TANOTOLOG
I
Jourdy Keintjem
Vikas Indru
Tanotologi
• Definisi:
– Berasalah dari kata Thanatos : berubungan dengan kematian & Logos: ilmu
– Memplajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta
faktor yang mempengaruhi perubahnnya
• Mati Somatis: (mati klinis)
– Terhentinya fungsi 3 sistem: SSP; Sist. KV; Sist pernapasan yang menetap
(ireversible)
– Klinis: Tidak ditemukan refleks; EEG datar; nadi (-), denyut jantung tidak
terdengar, gerak nafas (-), suara nafas (-).
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
Pendahuluan
• Mati Suri (Suspended animation, apparent death)
– Terhentinya 3 sistem dengan alat kedokteran sederhana
– Alat kedokteran lebih canggih masih dapat dibuktikan ke-3 sistem masih
berfungsi
– Kasus: keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam
• Mati seluler (mati molekuler)
– Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul setelah kematian somatis
– Kematian seluler tidak bersamaan pada tiap organ karena daya tahan hidup
masing2 berbeda
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
Pendahuluan • Mati serebral:
– Kerusakan kedua hemisfer otak
ireversible kecuali batang otak dan
serebelum
– Sistem pernapasan dan kardiovaskular
masih berfungsi dengan alat bantuan
• Mati otak ( mati batang otak)
– Kerusakan seluruh isi neronal
intrakranial yang ireversible termasuk
batang otak dan serebelum.
– Secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi; alat bantu dapat
dihentikan
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
Tanda • Pernafasan berhenti >10 menit
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
Tanda pasti kematian
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
http://www.doctoralerts.com/postmortem-lividity-livor-mortis/
B. Kaku Mayat (rigor Mortis)
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
https://health.howstuffworks.com/diseases-conditions/death-dying/rigor-mortis-cause1.htm /
Jason Payne, Richard J, Steven B K, John M. Simpson’s Forensic Medicine. Edisi ketiga belas. London: Hodder Arnold; 2011
B. Kaku mayat (Rigor Mortis)
Jason Payne, Richard J, Steven B K, John M. Simpson’s Forensic Medicine. Edisi ketiga belas. London: Hodder Arnold; 2011
B. Kaku Mayat (rigor Mortis)
• Faktor mempercepat:
– Aktivitas berat sebelum mati: akibat kurang O2 dan ATP
– Suhu tubuh yang tinggi: meningkatkan proses decay dari bakteri
– Tubuh kurus dengan otot kecil lebih cepat
– Suhu lingkungan yang tinggi
1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
– Kekakuan yang terjadi pada saat kematian dan menetap
– Kaku mayat intensitas sangat kuat tanpa didahului relaksasi primer.
– Akibat abisnya glikogen dan ATP akibat kelelahan atau emosi yang hebat
sebelum meninggal
– Aspek medikolegal: menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
2. Heat Stiffening
• Kekakuan otot akibat koagulasi otot oleh panas
• Otot berwarna merah muda, kaku, dan rapuh
B. Kaku – Serabut ototnya memendek fleksi leher, siku,
Mayat
paha dan lutut pugilistic attitute
• Kasus: mati terbakar
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
C. Penurunan
Suhu Tubuh • Terjadi karena proses pemindahan
panas dari badan yang panas ke
(Algor Mortis) lingkungan yang dingin
– Melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi
dan konveksi
• Grafik penurunan suhu diawali dengan
plateau(beberapa jam pertama)
dimungkinkan karena lemak tubuh
menjaga perpindahan panas
• Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi
oleh suhu keliling, aliran dan
kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi
tubuh, pakaian
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI;
1997
Jason Payne, Richard J, Steven B K, John M. Simpson’s Forensic Medicine. Edisi ketiga belas. London: Hodder Arnold; 2011
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology
D. Proses Pembusukan baru tampak kira” 24 jam - 3
hari pasca mati pada keadaan tertentu.
Pembusukan 1. Pembusukan dimulai dari right iliac fossa
dimana bakteri usus akan keluar melalui
dinding perut dan menyebar ke jaringan
lain.
2. Bakteri kemudian menyebar lewat
darah. Ini ditandai dengan perubahan
warna karena berubahnya Hemoglobin
menjadi sulphaemogloblin pada vena
superfisial terjadi marbling
3. lalu kemudian akan terjadi distensi
karena produksi gas pada abdomen
4. Selanjutnya timbul vesikel kulit
(merah/coklat dengan isi cairan berbau
busuk) dimulai dari ekstermitas bawah
5. Terjadinya skin slippage pada epidermis (
menjadi rapuh)
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI;
1997
Jason Payne, Richard J, Steven B K, John M. Simpson’s Forensic Medicine. Edisi ketiga belas. London: Hodder Arnold; 2011
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Proses Pembusukan
4. Keluar cairan kemerahan dari mulut ,hidung dan vagina dari paru” yang disebut
“purge fluid”
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI;
1997
Jason Payne, Richard J, Steven B K, John M. Simpson’s Forensic Medicine. Edisi ketiga belas. London: Hodder Arnold; 2011
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Proses Pembusukan
Budiyanto A,
Budiyanto A, Widiatmaka
Widiatmaka W,W, Sudiono
Sudiono S,
S, Mun’im
Mun’im TWA,
TWA, Sidhi,
Sidhi, Hertian
Hertian S,
S, et
et al.
al. Ilmu
Ilmu kedokteran
kedokteran forensik.
forensik. Edisi
Edisi pertama.
pertama. Jakarta:
Jakarta: Bagian
Bagian Kedokteran
Kedokteran Forensik
Forensik FKUI;
FKUI;
1997
1997
Jason Payne,
Jason Payne, Richard
Richard J,
J, Steven
Steven B
B K,
K, John
John M.
M. Simpson’s
Simpson’s Forensic
Forensic Medicine.
Medicine. Edisi
Edisi ketiga
ketiga belas.
belas. London:
London: Hodder
Hodder Arnold;
Arnold; 2011
2011
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Pembusukan Mayat Tenggelam
• Casper’s Law pembusukan pada air: udara: tanah = 1 :2:
8 week(s)
• Faktor pada mayat yang tenggelam:
1. Air memiliki suhu yang lebih rendah daripada suhu
udara
2. Predator didaratan seperti serangga, tidak ada
3. Pada mayat yang tenggelam biasanya bagian tubuh
seperti wajah, dada, ekstermitas lebih cepat
membusuk dikarenakan posisi mengambangnya
mayat (mudah luka dan hypostasis)
4. Sering terjadi adipocere
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
Jason Payne, Richard J, Steven B K, John M. Simpson’s Forensic Medicine. Edisi ketiga belas. London: Hodder Arnold; 2011
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Pembusukan Mayat Terkubur
Jason Payne, Richard J, Steven B K, John M. Simpson’s Forensic Medicine. Edisi ketiga belas. London: Hodder Arnold; 2011
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
E. Adiposera (Lilin Mayat/Saponifikasi)
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology
F. Mumifikasi
• Proses penguapan cairan atau dehidrasi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan
• Terjadi pada lingkungan yang kering (Mesir)
• Jaringan menjadi keras, warna coklat
kemudian bercak putih, hijau dan hitam
• Ini juga dimungkinkan terjadi dimana kuman
sulit untuk bertumbuh karena lingkungan yang
kering, maka pada bayi juga sering terjadi
karena dipercaya masih steril
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Menentukan 1. Penurunan Suhu Tubuh / Body
waktu Cooling
Kematian • Ketika kematian terjadi, perpindahan panas
dalam tubuh melalui sirkulasi berhenti.
• Produksi panas metabolik, terjadi terutama di
otot dan hati, tidak berhenti seragam dan
beberapa masih memproduksi panas untuk
waktu yang bervariasi.
• Segera setelah pasokan darah hangat berhenti
dengan serangan jantung, permukaan kulit
segera mulai kehilangan panas.
• Laju pendinginan bervariasi karena pakaian,
postur dan tentu saja, suhu lingkungan.
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathologyEdisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
1. Penurunan suhu tubuh
• Pusat atau ' inti ' tubuh tidak dapat mulai dingin
sampai ' gradien suhu ' diatur oleh pendinginan pada
permukaan kulit. (thermometer di rectum)
• Lemak sebagai jaringan konduktor panas yang
buruk ( alasan Platteu)
• Meskipun kondisi sangat bervariasi, 2 – 4 jam
(lingkungan tertutup) dan 6 – 8 jam (lingkungan
terbuka) (rectum)
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Penghitungan Henssge’s Normogram
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
2.Penggunaan kimia humor vitreous
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
3. Pengosongan lambung
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
Pengosongan pada lambung
• Menurut Modi:
1. Pencernaan sayur dan daging 4-5 jam
2. Pencernaan seperti nasi, pasta butuh 6-8 jam
• Menurut Adelson:
1. Makanan ringan butuh 2 jam
2. Medium meal butuh 3-4 jam
3. Large meal butuh 4- 6 jam
Knight B, Saukko PJ. Knight’s forensic pathology. Edisi keempat. Boca raton : Taylor & Francis; 2016
4. Perubahan pada Mata
• Kekeruhan kornea yang menetap : 6 jam pasca kematian
• Tidak ada hubungan diameter pupil dengan lamanya kematian
• Retina pucat, daerah sekitar diskus menjadi kuning : 2 jam pasca
kematian
• Batas diskus kabur : 6 jam pasca kematian
• Batas tepi retina kabur dan batas diskus kabur: 7-10 jam pasca
kematian
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997
5. Pertumbuhan kuku
• Tumbuh sekitar 0,1mm /hari
6. Pertumbuhan rambut
• Tumbuh sekitar 0,4mm/hari
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997