Anda di halaman 1dari 20

Melsy Susanti 1634020102

Eko Septian Dymastara 1634020156

5/14/2019
Pajak penghasilan pasal 21
Pajak pengghasilan pasal 21 selanjutnya disebut PPh pasal 21
merupakan pajak yang dilewatkan terhadap wajib pajak orang pribadi
dalam negeri atas penghasilan yang teerkait dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan. Penghasilan yang dimaksud meliputi upah, gaji, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Apabila penghasilan tersebut yang menerima adalah wajib pajak luar
negeri maka diatur dalam pasal 26 UU PPh yang selanjutnya disebut PPh
Pasal 26.
Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui
pemotongan oleh pihak-pihak tertentu. Pajak yang wajib melakukan
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 21/26 adalah pemberi
kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan
penyelenggara kegiatan.
Hak dan kewajiban pemotong pajak
 Hak pemotong pajak
a) Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh
pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun takwim lebih kecil dari pada jumblah PPh pasal 21 yang telah
disetor.
b) Pemotong pajak berhak mengajukan pemohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian surat
pemberitahuan (SPT) PPh pasal 21. permohonan diajikan secara tertulis selambat lambatnya tanggal 31
maret tahun takwim berikutnya yang digunakan formulir yang telah ditentukan oleh Direktur jendral
pajak disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara PPh pasal 21 yang terutang dan bukti
pelunasan kekurangan pembayaran PPh pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan.
c) Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur jendral pajak dan permohonan banding
kepada badan peradilan pajak
 Kewajiban pemotong pajak
a. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri kekantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak
setempat.
b. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangkah pemenuhan
kewajiban perpajakannnya pada kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak setempat
c. Pemotong pajak wajib mengjitung, memotong, dan menyetorkan pajak PPh pasal 21 yang terutang setiap
akhir bulan takwim
d. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 meskipun nihil dengan menggunakan surat
pemberitahuan (SPT) masa kekantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak setempat selambat
lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya
Penerima penghasilann (Wajib pajak PPh pasal 21)
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadai
dengan status subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, termasuk penerimaan pensiun. Wajib PPh pasal
21 terdiri atas:
1. Pegawai
Pegawai merupaka orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan perjanjian atau
kesepakatan kerja baik secar tertulia atau tidak tertulis untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarka
periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai adalah orang pribada selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga
kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imabalan yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
4. Angota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidan menangkap sebagai pegawai tetap
pada perusahaan yang sama
5. Mantan pegawai
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan
Tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21
1. Pejabat perwakilan doplomatik dan konsulat atau pejabat lain, dan orang-orang yang
diperbentukkan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan warga negara indonesia dan di indonesia tidak
menerima atau memperolah penghasilan dari luar jabatan atau pekerjaannya, serta
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
2. Pejabat perekilan organisasi internasional sebagai mana dimaksud dalam pasal 3
ayat (1) huruf c Undang-undang pajak penghasilan, telah ditetapkan oleh menteri
keuangan, dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak menjalanka usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari indonesia.
Hak dan kewajiban wajib pajak
 Hak wajib pajak
1. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak.
Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotang dapat di kerditkan dari PPh untuk tahun pajak
yang bersangkutan kecuali pasal 21 yang bersifat final
2. Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada direktur jendral pajak jika pasal
21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku
3. Wajib pajak berhak mengajuka permohonan banding secara tertulis dalam bahasa
indonesia dengan alasan yang jelas kepada badan penyelesaian sengketa pajak terhadap
keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh direktur jendral pajak
 Kewajiban wajib pajk
1. Wajib pajak (penerima penghasilan) wajib menyerahkan surat pernyataan pajak yang
menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk mendapatkan
pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
2. Wajib pajak berkewajiban menyerahkan SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi,
jika wajib pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi pekerja
Pengghasilan yang dipotong PPH pasal 21 ( OBJEK PPH pasal 21)
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasialan baik
yang bersifat teratur maupun tidak teratur
2. Penghailan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya
3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga lapas berupa uang harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan
4. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sehubunga dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
5. Imablan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dalm nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun
6. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus yang pembayarannya melewati jangka
waktu 2 tahun sejak pegawai berhenti bekerja
7. Penghasilan berupa hohorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima
atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tatap pada perusahaan yang sama.
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh manyan pegawai
Penghasilan yang dipotong PPh pasa 21 Final
PPh bersifat final atrinya seluruh pajak yang telah dipotong/dipungut oleh pihak
pemotong/pemungut dianggap final (telah selesai) tanpa harus menunggu perhitungan
dari pihak fiksus, atau dapat dikatakan bahwa pajak yang telah dipotong atau dibayar
dianggap telah selesai perhitungannya walaupun surat ketetapan pajak belum ada.
Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah
1. Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar sekaligus oleh dana pensiun yang
pendirinya telah disahkan oleh menteri keuangan
2. Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua,
yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara pensiun atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
3. Perhasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uang hadir, uang
libur, imbalan prestasi kerja, dan imblan lain dengan nama apa pun yang diterima
oleh pejabat negara, pegawai sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya
berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan kepada
pegawai negeri sipil golongan II/d ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat
pembantu letnan satau ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat satu ke bawah.
Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21 (Bukan objek
PPh pasal 21)
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun
diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah (termasuk pajak penghasilan yang
ditanggung oleh pemberi kerja, maupun yang ditanggung oleh pemerintah), kecuali
penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan
oleh menteri keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima orang pribadi yang berhak dari badn atau lembaga amal zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang di akui di indonesia yang diterima oleh
orang pribadi tang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah.
5. Beasiswa yang diperoleh atau diterima oleh warga negara indonesia dari wajib pajak
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat
pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi yang tidak mempunyai
hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi, dan pengurus dari wajib
pajak pemberi beasiswa.
Menghitung pajak penghasilan pasal 21
Seperti halnya menghitung pajak penghailan yang terutang yang telah dibahas PPh pasal 21 yang
dipotong oleh pemotong pajak secara umum dirumuskan
PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

 Tarif PPh pasal 21


Tarif berikut digunakan sebagai dasar menghitung PPh pasal 21
1. Tarif pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang nomor 36 tahun 2008 dengan ketentuan sebagai
berikut:
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Rp0 s.d Rp50.000.000 5%
Di atas Rp50.000.000 s.d Rp250.000.000 15%
Diatas Rp250.000.000 s.d Rp500.000.000 25%
Diatas Rp500.000.000 30%
2. Tarif khusus
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang diterima oleh
pejabat PNS, anggota TNI/POLRI, dan pensiunannya
1. Tarif 0% dari jumlah bruto honorariom atau imbalan bagi PNS besar golingan I dan golongan II,
anggota TNI/POLRI golongan pangkat perwira tangtama dan bintara, dan pensiunannya
2. Tarif 5% dari jumlah bruto honorariom atau imbalan bagi PNS golongan III, anggota TNI/POLRI
golongan pangkat perwira pertama, pensiunannya
3. Tarif 15% dari jumlah bruto honorariom atau imbalan bagi PNS golongan IV,
anggota TNI/POLRI golongan pangkat perwira menengah dan tinggi, dan
pensiunannya
b.Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiunan yang
diterima sekaligus.
1. Tarif 0% dan dari penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000
2. Tarif 5% dari penghasilan bruto diatas Rp50.000.000 sampai dengan Rp100.000.000
3. Tarif 15% dari penghasilan bruto diatas Rp100.000.000 sampai dengan
Rp500.000.000
4. Tarif 25% dari penghasilan bruto diatas Rp500.000.000
c. Tarif khusus berikut diterpkan atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua
1. Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000
2. Tarif 5% atas penghasilan bruto diatas Rp50.000.000
d. Tarif khusus 5% atau upah/uang saku harian, mingguan, borongan, satuan yang
diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebualan kurang dari
Rp10.200.000 (dibayar tidak secara bulanan)
Tarif pajak penghasilan pasal 21 yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidk
memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif
yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukan PNWP. Kepemilikan
nomor pokok wajib pajak (NPWP) dapat dibuktikan oleh jawib pajak antara lain
dengan menujnukan kartu NPWP .
Contoh:
Penghasilan kena pajak sebesar Rp75.000.000
Pajak penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:
5% x Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp25.000.000 Rp3.750.000 (+)
Jumlah Rp6.250.000
Pajak penghasilan yang harus dipotong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah
5% x 120% x Rp50.000.000 Rp3.000.000
15% x 120% x Rp25.000.000 Rp4.500.000 (+)
Jumlah Rp7.500.000
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh pasal 21/26
1. Penghasilan kena pajak
2. Penghasilan bruto
3. Sebesar 50% dari penghasilan bruto
4. Sebesar 50% dari jumlah kumulatif penghasilan bruto
Besarnya tarif dan dasar pengenaan pajak ditentkan oleh kelompok pnerima
penghasilan dan jenis penghasilan misalnya, penghitungan PPh pasal 21 atas
penghasilan berupa gaji yang bersifat teratur yang diterima oleh pegawai tetap berbeda
