTUR UTERI
A.DEFINISI
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat
meluas ke seluruh dinding uterus dan isi uterus
tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau
dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan
miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap
utuh
C. ETIOLOGI
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
a) tindakan obstetri,
b) ketidakseimbangan fetopelvik,
c) letak lintang yang diabaikan
d) kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi
persalinan,
e) jaringan parut pada uterus,
f) kecelakaan.
D. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus
uteri dans ervik uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri
pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-
kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin
sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailan
terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang
kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl.
Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2
sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus
waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri
mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan
oleh peregangna yang luar biasa dari uterus
TANDA GEJALA KLINIS
Pre-eklampsi
Pre Eklamsia ringan
dibagi menjadi
2 golongan Pre-eklampsi
berat
Pre Eklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai
berikut:
1. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur
pada posisi berbaring terlentang dengan kenaikan
diastolik 15 mmHg atau lebih atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih.
2. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau
kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
3. Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter,
kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream.
Pre Eklamsi berat, bila disertai dengan keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.