Anda di halaman 1dari 35

Hipersensitivitas

KELOMPOK 5
SI-VIA
Egie Octafiranti (1601013)
Mega Restia (1601025)
Meri Ernilawati (1601027)
Novi Astrianti (1601031)
Rani Septiana Putri (1601036)
Reyvia Rahma Ningsih (1601039)
Winda Sari (1601129)

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Meiriza Djohari, M.Kes., Apt
Agenda Style
01 Defenisi

02 Etiologi

03 Gejala

04 Klasifikasi

05 Terapi
Definisi
Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang
berlebihan, yang terjadi pada individu yang sebelumnya
telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen atau
alergen tertentu.

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas


atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan atau dikenal sebelumnya.
Etiologi
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya
reaksi yang melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E).

Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil yang


berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel mast yang
ditemukan di dalam jaringan.

Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut


berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut
alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk
melepaskan zat-zat atau mediator kimia yang dapat
merusak atau melukai jaringan di sekitarnya. Alergen bisa
berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau
makanan, yang bertindak sebagai antigen yang
merangsang terjadinya respon kekebalan.
Gejala
• Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau
berat.
• Kebanyakan reaksi terdiri dari mata
berair, mata terasa gatal dan kadang
bersin.
• Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi
gangguan pernafasan, kelainan fungsi
jantung dan tekanan darah yang sangat
rendah, yang menyebabkan syok.
Klasifikasi Reaksi
Hipersensitivitas

Menurut Gell
01 dan Coombs

Menurut Waktu 02
Timbulnya Reaksi
1. Reaksi cepat

2. Reaksi
intermediet
Menurut Waktu
Timbulnya Reaksi
3. Reaksi lambat

Klasifikasi Reaksi
Hipersensitivitas 1. Reaksi Tipe I

Menurut Gell dan 2. Reaksi Tipe II


Coombs
3. Reaksi Tipe III

4. Reaksi Tipe IV
Menurut Waktu Timbulnya Reaksi

Tipe Reaksi Waktu timbulnya reaksi manifestasi

1. Reaksi Cepat terjadi dalam hitungan berupa anafilaksis sistemik


detik, menghilang dalam 2 atau anafilaksis lokal.
jam
2. Reaksi Intermediet terjadi setelah beberapa seperti serum sickness,
jam dan menghilang dalam vaskulitis nekrotis,
24 jam glomerulonephritis, artritis
rheumatoid dan LES

3. Reaksi Lambat terlihat sampai sekitar 48 dermatitis kontak, reaksi


jam M. tuberkolosis dan reaksi
penolakan tandur.
Menurut Gell dan Coombs
Reaksi Hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963)
dibagi dalam 4 tipe reaksi, yaitu:
.

Reaksi Tipe I (reaksi Reaksi Tipe III (reaksi


01 03 kompleks imun/antigen-
anafilaksis/reaksi alergi)
antibodi)

Reaksi Tipe II Reaksi Tipe IV (reaksi


02 04
(reaksi sitotoksik) tertunda/terlambat)

06
Reaksi Tipe I (Reaksi Anafilaksis/Reaksi Alergi)

• Disebut juga reaksi cepat atau anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera
sesudah tubuh terpajan dengan alergen.

Pada reaksi Tipe I, allergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan


respons imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi,
asma dan dermatitis atopi.

Urutan kejadian reaksi Tipe I adalah sebagai berikut:


1. Fase sensitisasi
2. Fase Aktivasi
3. Fase efektor
1. Reaksi sensitisasi 2. Fase Aktivasi 3. Fase efektor

Fase aktivasi yaitu waktu


yang diperlukan antara
Fase sensitisasi yaitu waktu pajanan ulang dengan Fase efektor yaitu waktu
yang dibutuhkkan untuk antigen spesifik dan sel terjadi respons yang
pembentukan IgE sampai mast/basophil melepas kompleks (anafilaksis)
diikat silang oleh reseptor isinya yang berisikan sebagai efek mediato-
spesifik (Fcɛ-R) pada granul yang menimbulkan rmediator yang dilepas sel
permukaan sel reaksi. mast/ basofil dengan ativitas
mast/basophil. Hal ini terjadi oleh ikatan farmakologik
silang antara antigen dan
IgE
Mekanisme reaksi Tipe I
mediator utama pada hipersensitivitas Tipe I

