Anda di halaman 1dari 53

KEBIJAKAN PROGRAM SKRINING

HIPOTIROID KONGENITAL (SHK)


PADA BAYI BARU LAHIR

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

Disampaikan pada :
Pertemuan Koordinasi dalam Peningkatan Pelayanan KIA di Provinsi
GAMBARAN PROGRAM
SKRINING HIPOTIROID
KONGENITAL (SHK)
Analisis Situasi
Prevalensi HK Global =1: 3000; GAKI = 1: 300-900; P: L = 2:1
• Jepang adalah 1:7600
• Singapura 1:3000-3500
• Malaysia 1:3026
• Filipina 1:3460
• HongKong 1:2404
• Korea 1:4300
• Vietnam 1:5502
• India 1:1700 dan Bangladesh 1:2000.
• Taiwan 1 : 1027
Analisis Situasi
• Secara nasional angka kelahiran 5 juta bayi/ tahun,
bila mengikuti kejadian 1:3000  lebih dari 1.600 bayi
dengan Hipotiroid Kongenital (HK)/tahun 
terakumulasi tiap tahun
• Sasaran bayi baru lahir di Provinisi Jawa Barat
menurut Pusdatin setiap tahun : 883.114, jika
prevalensi kejadian HK 1:3000, maka diperkirakan
ada 294 bayi dengan HK setiap tahun nya di Jawa
Barat
• Tahun 2017 : dari 1.400 sampel di Jawa Barat,
ditemukan 1 kasus yang positif HK
• Tahun 2018 : dari 1.065 sampel di Jawa Barat,
ditemukan 2 kasus yang positif HK
Latar Belakang SHK
• Anak yang sehat dan cerdas  modal dasar dan aset
penting  pembangunan bangsa.
• Tidak semua anak dapat tumbuh menjadi sehat dan cerdas
karena berbagai faktor. Salah satu diantaranya terjadi pada
anak yang lahir dengan kelainan Hipotiroid Kongenital
(HK).
• Terlambat diobati  pertumbuhan & perkembangan bayi
menjadi terhambat  kecacatan
• Skrining Hipotiroid Kongenital  deteksi dini  bila + 
diobati dini  tumbuh dan berkembang sesuai potensi
genetik
Menyiapkan Generasi Emas
Untuk Bonus Demografi
Bonus Demografi tahun
2025-2035 —> Ledakan
aset SDM usia
potensial/kerja :
penduduk usia
produktif 70 % dari
total jumlah penduduk

Bonus Demografi
Berkah? >< Bencana?

SDM sehat dan


berkualitas —> Indeks
Pembangunan Manusia
meningkat

Kesempatan menyiapkan SDM Berkualitas


Pengembangan Program SHK
di Indonesia
• Tahun 2000 – 2005:
 TL konsensus Workshop on National Neonatal Screening for
Congenital Hypothyroidism 1999  studi pendahuluan SHK di lab
RSHS & RSCM, International Atomic Energy Agency (IAEA)
 Tahun 2000-2005 : pilot study SHK di RSCM Jakarta dan
RSHS Bandung
• 27 September 2006 : Rekomendasi Health Technology Assessment
(HTA), POGI, IDAI.
 2008 :
 Program pendahuluan dilaksanakan di 8 provinsi (Sumbar, DKI
Jakarta, Jabar, Jateng, Jogjakarta, Jatim, Bali, Sulsel).
 Penetapan 2 (dua) laboratorium rujukan SHK (RSCM & RSHS)
 2009 : Pokjanas SBBL Kepmenkes No.829/Menkes/ SK/
IX/2009
 2013 :
 Rekomendasi Tim Teknis Pengkajian dan Penapisan
Teknologi Kesehatan  SHK perlu dilakukan untuk
semua bayi baru lahir,  menjadi program nasional.
 11 provinsi melaksanakan SHK
 2014 : 14 provinsi melaksanakan SHK,
• Permenkes No 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan
Anak
• Permenkes No 78 Tahun 2014 tentang SHK
• Kurikulum Modul Pelatihan SHK
• Revisi Pedoman SHK dan Standar dan Prosedur
Laboratorium SHK
 2015 : 18 provinsi melaksanakan SHK, 2 provinsi pengenalan SHK
• Dukungan CSR PT. Merck untuk sosialisasi dan workshop di 6
provinsi (Sumut, Jabar, DKI Jakarta, Jateng, DIY, Jatim)
• Revisi struktur Pokjanas SBBL Kepmenkes
No.HK.02.02/Menkes/270/2015
• Pengembangan Sistem Pelaporan Laboratorium Rujukan SHK
menggunakan Juknis Sistem Pelaporan SHK dari Laboratorium
Rujukan SHK, format laporan yang sama dan laporan menggunakan
hipotiroid.kongenital@gmail.com
• Pengembangan materi KIE SHK
 2016
• Peningkatan jumlah sasaran dari < 0,5 % (22 provinsi) thn 2015 menjadi
5,9% (31 provinsi)
• Telah ada kebijakan dari Dirjen Kesmas bahwa provinsi harus
menandatangani kesanggupan penyerapan dekonsentrasi hingga 90-100%
ANALISIS MANFAAT SHK

Di Indonesia dari 5.000.000 bayi baru lahir, untuk setiap 1.000.000 bayi baru lahir
ada 300 bayi dengan HK

Setiap tahun terdapat 1.500 bayi dengan HK

Bila ratio guru murid padaTANPA


sekolahSKRINING HK
SLB 1:5 dan 1 kelas 10 orang maka berapa
guru SLB & berapa sekolah SLB yang harus disiapkan?
Beban biaya yg dikeluarkan keluarga untuk memelihara dan melindungi
(ketergantungan ekonomi) anak HK seumur hidup.
Beban psikologi dan sosial keluarga  tidak terukur

COST BENEFIT .
SHK DILAKSANAKAN Vs SHK TIDAK DILAKSANAKAN
SHK memberi manfaat sebanyak 9,38 kali
Potensi kerugian negara 3,1% total PDB ≈ Rp 309 T
DASAR HUKUM SHK
• Amandemen UUD 1945 pasal 28B ayat 2 : setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang…
• Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak,
– Pasal 8 : setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial…,
– Pasal 44 : pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan
menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak
yang meliputi upaya promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan, agar setiap
anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan.
DASAR HUKUM SHK
– pasal 46 : Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang
mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
• Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
131 ayat 1 : Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak
ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang
sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka
kematian bayi dan anak.
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak pasal 16 : Skrining
Bayi Baru Lahir dilakukan thd setiap Bayi Baru Lahir oleh nakes
Permenkes No.25 Tahun 2014
Upaya Kesehatan Anak
Pasal-pasal terkait Skrining Bayi Baru Lahir :
Pasal 7 ayat (1) :
Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan melalui :
a. pelayanan kesehatan neonatal esensial;
b. skrining bayi baru lahir; dan
c. pemberian komunikasi, informasi, edukasi kpd ibu dan keluarganya

Pasal 16 ayat (1)


Skrining bayi baru lahir sebagaimana dimaksud dlm pasal 7 ayat (1) huruf b dilakukan terhadap setiap
bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan

ayat (2) SBBL sebagaimana dimaksud pd ayat (1) paling sedikit meliputi skrining hipotiroid kongenital.
dst…
Permenkes No. 78 Tahun 2014 tentang Skrining Hipotiroid Kongenital
Pasal 3
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam skrining hipotiroid kongenital meliputi :
d. koordinasi dan advokasi dukungan sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan pembiayaan penyelenggaraan
Skrining Hipotiroid Kongenital skala provinsi dan lintas kabupaten/kota.

Pasal 4
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam skrining hipotiroid kongenital meliputi:
f. penyediaan sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan pembiayaan penyelenggaraan Skrining Hipotiroid
Kongenital skala kabupaten/kota, dimulai dari penyediaan kertas saring.
Tujuan Program SHK
Tujuan Umum:
• Seluruh bayi baru lahir di Indonesia mendapatkan pelayanan Skrining
Hipotiroid Kongenital (SHK) sesuai standar
Tujuan Khusus :
• Meningkatnya jumlah tenaga kesehatan yang mampu melaksanakan SHK
• Meningkatnya ketersediaan fasilitas layanan kesehatan pemerintah
maupun swasta yang melaksanakan SHK
• Terdeteksinya kelainan bawaan hipotiroid pada bayi baru lahir
• Terlaksananya pengobatan dini kelainan HK untuk mencegah dampak
kecacatan
• Tersedianya data dan informasi tentang angka kejadian (insiden/prevalens)
dan sebaran hipotiroid kongenital di Indonesia
• Meningkatnya peran serta pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat untuk meningkatkan akses dan cakupan pelayanan SHK
Arah Kebijakan SHK
Kebijakan program SHK
• Meningkatkan akses dan cakupan SHK pada seluruh bayi baru
lahir dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak
• Menjaga kualitas penyelenggaraan SHK baik di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta
• Menjaga agar biaya pemeriksaan SHK tetap cost effective
• Mendorong peran serta masyarakat, pemerintah daerah dan
pemerintah dalam penyelenggaraan SHK.
Arah Kebijakan SHK sejalan dengan
18

STRATEGI MENINGKATKAN JANGKAUAN


DAN KUALITAS SHK

1. Menyiapkan dukungan kebijakan pusat dan daerah


2. Meningkatkan jangkauan dan kualitas SHK melalui penyediaan pelayanan yg cost
effective, dgn menyiapkan laboratorium rujukan tersentral (RSHS untuk wilayah
Jawa Barat)
3. Mendorong berbagai skema pembiayaan SHK untuk meningkatkan jangkauan/
cakupan bayi baru lahir
4. Mengintegrasikan SHK dalam paket pelayanan kesehatan ibu dan anak yg telah
berjalan
5. Menyediakan reagen, alkes (kertas saring, lancet dll) dalam jumlah memadai,
dana pusat, daerah, sumber lain yg tidak mengikat
6. Meningkatkan kerjasama dan peran LP/LS, OP, PT, swasta,, serta mitra lain untuk
meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus HK

7. Pemberdayaan perempuan, keluarga, dan masyarakat.

Catt: Dalam hal keterbatasan pembiayaan, pelaksanaan SHK diperioritaskan pd


daerah GAKI dan daerah diduga dengan pencemaran insektisida, logam berat dll
Laboratorium SHK
• Laboratorium pemeriksa SHK : Laboratorium dengan
tambahan fungsi khusus untuk dapat memeriksa parameter
pemeriksaan TSH neonatus berdasarkan prinsip mikro elisa
dan atau fluorometri, dengan biaya efektif sesuai standar.
• Laboratorium pemeriksa harus mempunyai jejaring untuk
penerimaan bahan pemeriksaan dan tindak lanjutnya.
• Laboratorium rujukan adalah laboratorium SHK yang
berfungsi sebagai pemeriksa, konfirmasi dan pembina.
• Laboratorium rujukan dan laboratorium pemeriksa
ditetapkan oleh kementerian kesehatan.
PENETAPAN LABORATORIUM DAN JEJARING (1)

• Menunjuk laboratorium RSHS sebagai laboratorum


rujukan dan pembina Provinsi Jawa Barat
• Menunjuk laboratorium RSUP/RS pendidikan/BBLK/
BLK sebagai “laboratorium (pemeriksa SHK) regional”
secara bertahap sesuai kesiapan masing-masing dan
kebutuhan regional dengan memenuhi syarat cost
effective dan standar laboratorium pemeriksa
• Laboratorium klinik swasta/laboratorium RS swasta/
yang akan berperan sebagai laboratorium pemeriksa
SHK harus memenuhi persyaratan Good laboratory
Practice (GLP) dan kriteria yang telah ditetapkan
PENETAPAN LABORATORIUM DAN JEJARING (2)

• Seluruh laboratorium tersebut harus memberikan


laporan hasil pemeriksaan SHK setiap bulan ke dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat.
• Jejaring konfirmasi hasil pemeriksaan: hasil pemeriksan
SHK tinggi (tidak normal/positif) di “laboratorium
regional” (bila sudah terbentuk) harus dikonfirmasi ke
laboratorium rujukan (RSHS untuk Jawa Barat).
18

Rencana Tindak Lanjut


Pengembangan Dan Penguatan
1. Mengajukan usulan utk perluasan cakupan melalui jaminan kesehatan,
misal Kartu Indonesia Sehat, jamkesda
2. Mengajukan penambahan cakupan melalui APBN-dekonsentrasi
3. Mengajukan dukungan pemanfaatan dana BOK untuk pelacakan kasus
utk tes diagnostik, transport pengiriman sampel ke laboratorium
rujukan
4. Melakukan sosialisasi dan advokasi SHK dengan dukungan CSR
5. Meningkatkan jumlah nakes yang mampu melakukan SHK dan
tatalaksana HK
6. Meningkatkan komitmen provinsi yg telah mendapatkan dana
dekonsentrasi untuk pemeriksaan SHK, agar dapat melaksanaan sesuai
target alokasi sampel SHK dan waktu pelaksanaan
7. Memperbaiki/memperkuat sistem perjanjian kerjasama antara instansi
dgn Lab rujukan
Kabupaten / Kota
1. Merencanakan dan menyediakan kebutuhan program SHK dengan dana APBD
atau sumber dana lainnya yang tidak mengikat.
2. Melakukan pelatihan SHK bagi tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.
3. Mendorong fasilitas pelayanan kesehatan swasta dan masyarakat yang mampu
untuk melaksanakan SHK secara mandiri
4. Melakukan monitoring dan evaluasi program SHK.
5. Bekerjasama dengan pihak terkait untuk mendukung pelaksanaan program SHK,
melalui:
– advokasi program SHK kepada penentu kebijakan
– sosialisasi program SHK
– Koordinasi dengan dinas kesehatan provinsi dan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam pelacakan pasien dengan hasil skrining tinggi agar dapat
dilakukan tes konfirmasi.
6. Melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan provinsi dan laboratorium SHK,
termasuk pembuatan kontrak kerjasama.
7. Melakukan kompilasi dan pengolahan data pelaksanaan program SHK dari
fasilitas pelayanan kesehatan, untuk dilaporkan kepada dinas kesehatan
provinsi.
Fasyankes

1. membuat perencanaan kebutuhan program SHK,


2. pengelolaan logistik SHK,
3. mencatat dan melaporkan hasil SHK kepada kepala
fasilitas pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan
kabupaten/kota,
4. bekerja sama dengan laboratorium dalam melakukan
pelacakan kasus dibantu tenaga kesehatan terkait,
5. memberikan informasi/membantu keluarga bayi dengan
HK untuk rujukan pengobatan ke dokter spesialis anak
konsultan endokrinologi atau dokter spesialis anak,
6. berkoordinasi dengan penanggung jawab bagian
tumbuh kembang anak untuk pemantauan.
MEKANISME PEMBIAYAAN
PROGRAM SHK
Pembiayaan SHK
• APBN : Dekonsentrasi, jampersal
• APBD
• BLUD
• Mandiri
APBN
• SHK merupakan program prioritas bidang
pada Direktorat Kesehatan Keluarga Dirjend
Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI
• Melalui dekonsentrasi Dinkes Prov. Jawa Barat
dengan alokasi paket pemeriksaan SHK
(sampel)
PERMENKES NO 3 TAHUN 2019

DAK NON FISIK BIDANG KESEHATAN


BOK PUSKESMAS

Rincian Menu Kegiatan Penggunaan BOK di Puskesmas : Upaya Kesehatan Masyarakat Essensial
PENGGUNAAN DANA JAMPERSAL
• Rujukan (pergi dan pulang) ibu hamil/bersalin ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempunyai kompetensi pertolongan persalinan meliputi :
1) Rujukan ibu hamil/bersalin normal dari rumah ibu hamil ke fasilitas
pelayanan kesehatan primer baik melalui rumah tunggu kelahiran dan
atau langsung ke fasilitas pelayanan kesehatan primer.
• 2) Rujukan ibu hamil/bersalin risiko tinggi:
a) Rujukan dari rumah ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan sekunder/tersier atau dari fasilitas pelayanan kesehatan
primer ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan sekunder/tersier
baik melalui rumah tunggu kelahiran dan atau langsung ke fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan sekunder/tersier.
b) Rujukan untuk pelayanan perawatan kehamilan ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan sekunder/tertier atas indikasi medis
PENGGUNAAN DANA JAMPERSAL
• Sewa dan Operasional Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) termasuk makan
dan minum bagi pasien, keluarga pendamping dan petugas
kesehatan/kader.
• Pertolongan persalinan, perawatan kehamilan risiko tinggi atas indikasi
(bila diperlukan) di fasilitas pelayanan kesehatan yang kompeten dengan
fasilitas sama dengan peserta JKN/KIS penerima bantuan iuran (PBI) kelas
III berupa biaya jasa pertolongan persalinan, perawatan kehamilan risiko
tinggi, pelayanan KB paska persalinan dengan kontrasepsi disediakan
BKKBN termasuk perawatan bayi baru lahir dan skrining hipotiroid
kongenital Bayi Baru Lahir (BBL). Pembiayaan
PEMANFAATAN DANA JAMPERSAL UNTUK SHK

• Belanja pemeriksaan sampel;


• Belanja jasa pengiriman sampel;
JENIS PEMBIAYAAN BOK KAB/KOTA
(UKM SEKUNDER)
1. Belanja transport lokal
2. Belanja perjalanan dinas dalam dan luar daerah bagi ASN dan non
ASN
3. Belanja pembelian bahan pakai habis
4. Belanja penggandaan dan pencetakan
5. Belanja pembelian material pendukung kegiatan UKM sekunder
6. Belanja kegiatan pertemuan /meeting
7. Belanja makan dan minum kegiatan rapat-rapat
8. Belanja honor tenaga termasuk fasilitator kesehatan lingkungan di
Kabupaten
9. Belanja pemeriksaan sampel
10.Belanja jasa pengiriman sampel
11.Belanja iuran JKN untuk tenaga kontrak di kabupaten/kota
Dana BOK Kab/Kota tidak boleh dimanfaatkan untuk belanja modal, belanja
kuratif dan rehabilitatif, pengadaan obat, vaksin, alat kesehatan, retribusi,
pemeliharaan bangunan, kendaraan, sarana dan prasarana.
Pengelolaan Jampersal
• Pengelolaan Jampersal berada pada Dinkes Kab./Kota
• Sasaran : semua bayi baru lahir di semua fasyankes
• Dinkes Kab./Kota menetapkan jumlah sasaran bayi baru
lahir yang akan di SHK, menentukan alokasi sesuai PAGU
yang ditentukan untuk program SHK, mensosilisasikan ke
fasyankes yang berada di wilayahnya
• Dinkes Kab./ Kota mengelola program SHK yang bersumber
pada anggaran jampersal sesuai ketentuan yang ditetapkan
• Dinkes Kab./ Kota mengadakan perjanjian kerjasama
dengan lab. Rujukan SHK (Jabar : RSHS)
Pengelolaan Jampersal
• Pemeriksaan SHK dari dana Jampersal dapat untuk seluruh
bayi asal tidak terjadi duplikasi pembiayaan pemeriksaan
SHK dari sumber dana lain seperti dana dekonsentrasi,
APBD, BLUD, Mandiri dsb
• Penanggung jawab program KIA Dinas Kesehatan Kab./Kota
harus membuat pencatatan bayi yang dilakukan
pemeriksaan SHK per bayi dan sumber pembiayaan nya
APBD/ BLUD
• Pengelolaan program SHK melalui anggaran
APBD/ BLUD Provinsi atau Kab./Kota dikelola
oleh instansi pemda masing-masing (Dinkes/
RSUD)
• Instansi pengelola menentukan jumlah
sasaran bayi baru lahir yang akan di SHK,
membuat usulan anggaran dan membuat
kerjasama dengan lab. Rujukan SHK (Jabar :
RSHS)
MANDIRI
• Pengelolaan program SHK melalui anggaran
mandiri dikelola oleh instansi fasyankes (RS/
BPM/ RB)
• Instansi pengelola menentukan jumlah sasaran
bayi baru lahir yang akan di SHK, membuat
usulan anggaran dan membuat kerjasama dengan
lab. Rujukan SHK (Jabar : RSHS)
• Optimaslisasi dukungan dari Organisasi
Profesi : IDI, IDAI, IBI, PPNI
Monitoring dan Evaluasi
Dinas kesehatan provinsi Jawa Barat melaksanakan
monitoring dan evaluasi program SHK ke Kabupaten/ Kota
melalui integrasi program kesehatan keluarga dan gizi
yang mencakup :
• Pencatatan dan pelaporan
• Advokasi perencanaan dan pengangaggaran program
• Kunjungan ke 8 RSUD model program SHK
Pelaksanaan Program di Jawa Barat
tahun 2017
Dasar Hukum
DIPA APBN Satker Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (03) TA 2017 Program Pembinaan
Kesehatan Masyarakat 5832.003.054A Pemeriksaan Skrining Hipotiroid Kongenital sebanyak
4.000 sampel
Perjanjian Kerjasama antara Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung tentang Rujukan Pemeriksaan SHK No. 440/Kep.121/Kesmas/2017, No.
HK.05.01/E013/2869/II/2017
Surat Perintah Kerja (Kontrak) No. 050/012/PP/SATKER-03/2017

RS Pengambil Sampel
RSUD Al Ihsan Pemprov Jabar
RSUD Cibabat Pemkot Cimahi
RSUD Kota Bandung Pemkot Bandung
RSKIA Kota Bandung Pemkot Bandung
RSUD Soreang Pemkab Bandung
RSUD Majalaya Pemkab Bandung
RSUD Cicalengka Pemkab Bandung
RSUD Cililin Pemkab Bandung Barat
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (Sharing)
Hasil dan Permasalahan
Hasiil :
Hasil yang positif sebanyak 1 (satu) sampel dari
RSUD Cililin Pemkab Bandung Barat dan sudah di
tindaklanjut dengan intervensi dalam batas
pemantauan tumbuh kembang

Permasalahan :
• Cakupan yang masih rendah
• Pelacakan hasil yang positif
Pelaksanaan Program di Jawa Barat
tahun 2018
Dasar Hukum
DIPA APBN Satker Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (03) TA 2017 Program Pembinaan
Kesehatan Masyarakat 5832.001.051J Pemeriksaan Skrining Hipotiroid Kongenital sebanyak
1.425 sampel
Perjanjian Kerjasama antara Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung tentang Rujukan Pemeriksaan SHK No. 440/133-Kesmas,
No.HK.03.01/X.IV.1.3/1488/2818

RS Pengambil Sampel
RSUD Kota Bandung Pemkot Bandung
RSUD Soreang Pemkab Bandung
RSUD Majalaya Pemkab Bandung
RSUD Cicalengka Pemkab Bandung
RSUD Cililin Pemkab Bandung Barat
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (sharing)

Evaluasi cakupan RSUD rata-rata hanya 80 – 100 sampel per tahun


Hasil
1. Total Sampel yang diperiksakan s.d 6
Desember 2018 sebanyak = 1.065 sampel dari
1.425 sampel yang dianggarkan (75%)
2. Hasil yang positif sebanyak 2 (dua) sampel
Sumber Anggaran :
Jampersal dan Mandiri
JAMPERSAL
Terdapat 2 (dua) Kabupaten yang sudah
mengalokasikan anggaran untuk pemeriksaan
SHK bersumber dari Jampersal sebanyak 500
sampel dan sudah mulai menyusun PKS yaitu
Kab. Garut dan Kab. Bandung, namun tidak dapat
diteruskan untuk tahun 2018 karena SK kepala
Dinas Kesehatan yang baru untuk kabupaten
tersebut belum turun pada waktu yang
direncanakan pengajuan PKS SHK
MANDIRI
Kota Bandung = 4.338 sampel
• RS Hermina Arcamanik
• RS Hermina Pasteur
• RSIA Grha Bunda
• Biotest
• Santosa Hospital
• RSIA Limijati
• Melinda Hospital

Kab. Bekasi = 487 sampel


• RS Sentra Medika Cikarang
Permasalahan :
• Masih ditemukan sampel yang reject
• Edukasi ke masyarakat yang masih kurang
• Kurang optimalnya dukungan manajemen di tingkat faskes
pelaksana pengambil sampel
• Transisi tatakelola daerah

Upaya pemecahan masalah :


• Advokasi pelaksanaan program di Kabupaten/Kota
• Pendampingan, monitoring dan evaluasi program
• Koordinasi dengan OP
• Sosialisasi dan koordinasi LS
PERENCANAAN TAHUN 2019 MELALUI
APBN DEKONSENTRASI
• Dasar Pelaksanaan : DIPA Dekonsentrasi Tahun
Anggaran 2019 Program Pembinaan Kesehatan
Masyarakat Kegiatan Pembinaan Kesehatan Keluarga
• Total sampel : 4.050 sampel
• Distribusi pembiayaan sampel untuk 14 Kabupaten
Lokus Stanting tahun 2019, koordinator adalah
penanggungjawab program SHK di 14 Dinas Kesehatan
Kabupaten (penetapan fasyankes pengambil sampel)
• Pengambilan sampel dimulai setelah fasyankes
menerima logistik sampai dengan minggu ke-3 bulan
November 2019
Alokasi Sampel
No Kabupaten Jumlah Kuota Pengambil Sampel
1 Kab. Bogor 250 Puskesmas dan atau RS
2 Kab. Sukabumi 250 Puskesmas dan atau RS
3 Kab. Cianjur 250 Puskesmas dan atau RS
4 Kab. Bandung 250 Puskesmas dan atau RS
5 Kab. Bandung Barat 250 Puskesmas dan atau RS
6 Kab. Garut 250 Puskesmas dan atau RS
7 Kab. Tasikmalaya 250 Puskesmas dan atau RS
Alokasi Sampel
No Kabupaten Jumlah Kuota Pengambil Sampel
8 Kab. Cirebon 250 Puskesmas dan atau RS
9 Kab. Kuningan 250 Puskesmas dan atau RS
10 Kab. Sumedang 250 Puskesmas dan atau RS
11 Kab. Subang 250 Puskesmas dan atau RS
12 Kab. Indramayu 250 Puskesmas dan atau RS
13 Kab. Karawang 250 Puskesmas dan atau RS
14 Kab. Majalengka 250 Puskesmas dan atau RS
Tugas Kabupaten
• Melaksanakan sosialisasi dan advokasi pelaksanaan
program SHK pada lintas program dan lintas sector terkait
• Mengkoordinir pelaksanaan pengambilan sampel termasuk
pembagian kuota untuk puskesmas dan atau RS,
inventarisir dan evaluasi kebutuhan logistik
• Melakukan koordinasi dengan puskesmas dan RS serta
provinsi dalam pelaksanaan pengambilan sampel
• Melaksanakan koordinasi dengan lab rujukan SHK di RSHS
dalam hal pengiriman sampel dan hasil pemeriksaan
• Melaksanakan koordinasi pelacakan kasus dan tindaklanjut
hasil pemeriksaan
• Melaksanakan rekap pencatatan dan pelaporan secara
berjenjang
Tugas Fasyankes
Pengambil Sampel
• Melaksanakan sosialisasi dan advokasi pelaksanaan program SHK di
fasyankes
• Melakukan koordinasi dengan puskesmas dan RS serta provinsi
dalam pelaksanaan pengambilan sampel termasuk pengelolaan
logistik
• Melaksanakan koordinasi dengan lab rujukan SHK di RSHS dalam hal
pengiriman sampel dan hasil pemeriksaan
• Mengirimkan sampel dengan biaya pengiriman yang dapat di klaim
dengan mengirimkan bukti pengiriman dan rekapitulasinya
• Melaksanakan pelacakan kasus dan tindaklanjut hasil pemeriksaan
• Melaksanakan rekap pencatatan dan pelaporan secara berjenjang
Kesimpulan
• Kecacatan akibat hipotiroid kongenital dapat dicegah melalui
deteksi dan pengobatan dini.
• Jumlah penderita HK dgn kecacatan (mental retardasi) terus
bertambah tiap tahun (+1600 kasus) bila tidak dideteksi dan diobati
dini.
• Telah terdapat payung hukum SHK TL : Perda/peraturan yg sesuai
• Peran pemerintah, pemda dan masyarakat sangat penting untuk
meningkatkan akses dan cakupan pelayanan SHK
• Membangun sistem, koordinasi dan kerjasama jejaring SHK secara
berjenjang untuk memperoleh dukungan dan melaksanakan SHK
• Untuk menjaga kualitas & meningkatkan cakupan pelayanan SHK
perlu tersedia tenaga kesehatan yang mampu melaksanakan SHK
Kecerdasan Anak
TERIMA KASIH menjadi
Masa Depan Bangsa

Anda mungkin juga menyukai