Anda di halaman 1dari 77

SYSTEM DISORDER AND

DIAGNOSTIC TEST OF ENDOCRINE


DISORDERS
KADEK FAJAR NOVENDRA 110115194 / KP. D
I GUSTI KADEK SURYA AMERTHA 110115162 / KP. D
SAHRUL RIADI 110115202 / KP. D
ELDO DANIANTO 110115207 / KP. D
I PUTU KURNIA PRANATA 110115167 / KP. D
KADEK BAYU SISWINTARA 110115172 / KP. D
I WAYAN SUJANA PUTRA 110115171 / KP.D
IVAN AGUNG PURNAMA 110115209 / KP. D
Kelainan endokrin sering diakibatkan oleh
kekurangan atau kelebihan hormon, yang
menyebabkan ketidakseimbangan fungsi fisiologis
tubuh.

Penilaian laboratorium tentang gangguan


endokrin didasarkan pada konsentrasi
hormon plasma dan integritas mekanisme
umpan balik yang mengatur hormon
tersebut.

• Hubungan antara hormone (insulin) dengan target


substrat (glukosa)
• Evaluasi fungsi tiroid dan kelenjar adrenal
• Hubungan antara vasopressing (antidiuretic hormone
[ADH]) dan serum dan osmolaritas urin yang
digunakan untuk mendemonstrasikan dasar untuk uji
kekurangan air dalam mendiagnosis diabetes insipidus
GLUCOSE
HOMEOSTASIS
MACAM – MACAM
SISTEM ENDOKRIN
KLASIFIKASI DIEBETES MELITUS

TIPE 1 IDDM (insulin-dependent DM)

NIDDM (adult onset or noninsulin


TIPE 2 dependent DM)

Gestational
DM
PERBEDAAN KARAKTERISTIK DM TIPE 1
DAN DM TIPE 2
KARAKTERISTIK TIPE 1 TIPE 2
USIA MASA KECIL ATAU REMAJA > 40 TAHUN
REPIDITAS MENDADAK BERTAHAP
RIWAYAT KELUARGA PENINGKATAN PREVALENSI DM TIPE PENINGKATAN PREVALENSI DM TIPE
1 2
BERAT BADAN KURUS DAN KURANG GIZI OBESITAS
SEL ANTIBODI DAN SEL PANKREAS IYA TIDAK
YANG MEMEDIASI IMUNITAS
KETOSIS SECARA UMUM TIDAK SELALU

INSULIN BERKURANG PADA AWAL SAKIT JUMLAHNYA SEDIKIT, NORMAL,


ATAU TIDAK ADA SAMA SEKALI ATAU TINGGI (MENUNJUKKAN
RESISTENSI INSULIN)

GEJALA POLIURIA, POLIDIPSIA, POLIPAGIA, ASIMTOMATIK, POLIURIA, PILIDIPSIA,


KEHILANGAN BERAT BADAN POLIPAGIA
GESTATIONAL DM
Biasanya berkembang selama kehamilan
trisemester ketiga

Pasien dengan Gestational DM 30%-50%


kemungkinan dapat berkembang menjadi
DM tipe 2

Wanita dengan diabetes TIDAK


yang akan hamil atau
wanita yang didiagnosis
TERMASUK
diabetes diawal GESTATIONAL
kehamilan DM
PATOFISIOLOGI
DM TIPE 1 dan DM TIPE 2
PATOFISIOLOGI GESTATIONAL DM

INSULIN

Saat seorang wanita hamil, kadar gula dalam tubuh otomatis naik. GESTATIONAL DM
Jadi, tubuh membutuhkan insulin ekstra selama kehamilan. Dan jika
insulin ekstra tidak diproduksi oleh pankreas untuk mengurangi kadar
gula dalam darah, diabetes gestasional dapat terjadi. Memiliki
kadar gula tinggi selama kehamilan tidak hanya berbahaya bagi
Anda tapi juga bagi bayi Anda.
PATOFISIOLOGI GESTATIONAL DM
(lanjutan)

Biasanya, pankreas pada ibu hamil dapat menghasilkan


insulin yang lebih banyak (sampai 3x jumlah normal) untuk
mengatasi resistensi insulin yang terjadi. Namun, jika jumlah
insulin yang dihasilkan tetap tidak cukup, kadar glukosa
darah akan meningkat dan menyebabkan diabetes
gestasional
PENYEBAB SEKUNDER DM
Beberapa pengobatan dapat menginduksi terjadinya
DM. Contohnya sebagai berikut :

Golongan Contoh Mekanisme


Kortikosteroid sistemik Prednisone Mengurangi penyerapan
glukosa
Thiazide Diuretik Hidrokloridthiazide, Inhibisi rilis insulin
Klorthalidone Hipokalemia yang
memediasi penurunan
control terhadap glukosa
Statin Atrovastatin, Simvastatin, Menurunkan sensitivitas dari
Rosuvastatin otot skeletal insulin

Pustaka :(2014) Presc Lett 21(5): 28


C-Peptide
DIAGNOSTIC Diabetes-Related
LABORATORY TEST Autoantibody
Testing
C-Peptide C-peptide diproduksi dengan jumlah yang sama dengan
insulin oleh sel beta pankreas.