penerima yang berbeda tarif dan dasar pengenaannta bisa berbeda. dengan
penghitungan PPh pasal 21 atas imbalan atau honorarium yang beersifat tidak teratur
yang diterima oleh pegawai tetap. Penghasilan yang sama diterima oleh kelompok
Tata cara penghitungan pemotongan PPh pasal 21
Hitungan 1
Diterapkan pada pegawai tetap. Perhitungannnya dikelompokan menjadi 2, yaitu
1.Perhitunagn PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
setiap bulan Desember atau awal bulan ketika pegawai tetap berhenti bekerja, terdiri atas :
a. Pegawai tetap menerima gaji bulanan
b. Pegawai tetap menerima gaji mingguan dan harian
c. Pegawai tetap menerima uang rapel
d. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, jasa produksi, dan lainnya !bersifat tidak
teratur“
e. Pegawai tetap dipindahtugaskan dalam tahun berjalan
f. Pegawai tetap berhenti bekerja atau mulai bekerja dalam tahun
g. Pegawai tetap dengan penghasilan sebagian atau seluruhnya diperoleh dalam mata uang
asing
h. Pegawai tetap dengan sebagian atau seluruh PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja
i. Pegawai tetap menerima tunjangan pajak
j. Pegawai tetap menerima penghasilan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang
diberikan oleh wajib Pajak yang pengenaan pajak penghasilannya bersifat final atau
berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit)
k. Pegawai tetap yang baru memiliki NPWP pada tahun berjalan
PTKP Wajib Pajak Tidak Kawin
(TK)

Uraian Status PTKP

Wajib Pajak TK0 54.000.000,-

Tanggungan 1 TK1 58.500.000,-

Tanggungan 2 TK2 63.000.000,-

Tanggungan 3 TK3 67.500.000,-


PTKP Wajib Pajak Kawin

Uraian Status PTKP

WP Kawin K0 58.500.000,-

Tanggungan 1 K1 63.000.000,-

Tanggungan 2 K2 67.500.000,-

Tanggungan 3 K3 72.000.000,-
PTKP 2016 Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan
suami digabung
Uraian Status PTKP

WP Kawin K/I/0 112.500.000,-

Tanggungan 1 K/I/1 117.000.000,-

Tanggungan 2 K/I/2 121.500.000,-

Tanggungan 3 K/I/3 126.000.000,-


1.Tunjangan PTKP untuk Anak Atau tanggungan
maksimal 3 Orang
2.TK : Tidak kawin
3. K : Kawin
4. K/I : Kawin dan penghasilan pasangan
digabung
Contoh
tommy hakim berkeja di universitas nusantara. Ia memperoleh gaji sebulan berupa gaji pokok
Rp6.000.000,00. tommy hakim membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. tommy sudah
meningkah, tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 6.000.000,00
Pengurangan :
Biaya Jabatan : 5% x Rp 6.000.000,00 Rp 300.000,00
Iuran pensiun Rp 100.000,00 (+) Rp 400.000,00 (-)
Penghasilan neto sebulan Rp 5.600.000,00
Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 6.000.000,00 = Rp 67.200.000,00
PTKP setahun
– untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
– tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 (+) Rp 58.500.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 8.700.000,00
PPh Pasal 21 setahun :
5% x Rp 8.700.000,00 = Rp435.000,00
PPH Pasal 21 sebulan
12 : Rp435.000,00 = Rp 36.250
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai