II KELOMPOK 3A
Nur Meti Anisa 11161020000003
ARHEUMATOID ARTHRITIS Mahliga Dwi Resky Putri 11161020000008
& OSTEOARTRITIS Nur Astuty Purnamasari 11161020000023
Idzni Izzati 11161020000067
Kasus 1
Ny Y (40 tahun, 60 kg), yang sebelumnya sehat, mengalami kekakuan pada pagi hari
yang berlangsung selama beberapa jam, anoreksia, fatigue dan nyeri sendi selama 4
bulan terakhir. Dia juga menyampaikan bahwa matanya terlihat merah hampir
sepanjang waktu dan kering yang tidak biasanya. Gejala yang dialami Ny Y memburuk
selama satu setengah bulan terakhir dan dia mengalami keterbatasan pada aktifitas
fisiknya. Yang bersangkutan juga tidak dapat lagi memakai cincin kawinnya akibat
terjadi pembengkakan pada tangannya. Pengamatan fisik terdapat pembengkakan
yang simetris bilateral, lunak dan hangat pada sendi metacarpophalangeal
(MCP) dan interphalangeal proksimal (PIP) tangan dan metacarpophalangeal
kaki. Nodul subkutan terdapat pada permukaan ekstensor lengan kiri.
UJI LABORATORIUM HASIL NORMAL
Pada pemeriksaan, pembengkakan sendi dapat terlihat atau terlihat hanya dengan palpasi.
Jaringan lunak, kenyal, hangat, dan mungkin eritematosa. Deformitas sendi dapat melibatkan
subluksasi pergelangan tangan, sendi metacarpophalangeal, dan sendi interpalangeal proksimal
(Deformitas leher angsa, deformitas boutonnière, dan deviasi ulnaris).
Keterlibatan ekstraartikular dapat mencakup nodul reumatoid, vaskulitis, efusi pleura, fibrosis
paru, manifestasi okular, perikarditis, kelainan konduksi jantung, penekanan sumsum tulang, dan
limfadenopati.
Kelainan laboratorium termasuk normositik, anemia normokromik; trombositosis atau
trombositopenia; leukopenia; peningkatan laju sedimentasi eritrosit dan protein C-reaktif; faktor
rheumatoid positif (60% -70% pasien); antibodi protein anticitrullinasi positif (ACPA) (50% -85%
pasien); dan antibodi antinuklear positif (25% pasien)
Tanda-tanda dan gejala yang dialami Ny Y yang
mengarah kepada RA
UJI LABORATORIUM HASIL NORMAL
Obat remitif (DMARD). Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh
karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit
dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang
termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam
emas.
Kasus 2
Ny D telah 1 tahun menjalani pengobatan RA nya dengan
metotreksat oral , 15 mg per minggu. Selama menjalani masa
pengobatan tersebut gejala RA cukup terkendali, hingga 1 bulan
terakhir, kondisi RA Ny D mengalami pemburukan yang
ditandai dengan munculnya gejala RA yang selama ini cukup
terkendali.
1. Tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap Ny D, Apaka
diperlukan perubahan terapi dan seperti apa terapi yang
direncanakan?
2. Apa yang perlu diperhatikan selama pemakaian obat
metotreksat tersebut pada Ny D?
Tindakan serta perubahan terapi yang dilakukan
TINDAKAN YANG DILAKUKAN
MTX merupakan obat first-line yang digunakan dalam pengobatan RA.
Ny.D sudah mengkonsumsi selama 1 tahun tetapi 1 bulan terakhir gejala RA
timbul dan tidak terkendali. Berdasarkan algoritma, tindakan yang dilakukan
adalah beralir ke pengobatan fase 2 (dimana gejala yang tidak diharapkan
timbul) yaitu dengan terapi biological drug (terutama TNF-Inhibitor) selama
3-6bulan contohnya adalimumab, Certolizumab, Infliximab dll). jika
memberikan respon yang baik lanjutkan pengobatan. Jika tidak dilanjutkan
pada pengobatan fase 3.
Jika RA tetap tidak terkontrol dengan baik dengan pengobatam nonbiologik
DMARD, BiologiK DMARD dapat digunakan contohnya TNF inhibitor
sebagai first-line.
(www.aafg.org)
Hal yang perlu diperhatikan saat penggunaan MTX oral
1. Dosis
Keberhasilan terapi MTX ditentukan oleh ketepatan dosis dan
monitoring (Jones KW et al, 2006).
Metotreksat - onset 1-2 bulan
Dosis awal--> IV = 7.5-10 mg/ minggu
Oral = 12.5- 17.5 mg/minggu
diberikan dalam 8-12 minggu
Ket: MTX diberikan pada kasus lanjut dan berat.
ESO= Rentan infeksi, Intoleransi GI, gangguan fungsi hati dan
hematologi (Tanto Christ, 2014)
2. Penambahan Asam Folat
Selama penggunaan MTX diperlukan penambahan asam folat
dikarenakan MTX dapat menyebabkan gangguan regenerasi sel
hingga menyebabkan gangguan organ. Pemberian asam folat
terbukti dapat memperbaiki kondisi hepar karena dapat
menurunkan kadar enzim yang mengalami peningkatan akibat
MTX (National Institute of Health, 2013).Penggunaan asam
folat dilakukan pada hari ketiga setelah penggunaan MTX
dengan dosis minimal 5 mg per minggu (I Comegna et al, 2011)
Hal yang perlu diperhatikan saat penggunaan MTX oral
4. Monitoring
Terapi MTX dihentikan apabila terjadi:
3. Menghindari Penggunaan bersama
1) Anemia: MCV >100 µm3/jumlah sel yang mengindikasikan
NSAID
defisiensi asam folat; Leukosit <3.500/mm3 dan terapi dimulai
Pemberian metotreksat bersamaan NSAID
satu minggu setelah normal; Platelet <100.000/mm3 dan terapi
mengakibatkan interaksi farmakokinetika
dimulai kembali setelah 3 minggu dengan dosis 50–75% dari
dan selanjutnya meningkatkan konsentrasi
dosis normal.
