Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS EPILEPSI

Disusun oleh: Siti Abila Zebadiah


NIM: 030.14.177
Pembimbing: dr. CH Robert Loho, Sp. S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT TNI AL MINTOHARDJO
PERIODE 5 NOVEMBER – 8 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Identitas Pasien
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik

Tanda vital

• Keadaan umum: baik • Tekanan darah: 100/70


mmHg
• Kesadaran: GCS (E4 M6 V5)
• Frekuensi nadi: 80 x/menit
• Serangan: -
• Frekuensi pernafasan: 18
x/menit

• Suhu tubuh: 360C


Pemeriksaan Status Generalis
• Kepala : Normosefali

• Mata : Pupil bulat isokor, CA -/-, SI-/-

• Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung

• Mulut : tidak terdapat kelainan

• Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB

• Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, Gallop (-), murmur (-)

• Paru-paru : simetris, suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

• Abdomen : Supel, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba membesar

• Ektremitas : Akral hangat, ekstremitas atas dan bawah tidak tampak deformitas,
oedem dan sianosis tidak ada.
Status Neurologis

Kaku kuduk : (-)

Brudzinski
Kernig : (- Tanda I : (-/-)
/-)
rangsang
meningeal

Laseque Brudzinski
:(-/-) II : (-/-)
Pemeriksaan Nervus Kranial

1. N. Olfaktorius (N.I) : tidak dilakukan pemeriksaan

2. N. Optikus (N.II) : pupil isokor diameter 3 mm/3mm.

3. N. Okulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen (N.III, N.IV,N.VI) :


 Pupil : refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
 Ptosis : (-/-)
 Strabismus : (-/-)
 Nistagmus : (-/-)
 Pergerakan mata : dalam batas normal
4. N. Trigeminus (N.V): Dalam batas normal

5. N. Fasialis (N.VII):
 Mengerutkan dahi : dalam batas normal
 Menutup mata : dalam batas normal
 Memperlihatkan gigi : dalam batas normal
 Perasaan lidah 2/3 anterior : tidak dilakukan pemeriksaan

6. N. Vestibulokoklearis (N.VIII): tidak dilakukan pemeriksaan

7. N. Glososfaringeus (N.IX) :
 Perasa lidah 1/3 anterior : tidak dilakukan pemeriksaan
8. N. Vagus (N.X):
 Posisi uvula: tidak ada deviasi
 Arkus faring: simetris
9. N. Aksesorius (N.XI):
 Mengangkat bahu : dalam batas normal
 Memalingkan kepala : dalam batas normal

10. N. hipoglosus (N.XII):


 Pergerakan lidah : tidak ada deviasi
 Tremor : (-)
 Atrofi lidah : (-)
Pemeriksaan Motorik
1. Kekuatan otot : 5555 I 5555
5555 I 5555
2. Pergerakan : aktif
3. Trofi : Eutrofi
4. Tonus : dalam batas normal
Refleks Fisiologis Refleks patologis Sensorik : dalam
• Biceps : ++/++ • Babinski : -/- batas normal
• Triceps : ++/++ • Chaddok : -/-
• Achilles: ++/++ • Hoffman: -/-
• Patella : ++/++ • Trommer : -/-
Resume
Pasien perempuan 29 tahun datang ke poliklinik saraf RSAL
Mintohardjo untuk kontrol keluhan kejang yang sudah terjadi sejak
tahun 2012. Kejang terakhir terjadi pada bulan September 2018.
Kejang terjadi secara tiba-tiba seperti ketika pasien sedang bekerja.
Pasien tahu jika akan terjadi kejang (aura) dengan gejala berupa
pusing dan pandangan gelap. Kejang diawali dengan kelojotan
seluruh tubuh kemudian pasien akan terdiam baru setelah itu pasien
tersadar. Seringkali pasien tersadar dalam kondisi tergeletak dan
tidak ingat apa-apa. Durasi kejang 10 – 15 menit. Kejang tidak
disertai lidah tergigit, mulut berbusa, demam. Pasien rutin kontrol
dan minum obat.
Pasien memiliki riwayat kejang demam saat kecil dan riwayat
kejang sudah 6 tahun.

Tidak ada riwayat kejang dalam keluarga pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik


dengan kesadaran GCS (E4 M6 V5), tekanan darah 100/70
mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi pernafasan 18
x/menit, suhu tubuh 360C. Pada pemeriksaan status generalis
dalam batas normal. Pemeriksaan status neurologis tidak
didapatkan kelainan.
Assessment
• Diagnosis klinis : konvulsi tipe umum
tonik-klonik berulang

• Diagnosis etiologis : Epilepsi idiopatik

• Diagnosis topis : intraserebral

• Diagnosis patologis : over discharged


Planning
• Medikamentosa

Fenitoin 2 x 2 caps
Asam folat 1 x 1 tab
Clobazam 1 x 10 mg
Pamol 300
Diazepam 1
Alpentin 75
} capsul
Prognosis

• Ad Vitam : Bonam

• Ad Functionam : dubia ad bonam

• Ad Sanationam : dubia ad malam


Tinjauan Pustaka
A. Definisi
• Epilepsi merupakan penyakit saraf yang ditandai dengan episode
kejang yang dapat disertai hilangnya kesadaran penderita. Meskipun
biasanya disertai hilangnya kesadaran, ada beberapa jenis kejang
tanpa hilangnya kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh
ketidakstabilan muatan listrik pada otak yang selanjutnya
mengganggu koordinasi otot dan bermanifestasi pada kekakuan otot
atau pun hentakan repetitif pada otot.

• Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau


kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua
serangan kejang.
Berdasarkan consensus ILAE 2014, epilepsi dapat ditegakkan
pada tiga kondisi, yaitu:

1. Terdapat dua kejadian kejang tanpa provokasi yang terpisah


lebih dari 24 jam.

2. Satu bangkitan tanpa provokasi dengan terjadinya bangkitan


berulang dalam 10 tahun kedepan.

3. Sindrom epilepsi (berdasarkan pemeriksaan EEG).


B. Epidemiologi

• Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000


sementara di negara berkembang mencapai 100/100.000.

• Penderita laki-laki lebih banyak dibanding penderita


perempuan

• Insiden tertinggi pada anak usia <2 tahun dan usia lanjut >65
tahun.
C. Etiologi
D. Klasifikasi
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi
diklasifikasikan menjadi :

1. Bangkitan Parsial/fokal

Kejang dengan onset lokal pada satu bagian tubuh dan biasanya disertai aura.
a. Parsial sederhana (kesadaran tetap baik)
• Dengan gejala motorik
• Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
• Dengan gejala autonom
• Dengan gejala psikis
b. Parsial kompleks (kesadaran menurun)
• Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang menjadi
penurunan kesadaran
• Dengan penurunan kesadaran sejak awitan
c. Parsial yang menjadi umum sekunder
• Parsial sederhana yang menjadi umum toni- klonik
• Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
• Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum
tonik-klonik
2. Bangkitan Umum
a. Absence
• bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran yang
mendadak (absence) dalam beberapa detik (5-10 detik) dengan
motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi.
• Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang
sehingga penderita tidak jatuh.
• Saat serangan mata penderita akan memandang jauh kedepan
atau mata berputar keatas dan tangan melepaskan benda yang
dipegangnya.
• Pasca serangan, pasien akan sadar kembali dan biasanya lupa
akan peristiwa yang baru dialaminya.
b. Klonik
• Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral , bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah.
• Kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi, tidak
disertai gangguan kesadaran dan biasanya diikuti oleh fase tonik.
• Kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio serebri atau oleh
ensefalopati metabolik.

c. Tonik
• Berupa gerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan
• tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan
fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
d. Tonik-klonik
• Penderita akan jatuh secara tiba-tiba desertai teriakan pernafasan
terhenti sejenak kemudian diikuti oleh kekakuan tubuh.
• Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik
yang disertai dengan relaksasi).
• Pada saat serang penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau
bibirnya sendiri.
• Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan
merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur
setelahnya.
e. Mioklonik
• Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar
sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba.
• Gambaran klinisnya terlihat gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat ekstremitas yang berulang dan terjadi cepat.
f. Atonik
• Biasanya penderita kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara
tiba-tiba.
F. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis : gejala dan tanda sebelum, selama dan pasca bangkitan.
Meliputi :
• Lama serangan
• Bentuk seranagn
• Faktor pencetus
• Riwayat epilepsi
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologi
3. Pemeriksaan penunjang
o Elektroensefalografi (EEG)
o Pemeriksaan laboratorium
o MRI atau CT-scan
E. Patofisiologi

• Kejang terjadi karena adanya ketidakseimbangan


antara neurotransmitter eksitatori (Asetilkolin) dan
inhibitori (GABA) di otak sehingga hemisfer otak
mengalami depolarisasi atau kelebihan muatan listrik.
G. Tatalaksana
G. Prognosis

• Ad Vitam : dubia ad bonam

• Ad fungsionam : dubia ad malam

• Ad sanationam : dubia ad malam


Referensi
1. Departemen saraf RSPAD Gatot Soebroto. Pengenalan dan
penatalaksanaan kasus-kasus neurologi. Jakarta : Departemen saraf RSPAD
Gatot Soebroto, 2007. h. 63-71.
2. Papadakis MA, Mcphee SJ. Current medical diagnosis & treatment. USA :
McGraw-Hill, 2015. p. 960-6.
3. Hauser SL, Josephson SA. Harrison’s neurology in clinical medicine. 2nd
edision. . USA : McGraw-Hill, 2010. p. 222-33.
4. Danielson NB, Guo JN, Blumenfeld H. The default mode network and
altered consciousness in epilepsy. Behaviour Neurology 2011;24(1):55–65.
5. Perdossi. Pedoman tatalaksana epilepsi . Airlangga universitas press:
Surabaya. 2014:14-30
6. Octaviana F, Budikayanti A. Bangkitan dan epilepsi dalam Buku Ajar
Neurologi FK UI. Jakarta : FKUI. 2017:79-83

Anda mungkin juga menyukai