Tujuan pemeriksaan C-Peptide untuk menggambarkan


fungsi sel beta residual pada individu dengan diabetes
melitus (DM) yang bergantung insulin.

Insulinomas (insulin-producing tumors) dan


dapat terlihat dengan hipokalemia,
C-Peptide
kehamilan, sindrom cushing, dan gagal
ginjal.

terkait dengan
rendahnya Hal ini dapat terjadi bila
C-Peptide tingkat produksi insulin tidak cukup diproduksi
insulin oleh sel beta
C-Peptide
Tes bisa dilakukan saat DM baru saja ditemukan dan belum
jelas apakah dia termasuk DM tipe 1 atau tipe 2.

DM tipe 1 DM tipe 2
Ketika baru didiagnosis
DM tipe 1 atau 2

Insulin dan C- C-peptide dalam kondisi


peptide normal atau tinggi

C-peptide digunakan untuk membantu menentukan seberapa


jumlah insulin yang masih diproduksi oleh pankreas
Manfaat Pemeriksaan
1) Diagnosis dan mengetahui penyebab hipoglikemia;
2) Membantu dalam klasifikasi DM;
3) Memeriksa adanya gangguan pankreatic tumor (insulinomia)
4) Monitoring status fungsi sel beta dalam kondisi DM tipe 2
untuk memutuskan bahwa injeksi insulin mungkin dibutuhkan;
C-Peptide
Persiapan yang dibutuhkan untuk menjalani tes insulin C-peptida tergantung
pada usia dan alasan pemeriksaan. Dalam beberapa kasus, Anda mungkin
diminta untuk berpuasa selama 12 jam sebelum tes. Puasa mengharuskan
PERSIAPAN
Anda untuk tidak makan atau minum apa pun, kecuali air putih sebelum tes.
Anda juga mungkin harus berhenti minum obat tertentu. Dokter Anda akan
memberikan petunjuk khusus berdasarkan kebutuhan medis tertentu Anda.

Tes insulin C-peptida dapat menyebabkan beberapa ketidaknyamanan


ketika sampel darah diambil. Efek samping yang umum termasuk rasa sakit
sementara atau berdenyut di area suntikan. Efek samping yang umum
terjadi termasuk:
• Kesulitan memperoleh sampel. Anda mungkin harus disuntik berkali-kali.
RESIKO
• Perdarahan yang berlebihan di area suntikan
• Pingsan akibat kehilangan darah
• Akumulasi darah di bawah kulit, yang dikenal sebagai hematoma
(memar)
• Infeksi di tempat suntikan jarum
HASIL PEMERIKSAAN C-PEPTIDE
NORMAL SKOR RENDAH SKOR TINGGI
0,51-2,72 nanogram per mililiter • Rendahnya tingkat C- • Tingginya kadar C-peptida
(ng/mL). peptida dan kadar glukosa dengan tingkat gula darah
darah yang tinggi bisa yang tinggi bisa menjadi
menjadi indikator dari indikasi dari resistensi insulin
diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2
• Rendahnya kadar C- • Tingginya kadar C-peptida
peptida dengan kadar yang menyebabkan kadar
glukosa darah yang rendah glukosa darah menjadi
bisa menjadi indikator dari rendah (hipoglikema)
hipoglikemia yang adalah akibat dari
disebabkan oleh insulinoma (tumor
penggunaan insulin pankreas), kecuali adanya
eksogen yang berlebih. pengaruh terhadap hasil
akibat obat obat penurun
glukosa.
Diabetes – related autoantibody testing

TUJUAN
Membedakan antara DM tipe 1 (autoimun) dan
DM tipe 2 sebagai tahap inisiasi awal untuk
mendapatkan pengobatan yang lebih tepat
dalam mengurangi komplikasi penyakit.