Mediator primer Mediator sekunder


• Histamin • LTR(SRS-A)
• ECF-A • PG
• NCF-A • Bradikinin
• Protease (tritase, kimase) • Sitokin
• Eosinophil Chemotactic Factor • IL-1 dan TNF-α
• Hydrolase asam • IL-4 dan IL-13
• PAF • IL-3, IL-5, IL-6, IL-10. TGF-β
• NCA dan GM-CSF
• BK-A • IL4, PMN
• Proteoglikan • TNF-α
• Enzim • FGF
• Inhibitor protease
• Lipoksin
• Leukotrin (LCT4 LTD4 LTE4)
• Leukotrin B4, 15-HETE
• PAF
Manifestasi Reaksi Tipe I

Jenis manifestasi Manifestasi

1. Reaksi local Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung, dan saluran napas.

2. Reaksi sistemik- Timbul secara sistemik


anafilaksis

3. Reaksi Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria,
pseudoalergi atau bronkospasme, pruritus, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun.
anafilaktoid
Reaksi Tipe II atau sitotoksik atau sitolitik

Reaksi hipersensitivitas Tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau


sitolitik, terjadi karena dibentuk antibody jenis IgG atau IgM terhadap antigen
yang merupakan bagian sel penjamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi
dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membrane sel tergantung
apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan.
Mekanisme Reaksi Tipe II atau sitotoksik atau sitolitik

1. Opsonisasi komplemen C3b dan fagositosis makrofag


Mekanisme Reaksi Tipe II atau sitotoksik atau sitolitik

2.Komplemen dan reseptor Fc yang memediasi inflamasi dan kerusakan jaringan


Mekanisme Reaksi Tipe II atau sitotoksik atau sitolitik

3.Anti Receptor Antibodi


Manifestasi Klinik Type II
Reaksi Transfusi Penyakit Hemolitik bayi Anemia Hemolitik Reaksi obat-obatan
yang baru lahir
Darah yang ditransfusikan ditimbulkan oleh Antibiotika tertentu Obat-obat yang bertindak
memacu pembentukan inkompatibilitas Rh dalam membentuk kompleks sebagai hapten akan
IgG terhadap berbagai kehamilan, yaitu pada ibu sebagai molekul hapten bergabung pada
antigen membrane dengan golongan darah pembawa sehingga permukaan sel atau sel-
golongan darah, tersering Rhesus negative dan membentuk antibody sel darah lalu akan
adalah golongan Rhesus, janin dengan Rhesus yang selanjutnya menginduksi
Kidd, Kell, dan Duffy positif mengikat obat pada sel pembentukan antibodi
darah merah dan dengan sebagai respon terhadap
bantuan komplemen obat-obatan yang
menimbulkan lisis dengan digunakan. Selanjutnya
dan anemia progresif antibodi mengikat
permukaan sel-sel darah
atau sel jaringan yang
terikat dengan hapten dan
berlangsunglah proses
kerusakan sel-sel
bersangkutan
Reaksi Tipe III atau kompleks imun

• Dalam keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan


diangkut eritrosit ke hati, limpa dan disana dimusnahkan oleh sel
fagosit mononuclear
• Reaksi tipe III akan timbul bila kompleks imun tersebut
mengendap di jaringan atau pembuluh darah, diduga bahwa
gangguan fungsi fagosit merupakan penyebabnya.
Reaksi Tipe III atau kompleks imun
Bentuk Reaksi
Reaksi Tipe III mempunyai dua bentuk reaksi, yaitu reaksi local dan sistemik
A. Reaksi local atau Fenomena Arthus B. Reaksi sistemik - serum sickness

Antigen dalam jumlah besar yang masuk kedalam


Reaksi tipe Arthus dapat terjadi
sirkulasi darah dapat membentuk kompleks imun.
intrapulmoner yang diinduksi oleh
Bila antigen jauh berlebihan disbanding antibody,
kuman, spora jamur atau protein fekal
kompleks yang dibentuk adalah lebih kecil yang
kering yang dapat menimbulkan
tidak mudah untuk dibersihkan fagosit sehingga
pneumonitis atau alveolitis atau
dapat menimbulkan kerusakan jaringan Tipe III di
Farmer’s lung.
berbagai tempat.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
• Reaksi ini disebut tipe hipersensitivitas tertunda
karena responnya tertunda atau lambat
• Ketika Sel T melepas sitokin, bersama dengan
produksi mediator sitotoksik lainnya menimbulkan
respon inflamasi yang terlihat pada tipe
hipersensitivitas IV (tipe lambat).
• Contohnya dermatitik kontak yang diinduksi oleh
etiendiamine, neomisin, anestesi topical,
antihistmin topical dan steroid topical.

Reaksi hipersensitivitas Tipe IV telah dibagi dalam


DTH (Delayed Type Hypersensitivity) dan Sitokin
yang berperan pada DTH.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
1. Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV
• Reaksi Tipe IV merupakan hipersensitivitas granulomatosis.
• Biasanya terjadi terhadap bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti
talcum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.
• Reaksi khas DTH seperti respon imun lainnya mempunyai 2 fase yang dapat dibedakan
yaitu fase sensitasi dan fase efektor
• fase sensitasi membutuhkan 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen.Dalam fase
itu, Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II.

• Pada fase efektor, sel Th1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan
makrofag dan sel inflamasi nonspesifik lain.
• Gejala biasanya baru Nampak 24 jam sesudah kontak kedua dengan antigen. .
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
1. Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV

Gambar 14.13 Reaksi


hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
2. Sitokin yang berperan pada DTH

• sel Th1 berperan dalam menarik dan mengaktifkan makrofag ke


tempat infeksi.
• IL-3 dan GM-CSF menginduksi hematopoiesis local dari sel garis
granulosit-monosit.
• IFN-ƴ dan TNF-β beserta sitokin asal makrofag (TNF-α dan IL-1)
memacu sel endotel untuk menginduksi sejumlah perubahan yang
memudahkan ekstravasasi sel seperti monosit dan sel nonspesifik
lain.
• Neutrofil dan monosit dalam sirkulasi menempel pada molekul
adhesi sel endotel dan bergerak keluar dari vascular menuju rongga
jaringan.
• Neutrofil Nampak dini pada reaksi, memuncak pada 6 jam. Infiltrasi
monosit terjadi antara 24-48 jam setelah pajanan dengan antigen.
Monosit yang masuk jaringan menjadi makrofag yang ditarik ke
tempat DTH oleh kemokin seperti MCP-1/CCL2. MIF mencegah
makrofag untuk bermigrasi keluar dari lokasi reaksi DTH.
Tabel 14.9 Contoh-contoh penyakit yang diinduksi sel T
Penyakit Spesifisitas sel T Penyakit pada manusia Model hewan
Patogenik
Diabetes insulin Antigen pulau Ya, spesifisitas sel T Model pada tikus
dependen (Tipe I) Langerhans (insulin, tidak terbukti transgenik
asam glutamate
dekarboksilase dll)
Artritis reumatoid Antigen dalam sinovium Ya, spesifisitas sel T dan Artritis diinduksi kolagen,
sendi tidak jelas peran antibody tidak dan laiinya
jelas
Sclerosis multiple, MBP, protein proteolipid Ya, sel T mengenal EME diinduksi oleh
EME antigen mielin imunisasi dengan
antigen myelin SSP,
model TCR transgenik
Neuritis perifer Protein P2 asal myelin Sindrom Gullain-Barre Diinduksi oleh imunisasi
saraf perifer dengan antigen myelin
saraf perifer
Miokarditis Miosin ? Diinduksi oleh imunisasi
ekseperimental dengan miosin
autoimun
Infeksi Antigen mikobakteri atau Granuloma dan fibrosis, -
lainnya menginduksi inflamasi menimbulkan
respon sel T dan kerusakan jaringan
makrofag
Bahan Kimia Reaksi DTH Dermatitis Kontak
Klasifikasi reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs
yang dimodifikasi

Klasifikasi hipersensitivitas menurut


Gell dan Coombs telah dimodifikasi
yang membagi reaksi tipe IV
menjadi tipe IVa, IVb, IVc dan IVd
(Gambar 14.16).
Klasifikasi ini digunakan terutama
pada pembagian reaksi alergi obat,
yang berdasarkan atas jenis sel
yang terlibat dalam pathogenesis.

Gambar 14.16 Klasifikasi reaksi


obat menurut Gell dan Coombs
yang dimodifikasi
Terapi
Hipersensitivitas

1 2 3
Mengindari Pengobatan Intervensi
sumber allergen secara imunologis
farmakologi
1. Mengindari
sumber allergen

Individu yang mengindari kontak dengan su


mber allergen diketahui secara klinis memb
aik. Namun, harus selalu memungkinkan me
ngidentifikasi alergen dan apabila teridentifik
asi harus menghindarinya.
2. Pengobatan
secara farmakologi

1. Adrenalin
2. Antihistamin
3. Teofilin
4. Kortikosteroid
3. Intervensi
imunologis

pemberian sejumlah kecil alergen kepada


pasien untuk mendorong produksi IgG
terhadap Alergen. Walaupun bisa efektif,
prosedur ini memiliki kelemahan utama
yaitu memberikan terlalu banyak alergen
dapat memicu serangan anafilaksis yang
berpotensi fatal
Thank You

Anda mungkin juga menyukai