Anda di halaman 1dari 9

KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

Latar Belakang :
1. Tekanan thd mangrove sangat besar
2. Kurang koordinasi dari berbagai pihak
3. Sistem kurang efektif dan effisien

Perlu kebijakan pengelolaan berdasarkan :


• Potensi dan peranan masing-masing sektor scr
integrasi
• Pulihnya fungsi mangrove scr optimal, segi
ekologis maupun ekonomis yg berorientasi pd
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan dan issue pokok :
1. Kebijakan belum berfungsi efektif, karena :
a. Lemahnya penegakan hukum
b. Kebijakan tdk mengakomodasikan berbagai
kepentingan dari stakeholders scr proporsional.
c. Kebijakan kurang sejalan/koordinatif, shg berbeda
dalam menginterpretasikan sampai di lapangan
d. Banyak kegiatan serupa yg tumpang tindih
2. Konservasi mangrove masih belum membumi
* Konservasi masih dipandang sbg kegiatan dng biaya
tinggi, kurang nilai ekonomisnya.
* Dieksploitasi untuk pemanfaatan lain
* Perlu diciptakan kepedulian dan kecintaan thd
mangrove
* Sebagai negara yg ikut meratifikasi lahan basah,
Indonesia hrs bertanggung jwb utk melakukan
perlindungan thd ekosistem mangrove.
* LSM yg mempunyai kepedulian thd mangrove, perlu
peningkatan efektivitasnya.
3. Lemahnya penegakan hukum :
• Banyak peraturan perundangan yg bertujuan untuk
mengatur dan melindungi sumberdaya mangrove tapi
tdk dibarengi dengan pelaksanaan penegakan hukum.
• Pengawasan terbatas banyak kendala
• UU No.41 tahun 1999 belum efektif di lapangan.
Penebangan masih terjadi dimana-mana. Eksploitasi
untuk kepentingan lain msh terjadi.
4. Persepsi yang keliru tentang mangrove
• Mangrove dianggap sbg tempat biangnya perkembang-
biakan penyakit malaria, lalat, dll.
• Mestinya kalau ekosistem tertata baik, maka mangrove
justru mampu menjaga keseimbangan habitat malaria,
dan tidak lagi mewabah.
• Dibanding perikanan, mangrove kurang bersifat eko-
nomis, padahal jika tdk ada mangrove maka biaya
lingkungan akibat konversi menjadi tambak yg hrs
ditanggung petambak cukup tinggi. Misalnya banjir,
pengendalian hama dan penyakit.
5. Faktor perusak lain : Polusi perairan, sedimentasi
berlebihan, pengalihan muara sungai, bencana alam,
3W, dll.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. Pengelolaan hutan yg lestari :
UU No. 41 tahun 1999 : mangrove merupakan
ekosistem hutan. Pemerintah bertanggung jawab dlm
pengelolaannya. Siapapun wajib melakukan
rehabilitasi untuk tujuan konservasinya.
- Dephut harus membangun infrastruktur fisik dan
sosial, baik di dlm hutan negara atau hutan
kepemilikan.
- Perlu alat penunjang berupa teknologi yang
didasarkan pada pendekatan ilmu kelautan untuk
mengimplementasikan bentuk tata ruang.
B. Desentralisasi Kewenangan Pengelolaan :

Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi


daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pusat dan daerah, maka :
• Pusat hanya berwenang menetapkan pola umum
rehabilitasi hutan dan lahan, penyusunan rencana
makro, menetapkan kriteria, standart, norma dan
pedoman, bimb. Teknis dan kelembagaan, pengawasan
dan pengendalian.
• Daerah menyelenggarakan rehabilitasi hutan dan lahan,
kecuali kawasan hutan konservasi (masih menjadi
kewenangan pusat).
C. Konservasi dan Rehabilitasi secara partisipatif :
Pemerintah berperan sbg mediator dan fasilitator,
masyarakat sbg pelaksana yg mampu berinisiatif.
• UU No. 25 1999 : Perimbangan keuangan pusat-daerah
= 60% dan 40%.
• Pendanaan telah dikoordinasikan dengan Dep
Keuangan, tetapi waktu pencairan dan pertanggung
jawaban keuangan belum disesuaikan.

D. Pengembangan Kelembagaan :
Dephut

UPT : Operasional :
BRLKT dan Unit RLKT Pemprop dan Kab/Kota

Penguasaan teknologi :
Pusat Rehabilitasi Mangrove
(Bali, NTB, NTT, Sinjai dan Langkat/Sumut)
Strategi yg diterapkan dephut untuk kelestarian penge-
lolaan mangrove adalah :

1. Sosialisasi fungsi hutan mangrove


2. Rehabilitasi dan konservasi
3. Penggalangan dana dari berbagai sumber.

Anda mungkin juga menyukai