metotreksat dalam darah serta
2) Hepatotoksik: Nilai SGPT mengalami peningkatan.
meningkatkan toksisitas gastrointestinal dan
Pemeriksaan ALT dilakukan selama 1 minggu setelah dosis
hematologi.18 Penggunaan NSAID dan
terakhir. Apabila terjadi peningkatan secara persisten, MTX
MTX secara bersama bertujuan sebagai
digunakan kembali setelah 1–2 minggu dan ALT diperiksa
terapi simptomatik karena onset MTX
kembali. Apabila ALT meningkat maka selama 2–3 bulan
dicapai setelah 3–6 minggu pengobatan.
dilakukan biopsi hepar.
Efek samping pada gastrointestinal diatasi
3) Nefrotoksisitas: Kontraindikasi pada pasien dengan nilai
dengan pemberian gastroprotektor.
ClCr < 10 mL/menit.
4) Toksisitas paru: Batuk kering dan sesak napas.
Kasus 3
Tn Z (68 th) dengan gagal jantung, sebelumnya diterapi
dengan
• furosemid 40 mg/hari,
• digoksin 0,25 mg/hari,
• kembali berobat dan mendapatkan resep ibuprofen 600
• metoprolol 50 mg (2x sehari)
mg (3x sehari) untuk mengatasi RAnya.
• isisinopril 40 mg/hari,
Tn. Z melihat bahwa terjadi peningkatan pembengkakan
kaki selama 2 minggu terakhir yang berhubungan dengan
penambahan berat badannya beberapa kg, peningkatan
pada nafas memendek dan mudah letih.
PERTANYAAN
• Nyeri
• Pembengkakan pada lutut kiri
• Nyeri intermitten pada lutut kanan dan panggul
• Kekakuan moderat pagi hari pada panggul
B. Jelaskan secara apa itu osteoartritis, gejala
patofisiologinya!
Dipiro, 2009
Obat-obatan yang digunakan
1. Acetaminophen
• ACR merekomendasikan acetaminophen sebagai terapi obat lini pertama
untuk manajemen nyeri pada OA, karena aman dan biaya relatif murah.
Dosis: 325–650 mg setiap 4–6 jam atau 1 g 3–4 kali / hari
2. NSAID
• Jika penggunaan belum efektif, maka digunakan obat-obatan NSAID
untuk menghilangkan nyeri pada OA
• Obat NSAID yang digunakan salah satunya adalah Ibuprofen. Ibuprofen
mengurangi rasa sakit dan peradangan. Setelah tahap awal
osteoartritis, peradangan mulai terasa pada penyakit ini. Dengan
demikian, obat-obatan dengan kombinasi sifat analgesik dan
antiinflamasi menjadi lebih diinginkan. Dosis Ibuprofen yaitu maksimal
800mg 3-4kali sehari
Obat-obatan yang digunakan
3. Glukosamin dan Chondroitin
• Kondroitin dan glukosamin lebih unggul daripada plasebo dalam
mengurangi rasa sakit dari OA lutut. Sebuah meta-analisis terbaru dari
glukosamin dan kondroitin diindikasikan bahwa kedua agen memiliki
khasiat dalam mengurangi rasa sakit dan meningkatkan mobilitas, dan
glukosamin mengurangi penyempitan ruang sendi
4. Injeksi Hyaluronate
• Hyaluronate tersedia untuk injeksi intra-artikular untuk perawatan
OA lutut . Hyaluronate dengan berat molekul tinggi merupakan
konstituen penting dari tulang rawan normal, dengan sifat
viskoelastik memberikan pelumasan dengan gerakan dan penyerapan
shock selama gerakan cepat
5. Analgesik Narkotik
• Analgesik narkotika dosis rendah mungkin sangat berguna pada
pasien yang tidak mengalami penyembuhan dengan acetaminophen,
NSAID, injeksi intraartikular, atau terapi topikal.
Daftar Pustaka
• Marc C, dkk. 2012. American College of Rheumatology 2012 Recommendations for the Use of
Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapies in Osteoarthritis of the Hand, Hip, and Knee. Arthritis Care
& Research Vol. 64: American College of Rheumatology
• Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
• Colmegna I, Brent RO, Henri AM. Current understanding of rheumatoid arthritis therapy. Clin Pharmacol
Ther. 2011;91(4):607–20. doi:10.1038/clpt. 2011.325
• National Institute of Health. Methotrexate [diunduh 4 Februari 2013]. Tersedia dari:
http://livertox.nih.gov/Methotrexate.htm
• Jones KW, Supen RP. A family physician’s guide to monitoring methotrexate. Am Fam Physician.
2000;62(7):1607–12.
• Puspitasari, Rizki et al. 2014. Ketepatan Penggunaan Metotreksat pada Pasien Reumatoid Artritis di Rumah
Sakit Emanuel Klampok berdasarkan Kriteria Eksplisit. Purwokerto; Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
• Kapita Selekta Kedokteran/editor. Chris Tanto, et al. Ed 4. (2014). Jakarta: Media Asculapius, PP. 834-839
• Wasserman, Amy M. 2011. Diagnosis and Management of Rheumatoid Arthritis. Diakses melalui
www.aafp.org
• Koda-Kimble, Mary A., dkk. 2009. Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs Ninth Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins