Anda di halaman 1dari 21

MANUSIA,

BUDAYA,
DAN

ETIKA
OLEH

Pdt Fefty O Naray


PENGATNTAR
26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa
Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di
bumi." 27Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar
Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. [Kejadian
1:26-27]; ... ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup, [Kejadian 2 : 7].
28Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah
dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-
ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di
bumi." 29Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-
tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya
berbiji; itulah akan menjadi makananmu. 30 Tetapi kepada segala binatang di bumi
dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa,
Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya" [Kejadian 1:28-30].
18TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." 21Lalu TUHAN Allah
membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah
satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. 22Dan dari rusuk
yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan,
lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 23Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang
dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil
dari laki-laki." 24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. 25 Mereka
keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu,
[Kejadian 2:18-25].
Manusia
Semua agama samawi mempunyai pandangan yang hampir sama
tentang asal usul manusia. Ajaran agama-agama tersebut,
walaupun dengan pengungkapan yang berbeda, setuju bahwa
TUHAN Allah menciptakan alam semesta dan segala sesuatu yang
terbentang di dalamnya, termasuk manusia.
Menurut Alkitab, TUHAN Allah menciptakan
manusia pada akhir hari-hari penciptaan, setelah ada
flora, fauna serta benda-benda lainnya. Semuanya itu
sebagai sarana persiapan untuk kehadiran manusia. Ia
mempersiapkan segalanya dengan sempurna, sebelum
ada mahkota penciptaan.
Dengan demikian, jika TUHAN Allah menciptakan
alam semesta, flora dan fauna hanya dengan
berfirman, namun manusia melalui cara yang berbeda.
Gambar [Ibrani, tselem] atau akal budi, akal sehat, norma-
norma, kebebasan moral, dan lain-lain.
Rupa [Ibrani, demut] atau sesuai asli, sama seperti aslinya.
Manusia adalah rupa dan gambar TUHAN Allah
atau Imago Dei. Sebagai Imago Dei, manusia,
mempunyai kekhasan, misalnya,
 berbeda dari makhluk-makhluk lain;
 manusia adalah satu-satu makhluk hidup yang
mempunyai hubungan dengan-Nya;
manusia sebagai mitra kerja TUHAN Allah untuk
menatalayani dunia;
 manusia memiliki kebebasan dan tanggung
jawab penuh terhadap pengelolaan hidupnya
kepada TUHAN Allah. Kebebasan tersebut, selalu
dikaitkan dengan kebebasan yang
bertanggungjawab terhadap Penciptanya, yaitu
TUHAN Allah.
KEBUDAYAAN dan BUDAYA
1 ... Hawa melahirkan Kain; katanya, “Aku telah mendapat
seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.” 2 Selanjutnya
Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba,
Kain menjadi petani. ... . 12 ... ; engkau menjadi seorang pelarian
dan pengembara di bumi. 16 Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN
dan ia menetap di tanah Nod, di sebelah timur Eden.
17 Kain bersetubuh dengan isterinya dan mengandunglah
perempuan itu, lalu melahirkan Henokh; kemudian Kain
mendirikan suatu kota dan dinamainya kota itu Henokh, menurut
nama anaknya. ... .20 Yabal menjadi bapa orang yang diam dalam
kemah dan memelihara ternak. 21 Nama adiknya ialah Yubal yang
menjadi bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling. ...
22 Tubal-Kain, ialah bapa semua tukang tembaga dan tukang besi.
25 Adam bersetubuh pula dengan isterinya, lalu perempuan itu
melahirkan seorang anak laki-laki dan menamainya Set, sebab
katanya: "Allah telah mengaruniakan kepadaku anak yang lain
sebagai ganti Habel; sebab Kain telah membunuhnya." 26 Lahirlah
seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinamainya
Enos. Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN,
[Kejadian 4 : 1 - 26].
KEBUDAYAAN
adalah salah satu aspek penting pada hidup dan kehidupan manusia
Kejadian pasal 1, mengungkapkan dengan jelas bahwa TUHAN Allah
menciptakan manusia sesuai citra-Nya; sedangkan Kejadian pasal 2,
terungkap bahwa TUHAN Allah melengkapi manusia dengan HAM,
kelengkapan hidup dan kehidupan, serta sebagai pemegang mandat-
Nya atau mandataris TUHAN Allah; Kejadian 3, menyatakan manusia
berdosa, dampak kerberdosaan tersebut adalah penghukuman.
Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, ternyata TUHAN Allah tidak
mencabut kemampuan mereka untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas hidup serta kehidupan.
Hal tersebut, secara sederhana, terungkap dalam Kejadian 4:1-26.
Jika membaca teks tersebut dengan pendekatan teori kebudayaan,
maka akan bertemu banyak hal yang merupakan hasil-hasil budaya.
Misalnya, ritus atau ibadah, pertanian, peternakan, hidup nomade,
bermasyarakat, seni musik dan intsrumennya; perlengkapan besi dan
tembaga, dan lain lain.
Salah satu akibat perkembangan umat manusia adalah nomade menjadi
menetap di suatu tempat. Di tempat baru itu, mereka membangun
komunitas masyarakat yang lebih kompleks. Di situ manusia bersosialisasi
satu sama lain; membangun ikatan sosial; serta memunculkan kebiasaan-
kebiasaan; serta aturan-aturan untuk ditaati bersama. Semuanya itu,
merupakan ikatan agar tidak ada yang melepaskan diri dari komunitas. Hal
itu terjadi karena ada semacam ketakutan untuk hidup sendiri; serta
keinginan untuk hidup bersama sebagai makhluk sosial. Manusia adalah
makhluk sosial, yang
mempunyai naluri berkelompok dan membina hubungan dengan
sesamanya; membina kerjasama untuk menghadapi berbagai tantangan
akibat adaptasi dengan lingkungan; selalu mempunyai interaksi sosial
secara pribadi maupun sosial; mempunyai peran sosial sesuai dengan
kedudukan yang disandangnya; dan lain-lain
belajar mengenal diri sendiri dan lingkungan sosialnya agar ia mampu
berinteraksi dengan sesama di sekitarnya secara tertib dan efektif
mempunyai interaksi sosial, sehingga bisa mampu dan bisa beradaptasi
dengan berbagai situasi dan kondisi
Jadi, kehadiran manusia di Bumi secara langsung maupun tidak,
mempengaruhi serta merubah lingkungan di sekitar keberadaannya.
Sebaliknya, tatanan dan keteraturan [bahkan kesemrawutan] lingkungan
hidup, mendapat pengaruh langsung maupun tidak dari kehadiran
manusia.
Pada sikon itu, dalam rentang waktu yang lama serta terus menerus,
manusia dan alam saling menaklukan satu sama lain. Alam hanya diam
ketika manusia mengeksplornya; sebaliknya alam mampu menunjukkan
keganasannya yang berdampak pada kehancuran serta kematian manusia.
Ternyata manusia tidak sepenuhnya sanggup manaklukan serta melawan
kekuatan maha dasyat alam semesta.
Walaupun demikian, manusia harus tetap hidup dan [terus menerus]
menikmati kehidupannya. Karena itu, ada usaha untuk menciptakan
keselarasan hidup dengan alam; beradaptasi dengan lingkungan;
keteraturan ciptaan; adanya hubungan dengan sesamanya; serta upaya-
upaya mempermudah hidup dan kehidupannya. Upaya-upaya tersebut,
menghasilkan benda-benda, bahasa, penyembahan, tarian, nyanyian, pola
dan kebiasaan. Dan semuanya itu terus menerus dikembangkan hingga
mencapai tahapan yang lebih baik dan sempurna.
Dalam konteks kekinian,
Hasil karya manusia itulah yang disebut kebudayaan. Jadi,
secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta [serta
akal budi] manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya.
Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan [pikiran,
kata, dan tindakan] manusia yang digunakan untuk
memahami serta berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai
sikonnya. Kebudayaan berkembang sesuai atau karena
adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan
serta sikon manusia berada.
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-
unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah
seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia
disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam
atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan
saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu
atau warisan nenek moyangnya; melainkan termasuk
mengembangkan [hasil-hasil] kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada
komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta
kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya
dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami
sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang
menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama
ke dalam komunitas budaya [dan tradisi] tertentu; banyak
unsur-unsur kebudayaan [misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian,
tarian, seni lukis dan ukir] diisi formula keagamaan sehingga
menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan
kebudayaan.
