Anda di halaman 1dari 30

FARMAKOTERAPI

II KELOMPOK 3A
Nur Meti Anisa 11161020000003
ARHEUMATOID ARTHRITIS Mahliga Dwi Resky Putri 11161020000008
& OSTEOARTRITIS Nur Astuty Purnamasari 11161020000023
Idzni Izzati 11161020000067
Kasus 1
Ny Y (40 tahun, 60 kg), yang sebelumnya sehat, mengalami kekakuan pada pagi hari
yang berlangsung selama beberapa jam, anoreksia, fatigue dan nyeri sendi selama 4
bulan terakhir. Dia juga menyampaikan bahwa matanya terlihat merah hampir
sepanjang waktu dan kering yang tidak biasanya. Gejala yang dialami Ny Y memburuk
selama satu setengah bulan terakhir dan dia mengalami keterbatasan pada aktifitas
fisiknya. Yang bersangkutan juga tidak dapat lagi memakai cincin kawinnya akibat
terjadi pembengkakan pada tangannya. Pengamatan fisik terdapat pembengkakan
yang simetris bilateral, lunak dan hangat pada sendi metacarpophalangeal
(MCP) dan interphalangeal proksimal (PIP) tangan dan metacarpophalangeal
kaki. Nodul subkutan terdapat pada permukaan ekstensor lengan kiri.
UJI LABORATORIUM HASIL NORMAL

Laju sedimentasi eritrosit 2 mm/jam (normal wanita, <20 mm/jam


jika <50 tahun, <30 jika>50
tahun; pria, <15 mm/hour
jika<50 tahun, <20 jika>50
tahun)
hemoglobin (Hgb) 10.6 g/Dl 12–16 g/dL

hematokrit (Hct) 33% 36%–47%

platelet 480,000/mm3 140,000–400,000/mm3

albumin 3.8 g/dL 4.3–5.6 g/dL

asam urat serum 3.0 μg/dL 2–8 mg/dL

serum iron 40 μg/dL 60–180 mg/dL

total iron-binding capacity 275 mg/dL 200–400 mg/dL

positive anti-cyclic citrullinated 82 U <20 U; positif lemah, 20–39 U;


peptide (anti-CCP) and RF positif 1:320 positif moderat,40–59 U; positif
kuat,>60 U
Tanda-tanda dan gejala yang dialami Ny Y yang
mengarah kepada RA
Gejala RA (dipiro)
 Gejala prodromal spesifik yang berkembang selama beberapa minggu hingga bulan termasuk
kelelahan, kelemahan, demam ringan, anoreksia, dan nyeri sendi. Kekakuan dan mialgia dapat
mendahului perkembangan sinovitis.
 Keterlibatan sendi cenderung simetris dan memengaruhi sendi kecil tangan, pergelangan
tangan, dan kaki; siku, bahu, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki juga bisa terpengaruh.
 Kekakuan sendi biasanya lebih buruk di pagi hari, biasanya melebihi 30 menit, dan mungkin
berlangsung sepanjang hari.
Ny.Y mengalami tanda-tanda yang mengarah kepada RA yaiatu mengalami kekakuan pada pagi
hari yang berlangsung selama beberapa jam, anoreksia, fatigue dan nyeri sendi selama 4 bulan
terakhir. Dia juga menyampaikan bahwa matanya terlihat merah hampir sepanjang waktu dan
kering yang tidak biasanya. Gejala yang dialami Ny Y memburuk selama satu setengah bulan
terakhir dan dia mengalami keterbatasan pada aktifitas fisiknya. Yang bersangkutan juga tidak
dapat lagi memakai cincin kawinnya akibat terjadi pembengkakan pada tangannya
Nilai laboratorium mana saja pada Ny Y yang
dapat yang menandakan adanya penyakt RA

Pada pemeriksaan, pembengkakan sendi dapat terlihat atau terlihat hanya dengan palpasi.
Jaringan lunak, kenyal, hangat, dan mungkin eritematosa. Deformitas sendi dapat melibatkan
subluksasi pergelangan tangan, sendi metacarpophalangeal, dan sendi interpalangeal proksimal
(Deformitas leher angsa, deformitas boutonnière, dan deviasi ulnaris).

Keterlibatan ekstraartikular dapat mencakup nodul reumatoid, vaskulitis, efusi pleura, fibrosis
paru, manifestasi okular, perikarditis, kelainan konduksi jantung, penekanan sumsum tulang, dan
limfadenopati.
Kelainan laboratorium termasuk normositik, anemia normokromik; trombositosis atau
trombositopenia; leukopenia; peningkatan laju sedimentasi eritrosit dan protein C-reaktif; faktor
rheumatoid positif (60% -70% pasien); antibodi protein anticitrullinasi positif (ACPA) (50% -85%
pasien); dan antibodi antinuklear positif (25% pasien)
Tanda-tanda dan gejala yang dialami Ny Y yang
mengarah kepada RA
UJI LABORATORIUM HASIL NORMAL

Laju sedimentasi eritrosit 2 mm/jam (normal wanita, <20 mm/jam


jika <50 tahun, <30 jika>50
tahun; pria, <15 mm/hour
jika<50 tahun, <20 jika>50
tahun)
hemoglobin (Hgb) 10.6 g/Dl 12–16 g/dL

platelet 480,000/mm3 140,000–400,000/mm3

albumin 3.8 g/dL 4.3–5.6 g/dL

asam urat serum 3.0 μg/dL 2–8 mg/dL

serum iron 40 μg/dL 60–180 mg/dL

total iron-binding capacity 275 mg/dL 200–400 mg/dL

positive anti-cyclic citrullinated 82 U <20 U; positif lemah, 20–39 U;


peptide (anti-CCP) and RF positif 1:320 positif moderat,40–59 U; positif
kuat,>60 U
TERAPI FARMAKOLOGI
Pengobatan yang dapat dilakuakan untuk mengatasi RA
 Mulai dari obat disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs) sesegera mungkin setelah onset
penyakit karena pengobatan dini menghasilkan hasil yang lebih baik. DMARD memperlambat
perkembangan penyakit RA. DMARDs nonbiologis yang umum termasuk methotrexate (MTX),
hydroxychloroquine, sulfasalazine, dan leflunomide
 Obat antiinflamasi nonsteroid
Contoh obat jenis ini adalah
diklofenak dan ibuprofen.
 Obat kortikosteroid
Contoh obat ini adalah prednisone
dan metilprednisolon
Evaluasi apa yang dapat dilakukan terhadap Ny Y
selama pengobatan berlangsung dan menilai
keberhasilan terapi

Pengobatan rheumatoid arthritis dilakukan untuk


mengurangi rasa nyeri dan peradangan, sekaligus
mencegah kerusakan sendi lebih. Jika pembekakan, rasa
nyeri dan gejala yang dirasakan Ny.Y berkurang maka
terapi yang dilakukan oleh Ny. Y berjalan dengan lancar.
Aspek non farmakologi juga sangat berpengaruh, maka
dari ituNy. Y harus menjaga pola hidupnya agar
pengobatan dapat optimal.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian saat pasien
menggunakan obat-obat untuk RA
 NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri
dan mengurangi proses peradangan. Golongan ini mempunyai risiko efek samping
yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.

 Kortikosteroid. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon


dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam
jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di
konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek
samping yang serius.

 Obat remitif (DMARD). Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh
karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit
dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang
termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam
emas.
Kasus 2
Ny D telah 1 tahun menjalani pengobatan RA nya dengan
metotreksat oral , 15 mg per minggu. Selama menjalani masa
pengobatan tersebut gejala RA cukup terkendali, hingga 1 bulan
terakhir, kondisi RA Ny D mengalami pemburukan yang
ditandai dengan munculnya gejala RA yang selama ini cukup
terkendali.
1. Tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap Ny D, Apaka
diperlukan perubahan terapi dan seperti apa terapi yang
direncanakan?
2. Apa yang perlu diperhatikan selama pemakaian obat
metotreksat tersebut pada Ny D?
Tindakan serta perubahan terapi yang dilakukan
TINDAKAN YANG DILAKUKAN
MTX merupakan obat first-line yang digunakan dalam pengobatan RA.
Ny.D sudah mengkonsumsi selama 1 tahun tetapi 1 bulan terakhir gejala RA
timbul dan tidak terkendali. Berdasarkan algoritma, tindakan yang dilakukan
adalah beralir ke pengobatan fase 2 (dimana gejala yang tidak diharapkan
timbul) yaitu dengan terapi biological drug (terutama TNF-Inhibitor) selama
3-6bulan contohnya adalimumab, Certolizumab, Infliximab dll). jika
memberikan respon yang baik lanjutkan pengobatan. Jika tidak dilanjutkan
pada pengobatan fase 3.
Jika RA tetap tidak terkontrol dengan baik dengan pengobatam nonbiologik
DMARD, BiologiK DMARD dapat digunakan contohnya TNF inhibitor
sebagai first-line.
(www.aafg.org)
Hal yang perlu diperhatikan saat penggunaan MTX oral
1. Dosis
Keberhasilan terapi MTX ditentukan oleh ketepatan dosis dan
monitoring (Jones KW et al, 2006).
Metotreksat - onset 1-2 bulan
Dosis awal--> IV = 7.5-10 mg/ minggu
Oral = 12.5- 17.5 mg/minggu
diberikan dalam 8-12 minggu
Ket: MTX diberikan pada kasus lanjut dan berat.
ESO= Rentan infeksi, Intoleransi GI, gangguan fungsi hati dan
hematologi (Tanto Christ, 2014)
2. Penambahan Asam Folat
Selama penggunaan MTX diperlukan penambahan asam folat
dikarenakan MTX dapat menyebabkan gangguan regenerasi sel
hingga menyebabkan gangguan organ. Pemberian asam folat
terbukti dapat memperbaiki kondisi hepar karena dapat
menurunkan kadar enzim yang mengalami peningkatan akibat
MTX (National Institute of Health, 2013).Penggunaan asam
folat dilakukan pada hari ketiga setelah penggunaan MTX
dengan dosis minimal 5 mg per minggu (I Comegna et al, 2011)
Hal yang perlu diperhatikan saat penggunaan MTX oral
4. Monitoring
Terapi MTX dihentikan apabila terjadi:
3. Menghindari Penggunaan bersama
1) Anemia: MCV >100 µm3/jumlah sel yang mengindikasikan
NSAID
defisiensi asam folat; Leukosit <3.500/mm3 dan terapi dimulai
Pemberian metotreksat bersamaan NSAID
satu minggu setelah normal; Platelet <100.000/mm3 dan terapi
mengakibatkan interaksi farmakokinetika
dimulai kembali setelah 3 minggu dengan dosis 50–75% dari
dan selanjutnya meningkatkan konsentrasi
dosis normal.
metotreksat dalam darah serta
2) Hepatotoksik: Nilai SGPT mengalami peningkatan.
meningkatkan toksisitas gastrointestinal dan
Pemeriksaan ALT dilakukan selama 1 minggu setelah dosis
hematologi.18 Penggunaan NSAID dan
terakhir. Apabila terjadi peningkatan secara persisten, MTX
MTX secara bersama bertujuan sebagai
digunakan kembali setelah 1–2 minggu dan ALT diperiksa
terapi simptomatik karena onset MTX
kembali. Apabila ALT meningkat maka selama 2–3 bulan
dicapai setelah 3–6 minggu pengobatan.
dilakukan biopsi hepar.
Efek samping pada gastrointestinal diatasi
3) Nefrotoksisitas: Kontraindikasi pada pasien dengan nilai
dengan pemberian gastroprotektor.
ClCr < 10 mL/menit.
4) Toksisitas paru: Batuk kering dan sesak napas.
Kasus 3
Tn Z (68 th) dengan gagal jantung, sebelumnya diterapi
dengan
• furosemid 40 mg/hari,
• digoksin 0,25 mg/hari,
• kembali berobat dan mendapatkan resep ibuprofen 600
• metoprolol 50 mg (2x sehari)
mg (3x sehari) untuk mengatasi RAnya.
• isisinopril 40 mg/hari,
Tn. Z melihat bahwa terjadi peningkatan pembengkakan
kaki selama 2 minggu terakhir yang berhubungan dengan
penambahan berat badannya beberapa kg, peningkatan
pada nafas memendek dan mudah letih.
PERTANYAAN

• Adakah kemungkinan yang dialami oleh Tn Z terkait dengan


adanya pengobatan tambahan RA padanya? Jelaskan
• Bagaimana cara mengatasi kondisi tersebut apabila diduga
kondisinya terkait dengan DRP?
• Intruksi apakah yang perlu disampaikan kepada pasien yang
memulai terapi dengan NSAID untuk menangani RA nya?
Adakah kemungkinan yang dialami oleh Tn Z terkait
dengan adanya pengobatan tambahan RA padanya?
• Obat Ibuprofen merupakan golongan obat NSAID yang
menghambat enzim COX-1 dan COX-2, sehingga menurunkan
produksi prostaglandin dan prostasiklin yang merupakan
mediator inflamasi, sehingga mengakibatkan fasokontriksi.
• Dapat terjadi retensi cairan, fungsi ginjal tergantung pada
produksi lokal prostaglandin E2 dalam ginjal untuk mengimbangi
efek vasokontriktor dari angotensin, vasopresin dan katekolamin
konsentrasi tinggi. Penghambatan COX oleh NSAID dalma ginjal
mengurangi konsentrasi prostaglandin dan vasokontriksi yang
tidak dibatasi. Sehingga, output urin menurun, serum darah
nitrogen urea dan kadar kreatinin serum meningkat dan cairan
dipertahankan. Selain itu, ibuprofen juga berisiko meningkatkan
resiko myocardial infarction (MI)
Bagaimana cara mengatasi kondisi tersebut apabila diduga
kondisinya terkait dengan DRP?

• Menggunakan NSAID dengan dosis efektif terendah.


Ibuprofen dan celecoxib lebih baik dihindari.
• Dapat mneggunakan injeksi kortikostreoid intrartikular jika
jumlah sendi terbatas atau pemberian kortikosteroid oral
jangka pendek.
• Dapat menggunakan terapi DMARD.
• Jika menggunakan NSAID atau kortikosteroid digunakan,
maka perlu adanya pemantauan ketat fungsi ginjal dan
retesni cairan.
Intruksi apakah yang perlu disampaikan kepada pasien yang
memulai terapi dengan NSAID untuk menangani RA nya?

• Menyampaikan kepada pasien mengenai terapi NSAID sebagai


pereda nyeri dan peradangan RA, tetapi tidak menghentikan
perkembangan penyakit.
• Menyimpan obat yang didapatkan dengan benar.
• Memberitahu gejala efek samping seperti perdarahan GI (mual,
muntah, nyeri lambung), tinja berwarna gelap, koagulasi darah (batuk
atau muntah seperti ampas kopi)
• Jika pasien mengalami gejala tersebut, maka harus menghubungi
dokter atau layanan kesehatan.
Kasus 4
Ny T (60 tahun, 80 kg), mengalami nyeri, pembengkakan
pada lutut kiri sekitar 1 tahun yang lalu. Sejak itu, dia
mengalami nyeri intermiten pada lutut kanan dan panggul.
Dia saat ini mengalami kekauan moderat pagi hari pada
panggul dan lutut dan beberapa kekauan sendi setelah
beraktifitas. Rasa nyeri meningkat seiring dengan
peningkatan gerak. Pemeriksaan pada sendi
memperlihatkan nodus Herberden pada kedua tangan,
keterbatasan gerak memutar panggul kanan sampai 45o.
Hasil laboratorium tidak semuanya dalam batas normal
termasuk RF negatif.
A. Tanda dan gejala apa terkait osteoartritis
yang terjadi pada Ny.T?

• Nyeri
• Pembengkakan pada lutut kiri
• Nyeri intermitten pada lutut kanan dan panggul
• Kekakuan moderat pagi hari pada panggul
B. Jelaskan secara apa itu osteoartritis, gejala
patofisiologinya!

• Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif,


dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami
perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta
sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot–otot yang
menghubungkan sendi.
B. Jelaskan secara apa itu osteoartritis, gejala
patofisiologinya!
• Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua
yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer, atau dapat
disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti
dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun
proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder,
merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan
sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor
keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama.
B. Jelaskan secara apa itu osteoartritis, gejala
patofisiologinya!
• Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003)
dalam Nur (2009) adapun gejala osteoartritis antara lain
• Nyeri sendi
• Kekakuan (stiffness)
• Hambatan gerakan sendi
• Pembengkakan sendi
• Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak
• Kemerahan pada daerah sendi
C. Terapi Non Farmakologi

• Langkah pertama dalam perawatan OA adalah edukasi


pasien tentang proses penyakit, prognosis, dan treatment
penyakit.
• Untuk pasien OA diharapkan mampu menurunkan atau
menaikkan berat badan sampai mencapai BMI 18-25
• Latihan fisik seperti aerobic dan aquatik dapat membantu
mempertahankan dan mengembalikan jangkauan gerak
bersama dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot
D. Terapi Farmakologi
Tatalaksana
Osteoartritis

Dipiro, 2009
Obat-obatan yang digunakan
1. Acetaminophen
• ACR merekomendasikan acetaminophen sebagai terapi obat lini pertama
untuk manajemen nyeri pada OA, karena aman dan biaya relatif murah.
Dosis: 325–650 mg setiap 4–6 jam atau 1 g 3–4 kali / hari
2. NSAID
• Jika penggunaan belum efektif, maka digunakan obat-obatan NSAID
untuk menghilangkan nyeri pada OA
• Obat NSAID yang digunakan salah satunya adalah Ibuprofen. Ibuprofen
mengurangi rasa sakit dan peradangan. Setelah tahap awal
osteoartritis, peradangan mulai terasa pada penyakit ini. Dengan
demikian, obat-obatan dengan kombinasi sifat analgesik dan
antiinflamasi menjadi lebih diinginkan. Dosis Ibuprofen yaitu maksimal
800mg 3-4kali sehari
Obat-obatan yang digunakan
3. Glukosamin dan Chondroitin
• Kondroitin dan glukosamin lebih unggul daripada plasebo dalam
mengurangi rasa sakit dari OA lutut. Sebuah meta-analisis terbaru dari
glukosamin dan kondroitin diindikasikan bahwa kedua agen memiliki
khasiat dalam mengurangi rasa sakit dan meningkatkan mobilitas, dan
glukosamin mengurangi penyempitan ruang sendi
4. Injeksi Hyaluronate
• Hyaluronate tersedia untuk injeksi intra-artikular untuk perawatan
OA lutut . Hyaluronate dengan berat molekul tinggi merupakan
konstituen penting dari tulang rawan normal, dengan sifat
viskoelastik memberikan pelumasan dengan gerakan dan penyerapan
shock selama gerakan cepat
5. Analgesik Narkotik
• Analgesik narkotika dosis rendah mungkin sangat berguna pada
pasien yang tidak mengalami penyembuhan dengan acetaminophen,
NSAID, injeksi intraartikular, atau terapi topikal.
Daftar Pustaka
• Marc C, dkk. 2012. American College of Rheumatology 2012 Recommendations for the Use of
Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapies in Osteoarthritis of the Hand, Hip, and Knee. Arthritis Care
& Research Vol. 64: American College of Rheumatology
• Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
• Colmegna I, Brent RO, Henri AM. Current understanding of rheumatoid arthritis therapy. Clin Pharmacol
Ther. 2011;91(4):607–20. doi:10.1038/clpt. 2011.325
• National Institute of Health. Methotrexate [diunduh 4 Februari 2013]. Tersedia dari:
http://livertox.nih.gov/Methotrexate.htm
• Jones KW, Supen RP. A family physician’s guide to monitoring methotrexate. Am Fam Physician.
2000;62(7):1607–12.
• Puspitasari, Rizki et al. 2014. Ketepatan Penggunaan Metotreksat pada Pasien Reumatoid Artritis di Rumah
Sakit Emanuel Klampok berdasarkan Kriteria Eksplisit. Purwokerto; Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
• Kapita Selekta Kedokteran/editor. Chris Tanto, et al. Ed 4. (2014). Jakarta: Media Asculapius, PP. 834-839
• Wasserman, Amy M. 2011. Diagnosis and Management of Rheumatoid Arthritis. Diakses melalui
www.aafp.org
• Koda-Kimble, Mary A., dkk. 2009. Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs Ninth Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai