OLEH:
KELOMPOK III
Gledis Manggarai ( 16 507 045 )
Novel Apriyanti ( 16 507 007 )
Silvia Telese ( 16 507 034 )
A. PENGERTIAN KURIKULUM
1. Secara Etimologis
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier
yang artinya “pelari” dan curare yang berarti “tempat berpacu”. Jadi, istilah
kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani,
yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari
garis start sampai garis finish.
2. Menurut Para Ahli
• Sockett mengatakan bahwa kurikulum adalah the curriculum is look upon as being composed
of all actual experience pupils have under school direction, writing a ourse of study became but
small part of curriculum program. (Kurikulum tersusun dari semua pengalaman murid yang
bersifat aktual di bawah bimbingan sekolah, sedangkan mata pelajaran yang ada hanya sebagian
kecil dari program kurikulum).
• Ronald C. Doll mengatakan bahwa kurikulum adalah all the experince which are offered to
learners under the auspices or direction of the school (Kurikulum meliputi semua pengalaman
yang disajikan kepada peserta didik di bawah bantunan atau bimbingan sekolah). Definisi Doll
tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga
menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih
luas. Jadi, pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat,
bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak.
• Mauritz Johnson mengatakan bahwa kurikulum adalah a structured series of intended
learning outcomes. Definisi Mauritz Johson ini merupakan bentuk pengajuan keberatan
terhadap konsep pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh Ronald C Doll. Lebih
lanjut menurutnya bahwa pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi
pengajaran. Johson membedakan antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang
berkenaan dengan perencanaan, dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan
belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan
dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa.
• Crow and Crow, Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah mata
pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk
memperoleh ijazah.
• Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, Kurikulum adalah seluruh
pengalaman siswa di bawah bimbingan guru.
• J. Galen Saylor, William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva,
Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat
pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik.
• Danniel Tanner and La, Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan
pengalaman secara sistematik yang dikembangkan sekolah atau perguruan tinggi,
agar dapat belajar meningkatkan pengetahuan dan pengalamannnya.
• Abert I. Oliver dalam Oliva, Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi
empat elemen yaitu program belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan
kurikulum tersembunyi.
• Dr. Addamardasyi dan Dr. Munir Kamil, Kurikulum adalah sejumlah pengalaman
pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah
bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk
berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai
dengan tujuan-tujuan pendidikan.
B. FUNGSI KURIKULUM
Fungsi kurikulum dapat dilihat dari tiga sudut: bagi sekolah yang
bersangkutan, bagi sekolah pada tingkatan di atasnya, serta bagi
masyarakat/pemakai lulusan sekolah tersebut.
Untuk sekolah yang bersangkutan, kurikulum sekurang-kurangnya memiliki dua
fungsi:
• Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan.
• Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-hari.
Menurut para ahli pendidikan mengenai fungsi kurikulum telah
dijabarkan di antaranya adalah:
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana
Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru
mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat, yaitu
sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP.
3. Kurikulum 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau
Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan
1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan
manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
“Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi,
Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan.
6. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum
1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan
dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu
berat.
8. Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 biasa disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap
pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang harus dicapai siswa. Sayangnya,
kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian
akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda.
9. Kurikulum 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Munculah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Pelajaran KTSP masih tersendat, tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah
banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi
sekolah berada.