Adanya hasil-hasil kebudayaan baru dan terbaru [iptek, bahasa,
seni, dan lain-lain], berdampak langsung maupun tidak, pada
perubahan dan gaya hidup dan kehidupan manusia. Sepanjang
sejarah manusia, ada banyak temuan baru [pada berbagai
disiplin ilmu] yang menghantar pada peningkatan kualitas hidup
dan kehidupan. Penemuan-penemuan baru itu, kemudian
menyatu dengan gaya hidup dan kehidupan manusia, bahkan
dijadikan standar kebutuhan utama yang universal, [misalnya,
listrik, televisi, radio, mobil, rumah serta perabotannya, bahkan
telepon genggam, dan lain-lain].
ETIKA
Etika atau ilmu [keseluruhan pengetahuan dan pemahaman
tertulis maupun tidak] tentang yang baik dan jahat; tentang hak
dan kewajiban moral.
Etika dihasilkan oleh kebudayaan; dan etika difungsikan atau
sangat berguna dalam hubungan antar manusia yang berbudaya.
Etika yang difungsikan di dan dalam interaksi sosial menghasilkan
hal-hal yang baik, benar, sopan, beradab, tata tertib, dan lain-lain;
atau semua hal yang sesuai etika.
Hal-hal yang sesuai etika itu disebut etis atau kata-kata dan
tindakan-tindakan yang sesuai dengan azas yang disepakati secara
umum. Etika dan etis hanya dapat terlihat jelas melalui tindakan-
tindakan ataupun kata-kata dari orang yang memilikinya.
Jika seseorang tidak mempunyai etika yang baik, maka ia
bertindak tidak etis; dan sebaliknya. Wujud nyata dari etika dan
etis disebut etiket.
Etiket, pada satu sisi, berarti simbol-simbol, lambang-lambang,
dan tanda-tanda yang kelihatan serta menunjukkan kekhasan dari
suatu benda ataupun produk; biasanya, etiket juga menunjukkan
isi, kualitas, kapasitas, serta kegunaan dan mutu atau faedah dari
sesuatu.
.
Di sisi lain, berarti tata cara [adat, sopan santun, perilaku
yang baik, kebiasaan, dan lain-lain] pada masyarakat
[yang berbudaya] untuk membangun dan
mempertahankan hubungan baik dengan sesamanya.
Sehingga, jika etiket hanya dihubungakan dengan
perilaku manusia, maka menunjukkan tampilan diri
seseorang; tampilan diri yang memperlihatkan kualitas
hidup dan kehidupan beradab, sopan, santun, perilaku
yang baik dan benar, menarik; sekaligus ramah dan
menghargai sesamanya.
Karena etika [dan segala sesuatu yang bertalian
dengannya] menyangkut interaksi antar manusia, maka
mengalami perkembangan menjadi etika agama-agama
[Etika Kristen, Etika Islam; Etika Budha, dan seterusnya];
etika politik; etika profesi; etika pelayanan; etika medis;
dan lain sebagainya. Kesemuanya itu, kemudian
menghasilkan atau dibentuk suatu kode etik yang lebih
spesifik sesuai bidang masing-masing profesi. Misalnya,
kode etik kedokteran; kodek etik pengacara; kode etik
rohaniawan; dan seterusnya.
.
ETIKA KRISTEN
Etika Kristen dapat dibagi dalam Etika Kristen Umum dan
Etika Kristen Khusus. Etika Kristen Khusus kemudian dibagi
menjadi beberapa bagian, misalnya Etika Kristen Kapita
Selekta; Etika Kristen Seksual; Etika Pelayanan; Etika Kristen
Sosial-Budaya, dan lain sebagainya. Salah satu unsur yang
penting dalam Etika Kristen adalah pengambilan keputusan
etis.
Secara sederhana, sumber pertimbangan serta pengambilan
keputusan etika Kristen adalah ajaran Yesus Kristus di PB
serta pemahaman serta tindakan-tindakan orang beriman
dalam PL. Akan tetapi, ayat-ayat Alkitab secara tekstual,
tidak bisa menjawab semua permasalahan etis yang terus
menerus muncul seiring perkembangan kebudayaan dan
iptek. Oleh sebab itu, secara khusus, umat Kristen tidak
boleh mencabut atau memakai dengan sembarangan teks-
teks Alkitab untuk membenarkan [ataupun menyalahkan]
tindakan-tindakan ataupun keputusan yang diambil
[dilakukan] sebagai sesuatu yang salah atau benar menurut
etika Kristen.
Pengambilan keputusan etis dalam etika Kristen
memerlukan suatu pemahaman awal [yang
mendalam dan benar] mengenai maksud teks
dan konteks ayat-ayat Alkitab. Pemahaman itu
diteruskan dengan kemampuan serta kemauan
untuk mengaplikasikan maksud TUHAN dalam
teks Alkitab agar dilaksanakan dalam hidup dan
kehidupan manusia.
Dengan demikian pengambilan keputusan serta
tindakan-tindakan etis kristiani merupakan akibat
dari adanya kemanusiaan baru dalam Kristus
pada diri setiap orang percaya. Pengambilan
keputusan etis [Kristiani], merupakan suatu
langkah tepat ketika berhadapan dengan
berbagai permasalahan yang muncul akibat
interaksi dalam lingkungan hidup dan kehidupan
sehari-hari.
NILAI-NILAI HIDUP DAN KEHIDUPAN
Nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan hasil kebudayaan;
atau salah satu unsur kebudayaan adalah nilai-nilai hidup dan
kehidupan? Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan karena
mempunyai kaitan erat. Jika kebudayaan dimengerti sebagi
hasil cipta manusia untuk memperbaiki, mempermudah, dan
meningkatkan kualitas diri; maka nilai-nilai hidup dan
kehidupan merupakan hasil kebudayaan. Akan tetapi, jika
kebudayaan dimengerti sebagai keseluruhan kemampuan
[pikiran, kata, dan tindakan atau perbuatan] manusia; maka
nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan unsur-unsur
kebudayaan yang digunakan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan sesuai sikonnya. Pada interaksi antar manusia,
biasanya mencerminkan etika, etiket, dan kata-kata maupun
tindakan etis yang ada atau melekat pada diri mereka. Di
samping itu, juga memperlihatkan nilai dan norma yang dianut
atau diberlakukan dalam hidup dan kehidupannya. Menurut
maknanya, etika, etiket, hal-hal etis, nilai, dan norma dapat
berlaku atau mempunyai kesamaan secara universal.
Akan tetapi, jika diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk kata dan
tindakan serta perilaku dalam interaksi antar manusia; maka berbeda
sesuai sikon serta lingkungan interaksi itu terjadi.
Orang-orang di benua Amerika, Eropa, Asia mempunyai pengertian
ataupun pemahaman yang relatif sama tentang etika, etiket, hal-hal
etis, nilai, norma. Namun, ada kata-kata, tindakan, dan perilaku
keseharian yang telah menjadi kebiasaan orang-orang Amerika dan
Eropa yang berbeda dengan masyarakat Asia maupun Afrika, dan
seterusnya. Dan jika kebiasaan-kebiasaan itu dipraktekkan pada
sikon Asia, maka dianggap [ataupun disebut dan dituduh] tidak etis
dan tak sesuai nilai-nilai ataupun norma ketimuran, dan lain
sebagainya.

Nilai atau value adalah ukuran [pada diri seseorang] tentang sesuatu
[sikap, kata, situasi, dan lain lain] yang dapat [dan selalu atau sering
kali] mempengaruhi perilakunya. Nilai selalu mempunyai kaitan
dengan norma atau petunjuk-petunjuk agar mempunyai hidup serta
berperilaku yang baik. Norma biasanya tidak tertulis namun berlaku
dan disetujui secara umum. Sedangkan hidup dan kehidupan
merupakan seluruh aspek yang bertalian dengan manusia serta
kemanusiaannya; dalam hubungannya dengan sesama dan Ilahi
Jadi, nilai-nilai hidup dan kehidupan merupakan
keseluruhan tampilan diri, sikap, kata,
perbuatan manusia sesuai sikonnya. Nilai-nilai
hidup dan kehidupan manusia biasanya
dipengaruhi oleh masukan-masukan dari luar
dirinya sejak kecil. Hal-hal tersebut, antara lain,
 agama atau ajaran-ajaran agama, biasanya
bersifat mutlak; artinya tertanam dan berakarnya
nilai-nilai dalam diri seseorang, yang kadang telah
menjadi prinsip hidupnya, merupakan akibat dari
pemahaman keagamaan yang kuat dan
mendalam; dan seringkali ia tidak bisa
menjelaskan alasan-alasan mempunyai prinsip
[yang mungkin orang lain menganggap sebagai
suatu kekakuan], namun karena imanya, ia tetap
pada pendiriannya
norma ataupun kebiasaan yang berlaku dalam komunitas;
norma-norma yang berlaku pada suatu komunitas biasanya
bersifat warisan bersama; artinya semua anggota komunitas
menyetujui dan mempraktekkannya. Karena merupakan
warisan bersama, maka hal itu terus-menerus diturunkan
kepada generasi berikut; dan bisa dipakai sebagai salah satu
indentits bersama pada komunitas tersebut; dengan demikian,
sampai kapan atau dimana pun ia berada, maka selalu
mempertahankan nilai-nilai tersebut
 pendidikan formal dan informal, disiplin, latihan, bimbingan
orang tua maupun guru; semuanya itu merupakan
penanaman nilai-nilai yang dilakukan sejak dini oleh orang
dewasa ke dalam diri seseorang atau anak-anaknya. Proses
penanaman itu dilakukan secara sengaja maupun tidak,
dengan tujuan tertanam niali-nilai luhur, baik, dan benar, yang
menjadikan seseorang, dapat diterima oleh sesamanya
 interaksi sosial yang membawa perubahan pikiran dan
tujuan mengungkapkan kata serta melakukan tindakan
 pengalaman serta wawasan yang didapat karena adanya
interaksi dengan orang lain serta keterbukaan menyerap hal-
hal baru
Dengan demikian, ada kesamaan nilai-nilai hidup dan kehidupan
yang ada di suatu komunitas masyarakat; kesamaan yang berlaku
dan diterima oleh seluruh anggota komunitas. Hal tersebut,
termasuk nilai-nilai keagamaan, berlaku untuk semua umat yang
menganut agama. Walaupun demikian, pada masing-masing orang
[tiap-tiap pribadi] ada nilai-nilai yang khas, sesuai dengan masukan-
masukan yang didapatkannya. Dan bisa saja [seringkali] terjadi,
nilai-nilai hidup dan kehidupan pada pribadi seseorang berbeda
dengan yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai hidup dan
kehidupan dalam masyarakat pun mempunyai aneka perbedaan
tertentu karena berbagai latar belakang anggotanya.
Masukan-masukan [ajaran] keagamaan yang dominan pada
seseorang sangat mempengaruhi nilai-nilai hidup dan kehidupannya.
Orang yang mempunyai nila-nilai keagamaan yang baik, kokoh, dan
kuat, akan menjadikan ia mampu bersifat kritis terhadap hal-hal ada
disekitarnya. Namun, nilai-nilai hidup dan kehidupan yang dominan
[karena] ajaran agama tidak boleh menjadikan fanantisme
keagamaan yang sempit. Nilai-nilai keagamaan dapat menjadi suatu
saringan untuk mampu menahan diri terhadap semua pengaruh
buruk. Dengan itu, jika seseorang yang mendapat masukan-
masukan ajaran Kristen, maka ia akan mempunyai nilai-nilai kristiani
dalam hidup dan kehidupannya.
Nilai-nilai hidup dan kehidupan berdasarkan ajaran
Kristen [singkatnya, nilai-nilai kristiani] pada seseorang
muncul karena adanya agape. Inti nilai-nilai kristiani
adalah agape, kasih yang sejati.
Di dalam agape terkandung kesabaran; murah hati;
tidak cemburu; tidak sombong; melakukan hal-hal
yang sopan; tidak dendam; kejujuran, perhatian,
mengerti, pahami dan memahami orang lain;
kesetiaan; percaya; komitmen pada ucapan dan janji.
Dalam hidup dan kehidupan sosial, agape berfungsi
sebagai pengikat yang mempersatukan dan
menyempurnakan.
Agape mampu meniadakan segala bentuk perbedaan
yang dibangun manusia, permusuhan, pertantangan,
pertengkaran, salah pengertian; serta selalu membawa
atau berdampak pada perdamaian, damai sejahtera,
dan ketenangan.
TAMAT

Anda mungkin juga menyukai