1. ICA (Islet cell cytoplasmic autoantibodies)


2. GADA (Glutamic Acid Decarboxylase
4 test autoantibodi
autoantibodies)
yang paling umum 3. IA-2A (Insulinoma-associated-2 autoantibodies)
4. IIA (Insulin autoantibodies)
Diabetes – related autoantibody testing
NAMA TES DESKRIPSI KOMENTAR

ICA (Kelompok Antibodi Mengukur kelompok sel Salah satu bentuk sel
Sel Sitoplasma) antibodi yang dituju, kelompok antibodi yang
berbanding dengan umum terdeteksi pada
berbagai macam sel sebuah penyakit, terdeteksi
kelompok protein (catatan: sekitar 70-80% pasien yang
sel beta adalah salah satu baru didiagnosis diabetes
tipe sel kelompok) tipe 1.

Uji autoantibodi yang Merupakan salah satu


ditujukan untuk melawan autoantibodi yang paling
sel beta protein (antigen) umum terdeteksi pada
GADA (Autoantibodi Asam tetapi spesifik hanya untuk pasien yang baru
Glutamic Decarboxylase) sel beta didiagnosis diabetes tipe 1
(sekitar 70-80%)
Diabetes – related autoantibody testing
NAMA TES
IA-2A (Autoantibodi 2 yang DESKRIPSI
Uji autoantibodi yang KOMENTAR
Terdeteksi pada sekitar 60%
Berasosiasi-Insulinoma) ditujukan untuk melawan sel diabetes tipe 1
beta antigen, tetapi tidak
spesifik
IIA (Autoantibodi Insulin) Autoantibodi yang ditujukan Terdeteksi pada sekitar 50%
untuk insulin; insulin adalah anak-anak penderita
satu-satunya antigen yang diabetes tipe 1; jarang
diperkirakan sangat spesifik terdeteksi pada orang
untuk sel beta dewasa

Tes IAA tidak membedakan


antara autoantibodi yang
menargetkan insulin
endogen dan antibodi yang
diproduksi melawan insulin
exogen
LABORATORY TEST TO
ASSES GLUCOSE CONTROL

Metode yang digunakan

FGP (Fasting Oral Glucose Glycated


Plasma Glucose) Tolerance Test hemoglobin (A1c)
FASTING PLASMA GLUCOSE AND TWO-
HOUR POSTPRANDIAL GLUCOSE

Kategori nilai FPG


1. FPG < 100 mg/dL (5,6 mmol/L)
menggambarkan nilai normal FPG
2. FPG ≥ 100 mg/dL dan <126 mg/dL
menggambarkan prediabetes
3. FPG ≥ 126 mg/dL menggambarkan diagnosis
diabetes sementara
FASTING PLASMA GLUCOSE AND TWO-
HOUR POSTPRANDIAL GLUCOSE
Tes ini dapat menghitung kemampuan insulin dalam
mencegah tingginya kadar glukosa pada saat puasa dan
digunakan untuk monitor pengobatan pasien dengan kadar
glukosa yang abnormal.

Untuk uji ini, pasien diminta berpuasa selama 8 jam sejak


malam sebelum diambil darah.
Polycystic
ovary
tidak aktif syndrome
Pengujian pada penderita asimtomatik secara fisik Vascular disease,
harus dipertimbangkan pada orang Hipertensi,
dewasa dari segala usia yang kelebihan dislipidemia
berat badan atau obesitas dengan faktor A1c ≥ 5,7%
risiko Wanita yang
Etnis tertentu sebelumnya
Gestational DM
Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)
Kategori :
 Dua jam postload glukosa (PG), <140 mg/dL
(7,8 mmol/L) mewakili toleransi glukosa normal
 Dua jam PG 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L),
mewakili prediabetes (sebelumnya disebut
gangguan toleransi glukosa)
 Dua jam PG ≥200 mg/dL (≥11,1 mmol/L)
merupakan diagnosis sementara diabetes
Diagnosis harus dikonfirmasi seperti yang
dijelaskan pada tabel 10-3
Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)
TUJUAN DILAKUKAN TES

Pasien yang mempunyai tanda dan gejala DM tetapi


FPGnya normal atau diduga prediabetes, tidak berlaku
untuk FPG (<126 mg/dL atau <7 mmol/L)
OGTT juga dapat memastikan kemampuan
pankreas mensekresi insulin sebagai respon untuk
homeostasis glukosa.

Pemerikasaan ini juga dapat digunakan untuk


mendiagnosis dm dengan onset selama
kehamilan jika penyakit tersebut mengancam
kesehatan ibu dan janin
Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)
OGTT ini dilakukan dengan pemberian larutan oral glukosa 75 g
selama lima menit setelah puasa selama semalam. Untuk
pediatrik dosis glukosa yang diberikan adalah 1.75/kg BB. Sampel
darah diambil saat sebelum konsumsi glukosa, dan 30, 60, 90,
serta 120 menit setelah konsumsi glukosa dengan penambahan
NaF, kecuali uji dilakukan segera.

OGTT memastikan seseorang didiagnosa DM jika


konsentrasi 2 jam plasma glukosa setidaknya 200 mg/dL
dan diduga prediabetes jika konsentrasi 2 jam plasma
glukosa adalah 140-199 mg/dL.
Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)
Diagnosis OGTT terhadap DM gestational dapat
dipastikan jika nilai plasma glukosa mencapai :

FPG ≥ 92 mg/dL
Nilai OGTT 1 jam ≥ 180 mg/dL
Nilai OGTT 2 jam ≥ 153 mg/dL

• Pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mempunyai


DM dan tidak memilki resiko DM dapat dilakukan
skrining pada minggu ke 24-28 kehamilan.
• Skrining tes dilakukan dengan mengukur kadar glukosa
darah puasa dan kadar glukosa 2 jam setelah
pemberian larutan glukosa oral dengan dosis 75 g.
GLYCATED HEMOGLOBIN (A1c)
Pengukuran A1c menunjukkan kontrol glukosa
selama kejadian sebelumnya 2 – 3 bulan

95% pada orang normal 4 – 6%

Prosesnya disebut
Glycosylation
A1C berhubungan dengan
perkiraan glukosa rata-rata
Estimasi rata-rata glukosa (eAG) dihitung dari A1C. Nilai eAG membantu penderita
diabetes menghubungkan A1C mereka ke tingkat pemantauan glukosa harian.

Normal range : 4-5,6 %


Poor control : ≥ 7 %
Hiperglikemi : > 20 %
APAKAH HASIL DARI TES A1c BISA
SALAH?
Chronic
Uremia alcohol Hypertriglyceridemia
intake

• Jenis hemoglobin yang dimiliki kurang umum,


Hemolisis kronis yang dikenal sebagai varian hemoglobin, yang
atau episodik dapat mengganggu beberapa tes A1C.
• Konsentrasi A1c yang rendah

Tes tetap bisa Hasilnya dibandingkan dengan


Penyakit stabil hasil tes pasien sebelumnya
digunakan

Tes tidak A1c bervariasi


digunakan
TABEL DIAGNOSIS DM BERDASARKAN
FPG, OGTT, A1c
VENOUS PLASMA GLUCOSE (mg/dL)
LEVEL OF FPG OGTT VALUE OGTT VALUE A1c
GLUCOSE (30,60, or 90 (2hr)
TOLERANCE min)

“Normal” <100 <200 <140 <5,7%


Prediabetes 100-125 >200 140-199 5,7-6,4%
DM ≥126 >200 >200 ≥6,5%
Gestational >92 >180 (1hr) >153
DM
FRUCTOSAMINE
Fruktosamin adalah istilah umum yang
diterapkan pada protein terglikosilasi pada
serum dan plasma (contohnya albumin).

Pemeriksaan Fructosamine dilakukan 2-3 minggu sekali berdasarkan


masa hidup albumin (14-20 hari) dan serum protein (2,5-23 hari)

Kadar Serum fructosamine pada pasien DM yang obesitas lebih rendah


dibandingkan dengan pasien DM yang kurus

Normal range : 51 mg/dL (<285 mikromol/L)


FRUKTOSAMIN

Diabetes pembentukan
kadar glukosa
(DM) glikasi yang
lebih stabil

kadar fruktosamin
yang tersirkulasi

Fruktosamin digunakan untuk alat


monitor kontrol glukosa jangka
pendek seperti Gestational DM.
HAL YANG MEMPENGARUHI HASIL
PEMERIKSAAN FRUKTOSAMIN
False elevated

1. Konsentrasi Serum hemoglobin >100 mg/dL


(normal: 15 mg/dL)
2. Serum bilirubin >4 mg/dL
3. Serum asam askorbat >5 mg/dL
4. Methyldopa dan Ca dobesilat

False lowered

1. Pada pasien Obesitas


2. Kadar serum protein dan albumin rendah
URINE GLUCOSE GLUKOSA

INSULIN GLUKOSA

GLIKOGEN

GLUKOSA DI URIN

NORMAL : NEGATIF (ditoleransi sampai MAX 180 mg/dL)

Pemeriksaan urin sudah tidak banyak dilakukan dan sudah digantikan


dengan Convenient fingerstick blood sugar testing.
Pemeriksaan glukosa dalam urin direkomendasikan jika pasien tidak mau
melakukan Convenient fingerstick blood sugar testing
Self-Monitoring Tests of Blood Glucose

Blood glucometer dan reagen test strip


Blood glucometer dan reagen test strip
Melibatkan reaksi kimia antara kapiler darah
Generasi
dengan reagen kimia pada strip yang akan
pertama
menghasilkan perubahan warna

Warna yang dihasilkan akan dibaca dengan photometer

Warna yang dihasilkan Semakin gelap warna strip,


menandakan konsentrasi menandakan konsentrasi
glukosa darah glukosa darah yang tinggi

• Jumlah sampel darah yang besar (> 12 mikro liter)


KEKURANGAN
• Alat harus sering dikalibrasi
Blood glucometer dan reagen test strip
cahaya
Faktor yang mempengaruhi
pembacaan alat temperatur

kelembaban
ketinggian

Pasien yang terkontrol baik dengan OAD harus memonitor


kadar glukosa darah setidaknya satu kali sehari dan lebih
Frekuensi monitoring glukosa ditingkatkan frekuensinya menjadi 2-4 kali sehari jika
terdapat perubahan obat dan dosis obat.

Pada kehamilan, monitoring bisa dilakukan 4-6 kali sehari


DIAGNOSIS
HIPERGLIKEMIA

DIABETES
DM atau KETOASIDOSIS Hyperosmolar
Prediabetes Hyperglycmia State
DM atau Prediabetes
Tujuan Terapi

Dilakukan control glukosa yang ketat, termasuk monitoring


DM TIPE 1 konsentrasi plasma glukosa preprandial (80-130 mg/dL) dan
konsentrasi postprandial <180 mg/dL. Dalam hal ini membutuhkan 3
atau lebih injeksi insulin perhari dan self-monitoring kadar glukosa.

Secara umum kebutuhyan insulin untuk pasien DM tipe 1 dengan


BMI < 25 kg/m2 adalah 0,5-1 unit/kg per hari

DM TIPE 2 Kebutuhan insulin untuk pasien DM tipe 2 bervariasi berdasarkan


derajat defisiensi dan resistensi insulin

Pasien dengan BMI <25kg/m² disarankan menggunakan insulin intermediate atau long-
acting insulin 5-10 unit pada malam hari sebelum tidur
Pasien dengan BMI >25kg/m² disarankan menggunakan insulin intermediate (NPH), long-
acting (Glargine U 100) atau Ultra long-acting (Glargine U 300 atau Degludec U 200) pada
malam hari atau kombinasi insulin (70/30) sebelum makan malam.
TERAPI DIABETES MILITUS
UNTUK MENGONTROL KADAR GULA DARAH
INSULIN ONSET (MIN) PEAK ACTION (HR) DURATION (HR)
RAPID ACTIN
LISPRO/ASPART/GLULISINE 5 – 15 0.5-1.5 4-6

REGULAR INSULIN 12-15 60 2.5-3


INHALATION POWDER
(AFREZZA)

SHORT-ACTING
HUMAN REGULAR 30-60 2-4 6-10
INTERMEDIATE-ACTING
HUMAN NPH 60-120 4-8 10-18
COMBINATION 70/30 30-60 2-8 14-18
50/50, 75/25
LONG ACTING
DETEMIR U-100 60 – 180 6-8 6-23
GLARGINE U-100 60 – 180 Peakless 24
DEGLUDEC U-200 30 – 90 Peakless 40
GLARGINE U-300 60 - 180 peakless 36-42
PROFIL AKTIVITAS PADA PERBEDAAN TIPE
INSULIN
Diabetes Ketoasidosis (DKA)
PENYEBAB • Infeksi, stress
• Tidak patuh pada terapi insulin
• Tidak terdiagnosis DM tipe 1

• Dehidrasi
Tanda dan Gejala
• Lesu
• Nafas berbau aseton
• Sakit perut
• Takikardia
• Orthostatic hypertension
• Tachypnea
• Hipotermia ringan

DKA dikarakteristik
dengan tingginya Dengan penggunaan insulin,
> 250 mg/dL (13,9 mmol/L) laju penurunan konsentrasi
konsentrasi glukosa
darah glukosa darah yaitu 75 – 100
mg/dL/jam
Diabetes Ketoasidosis (DKA)
Blood and Urine Ketones

Pemeriksaan β-keton dalam darah dilakukan karena keton terdeteksi dalam


darah jauh lebih awal dibandingkan dalam urin. Jadi adanya pemeriksaan β-
keton dalam darah dapat memperingatkan dini pada pasien akan datangnya
DKA.

Konsentrasi β-hydroxybutyric acid


dikatakan normal jika < 0,6 mmol/L.

Pasien dengan konsentrasi β-hydroxybutyric acid diantara 0,6 dan 1


mmol/L harus menggunakan tambahan insulin untuk meningkatkan
cairan untuk membawa keton keluar tubuh

Pasien dengan konsentrasi β-hydroxybutyric acid diantara 1-3 mmol/L


harus menghubungi terapisnya. Pasien harus segera melapor ke gawat
darurat jika konsentrasi β-hydroxybutyric acid > 3 mmol/L
Hyperosmolar Hyperglycemia State
(HHS)
Hyperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah kondisi
yang paling sering terjadi pada pasien lansia dengan DM
tipe 2 dan biasanya diikuti stress atau penyakit dehidrasi
(yang dirasa kurang minum) sehingga terjadinya osmotic
diuresis.

KARAKTERISTIK PASIEN

• Hiperglikemia berat(Konsentrasi glukosa >600 mg/ dL atau


>33,3 mmol/L)
• Decrased mentation (misal : Lesu,Kebingungan, dehidrasi)
• Neurologic manifestations (misal : kejang dan defisit
hemisensori)
Laboratory Testing
Guidelines for Diagnosis
and Monitoring of Diabetes
Tyroid

Triiodothyronine Thyroxine
(T3) (T4)
Hormon tiroid berperan dalam metabolism umum (sintesis
protein), perkembangan umum (pembentukan hormone
pertumbuhan), diferensiasi jaringan (proses tumbuh
kembang) dan ekspresi gen.
Setengah hingga 2/3 hormon ini berada di luar tiroid. Di
dalam darah hormone ini terikat pada 2 protein pengikat
spesifik yaitu Thyroxyne binding globulin (TBG) dan Thyroxine
binding prealbumin (TBPA).

THYROID

Dalam melakukan aktivitasnya hormon tiroid membutuhkan yodium. Bila


terjadi defisiensi yodium dalam kelenjar tiroid, kecepatan pembentukan
hormone mula-mula tetap, tetapi persediaan yodium dalam kelenjar tiroid
semakin berkurang. Dalam keadaan demikian kelenjar tiroid berusaha
mengambil yodium dalam darah. Bila deficit yodium semakin besar maka
pengeluaran hormone akan semakin berkurang.
TSH merupakan hormon yang
diproduksi oleh kelenjar pituitari di
dasar otak sebagai respons terhadap
sinyal dari kelenjar hipotalamus di otak.
TSH meningkatkan pertumbuhan
kelenjar tiroid di leher dan
merangsangnya untuk menghasilkan
lebih banyak hormon tiroid. Bila ada
hormon tiroid dalam jumlah berlebihan,
kelenjar pituitary berhenti memproduksi
TSH, mengurangi produksi hormon
tiroid. Mekanisme ini mempertahankan
tingkat hormon tiroid yang relatif
konstan yang beredar dalam darah.
Tyroid Disorder

Goiter Hipotiroidisme Hipertiroidisme


HIPOTIROID

Hipotiroid kelenjar tiroid tidak mampu


primer memproduksi hormon tiroid

Hipotiroid anterior pituitary tidak dapat


sekunder mensekresi TSH

Hipotiroid hipotalamus tidak dapat


tersier memproduksi TRH
Klasifikasi hipotiroidisme dari etiologinya
Primary Kekurangan yodium
asupan iodida berlebihan
ablasi tiroid: operasi pengangkatan tiroid, pasca
(radioaktif yodium) pengobatan tirotoksikosis, radiasi
neoplasma
tirotoksin hashimoto (autoimun)

tiroiditis subakut
Ketidaknormalan genetik pada sintesis hormon tiroid

Pengobatan: propylthiouracil, methimazole,


thiocyanate, lithium,amiodarone
Makanan: asupan makanan goitrogenik berlebihan
(misalnya kubis dan lobak)
Secondary Hipopituitarisme: adenoma, terapi leser, pituitari,
destruksi, disfungsi hipotalamus sarcoidosis

Other T reseptor yang tidak normal


HIPERTIROID
Produksi PTH berlebihan, biasa disebabkan oleh adenoma
paratiroid, hyperplasia paratiroid atau produksi ektopik PTH
atau PTHRP (PTH related peptide), suatu peptide yang mirip
PTH. PTHRP banyak ditemukan pada berbagai karsinoma.
Tanda bioimiawi hiperparatiroidisme adalah kenaikan ion
kalsium serum dan PTH serta penurunan kadar fosfat serum.
Hiperparatiroid sekunder ditandai oleh hyperplasia kelenjar
paratiroid, hipersekresi PTH dapat dilihat pada penderita gagal
ginjal progresif. Kondisi ini dapat terjadi karena absorbs kalsium
dalam usus tidak efisien dan sebagai kompensasinya PTH
dilepaskan untuk menjaga kadar kalsium tetap normal dalam
cairan ekstrasel.
Klasifikasi hipertiroidisme dari etiologinya
Kelebihan produksi hormon tiroid Penyakit graves

TSH-secreting pituitary adenomas

Hydatidiform moles/choriocarcinomas

Multinodular goiter
Kerusakan tiroid akibat kebocoran
hormon tiroid Lymphocylic thyroiditis
Granulomatous thyroiditis
Subacute thyroiditis

Radiation
Medikasi: obat pengganti tiroid
(berlebihan), amiodarone, agen
radiokontras iodinat, kelebihan yodium
Ovarian teratomas with thyroid element

Metastatic thyroid carcinoma


PEMERIKSAAN
TIROID
FUNGSI
1. Mengukur konsentrasi produk yang disekresikan oleh
kelenjar tiroid
2. Mengevaluasi integritas sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid
3. Menilai fungsi kelenjar tiroid intrinsik
4. Mendeteksi antibodi terhadap jaringan tiroid
T4 bebas (FT4)
Normal range : 0,9-2,3 ng/dL (11,6-29,6 pmol/L)

Pemeriksaan T4 bebas (FT4) merupakan pemeriksaan


menggunakan sampel darah yang diambil dari
pembuluh darah vena untuk mengukur konsentrasi
thyroxine (T4) dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan
protein) dalam darah.

1. Membantu evaluasi fungsi kelenjar tiroid


2. Membantu diagnosis gangguan tiroid
MANFAAT 3. sebagai uji saring hipotiroidisme pada bayi
baru lahir
4. memantau efektivitas pengobatan gangguan
tiroid.
Total Serum Tiroksin (T4)
Normal range : 5.5 – 12.5 ng/dL (71-161 nmol/L)

Peningkatan o Menunjukan adanya penyakit hipertiroid,


total serum T4 o Terjadinya peningkatan konsentrasi TBG,
o Dapat disebabkan oleh sekresi TSH yang
tinggi karena konsentrasi T3 yang sedikit

o Mengindikasikan hipotiroid,
o Penurunan konsentrasi TBG, atau
Penurunan total
o Dapat disebabkan oleh non-tiroidal
serum T4 illness (DM, gagal ginjal, gangguan
hati,infeksi,enzim, CVD, dsb) disertai
penurunan total serum T3,
o TSH menurun dan peningkatan inverse
T3
PENTING
Sejumlah obat dapat mempengaruhi kadar T4 dan FT4, jadi konsultasikan
dengan dokter terlebih dahulu sebelum melalukan tes apakah obat yang
dikonsumsi dapat mempengaruhi kadar tiroid atau tidak

Lihat Tabel 10-11, halaman 213, Chapter 10 (Endocrine Disorders)


Serum T3 Resin Uptake (STRU)
Nilai rujukan rentang : 25-38%
• Test yang secara tidak langsung
memperkirakan jumlah tempat pengikatan
protein yang ditempati oleh T3
• Dapat digunakan untuk membedakan
hipotiroid dan T4 yang rendah akibat non-
tiroidal illness (T3RU naik)

Penyakit Total serum T4 Total serum T3 T3 Resin Uptake

Hipertiroid

Hipotiroid
Index T4 Bebas
Normal range : 1-4 units

Index T4 Bebas = Total Serum T4 (mcg/dL) x T3 Resin Uptake (%)

Penyakit/Obat Total serum T4 T3 Resin Uptake Index T4 Bebas

Hipertiroid

Hipotiroid

Hamil normal

Fenitoin/Salisilat normal

Levothyroxine
Propanolol/Nadol
ol
Total Serum T3
Normal range : 80-200 ng/dL (1,2-3,1 mmol/L)
• Hampir semua kasus pada penyakit Hyperthyroid
dapat disebabkan oleh kenaikan kadar T3 tetapi tidak
diikuti dengan naiknya kadar T4
• Pengukuran kadar T3 lebih sensitif untuk mengukur
Hyperthyroid dibandigkan T4
• Kadar T3 lebih sering normal pada penderita penyakit
Hypotyroid dibandingkan dengan kadar T4
• Dapat dipengaruhi obat-obat seperti :
PTU, Propanolol, glukokortikoid
• Dapat dipengaruhi kondisi-kondisi seperti :
malnutrisi, sirosis, uremia
Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Normal Range : 0,5-50 miliunits/L

Subunit Follicle-stimulating hormone, human


alpha chronic gonadotropin (hCG), luteinizing
hormone

TSH
Subunit sifat fisiologisnya yang spesifik
beta
Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Pemeriksaan TSH telah diklasifikasikan generasinya
berdasarkan sensitivitas fungsionalnya

1st 2ND 3RD dan 4th


generation generation generation

hanya mampu supersensitif yang bisa


mampu mendeteksi mendeteksi serendah
mendeteksi hipotiroid,
TSH mulai 0,05-0,5 0,005 miliunit/L dan
karena batas deteksinya
0,5 miliunits/L miliunit/L 0,004 miliunit/L
Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Penggunaan dalam
medis

Pada pasien hipotiroid kadar TSH


digunakan untuk mengadjust dosis
levothyroxine

Hipotalamus-pituitary axis membutuhkan waktu untuk


merespon perubahan sehingga walaupun kadar T4 dan
T3 sudah kembali normal setelah penggunaan obat
antitiroid (methimazole) TSH butuh 2-3 bulan lagi untuk
kembali normal
THYROID PADA KEHAMILAN
All patients seeking pregnancy, or newly pregnant, should undergo clinical
evaluation. If any of the following risk factors are identified, testing for serum TSH is
recommended:
1. A history of hypothyroidism/hyperthyroidism or current symptoms/signs of thyroid
dysfunction
2. Known thyroid antibody positivity or presence of a goiter
3. History of head or neck radiation or prior thyroid surgery
4. Age >30 years
5. Type 1 diabetes or other autoimmune disorders
6. History of pregnancy loss, preterm delivery, or infertility
7. Multiple prior pregnancies (‡2)
8. amily history of autoimmune thyroid disease or thyroid dysfunction
9. Morbid obesity (BMI ‡40 kg/m2 )
10. Use of amiodarone or lithium, or recent administration of iodinated radiologic
contrast
11. Residing in an area of known moderate to severe iodine insufficiency

Erik K. Alexander et al. 2017. Guidelines of the American Thyroid Association for
the Diagnosis and Management of Thyroid Disease During Pregnancy and the Postpartum.
Mary Ann Liebert, Inc. American Thyroid Association. Volume 27, Number 3, 2017
Radioactive Iodine Uptake Test
Normal range : 12-20% dalam 6 jam dan 5-25% dalam 24 jam

Tujuan Pemeriksaan

Digunakan untuk melihat kemampuan kelenjar tiroid dalam


mengabsorbsi radioactive iodine dan memproduksi hormon
tiroid

Digunakan untuk membedakan hipertiroid akibat subakut


tiroiditis atau penurunan uptake iodine

WARNING !!! PADA IBU HAMIL


Radioactive Iodine Uptake Test

Faktor yang mempengaruhi hasil tes RIU


RIU tinggi RIU rendah
Thyrotoxicosis Tiroiditis akut
Defisiensi iodine Pasien yang mengonsumsi
iodine, PTU
Post-tiroiditis Hipotiroid
rebound setelah penggunaan Pasien dengan terapi hormon
obat tiroid tiroid eksogen
Antithyroid antibodies
Antibodi yang "menyerang" berbagai komponen jaringan
tiroid dapat dideteksi dalam serum pasien dengan
autoimun seperti hashimoto thyroiditis dan penyakit graves

Pada penyakit graves dan hipertiroid disebabkan oleh antibodi,


yang merupakan reseptor TSH. Antibodi ini kebanyakan
merangsang reseptor TSH tetapi juga dapat melengkapi TSH
yang menghambat stimulasi TSH kelenjar tiroid.

antibodi mikrosomal tiroid dan tes serologis tiroglobulin dapat


meningkat atau positif pada pasien dengan penyakit
autoimun nonthyroidal.
Diagnosis laboratorium disfungsi
hipotalamus pituitari-tiroid
Diagnosis laboratorium hipotalamus primer dapat dilakukan
dengan indeks T4 bebas rendah dan konsentrasi TSH serum
normal atau rendah menunjukkan hipotiroid sekunder atau
tersier atau penyakit nonthyroid.

Dengan adanya tes TSH ultrasensitif, banyak dokter


memulai evaluasi mereka dengan tes ini. Total serum T4
dan T4 bebas atau indeks T4 bebas biasanya digunakan
dan meningkat pada hampir semua pasien hipertiroid.

Anda mungkin juga menyukai