Anda di halaman 1dari 270

HEPATITIS A

ETIOLOGI

• Virus Hepatitis A (HAV) tergolong dalam


picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus
dengan berdiameter 27-28 mm dengan bentuk
kubus simetrik
• Virus dengan untai tunggal (single stranded)
• Satu serotype, dengan tiga atau lebih genotype,
dengan lokasi netralisasi imunodominan
tunggal, mengandung tiga atau empat
polipeptida virion di kapsomer.
• Replikasi di sitoplasma hepatosit yang
terinfeksi, menyebar pada primate non manusia
dan jalur sel manusia
PATOFISIOLOGI

1. Sistem imun bertanggung jawab terjadinya


kerusakan sel hati.
a. Melibatkan respons CD 8 dan CD 4 sel T
b. Produksi sitokin di hati dan sistemik.

2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada


pasien dengan imunosupresi dengan
replikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti
langsung.
GAMBARAN KLINIS
1.Fase Prodromal
2.Fase Ikterik
3.Fase Konvalesens
• Pada infeksi yang sembuh spontan
• Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik.
Infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang
fatal sehingga terjadi gagal hati akut.
GAMBARAN KLINIS

Sindroma klinis yang mirip pada semua virus


penyebab mulai dari gejala prodromal yang non
spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti :

- malaise - anoreksia
- mual - muntah
- gejala flu - faringitis
- batuk coryza - fotofobia
- sakit kepala mialgia
- serta gejala demam akan ditemukan
GAMBARAN KLINIS

Gejala prodromal menghilang pada saat timbul


kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise dan
kelemahan dapat menetap. Selanjutnya, ikterus,
yang didahului dengan kemunculan urin
berwarna gelap, pruritas (biasanya ringan dan
sedikit nyeri tekan pada hati, dan pada 15-20 %
pasien didapatkan splenomegali ringan dan
limfadenopati.
SEROLOGIS

Transmisi secara enterik, didapatkan IgM


anti HAV dapat dideteksi selama fase akut
dan 3-6 bulan setelahnya. Anti HAV yang
positif tanpa IgM anti HAV, mengindikasikan
infeksi lampau.
PERJALANAN ALAMIAH DAN OUTCOME

1. Perbaikan komplit dari klinis, histologis dan


biokimia dan terjadi dalam 3-6 bulan.

2. Fatalitas pada HAV tergantung umur (risiko


meningkat pada umur > 40 tahun.

3. Tidak pernah menjadi kronik atau karier virus


yang berkepanjangan.
PENGOBATAN & PENCEGAHAN

1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau


anoreksia berat yang menyebabkan dehidrasi.

2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan


yang adekuat :
a. Tidak ada rekomendasi diet khusus.
b. Makan pagi dengan porsi yang cukup besar
merupakan makanan yang paling baik
ditoleransi.
c. Menghindari konsumsi alkohol pada fase
akut.
PENGOBATAN & PENCEGAHAN

3. Aktivitas fisik yang berlebihan dan


berkepanjangan harus dihindari.

4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung


dari derajat kelelahan dan malaise.

5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk HAV.

6. Obat-obat yang tidak perlu dihentikan.


Pencegahan pada HAV,
dengan imunoprofilaksis :

1. Imunoprofilaksis sebelum paparan


a.Vaksin HAV yang dilemahkan
• Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
• Sangat imunogenik (hamper 100% pada
subyek)
• Antibodi protektif terbentuk dalam 15 hari
pada 85 - 90 % subyek
• Aman, toleransi baik.
• Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun
• Efek samping utama adalah nyeri pada
tempat penyuntikan
b. Dosis dan jadwal vaksin HAV
• > 19 tahun, 2 dosis HAVRIX ® (440 Unit
Elisa) dengan interval 6-12 bulan.
• Anal > 2 tahun, 3 dosis HAVRIX ® (360 Unit
Elisa), 0,1 dan 6-12 bulan atau 2 dosis (720
Unit Elisa), 0, 6 -12 bulan.
c. Indikasi vaksinasi
• Pengunjung ke daerah risiko tinggi
• Homoseksual dan biseksual
• Intravenous Drug User (IVDU)
• Anak dan dewasa muda pada daerah yang
mengalami kejadian luar biasa luas
• Anak pada daerah dimana angka kejadian
HAV lebih tinggi dari angka nasional
• Pasien yang rentan dengan penyakit hati
kronik
• Pekerja laboratorium yang menangani HAV
• Pramusji
• Pekerja pada bagian pembuangan air.
2. Imunoprofilaksis paska paparan
• Keberhasilan vaksin HAV pada paska
paparan belum jelas
• Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata
akan tetapi tidak sempurna
• Dosis dan jadwal pemberianimmunoglobulin :
- Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah
deltoid sesegera mungkin setelah paparan
- Toleransi baik, nyeri pada daerah
penyuntikan.
- Indikasi kontak erat dan kontak dalam rumah
tangga dengan infeksi HAV akut
HEPATITIS B
ETIOLOGI

Virus hepatitis B (HBV) pada manusia merupakan


prototipe famili virus Hepadna (Hepatitis Associated DNA
Viruses). Hanya manusia, simpanse gibbon, beberapa macaca
dan tupala yang sejauh ini diketahui dapat terinfeksi dengan
virus hepatitis B manusia. Hati merupakan tempat utama
replikasi virus, disamping tempat lainnya. HBV terdiri atas 6
genotipe (A-H) terkait dengan derajat beratnya & respons
terhadap terapi, berukuran 42 nm partikel sferis dengan inti
nukleokapsid, densitas electron, diameter 27 nm, selubung luar
lipoprotein dengan ketebalan 7 nm.
Inti HBV mengandung ds-DNA partial (3,2 kb) dan protein
polymerase DNA dengan aktivitas reverse transcriptase, antigen
hepatitis B core (HBcAg), merupakan protein structural,
antigen hepatitis B e (HBeAg), protein non structural yang
berkorelasi secara tdk sempurna dengan replikasi aktif HBV.
Selubung lipoprotein HBV mengandung antigen
permukaan hepatitis B (HBsAG), dengan tiga
bentuk protein; utama, besar dan menengah.
Lipid minor dan komponen karbohidrat. HBsAg dalam
bentuk partikel dan infeksius dengan bentuk sferis 22
nm atau tubuler. Satu serotype utama dengan banyak
subtype berdasarkan keanekaragaman protein
HBsAg.
Virus HBV mutan merupakan konsekuensi
kemampuan proof reading yang terbatas dari reverse
transcriptase atau munculnya resistensi, hal tersebut
meliputi :
• HbeAg negatif mutasi precore/core
• Mutasi yang diinduksi oleh vaksin HBV
• Mutasi YMDD oleh karena lamivudin.
EPIDEMIOLOGI dan FAKTOR RISIKO

Masa inkubasiHBV berkisar 15-180 hari (rata-rata


60-90 hari), viremia berlangsung selama beberapa
minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Kira-kira
1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan
berkembang menjadi hepatitis kronis dan viremia
yang persisten. Infeksi persisten dihubungkan dengan
hepatitis kronis, sirosis dan kanker hati. HBV
ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal,
saliva, cairan tubuh lain.
Cara transmisi bervariasi secara geografis
dan biasanya berhubungan dengan prevalensi
infeksi. Pada daerah dengan prevalensi tinggi,
transmisi yang terjadi biasanya vertikal dari ibu ke
anak, atau horizontal dalam keluarga. Pada daerah
dengan prevalensi menengah, penyebaran infeksi
virus hepatitis B terjadi secara horizontal, dimana
infeksi terjadi umumnya pada anak-anak yang lebih
tua, remaja dan dewasa. Pada daerah dengan
prevalensi rendah, infeksi HBV ditemukan pada
remaja dan dewasa muda serta ditularkan melalui
hubungan seksual atau secara parenteral.
Transmisi HBV melalui darah, yaitu penerima
produk darah, Intravemous Drug User (IVDU),
pasien hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja
yang terpapar darah, transmisi yang lain yaitu
secara seksual, transmisi maternal-neonatal,
maternal infant, penetrasi jaringan (perkutan)
atau per mukosa seperti tertusuk jarum yang
terkontaminasi, penggunaan ulang peralatan
medis yang terkontaminasi, penggunaan
bersama pisau cukur dan silet, tattoo,
akupunktur, tindik dan penggunaan sikat
bersama.
GAMBARAN KLINIS

Tanpa memperhitungkan etiologi, keadaan


hepatitis virus akut dibagi dalam 3 stadium
klinis :
1. Fase Prodromal,
2. Fase Ikterik dan
3. Fase Konvalesens
SEROLOGIS

Diagnosis serologis telah tersedia dengan


mendeteksi keberadaan dari IgM antibody
terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBe
dan HBsAg). Keduanya akan ada saat gejala
muncul, HBsAg mendahului IgM anti HBe;
HBsAg merupakan petanda pertama kali
diperiksa secara rutin, HBsAg dapat menghilang
biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan
setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM
anti HBe. Selain itu, juga HBeAg, HBV DNA, IgG
anti HBe dan antibody terhadap HBsAg.
HBeAg biasanya terdeteksi setelah
kemunculan HBsAg. HBeAg dan HBV DNA
menghilang dalam beberapa minggu atau
bulan, pada infeksi yang sembuh sendiri.
Selanjutnya, akan muncul anti HBs dan anti HBe
menetap. IgG anti HBe menggantikan IgM anti HBe
pada infeksi yang sembuh. IgG anti HBe
merupakan penanda untuk membedakan infeksi
pada masa lampau atau infeksi yang berlanjut,
serta tidak akan muncul pada pemberian vaksin
HBV.
Antibodi terhadap HBsAg (antiHBs)
merupakan antibody penetral dan merupakan
antibody yang terakhir muncul. Secara umum,
mengindikasikan kesembuhan/kekebalan
terhadapminfeksi, dan dimunculkan dengan
pemberian vaksin
PERJALANAN ALAMIAH DAN
OUTCOME

1. Risiko untuk kronisitas tergantung umur, menurun


secara progresif dengan meningkatnya umur.
• 90% infeksi pada neonatus akan berkembang
menjadi karier.
• 1-5% pasien dewasa akan berkembang menjadi
kronik.

2. Gagal hati akut pada < 1% infeksi akut


PERJALANAN ALAMIAH
DAN OUTCOME

3. Infeksi persisten (HbsAg positif dengan atau tanpa


replikasi aktif HBV)
• Karier asimptomatik dengan gambaran histologi
normal atau non spesifik.
• Hepatitis kronik, sirosis, karsinoma hepatoseluler.
• Dihubungkan dengan glomerulonefritis
membranosa, poliartritis nodosa, yang lebih
jarang krioglobulinemia campuran
PENATALAKSANAAN

1. Modulasi imunitas seluler atau humoral


• Interferon alfa/beta
• Terapi vaksin

2. Supresi replikasi virus


• Interferon alfa/beta
• Agen anti virus :
- Lamivudin
- Ganciclovir
- Arabinosides : ARA-A/ARA-AMP
- Adevovir Dipivoxil
- Entecavir
PENCEGAHAN

Selain perbaikan hygiene secara umum,


upaya pencegahan infeksi virus hepatitis B
saat ini terdiri dari vaksinasi, terutama
diperuntukkan pada individu berisiko
tinggi, dan upaya penapisan darah, produk
darah dan materi donor. Vaksinasi
merupakan cara yang paling efektif untuk
mencegah infeksi HBV. Dasar utama
imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin
hepatitis B sebelum paparan.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum
paparan
• Vaksin rekombinan ragi
- Mengandung HbsAg sebagai imunogen
- Sangat imunogenik, mengiduksi kadar
proteksi anti HbsAg pada > 95% pasien
dewasa muda sehat setelah pemberian
komplit 3 dosis
- Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah
infeksi HBV
- Efek samping utama :
1) Nyeri sementara pada tempat penyuntikan
pada 10-25%
2) Demam ringan dan singkat pada < 3%
• Booster tidak direkomendasikan walaupun
setelah 15 tahun imunisasi awal.
• Booster hanya untuk individu dengan
imunokompromais jika titer dibawah 10mU/mL
• Peran imunoterapi untukm pasien hepatitis B
kronik masih dalam taraf penelitian
• Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian
IM deltoid dosis dewasa untuk dewasa, untuk
bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan
dosis anak (1/2 dosis dewasa) diulang pada I
dan 6 bulan kemudian.
• Indikasi :
1. Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur
19 tahun (bila belum divaksinasi)
2. Grup risiko tinggi : Pasangan dan anggota
keluarga yang kontak dengan karier hepatitis
B, pekerja kesehatan dan pekerja yang
terpapar darah, IVDU, homoseksual dan
biseksual pria, individu dengan banyak
pasangan seksual, resipien transfuse darah,
pasien hemodialisis, sesama narapidana,
individu dengan penyakit hati yang sudah
ada (misal hepatitis C kronik)
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan
vaksin hepatitis B dan immunoglobulin
hepatitis B (HBIG), indikasi :
• Kontak seksual dengan individu yang
terinfeksi hepatitis akut :
- Dosis 0,04-0,07 ml/kbBB HBIG sesegera
mungkin setelah paparan
- Vaksin HBV pertama diberikan pada saat
atau hari yang sama pada deltoid sisi lain
- Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6
bulan kemudian
• Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap
HbsAg positif :
- Setengah mili liter HBIG diberikan dalam
waktu 12 jam setelah lahir dibagian
anterolateral otot paha atas.
- Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug,
diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi
lain, diulang 1 dan 6 bulan kemudian
• Efektifitas perlindungan melampaui 95%.
HEPATITIS C
ETIOLOGI
• Virus hepatitis C adalah anggota famili
virus Flaviviridae genus hepacivirus.
• Infeksi HCV sering dihubungkan dengan
berbagai manifestasi auto-imun, agregat limfosit
yang padat pada jalur portal.
• Virus hepatitis C didalam sel limfosit,
mendukung bahwa mekanisme imun mungkin
terlibat dalam Patogenesis kerusakan sel hati.
• HCV mempunyai selubung glikoprotein,
merupakan virus RNA rantai tunggal, dengan
partikel sferis, inti nukleosid 33 nm, genome
HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode
protein besar sekitar residu 3000 asam amino,
yang terdiri dari :
1. 1/3 bagian dari poliprotein terdiri atas
protein struktural.
2. Protein selubung dapat menimbulkan antibodi
netralisasi
3. Region hipervariabel terletak di E2.
4. Sisa 2/3 dari poliprotein terdiri atas protein
nonstrktural (dinamakan NS2, NS3, NS4A, NS4B
dan NS5B terlibat dalam replikasi HCV. Hanya ada
satu serotipe yang dapat diidentifikasi, terdapat
banyak genotipe dengan distribusi yang bervariasi
di seluruh dunia.
EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RISIKO

• Masa inkubasi 15-160 hari (puncak pada


sekitar 50 hari), viremia yang berkepanjangan
dan infeksi yang persisten umum, dijumpai
sekitar 55-85%.
• Infeksi yang menetap dihubungkan dengan
hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati.
• Cara transmisi yaitu melalui darah
(prodominan) pada IVDU dan penetrasi
jaringan, resipien produk darah, transmisi
secara seksual, secara maternal-neonatal, dan
tak terdapat bukti transmisi secara feko-oral.
SEROLOGIS
Secara serologis, anti HCV dapat dideteksi
pada 60% pasien selama fase akut dari penyakit,
35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa
minggu atau bulan kemudian. Anti HCV tidak
muncul pada < 5% pasien yang terdeteksi (pada
pasien HIV, anti HCV tidak muncul dalam
presentase yang lebih besar). Pemeriksaan IgM
anti HCV dalam pengembangan (belum disetujui
FDA). Secara umum anti HCV akan tetap
terdeteksi untuk periode yang panjang, baik pada
pasien yang mengalami kesembuhan spontan
maupun yang berlanjut menjadi kronik.
HCV RNA, merupakan petanda yang paling awal
muncul pada infeksi akut hepatitis C, yaitu
beberapa minggu setelah terinfeksi. Pemeriksaan
HCV RNA merupakan pemeriksaan yang mahal,
untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin
dilakukan, kecuali pada keadaan dimana
dicurigai adanya infeksi pada pasien dengan anti
HCV negative. HCV RNA ditemukan pada infeksi
kronik HCV.
PERJALANAN ALAMIAH
dan OUTCOME

Sekitar 15-45% pasien HCV akan sembuh


spontan, tetapi umumnya akan terjadi infeksi
menetap dengan viremia yang memanjang
dan kadar serum aminotransferase yang
meningkat atau berflukturasi. Kejadian akut
sangat jarang ditemukan.
PERJALANAN ALAMIAH
dan OUTCOME

Secara histologi pada HCV persisten


ditemukan :
1. Hepatitis kronik-inflamasi ringan, sedang
dan berat.
2. Porta periporta, bridging fibrosis atai
sirosis
Risiko untuk terjadinya karsinoma hepatoseluler
pada pasien yang telah mengalami sirosis,
keadaan ini dihubungkan dengan adanya
mixed cryoglobulinemia cutaneous vasculitis,
glomerulonephritis membranosa porphyria
cutanea tarda.
PENATALAKSANAAN

Interferon alfa dan beta serta kombinasi


dengan ribavirin menunjukkan efektivitas
dalam pengobatan hepatitis C kronis walaupun
keberhasilan pengobatan dengan interferon ini
bervariasi antar beberapa penelitian. Pada
umumnya ALT serum dapat menjadi normal
pada kurang lebih 50% pasien selama
pengobatan. Tetapi setelah pengobatan
dihentikan, kurang lebih hanya 15-25% yang
berhasil. Hubungan antara dosis, cara serta
lama pemberian interferon masih sementara
dilakukan penelitian.
PENCEGAHAN

Vaksin terhadap HCV yang efektif belum


ditemukan.
HEPATITIS D
ETIOLOGI

• VHD merupakan virus RNA tidak lengkap,


memerlukan bantuan dari HBV untuk
ekspresinya, patogenesitas tapi tidak untuk
replikasi.
• VHD hanya dikenal satu serotype dengan tiga
genotype, merupakan partikel sferis 35-27 nm,
diselubungi oleh lapisan lipoprotein HBV
(HBsAg) 19 nm struktur mirip inti.
ETIOLOGI

• VHD mengandung suatu antigen nuclear


phosphoprotein (HDV antigen) yang mengikat
RNA, terdiri dari 2 isoforms; yang lebih kecil
mengandung 195 asam amino dan yang
lebih besar mengandung 214 asam amino,
antigen HDV yang lebih kecil mengangkut RNA
ke dalam inti, merupakan hal esensial untuk
replikasi sedangkan antgen HDV yang
lebih besar menghambat replikasi HDV RNA
dan berperan pada perkaitan HDV.
ETIOLOGI

• RNA HDV merupakan untai tunggal,


covalently close dan sirkular. HDV mengandung
kurang dari 1680 nukleotida, merupakan genom
RNA terkecil diantara virus binatang, dan
replikasinya hanya pada hepatosit.
EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RISIKO

Masa inkubasi HDV diperkirakan 4-7 minggu,


dan endemis di Mediterannia, Semenanjung
Balkan, bagian Eropa bekas Rusia.
Infeksi HDV hanya terjadi pada individu
dengan risiko infeksi HBV (ko-infeksi atau
superinfeksi) :
a. IVDU
b. Homoseksual atau biseksual
c. Resipien donor darah
d. Pasangan seksual
SEROLOGIS

Secara serologis pada HDV :


1. Pasien HbsAg positif dengan :
• Anti HDV dan atau HDV sirkulasi
(pemeriksaan belum mendapat persetujuan)
• IgM anti HDV dapat muncul sementara.
2. Ko-infeksi HBV/HDV :
• HBsAg positif
• IgM anti HBe positif
• Anti HDV dan atau HDV RNA.
SEROLOGIS

3. Superinfeksi HDV :
• HBsAg positif
• IgG anti HBe positif
• Anti HDV dan atau HDV RNA
4. Titer anti HDV akan menurun sampai tak
terdeteksi dengan adanya perbaikan infeksi.
PERJALANAN ALAMIAH dan OUTCOME

Pada HDV akan terjadi :


a. Ko-infeksi HDV dan HBV biasanya sembuh
spontan dan sembuh tanpa gejala sisa.
b. Gagal hati akut lebih sering terjadi pada
superinfeksi HDV disbanding dengan ko-infeksi
dengan HBV.
c. Superinfeksi HDV dapat berlanjut menjadi
HDV kronis superinfeksi dengan HBV kronis
dan berkembang menjadi hepatitis kronis berat
dan sirosis.
PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan spesifik untuk


hepatitis D, apabila terjadi gagal hati akut, maka
penanganan dengan jalan transplantasi hati, dan
angka survival mencapai 65-75% bila dilakukan
tranplantasi dini.
HEPATITIS E
ETIOLOGI

• Hepatitis E adalah suatu virus positive


sense RNA berukuran 29-34 nm, bentuk sferis
yang kecil tanpa selubung, hampir menyerupai
virus A (HAV) dengan 7600 nucleotida single
stranded, terdiri dari short 5’ untranslated
region (5’UTR)
• HEV ini termasuk dalam famili hepeviridae,
genus hepevirus.
• Penyebaran HEV hingga sekarang masih
belum jelas, tetapi diduga disebarkan oleh
unggas, babi, atau binatang buas/liar dan
binatang peliharaan juga dapat mengidap
virus ini.
EPIDEMIOLOGI
HEV sering menyebabkan hepatitis akut
epidemik pada negara-negara berkembang
dengan sanitasi yang kurang optimal.
Di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika
Tengah dan paling jarang di daerah beriklim
sedang ataupun di negara-negara maju seperti
pada daerah Amerika Serikat, tetapi dapat
dipertimbangkan apabila sehabis mengadakan
perjalanan ke daerah endemis HEV.
Penyakit ini merupakan penyakit yang sembuh
tanpa pengobatan, tidak ada manifestasi karier
atau kronik.
PATOGENESIS

• Pada keadaan biasa, tak satupun dari


virus hepatitis bersifat sitopatik langsung
terhadap hepatosit, tetapi merupakan respons
imunologik dari host.
• Lesi morfologik dari semua tipe hepatitis
sama, terdiri dari infiltrasi sel PMN pan
lobuler, terjadi nekrosis sel hati, hyperplasia
dari sel-sel kupffer dan membentuk derajat
kolestasis yang berbeda-beda.
• Regenerasi sel hati terjadi, dibuktikan dengan
adanya gambaran mitotic, sel-sel multinuclear
dan pembentukan rosette atau pseudoasinar.
GEJALA KLINIS

• HEV dengan masa inkubasi 15-60 hari (rata-


rata 40 hari) dan HEV dapat dideteksi dari
kotoran.
• Anak-anak dan dewasa muda mengalami
ikterik dan hepatitis subklinis atau yang tidak
tampak.
3 stadium klinis, yaitu :
1. Fase Prodromal
2. Fase Ikterik
3. Fase Konvalesens.
Fase Prodromal
Fase ini disebut juga fase preikterik yang
terjadi 1-10 hari
• Selama fase ini, kebanyakan penderita
mengalami sejumlah keluhan konstitusional
yang non spesifik seperti malaise, kelelahan,
demam dan gejala gangguan gastrointestinal
seperti diare, nausea dan vomiting.
• Sindrome yang menyerupai serum sickness,
seperti kulit kemerahan, artralgia, sakit kepala
bisa terjadi selama periode ini.
Fase Ikterik
• Fase Ikterik umumnya terjadi peningkatan
kadar bilirubin & enzim-enzim transminase.
• Urin berwarna gelap (bilirubinuria) biasanya
terlihat dalam beberapa hari sebelum awitan
ikterik.
• Gejala konstitusional dan demam akan
membaik setelah muncul ikterik.
• Hepatitis tanpa ikterik/anikterik paling sering
terjadi pada semua hepatitis virus.
• Pada pemeriksaan fisis didapatkan hepar
yang teraba dengan konsistensi agak kenyal,
sedangkan lien sering tidak teraba. Fase ikterik
berlangsung sekitar 12-15 hari dan akan kembali
normal setelah 1 bulan.
Fase Konvalesens
• Selama fase konvalesens, penurunan berat
badan segera terkoreksi, tetapi kelelahan
akan terus terjadi selama beberapa bulan.
• Hepatitis kolestatik dengan kadar bilirubin
serum yang tinggi dapat terjadi pada sejumlah
kecil pasien.
• Defisiensi G6PD memiliki kaiotan erat
dengan ikterik berat pada hepatitis virus akut
akibat hemodialisis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• Serum transminase, bilirubin, serologis


dengan metode ELISA seperti antibodi anti
HEV, Ig G dan Ig M anti HEV dan PCR.
• Serum transminase (AST dan ALT)
menunjukkan peningkatan.
• Kadar puncak bervariasi, mulai dari 400 IU
atau lebih, kadar ini terjadinya ikterus secara
klinis dan akan berkurang secara progresif
selama fase pemulihan.
DIAGNOSIS

Diagnosis HEV berdasarkan gejala klinis,


menunjukkan gejala hepatitis akut dan adanya
riwayat sehabis mengadakan perjalanan ke
daerah endemis.
Antibodi anti HEV, Ig G dan Ig M anti HEV dan
PCR serum dan kotoran untuk mendeteksi HEV
RNA.
DIAGNOSIS BANDING
Mononucleosis infeksiosa, infeksi
sitomegalovirus dan infeksi herpes simpleks Q
fever, drug induced liver disease dan shock
liver.

PENATALAKSANAAN
Belum ada terapi yang khusus untuk HEV.
HEPATITIS G
EPIDEMIOLOGI

HGBV-C/HGV RNA dijumpai hanya dalam suatu


persentase rendah pada pasien baik hepatitis
non A-E akut atau kronis. HGV/HGBV-C muncul
sebagai ko-infeksi atau superinfeksi pada 10-
15% dan infeksi hepatitis C, dan 5-15% dari
infeksi hepatitis B.
GAMBARAN KLINIS

Infeksi akut HGV/HGBV-C sering tidak


menimbulkan ikterus, puncak nilai ALT lebih
rendah dan frekuensi timbulnya hepatitis
kronis rendah (0-20%).
SEROLOGIS

Sampai kini pemeriksaan serologis yang


dapat dipercaya belum bisa dikembangkan
karena HGV/HGBV-C tidak menunjukkan
ekspresi epitop-epitop yang memungkinkan
deteksi serologis yang akurat.
PENATALAKSANAAN

Pengobatan dengan interferon digunakan


untuk infeksi HGV/HGBV-C, khususnya para
pasien dengan infeksi ganda (VHC dan
HGBV-C).
PANKREATITIS AKUT
PENDAHULUAN

Pankreatitis adalah reaksi peradangan


pancreas. Secara klinis pankreatitis akut
ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai
dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin.
Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dan
ringanyang self limited sampai sangat berat
yang disertai dengan ranjatan dengan
gangguan ginjal dan paru-paru yang berakibat
fatal.
KLASIFIKASI
Pankreatitis akut dibagi atas :
1. Pankreatitis akut, disini fungsi pankreas
kembali normal.
2. Pankreatitis kronik, dimana terdapat sisa-
sisa kerusakan yang permanen.

1. Pankreatitis akut tipe interstisial; terdapat


nekrosis lemak di tepi pankreas dan edema
interstisial; biasanya ringan dan self limited.I
2. Pankreatitis akut tipe nekrosis yang dapat
setempat atau difus; terdapat korelasi antara
derajat nekrosis pankreas dan beratnya
serangan serta manifestasi sistemiknya.
ETIOLOGI
Etiologi Pankreatitis Akut pada 87 Kasus
dengan Episode/Indonesia:
1. Batu bilier 18 episode (19,1%)

2. Infeksi 20 episode (21,3%) terdiri atas


- Tifus 3 episode
- Demam berdarah dengue 5 episode
- Leptospirarosis 3 episode
- Askaris 5 episode
- Apendisitis akut 1 episode
- Sepsis 2 episode

3. Idiopatik 52 episode (55,3%)


ETIOLOGI
4. Metabolik (hipertrigliseridemia dan gagal
ginjal masing-masing 1 dan 2 episode
(2,3%),
5. Lain-lain 2 episode (2,3%) terdiri atas
Ca caput pancreas dan gravide masing-
masing 1 episode.
Etiologi pankreatitis akut di Negara Barat.
1. Alkohol
2. Batu empedu
3. Pasca bedah
4. Pasca ERCP
5. Trauma terutama trauma tumpul
6. Metabolik, antara lain :
- Hiper trigliseridemia
- Hiperkalsemia
- Gagal ginjal
7. Infeksi : virus parotitis, koksaki, askaris,
mikoplasma
8. Berhubungan dengan obat-obatan, antara
lain azatioprin, 6 merkaptopurin,
sulfanamid, tiasid, fitrosemid, tetrasiklin.
9. Penyakit jaringan ikat antara lain lupus
eritematosus sistemi
10. Idiopatik
PATOGENESIS
Kejadian ini didasarkan pada aktivitas enzim
di dalam pancreas yang kemudian
mengakibatkan autodigesti organ.
Dalam keadaan normal pancreas terlindungi dari
efek enzimatik digestinya sendiri. Enzim ini
disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan diaktivi
dengan pemecahan rantai peptic secara enzimatik.
Enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin,
karboksipeptidase, elastase) dan fosfolipase A
termasuk dalam kelompok ini. Enzim digestif yang
lain seperti amilase dan lipase disintesis dalam
bentuk inaktif dan disimpan dalam butir zimogen
sehingga terisolasi oleh membrane fosfolipid
didalam sel asini.
Selain itu, terdapat inhibitor di dalam
jaringan pankreas, cairan pancreas dan serum
sehingga dapat mengianktivasi protease yang
diaktivi terlalu dini. Dalam proses aktivasi
enzim did ala pancreas, peran penting terletak
pada tripsin yang mengaktivasi semua
zimogen pancreas yang terlihat dalam proses
autodigesti (kimotripsinogen, proelastase,
fosfolipase A).
Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung
pada tripsin. Aktivasi zimogen secara normal
dimulai oleh entrokinase di duodenum. Ini
mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin yang
kemudian mengaktivasi zimogen yang lain.Jadi
diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi
tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan
autodigesti pancreas.
Aktivasi enzim dimulai dari pancreas yang aktif,
asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah
mengalami emulsifikasi mampu mengiduksi
pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek
detergen pada sel pancreas, meningkatkan
aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin
dan asam lemak serta mengiduksi spontan
sejumlah kecil tripsinogen sehingga berikutnya
mengaktivasi proenzim pancreas yang lain.
Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam
duktus pankreatikus yang utama menambah
permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan
structural yang jelas. Perfusi 16,16 dimetil
prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik
pankreatitis tipe edema ke tipe hemoragik.
Kelainan histologis utama yang ditemukan
pada pankreatitis akut adalah nekrosis
koagulasi parenkim dan piknosis inti atau
kariolisis yang cepat diikuti oleh degradasi
asini yang nekrotik dan absorpsi debris
yang timbul. Adanya edema, perdarahan
dan trombosis menunjukkan kerusakan
vaskular yang terjadi bersamaan.
Alkohol
Masih menjadi pertanyaan mengapa hanya
pada pasien tertentu timbul pankreatitis akut
sesudah minum alkohol. Mungkin alkohol
mempunyai efek toksik yang langsung pada
pankreas pada orang-orang tertentu yang
mempunyai kelainan enzimatik yang tidak
diketahui. Teori lain adalah bahwa selain
merangsang sfinger Oddi sehingga terjadi
spasme dan meningkatkan tekanan di dalam
saluran bilier dan saluran-saluran di dalam
pancreas. Alkohol juga merangsang sekresi
enzim pancreas, sehingga mengakibatkan
pankreatitis.
Alkohol mengurangi jumlah inhibitor tripsin
sehingga pankreas menjadi lebih mudah
dirusak tripsik. Selanjutnya sekresi pancreas
yang pekat yang ditemukan pada pasien-
pasien alkoholik., seringkali mengandung
small proten plugs, yang berperan pada
pembentukan batu di dalam saluran- saluran
pankreas.Obstruksi saluran-saluran pancreas
yang kecil oleh plugs ini dapat merusak
pancreas.
Penyakit-penyakit Saluran Empedu
• Batu empedu yang terjepit pada ampula
Vateri/sfinger Oddi atau adanya mikrolitiasis
dapat mengakibatkan pankreatitis
akut karena refluks cairan empedu ke dalam
saluran pancreas.
• Hipertrigleseridemia dapat memicu
pankreatitis akut, karena efek langsung dari
lemak pada sel-sel pancreas.
Pankreatitis Akut Interstitial
Secara makroskopik, pankreas membengkak
secara difus dan tampak pucat. Tidak
didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau
bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik,
daerah interstisial melebar karena adanya
edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel
leukosit plimorfonuklear. Saluran pankreas
dapat terisi dengan bahan-bahan purulen.
Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik
.

Secara makroskopik tampak nekrosis


jaringan pankreas disertai dengan
perdarahan dan inflamasi.
Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak
pada jaringan-jaringan di tepi pankreas,
nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh
darah sehingga mengakibatkan perdarahan
dan dapat mengisi ruangan retroperiteoneal.
Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses
atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding,
yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga
dapat menimbulkan abses purulen.
GEJALA KLINIS
• Gejala pankreatitis akut dapat demikian
ringan sehingga hanya ditemukan dengan
pemeriksaan kadar enzim-enzim pancreas di
dalam serum.
• Adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba
bertambah.
• Rasa nyeri terletak di epistrium, kadang-
kadang agak ke kiri atau agak ke kanan.
• Nyeri ini dapat menjalar ke punggung.
• Kadang-kadang nyeri menyebar diperut dan
menjalar ke abdomen bagian bawah. Nyeri
berlangsung beberapa hari.
GEJALA KLINIS
• Sebagian kasus juga didapatkan gejala
mual dan muntah-muntah serta demam.

• Didapatkan tanda-tanda kolaps


kardiovaskular, renjatan dan
gangguan pernapasan.
Pemeriksaan fisis ditemukan:
- Rangsangan peritoneum.
- Tanda-tanda peritonitis lokal bahkan
kadang-kadang peritonitis.
- Mengurangnya atau menghilangnya bising
usus menunjukkan ileus paralitik
- Meteorismus abdomen ditemukan pada 70-80%.
- Palpasi dalam, kebanyakan dapat dirasakan
seperti ada massa di epigastrium.
- Suhu yang tinggi menunjukkan kemungkinan
kolangitis, kolesistitis, atau abses pankreas.
- Ikterus ditemukan pada sebagian kasus, kadang-
kadang asites yang berwarna seperti sari daging
dan mengandung kadar amilase yang tinggi dan
efusi pleura terutama sisi kiri.
Nyeri perut ditemukan pada semua kasus
(100%). Pada 10,4% didapatkan peritonitis
umum dan pada 48% peritonitis lokal pada
daerah epigastrium sampai ke pusat, secara
keseluruhan peritonitis didapatkan pada 58,4%
episode. Mual dan muntah-muntah didapatkan
79% dan demam pada 89,6% episode.
Ikterus/subikterus hanya
didapatkan pada 37,5% episode.
Kelainan Laboratorium

Kenaikan enzim amilase dan atau lipase


serum hanya didapatkan pada 65% episode;
- lekositosis pada 39,6% episode
- fungsi hati terganggu pada 70,8% episode
- hiperglikemia pada 25% episode.
Penurunan kadar kalsium dan colesterol
serum didapatkan pada masing-masing 47,6%
dan 10,4 episode.
PENYULIT
Penyulit terutama terjadi pada pancreatitis
akut tipe hemoragik nekrosis
Penyulit Pankreatitis Akut
A. Penyulit lokal
- Pembentukan pseudokista
- Abses pankreas
- Penjalaran peradangan yang bersifat hemoragik
- Nekrosis pada organ-organ sekitar
- Pembentukan fistel
- Ulkus duodenum
- Ikterus obstruksi
- Asites dengan kadar amylase yang tinggi
B. Penyulit berjarak jauh
- Sepsis
• Eksudat pleura
• Atelektasis
• Pneumonia
• Gangguan pernapasan
- Kardiovaskular
• Eksudat perikard
• Perubahan aspesiifik
• ST-T pada EKG
• Tromboflebitis
• Koagulasi intravaskular diseminata
- Steatonekrosis
• Bercak-bercak lemak pada omentum dan
peritoneum
• Nekrosis lemak pada jaringan subkutan,
mediastinum, pleura susunan saraf pusat
• Nekrosis tulang
- Perubahan gastrointestinal
• Nekrosis dinding duodenum, kolon
• Perdarahan dari pankreas melalui
duktus pankreatikus
• Trombosis v.porta dengan perdarahan
varises
• Perdarahan varieses
• Nekrosis arteri intraperitoneal didalam
dan disekitar pankreas
- Ginjal
• Trombosis arteri atau vena renalis
• Gagal ginjal akut

- Metabolik
• Hiperglikemia, ketoasidosis, koma,
hiperkalsemia, hiperpemia
Sebagai penyulit lokal antara lain
pembentukan pseudokista, abses pada dan
di sekitar pankreas, peradangan pada organ
dan sekitarnya dengan nekrosis dan
kadang-kadang pembentukan fisistel,
stenosis duodenum yang terjadi dini atau
lambat, iketrus obstruktif, kadang-kadang
pembentukan asites yang yang dapat juga
sebagai akibat gangguan saluran getah
bening karena proses peradangan.
PROGNOSIS PANKREATITIS AKUT
Faktor yang Berpengaruh Buruk pada
Kehidupan Pasien Pankreatitis Akut
1. Kriteria Ransom
a. Pada saat masuk rumah sakit
- Usia > 55 tahun
- Lekosit > 16.000/ml
- Gula darah > 200 mg%
- Defisit basa > 4 mEq/l
- LDH serum > 350 UI/l
- AST > 250 UI/l
b. Selama 48 jam perawatan
- Penurunan hematokrit > 10%
- Sekuekstrasi cairan > 4.000 ml
- Hipokalsemia < 1,9 mMol (8,0 mg%)
- PO2 arteri < 60 mmHg
- BUN meningkat > 1,8 mmol/L)(>5mg%)
setelah pemberian cairan i.v.
- Hipoalbuminemia < 3,2 g%
b. Selama 48 jam perawatan
- Penurunan hematokrit > 10%
- Sekuekstrasi cairan > 4.000 ml
- Hipokalsemia < 1,9 mMol (8,0 mg%)
- PO2 arteri < 60 mmHg
- BUN meningkat > 1,8 mmol/L)(>5mg%)
setelah pemberian cairan i.v.
- Hipoalbuminemia < 3,2 g%
2. Skor APACHE II > 12 (Acute and Chronic
Health Evaluation)
3. Cairan peritoneal hemoragik
4. Indikator penting
a. Hipotensi (< 90mmHg) atau takikardia >
130 / menit
b. PO2 < 60 mmHg
c. Oliguria (< 50 ml/jam) atau BUN, kreatinin
yang meningkat
d. Metabolik/Ca serum <8,0 mg% atau
albumin serum < 3,2 g%.
DIAGNOSIS PANKREATITIS AKUT

Pankreatitis akut pada umumnya dapat


ditegakkan dengan nyeri perut bagian atas
yang timbul tiba-tiba.
1. Kenaikan amylase serum atau urin ataupun
nilai lipase dalam serum sedikitnya dua kali
harga normal tertinggi.
2. Penemuan Ultrasonografi yang sesuai
dengan pankreatitis akut.
Peningkatan amylase atau lipase serum
masih merupakan kunci diagnosis,
Amilase serum hanya menunjukkan
kenaikan berarti pada 75%, mencapai
maksimum dalam 24-36 jam, kemudian
menurun dalam 24-36 jam. Peningkatan iso
amylase lebih spesifik untuk pankreatitis
akut. Lipase serum meningkat pada 50%
dan berlangsung lebih lama yakni 5-10
hari. Kembalinya dengan cepat angka-
angka peningkatan enzim ini ke normal
biasanya menunjukkan tanda-tanda
prognosis yang baik.
Terapi Tambahan atau Dasar Problem
yang Timbul pada Pankreatitis Akut
Problem Tindakan
Renjatan Cairan parenteral, albumin sesuai
dengan tekanan vena sentral,
dopamin
Sepsis Antibiotik, operasi
Gagal ginjal Hemodialisis
Gangguan respirasi O2, bantuan pernapasan (PO2 <
60 mmHg (PEEP)
Hipokalsemia Infus kalsium + albumin
Hiperglikemis Insulin
Intoksikasi Lavase peritoneum
Batu bilier Papilotomi endoskopik
Tombosis vena dan KID Heparin
Terapi Medis pada Pankreatitis yang Berat
1. Pindahan ke Unit Perawatan Intensif (ICU)
2. Resusitasi cairan
3. Perawatan pernapasan
4. Pipa nasogastrik
5. Terapi infeksi
6. Pembuangan enzimpankreas yang aktif
7. Anti nyeri
8. Terapi pada penyulit metabolik
9. Dukungan gizi
TINDAKAN BEDAH
Tindakan bedah bilamana adanya :
- Infeksi dari pankreas yang nekrotik
- Infeksi terbukti dari aspirasi dengan jarum
halus atau ditemukan adanya pengumpulan
udara pankreas atau peripankreas pada
pemeriksaan CT scan.
Bedah juga sesudah 2-3 minggu perawatan
intensif pseudokista atau abses,
pembentukan fisistel, ileus karena obstruksi
pada dudonum atau kolon, pada ikterus
obstruksi dan perdarahan hebat
retroperitoneal atau intestinal.
PENYAKIT EMPEDU
PENDAHULUAN

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam


kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat
bermigrasi melalui duktus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan
disebut sebagai batu saluran empedu
sekunder.
PATOGENESIS DAN TIPE BATU

Diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor


yaitu :
1. Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol
melebihi 70%
2. Batu pigmen coklat atau batu
calciumbilirubinate yang mengandung Ca-
bilirubinate sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam yang kaya aka akan residu
hitam tak terekstraksi.
Di masyarakat Barat komposisi utama batu
empedu adalah kolesterol, sedangkan penelitian
di Jakarta pada pasien didapatkan batu pigmen
pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27%
pasien.
Ada tiga faktor penting yang berperan
dalam patogenesis batu kolesterol :
1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung
empedu
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan
usus.
Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol
berhubungan dengan lumpur kandung
empedu pada stadium awal pembentukan
batu.
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi
saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan
faktor diest. Kelebihan aktivitas enzim ß-
glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peran kunci dalam patogenesis batu
pigmen pada pasien di Negara Timur. Hidrolisis
bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk
bilirubin tak terkonjugsi yang akan mengendap
sebagai calcium bilirubinate, Enzim ß-
glucuronidase bakteri berasal dari kuman E.coli
dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini
dapat dihambat oleh glucarolactone yang
kadarnya meningkat pada pasien dengan diet
rendah protein dan rendah lemak.
GEJALA BATU KANDUNG EMPEDU
Dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
- Pasien dengan batu asimtomatik
- Pasien dengan batu empedu simtomatik
- Pasien dengan komplikasi batu empedu
(kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan
pankreatitis).

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu


empedu tanpa gejala.
- 30% mengalami kolik bilier
- 20% mendapat komplikasi.
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya
adalah kolik bilier. Keluhan ini
didefinikasikan sebagai nyeri di perut atas
berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang
dari 12 jam. Lokasi nyeri di perut atas atau
epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan
prekordial.
KOMPLIKASI BATU EMPEDU
Kolessistitis Akut.

DIAGNOSIS
• Ultrasound
• Dengan endoscopic retrograde cholangio
pancreatography (ERCP)
• ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi
batu saluran empedu dengan sensitivitas
90% dan akurasi 96%.
Magnetic Resonance Cholangiopancreatography
(MRCP)
MRCP adalah teknik pencitraan dengan magnet
tanpa menggunakan zat kontras, intrumen, dan
radiasi ion.
Pada MRCP saluran empedu akan terlihat
sebagai struktur yang terang karena mempunyai
intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran
empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal
rendah yang dikelilingi empedu dengan
intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini
cocok untuk mendiagnosis batu saluran
empedu.
MRCP menunjukkan nilai sensitivitas antara 91%
sampai dengan 100%.
PENATALAKSANAAN BATU SALURAN
EMPEDU
ERCP terapeutik dengan melakukan
sfingterotomi endoskopik untuk mengeluarkan
batu saluran empedu tanpa operasi.

BATU SALURAN EMPEDU SULIT


Endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi
seperti pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik, litotripsi laser, electro-hydraulic shock
wave lithotripsy, dan extracorporeal shock
wave.
PENANGANAN KOLANGITIS DAN
PANKREATITIS BARU

Kolangitis akut dan pankreatitis bilier akibat batu


saluran empedu terjepit di muara papita Vater.
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan
batu saluran empedu karena adanya obstruksi dan
invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis
akut yang klasik adalah trias Charcot yang
meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas,
ikterus, dan demam yang didapatkan pada 50%
kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias
Charcot yang disertai hipotensi, oliguria dan
gangguan kesadaran.
a. Memperbaiki keadaan umum pasien
dengan pemberian cairan dan eletrolit
serta koreksi gangguan eletrolit.
b.Terapi antibiotik parenteral
c. Drainase empedu yang tersumbat.

Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis


batu empedu akut baru akan terjadi bila
ada obstruksi transien atau persisten di
papila Vater oleh sebuah batu. Batu
empedu yang terjepit dapat menyebabkan
sepsis yang bilier atau menambah
beratnya pankreatitis.
KOLESISTITIS
KOLESISTITIS AKUT
Radang kandung empedu (kolesistitis
akut) adalah rekasi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan
demam. Hingga kini patogenesisi penyakit
yang cukup sering dijumpai ini masih
belum jelas. Walaupun belum ada data
epidemiologis penduduk, insidensi
kolesistitis dan baru empedu (kolesistitis)
di negara kita relative lebih rendah
dibandingkan negara-negara barat.
Etiologi dan Patogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan
kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi
kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab
utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu
(90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan
stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis
akut, masih belum jelas. Banyak factor yang berpengaruh,
seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolisitin
dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang
dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara
parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung
empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah
satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan
diabetes mellitus.
Gejala Klinis
* Khas untuk serangan kolesistitis akut adalah
kolik perut di sebelah kanan atas atau
epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu
tubuh.
* Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak
atau scapula kanan dan dapat bervariasi
tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang
ringan sampai dengan ganggrean atau perforasi
kandung empedu.
* Pada pemeriksaan fisis teraba masa kandung
empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitis local (tanda Murphy)
* Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya
derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl)
Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya
batu di saluran empedu esktra hepatic.
Laboratorium

Adanya leukositosis serta kemungkinan


peninggian serum transminase dan folfatase
alkali.
Apabila keluhan nyeri bertambah hebat
disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi
empiema dan perforasi kandung empedu
perlu dipertimbangkan.
Diagnosis

* Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan


gambaran kandung empedu bila ada obstruksi
sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat
untuk kolesistitis akut.
* Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya
dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat
untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan
dinding kandung empedu, batu dan saluran
empedu ekstrak hepatic. Nilai kepekaan dan
ketepatan USG mencapai 90%-95%.
* Pemeriksaan CT scan abdomen kurang
sensitif dan mahal tapi mampu
memperlihatkan adanya abses perikolesistik
yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat
pada pemeriksaan USG.
* Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan
atas yang tiba-tiba perlu dipikirkan seperti
penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ
dibawah diafragmaseperti apendiks yang
retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus
peptikum, pankreatitis akut dan infark miokard.
Pengobatan
Pengobatan umum termasuk
- istirahat total,
- pemberian nutrisi parenteral,
- diet ringan,
- obat penghilang rasa nyeri seperti petidin
dan antispasmodik.
Pemberian antibiotik pada fase awal sangat
penting untuk mencegah komplikasi peritonitis,
kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol cukup memadai.
Sebanyak 50% kasus akan membaik tanpa
tindakan bedah.
Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85%
kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak
berfungsi lagi.
Tidak jarang menjadi kolesistitik rekuren.
Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang
secara cepat menjadi gangren, empiema dan
perforasi kandung empedu, fisistel, abses hati
atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat
pada awal serangan.
SIROSIS HATI
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadiumakhir fibrosis hepatic
yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorasi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini
terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan
penunjang retikulin kolaps disertai deposit
jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan
regenerasi nodularis panrenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi
sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas.
Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsy hati.
KLASIFIKASI ETIOLOGI

Sebagian besar jenis serosis dapat


diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi :
1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca
nekrosis)
3. Biliaris
4. Kardiak
5. Metabolik, keturunan dan terkait obat.
ETIOLOGI
Di negara Barat yang tersering akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia terutama akibat injeksi
virus hepatitis B maupun C.

EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis.
Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu
autopsi.
PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut
sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan
jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel
hati yang uniform, dan sedikit nodul
regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut
sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular
dapat pula diakibatkan oleh cedera hati
lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi
alkohol adalah :
1. Perlemakan hati alkohol
2. Hepatitis alkoholik
3. Sirosis alkoholik
Sebab-sebab Sirosis dan/atau
Penyakit hati kronik

Penyakit Infeksi
- Bruselosis
- Ekinokokus
- Skistosomiasis
- Toksoplasmosis
- Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C,
hepatitis D,
- Sitomegalovirus
Penyakit Keturunan dan Metabolik
- Defisiensi & antitripsin
- Sindro Fanconi
- Galaktosemia
- Penyakit Gaucher
- Penyakit simpanan glikogen
- Hemokromatosis
- Tirosinemia herediter
- Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
- Alkohol
- Amiodaron
- Arsenik
- Obstruksi bilier
- Penyakit perlemakan hati non alkoholik
- Sirosis bilier primer
- Kolangitis sclerosis
Penyebab Lain atau Tidak Terbukti
- Penyakit usus inflamasi kronik
- Fibrosis kistik
- Pintas jejunoileal
- Sarkodosis
Hepatitis Alkoholik
Fibrosisi perivenular berlanjut menjadi sirosis
panlobular akibat masukan alkohol dan destruksi
hepatosit yang terjadi berkepanjangan.
Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi ditempat
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di
daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan
ikat seperti jaringan yang akhirnya menghubungkan
triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat
halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih
ada yang kemudian mengalami regenerasi dan
membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel
yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan
kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,
berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk
sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum
pasti. Diperkirakan mekanismenya sebagai
berikut :
1. Hepoksia sentrilobular, metabolisme
asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi
oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif
dan cedera sel di daerah yang jauh dari
aliran darah yang teroksigenasi (misal
daerah perisentral).
2. Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan
chemoattractants neutrofi dan hepatosit
yang memetabolisme etanol. Cedera
jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan
hepatosit yang melepaskan
intermediet oksigen reaktif,
3. Formasi acetadehyde-protein adducts berperan
sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit
yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang
menyerang hepatosit pembawa antigen ini
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif
dari metabolisme etanol, disebut sistem yang
mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi
banyak sitokin, antara lain factor nekrosis
tumor, interleukin-1, dan TGF-beta.
Ssetaldehid kemungkinan mengaktivasi sel
stelata tetapi bukan suatu factor patogenik
utama pada fibrosis alkoholik
Sirosis hati Pasca Nekrosis

Gambaran patologi hati biasanya mengkerut,


berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita
fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran
makroskopik kosisten dengan gambaran
makroskopik. Ukuran nodulus sangat
bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan
ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi
yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian
terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata (stellate cell).
Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran
dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan
fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang
berlangsung secara terus menerus (misal : hepatitis
virus, bahan-bahan hepatoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses
berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di
dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan
diganti oleh jaringan ikat.
Siorosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain
frekuensinya sangat kecil sehingga tidak dibicarakan
di sini.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala Serosis
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan
muda lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (serosis
dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi.
Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh
pekat, muntah darah dan/atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Temuan Klinis
* Spider angioma-spiderangiomata (atau spider
telangietaki), suatu lesi vascular yang dikelilingi
beberapa vena-vena kecil. Ditemukan di bahu,
muka, dan lengan atas.
* Eritema palmaris, warna merah pada thenar dan
hipothenar telapak tangan.
* Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita
putih horisontal dipisahkan dengan warna
normal kuku.
* Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia
palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari.
* Ginekomastia secara histologis berupa
proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion.
* Hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-
laki.
* Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan
impotensi dan infertil.
* Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa
membesar, normal, atau mengecil.
* Splenomegali
* Asites-penimbunan.
* Fetor hepatikum.
* Ikterus pada kulit dan membran mukosa.
* Asterixis - bilateral tetapi tidak sinkron
berupa gerakan mengepak-ngepak dari
tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya :
• Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar
• Batu pada vesika felea akibat hemolisis
• Pembesaran kelenjar parotis terutama pada
sirosisalkoholik, hal ini akibat sekunder
infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus-dialami 15 sampai 30%


pasien sirosis. Hal ini resistensi insulin dan
tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.
Gambaran Laboratoris

* Aspartat aminotransferase (AST) atau serum


glutamil aksalo asetat (SGOT) dan alanin
aminotransferasi (ALT) atau serum
glutamil piruvat transminase (SGPT)
meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih
meningkat dari pada ALT, namun bila
transminase normal tidak mengeyampingkan
adanya sirosis,
* Alkali fosfatase-meningkat kurang dari 2
sampai 3 kali harga batas normal.
* Gamma-glutamil transpeptidase (GGT0
Kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik
kronik, karena alkohol selain mengiduksi GGT
mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit.
* Bilirubin-kadarnya bisa normal pada sirosis
hati kompensata, tapi bisa meningkat pada
sirosis yang lanjut.
* Albumin-sintesisnya terjadi di jaringan hati,
kadarnya menurun.
* Globulin-kadarnya meningkat pada sirosis.
* Waktu protrombin-meanjang
* Natrium serum-menurun.
* Monokrom, normositer, hipokrom mikrositer
atau hipokrom makrositer. Anemia dengan
trombositopenia lekopenia, dan netropenia
akibat splenomegali kongestif yang
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga
terjadi hipersplenisme.
* Pemeriksaan radiologis barium meal,
melihat varises.
* Ultrasonografi (USG)
DIAGNOSIS

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-


kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
serosis hati. Pada proses lanjutan dari
kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diagnosis dengan bantuan
pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
KOMPLIKASI

* Komplikasi yang sering dijumpai antara


lain peritonitis bacterial spontan.

* Pada sindrom hepatorenal

* Ensepalopati hepatic-merupakan kelainan


neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
PENGOBATAN
Terapi ditujukan mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
bisa menambah kerusakan hati, pencegahan
dan penanganan kompliksi. Bilamana tidak
ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandung protein Ig/Kg BB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
* Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik
dan dapat mencederai.
* Hepatitis virus B interferon alfa dan
lamivudin (analog muklesosida).
Pengobatan Sirosis Dekompensata

* Asites; Tirah baring dan diawali diet


rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90 mmol/hari.
* Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-
obatan diuretik.
* Spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari, adanya edema kaki atau 1
kg/hari dengan adanya edema kaki.
* Furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya
bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160
mg/hari.
* Ensefalopati hepatik;
- Laktulosa
- Neomisin bisa digunakan untuk diet
protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat
badan.
* Varises esophagus; sebelum berdarah dan
sesudah berdarah bisa diberikan obat penyakit
beta (propranolol).
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan
preparat somatostatin, oktreotid, diteruskan
dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
- Peritonitis bacterial spontan; diberikan
antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau amionoglikosida.
- Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan
sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.
- Transplantasi hati; terapi definitif pada
pasien sirosis dekompensata. Namun
sebelum dilakukan transplantasi ada
beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu.
PROGNOSA
Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati
dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat


Bil.Serum (mu.mol/dl) < 35 35-50 > 50
Alb.serum (gr/dl) > 35 30-35 < 30
Asites nihil mudah dikontrol sukar
PSE/ensefalopati nihil minimal berat/
koma
Nutrisi sempurna baik kurang/
kurus
DISPEPSIA
Definisi
• Dispepsia adalah kumpulan gejala nyeri
atau rasa tidak enak di abdomen atas
yang episodik atau persisten, kronik atau
rekuren yang disebabkan oleh berbagai
faktor
• Dikenal juga sebagai overlap syndromes
(sindroma tumpang tindih)
Etiologi
• Disebabkan oleh berbagai faktor
• Sekitar 50 – 60 % Pasien termasuk
kategori dispepsia fungsional
• Sekitar 40 % disebabkan oleh gangguan
struktur / organ
Tabel 1. Diagnosis Banding Penyebab Dispepsia
Kategori diagnostik Prevalensi
Dispepsia fungsional Sampai 60 %
Dispepsia karena penyakit struktural atau biokimia
Tukak peptik 15 – 25 %
Esofagitis refluks 5 – 15 %
Kanker lambung atau esofagus <2%
Penyakit saluran bilier Jarang
Gastroparesis Jarang
Pankreatitis Jarang
Malabsorbsi karbohidrate (laktose, sorbitol, fruktose, mannitol) Jarang
Obat – obatan Jarang
Penyakit infiltratif lambung (Penyakit Crohn, sarcoidosis) Jarang
Gangguan metabolik (hiperkalsemia, hiperkalemia) Jarang
Hepatoma Jarang
Penyakit usus iskemik Jarang
Penyakit sistemik (diabetes melitus, penyakit tiroid, and Jarang
paratiroid, penyakit jaringan ikat)
Parasit usus (Giardia, Strongyloides) Jarang
Kanker abdomen, terutama kanker pankreas Jarang
Patogenesis
• Ketidak seimbangan antara faktor agresif
dan faktor defensif
• Bila faktor agresif lebih kuat atau faktor
defensif lebih lemah maka akan terjadi
kerusakan mukosa gaster
PATOGENESIS kerusakan Mukosa Gaster

Faktor agresif Faktor defensif


Asam gaster Aliran darah mukosa
Pepsin Permukaan sel epitel
Refluks empedu Protaglandin
Nikotin Fosfolipid / surfaktan
OAINS Mukus
Kortikosteroid Bikarbonat
Helicobacter pylori Motilitas
Radikal bebas Impermeabilitas mukosa
Stres Terhadap ion H
Regulasi pH Intraseluler
Faktor pertumbuhan
Gejala Klinis
• Keluhan / gejala sangat bervariasi
• Bila nyeri ulu hati yang dominan disebut (Dyspepsia Like
Ulcer)
• Bila kembung, mual, cepat kenyang yang sering
dilkeluhkan, ini disebut (Dyspepsia like dismotility)
• Bila tidak ada keluhan yang dominan, dikategorikan sebagai
Dyspepsia non spesifik
• Dyspepsia like reflux (Tidak masuk lagi dalam kriteria
ROMA II)
• Alarm simptom
ALARM SIMPTOM

Ikterus

Disfagia Panas

Anemia DISPEPSIA Berat badan 

Muntah berulang DLL


Perdarahan
Pemeriksaan Fisik
• Tidak spesifik
• Nyeri tekan epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium :
 Darah tepi (Hb, lekosit)
 Fungsi hati
 Serum amilase dan lipase
 Deteksi kuman helycobacter pylori
• Pemeriksaan radiologi
• Ultrasonografi
• CT – Scan
• MRI abdomen
• PH metri
• Manometri
Diagnosis

• Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan


fisik yang teliti
• Pemeriksaan penunjang
DISPEPSIA

Investigasi

Kelainan organik – biokimiawi

+ -

Penyakit organik Dispepsia fungsional


(gastritis, dll)
Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
• Perbaiki keadaan umum
• Perbaiki cairan dan elektrolit
• Diet bahan yang tidak iritatif pada lambung
• Psikoterapi
2. Farmakologi
Penanganan Farmakologi dispepsia :
1. Antasida
2. Penghambat sekresi asam
a. Anti – muskarinik
b. Antagonis H2 – reseptor (simetidine, ranitidine dan famotidine)
c. Penghambat pompa proton (PPI) = omeprazole, lansoprazole,
pantosazole, rabeprazole dan esomeprazole

3. Sitoproteksi
a. Sucralfate d. Prostaglandin
b. Cetraxate e. Teprenone
c. Colloidal Bismuth subcitrate
4. Anti Free radical – Anti Inflamasi
a. Rebamipide
5. Eradikasi kuman H. pylori
DISPEPSIA

Usia < 45 th Usia > 45 th atau < 45 th


tanpa bahaya dengan tanda bahaya
Riwayat pemakaian OAINS kronik
Riwayat kanker pada keluarga
Terapi
Tanpa enpirik Dispepsia (-)
dihentikan
2 mg

Tanda bahaya ;
Dispepsia (+)
Muntah hebat
Demam
Hematemesis
Serologi (tervadilasi lokal)
Anemia
Ikterus
Berat badan menurun
Hasil (+) Hasil (-)

Endoskopi

Sarana Endoskopi (-)

UBT / HpSA

Hasil (+) Hasil (+) Terapi eradikasi RUJUK

Internis, internis plus, gastroenterologis


Gagal
atau dokter anak dengan fasilitas
Endoskopi
Pengobatan pada infeksi
Helicobacter Pylori
• Saat ini banyak digunakan triple terapi
• Lama pengobatan 2 minggu untuk PPI dapat dilanjutkan
3 – 4 minggu
• Kombinasi triple terapi :
1. PPI 2xi + amoxicillin 2x 1000 mg + claritromicyn 2 x 500 mg
2. PPI 2xi + metronidazole 3 x 500 mg + claritromicyn 2 x 500 mg
3. PPI 2xi + metronidazole 3 x 500 mg + amoxicillin 2 x 1000 mg
4. PPI 2xi + metronidazole 3 x 500 mg + tetrasiklin 4 x 500 mg

• Jika gagal dengan triple terapi dapat digunakan kombinasi


kuadriple terapi (PPI 2 x 1 + Bismut 4 x 2 tab +
metronidazole 4 x 250 mg + tetrasiklin 4 x 500 mg)
ESOFAGITIS
Definisi
Suatu gangguan pada mukosa esofagus
berupa peradangan yang disebabkan
oleh berbagai akibat
Pembagian
• Refluks esofagitis
• Infeksi esofagitis
• Bentuk lain
REFLUKS ESOFAGITIS =
Gastro Esofageal Reflux Disease
(GERD)
Definisi
GERD adalah terjadinya inflamasi mukosa
esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan
lambung atau duodenum yang mengandung
bahan asam, pepsin atau empedu
ESOFAGUS HERPES
Penyebab :
• Virus herpes zoster
• Virus herpes simpleks
• Sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronik atau dalam
pengobatan obat imunosupresif
Gejala :
• Distagi
• Odinofagi
• Sakit retrosternal
Pemeriksaan Fisik :
• Lesi herpes di kulit / mukosa mulut
ESOFAGUS HERPES
Endoskopi :
• Lesi berupa papulla, vesikel atau tukak < 5 mm
• Mukosa sekitar lesi hiperemis
• Dasar tukak berisi eksudat putih kekuningan
Pengobatan :
• Kausal
• Suportif : makanan cair / lunak
• Aktasida
ESOFAGITIS BAKTERI
• Penyebab tersering lactobacillus dan beta –
hemolitik streptokokus
• Biasanya bersamaan pada infeksi virus dan
jamur
• Sering terjadi pada pasien dengan penyakit
kronis dan pasien dengan obat imunosupresif
• Pengobatan suportif dan antibirotik
ESOFAGITIS KANDIDA
(MONILIASIS)
• Penyebab infeksi jamur
• Sering terjadi infeksi pada keadaan HIV,
neoplasma, leukemia, DM, terapi antibiotik
spektrum luas yang lama, tetapi imunosupresif
dan SCF
• Pengobatan
 Nystatin 200.000 umr (obat kumur)
 Flusitosin 100 mg/kg/BB 3 x sehari selama 4–6
minggu
ESOFAGITIS BAHAN KIMIA
• Tertelannya bahan kimia korosif ke esofagus
• Bahan korosif yang bersifat asam menimbulkan nekrosis
jaringan yang memadat sehingga perluasan luka terbatas dan
tidak terjadi perforasi
• Bahan korosif yang bersifat alkali lebih merusak esofagus
daripada lambung
• Bahan alkali (detergen, NaoH murni) menimbulkan nekrosis
jaringan yang cepat sampai mukosa dibawahnya.
• Pengobatan dengan antibiotik dan antasida
Etiologi dan Patogenesis
• Terjadinya refluks karena lemahnya tonus
Low Esofageal Tonus (LES)
• Refluks terjadi melalui 3 mekanisme :
1. Refluks spontan karena relaksasi yang tidak
spontan
2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya
tonus LES setelah menelan
3. Meningkatknya tekanan intra abdomen
Etiologi dan Patogenesis
• Faktor - faktor yang melemahkan LES :
1. Hormonal :
 Kolesistokimin  Progesteron
 Estrogen  Somastatin
 Glukagon  Sekretin
2. Obat – obatan :
 Antikolinergik  Dopamin
 Barbitorat  Meperidin
 Calcium channel blocker  Teofilin
 Diasepam  Prostaglandin E1 dan E2
3. Diet
 Coklat  Efanol
 Cafein  Lemak
Etiologi dan Patogenesis
• Bahan refluks akan menyebabkan
esofagitis apabila :
1. Terjadinya kontak dalam waktu yang cukup
lama antara bahan refluks dengan mukosa
esofagus
2. Terjadinya penurunan faktor defensif epitel
esofagus
Etiologi dan Patogenesis
• Faktor defensif epitel esofagus terdiri dari :
 Membran sel
 Intracellular function
 Kemampuan sel esofagus dalam transportasi ion H dari
Cl (intraselular), ion Na dan bikarbonat (ekstraselular)
• Gejala klinik
 Rasa terbakar belakang tulang dada (heart burn)
 Disfagia
 Atipical chest pain
• Diagnosis
 Anamnesis  Esofagoskopi
 Esofagografi dengan barium  Biopsi
Tabel. Klasifikasi Los Angeles
Derajat
Gambaran Endoskopi
kerusakan
A Erosi kecil pada mukosa esofagus
diameter < 5 mm

B Erosi pada mukosa > 5 mm tanpa


saling berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak


mengelilingi seluruh lumen

D Lesi mukosa yang sirkumferensial


Terapi
1. Pengaturan Lifestyle
• Meninggikan posisi kepala saat tidur
• Menghindari makan sebelum tidur
• Berhenti merokok dan minum alkohol
• Kurangi makanan berlemak
• Kurangi berat badan
• Hindari pakaian ketat
• Kurangi makanan / minuman yang mengandung
coklat, kopi, pepermint, the, soda
Terapi
2. Medikamentosa
• Antasida
• Antagonis reseptor H2
• Simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin
• Prokinetik
 Metaklorpropamide
 Domperidon
 Cisapride
• Penghambat pompa proton (PPI)
 Omeprazole 2 x 20 mg
 Cansoprazole 2 x 30 mg
 Pantoprazole 2 x 40 mg
 Rabeprazole 2 x 10 mg
 Esomeprazole 2 x 40 mg
Terapi
2. Medikamentosa
• Penghambat pompa proton (PPI)
• Golongan PPI merupakan “ Drug of choice “ untuk
pengobatan GERD
• Umumnya diberikan selama 6 – 8 mg (terapi inisial)
dengan dosisi pemeliharaan selama 4 bulan atau
on demand therapy
3. Terapi Endoskopi :
• Energi radiofrekwensi
• Plikasi gastrik endoluminal
• Implantasi zat implan
4. Terapi bedah
Komplikasi
• Striktur
• Perdarahan
• Esofagus barret (premaligna)
TUKAK PEPTIK
(TUKAK LAMBUNG &
TUKAK DUODENUM)
TUKAK LAMBUNG
Definisi
Tukak lambung adalah lesi lokal pada
mukosa lambung yang berbentuk bulat
atau oval dengan diameter > 5 mm
yang dapat terjadi akut atau kronis
Insidens
• Tersebar diseluruh dunia
• > pada pria
• Dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi
• Ukuran lesi lebih besar dari tukak
duodeni
• Angka kejadian hampir sama banyak
dengan tukak duodeni
Etiologi - Patogenesis
• Timbulnya tukak lambung akibat terganggunya
keseimbangan faktor agresif dan defensif
• Penyebab paling sering Helicobacter dan OAINS
• Teori terjadinya tukak lambung
1. No Acid No Ulcer (Schwarst 1910)
2. Shay and Sun (Balance Theory 1974)
3. No HP No Ulcer (Warren and Marshall 1983)
Shay and Sun’s Balance Theory
Etiology of peptic ulcer

a a b b

Ulcer A
No Ulcer
Aggressive factors
HCL and pepsin secretion
vagal phase
(cephalic nervous)
antral phase
O (hormonal)
Mucosal defensive factors cephalic humoral phase
Mucosal resistance (adrenal)
Local mucosal blood flow Parietal cell mass
Diodenal “Brake” Mucosal trauma
Gejala Klinik
• Nyeri ulu hati
• Rasa tidak enak ulu hati
• Muntah
• Nyeri timbul setelah makan
• Lokasi nyeri biasanya sebelah kiri garis
tengah perut
Pemeriksaan Fisik
• Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik
• Nyeri tekan perut
• Berat badan menurun
• Goncangan perut (Succusion splashing)
• Tanda dari komplikasi obstruksi atau stenosis pilorus
• Nyeri perut, perut tegang dan peristaltik usus hilang
merupakan tanda peritonitis
Pemeriksaan Radiologi

• Menggunakan Barium Meal Kontras Ganda


• Sudah jarang digunakan
• Tampak tukak dengan batas jelas disertai
lipatan mukosa yang teratur
• Bila terjadi keganasan dijumpai suatu filling
defect
Pemeriksaan Endoskopi
• Untuk diagnosis tukak lambung sekaligus biopsi
guna pemeriksaan histopatologis
• Tampak tukak dengan pinggiran teratur, mukosa
licin disertai lipatan teratur yang keluar dari
pinggiran tukak
• Tukak lambung akibat keganasan memberi
gambaran (kriteria boorman)
– Boorman I : Lesi polipoid
– Boorman II : Lesi ulceratif
– Boorman III : Infiltratif
– Boorman IV : Linitis Plastika (Scirrhus)
Diagnosis
1. Gambaran Klinis
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Pemeriksaan Endoskopi
4. Biopsi
Diagnosis Banding
1. Dispepsia Fungsional
2. Tumor Lambung
3. GERD
4. Penyakit Pankreato Billier
5. Penyakit Crohn’s
6. Penyakit Vaskuler
Komplikasi
• Perdarahan
• Perforasi
• Obstruksi / stenosis
TUKAK DUODENUM
Definisi
Tukak duodenum adalah suatu tukak
yang berbatas jelas dengan ukuran ≥ 5 mm
yang dapat menembus muskularis mukosa
sampai serosa. Dapat terjadi kronis dan
berulang
Lokasi
• 95 % pada bulbus duodenum
• 5 % pada pers desendens atau transversalis
• 90 % berada pada jarak 3 cm dari junction
pilorus dan duodenum
Bentuk
• Bulat atau oval
• Iregular atau elips
• Ukuran sekitar 0,5 cm – 1 cm
Etiologi
• 90 % disebabkan oleh kuman
Helicobacter
Gejala Klinik
• Nyeri epigastrium adalah gejala yang paling
dominan
• Nyeri seperti rasa terbakar, rasa lapar atau rasa
sakit / tidak nyaman yang tidak terlokalisasi
• Nyeri timbul 90 menit – 3 jam setelah makan
• 75 % timbul nyeri pada dini hari yang
membangunkan pasien
• Nyeri yang menetap dan tersebar pada seluruh
perut perlu diwaspadai suatu perforasi
Pengobatan Tukak Peptik

Tujuan utama :

1. Menghilangkan keluhan

2. Mempercepat penyembuhan luka

3. Mengobati komplikasi

4. Mencegah kekambuhan
Pengobatan non – medikamentosa :
1. Pendekatan pribadi
Penting mencari :
• Faktor – faktor yang berperan pada penyakit
• Diagnosis dan pengobatan yang sesuai
2. Merubah cara hidup (life style)
Faktor yang perlu diperbaiki a.l :
• Rokok, alkohol, diet, cara makan dll
• Stress psiko – sosial
Pengobatan medikamentosa tukak peptik
1. Antasida
2. Penghambat sekresi asam
a. Anti – muskarinik
b. Antagonis H2 – reseptor (H2RA)
c. Penghambat pompa proton (PPI)
3. Sitoproteksi
a. Sucralfate d. Prostaglandin
b. Cetraxate e. Teprenone
c. Colloidal Bismuth subcitrate
4. Anti Free radical – Anti Inflamasi
a. Rebamipide
Obat antasida dan anti – sekresi asam
1. Antasida
• Netralisir asam lambung, menghilangkan rasa sakit
2. Anti – kholinergik (muskarinik)
• Pirennzepin : selektif, ES ringan
3. Antagonis reseptor H2 (H2RA)
• Cime-, Rani-, Famo-, Roxa-, Niza-tidin
• Efektif untuk pengobatan UP (80 % UD 8 mgg, UG 12
mgg)
4. Penghambat pompa proton (PPI)
• Ome-, Lanso-, Panto-, Rabe-, Esome-prazol
• Paling efektif : UP, eradikasi Hp, GERD
• > 90 % UP sembuh, UD 4 mgg, UG 6 mgg
GASTRIC ULCER
DIAGNOSIS
Endoscopy
With biopsy

Benign Neoplastic

Medical treatment Metastastic evaluation

H. Pylori (+) H. Pylori (-) Gastrectomy

Eradication of PPI for 3 month


H. Pylori and PPI Diet life style changes

After 3 month
Re endoscopy
GASTRIC ULCER
After 3 month Re endoscopy

Confirm ulcer
healing

Healed Persistent No healed x 2

Biopsy Exclude ? Surgery


Malignancy diagnosis
H. Pylori status
Vagotomy &
H. Pylori (+) H. Pylori (+) Antrectomy
Billroth I or II

Re – eradicate Re – treat with


Benzimidazole compouds

Persistent
Management of Duodenal Ulcer
Symptoms

Endoscopy with biopsy

H. Pylori status

H. Pylory (+) H. Pylori (-)


CLO
Histology
Eradicate with FDA Serology Consider other
Approved regiment Culture Cause NSAIDS
Corticosteroids
ZE Sindrome
Re – endoscopy and
Biopsy after 3 month
Wait for 3 month
On PRN medication
Resolution Lifestyle changes
No resolution
Management of Duodenal Ulcer
Resolution No Resolution

Observe Repeat endoscopy with


Testing for H. pylori

Ulcer

H. Pylori (-) No Ulcer


H. Pylori (+)
Confirm compliance
No ulcerogenic agents Non – ulcer dyspepsia

Long – term maintenance PPI


Medication

?? Surgery
Pengobatan pada infeksi
Helicobacter Pylori
• Saat ini banyak digunakan triple terapi
• Lama pengobatan 2 minggu untuk PPI dapat dilanjutkan 3 – 4 minggu
• Kombinasi triple terapi :
1. PPI 2xi + amoxicillin 2x 100 mg + claritromicyn 2 x 500 mg
2. PPI 2xi + metronidazole 3 x 500 mg + claritromicyn 2 x 500 mg
3. PPI 2xi + metronidazole 3 x 500 mg + amoxicillin 2 x 1000 mg
4. PPI 2xi + metronidazole 3 x 500 mg + tetrasiklin 4 x 500 mg
• Jika gagal dengan triple terapi dapat digunakan kombinasi kuadriple
terapi (PPI 2xi + Bismut 4 x 2 tab + metronidazole 4 x 250 mg +
tetrasiklin 4 x 500 mg)
Pengobatan dengan Tindakan
Operasi
Dilakukan pada keadaan :
• Tukak refrakter / gagal pengobatan
• Komplikasi perdarahan, perforasi dan
stenosis pilorus
• Tukak lambung dengan dugaan
keganasan
TUKAK DUODENUM
Definisi
Tukak duodenum adalah suatu tukak
yang berbatas jelas dengan ukuran ≥ 5 mm
yang dapat menembus muskularis mukosa
sampai serosa. Dapat terjadi kronis dan
berulang
Lokasi
• 95 % pada bulbus duodenum
• 5 % pada pers desendens atau transversalis
• 90 % berada pada jarak 3 cm dari junction
pilorus dan duodenum
Bentuk
• Bulat atau oval
• Iregular atau elips
• Ukuran sekitar 0,5 cm – 1 cm
Etiologi
• 90 % disebabkan oleh kuman
Helicobacter
Gejala Klinik
• Nyeri epigastrium adalah gejala yang paling
dominan
• Nyeri seperti rasa terbakar, rasa lapar atau rasa
sakit / tidak nyaman yang tidak terlokalisasi
• Nyeri timbul 90 menit – 3 jam setelah makan
• 75 % timbul nyeri pada dini hari yang
membangunkan pasien
• Nyeri yang menetap dan tersebar pada seluruh
perut perlu diwaspadai suatu perforasi
Pemeriksaan Fisik
Tidak banyak tanda fisik yang ditemukan
selain kemungkinan adanya nyeri palpasi
epigastrium, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi
CROHN’S DISEASE
Definisi
Disebut juga enteritis regional merupakan
penyakit inflamasi kronik yang mengenai usus
halus dan usus besar dimana proses
inflamasinya diskontinu
Patologi
Mikroskopis menunjukkan :
1. Hiperplasia dan histosit perilimfatik
2. Infiltrasi granuloma difus
3. Granulmoa non caseating pada submukosa lamina
propia
4. Edema dan dilatasi limfatik pada semua lapisan usus
5. Infilitrasi monositik pada nodul limfa dan Peyer’s
Pathches di permukaan serosa usus
Distribusi Anatomik

• 30 % terjadi pada usus halus


• 50 % terjadi pada usus halus dan usus besar
• 20 % terjadi pada usus besar
• Pada usus halus 80 % terjadi pada ileum terminalis
dan 20 % pada bagian lainnya
• Pada usus besar semua bagian
Epidemiologi
• Seluruh dunia
• Lebih sering di Eropa
• Prevalensi 10 – 100 ribu penduduk
Etiologi
• Belum jelas
• Hipotesis yang paling mungkin adanya abnormalitas
sel T dan makrofag atau interaksi keduanya
• Hipotesis lainnya karena defek permiabilitas epitel
yang memungkinkan exposure dan antigen mukosa
Gambaran Klinis
• Lebih sering terjadi pada dewasa muda
• Biasanya diawali dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah, diare dan panas sumer – sumer
• Nyeri perut terlokalisasi pada kuadran kanan bawah
• Pemeriksaan ditemukan ketegangan dan massa
teraba pada kuadran kanan bawah
• Dapat terjadi malasorpsi dan malnutrisi dengan
penurunan berat badan
• Umumnya pasien mengalami serangan berulang
Komplikasi
• Obstruksi usus kecil
• Fistula dan fissura
• Perforasi
• Kehilangan darah gastrointestinal
• Keganasan
• Manifestasi extra intestinal
Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium :
• Lekositosis
• Trombositosis
• LED meningkat
• Anemia deff. Besi dan anemia megaloblastik
• Serum albumin menurun
• Alkalin phosphatase meningkat
• Urinalisis infeksi (bila fistula )
• Schilling test dan pemeriksaan lemak feses berguna untuk
menilai malabsorbsi berat
• Lactose hydrogen breath test dan C – labeled glycocholate
breath test untuk menilai intoleransi laktosa dan pertumbuhan
bakterial
• Pemeriksaan histologi melalui biopsi mukosa rektum, kolon
illeum terminal atau duodenum
Definisi
3. Pemeriksaan radiologis :
• Foto polos abdomen (terlihat dilatasi usus)
• Foto kontras dengan barium enema (terlihat kolon yang
menyempit, ulserasi, striktur atau fistula)
• Kolonoskopi dan barium enema harus ditunda selama
pasien dalam fase akut
4. Endoskopi
Berguna untuk identifikasi dan melakukan biopsi pada
ulserasi mukosa
Terapi
1. Suportif
Terapi simptomatik dibutuhkan untuk mengendalikan diare.
Obat anti diare seperti loperamid dll harus digunakan dengan
hati - hati
2. Medikamentosa
A. Kortikosteroid
• Kortikosteroid rektal untuk daerah rektum dan sigmoid
• Kortikosteroid sistemik diawali dengan prednison 40 mg /
hari
3. Mesalamine
Obat ini untuk mengurangi inflamasi dosis harian rata–rata
5 – ASA adalah 5 gr / hari dan untuk dosis pemeliharaan
2 gr/hari
Terapi
4. Imunosupresif
Digunakan pada pasien yang resisten atau tergantung steroid. Remisi
terjadi pada 60 – 70 % kasus
• Azathioprine (150 mg/hari)
• 6 mecaptopurine (1,5 mg/kg Bb/hari)
• Cyclosporin (7,5 – 1,5 mg / kg BB / hari)
• Metotrexate (15 – 25 mg/hari)
5. Metronidazole
250 ng 3 x sehari sama efektif dengan sulfasalazine pada penyakit kolon
akut
Terapi
6. Terapi pembedahan :
Pada kasus komplikasi seperti :
• Obstruksi kronik
• Abces simptomatik atau pembentukan fistula
• Fistula enterovesikal
• Perforasi
Dapat terjadi rekurensi sekitar 40 % pada 5 thn pertama,
60 % pada 10 thn dan 85 % pada 15 thn setelah reseksi usus
KOLITIS ULSERATIVA
Definisi

Penyakit inflamasi kronik yang mengenai mukosa


kolon dari rektum sampai caecum dimana
penyebabnya belum diketahui
Patofisiologi
Mikroskopis :
• Mikro abces pada cryptie
• Beberapa mikro abces berkumpul jadi satu
• Terjadi ulserasi pada permukaan mukosa
• Ulserasi menyebabkan gangguan penyerapan
air dan elektrolit
Gejala Klinik
• Biasanya pada umur 20 – 50 tahun
• 70 % penderita mengalami remisi dan eksaserbasi
• 15 – 20 % penderita mengalami gejala terus menerus
• 10 % penderita mengalami serangan akut dan tidak
lagi
• Gejala awal paling sering adalah perdarahan rektum
yang sering dianggap oleh dokter dan pasien hanya
hemorroid
Gejala Klinik
Gejala berdasarkan berat ringannya :
 Mild : - Diare ≤ 4 x sehari
- Tidak anemia - 60 % dari kasus kolitis ulserativa
- Takikardia Θ - 20 % kena seluruh colon
- Panas Θ - 80–90 % terbatas pada rektum
dan sigmoid
- Berat badan menurun Θ
- Hipoalbuminemia Θ

 Moderate : - Diare 4 – 6 x sehari - ± 25 % dari kasus kolitis


- Sedikit darah pada feses ulserativa
- sangat berespons
- Panas Θ
dengan
- Takikardia Θ
pengobatan, angka
- Anemia ringan kematian sangat rendah
- LED sedikit meningkat - dapat berubah menjadi
severe
Gejala Klinik
Gejala berdasarkan berat ringannya :
 Severe : - Diare > 6 x sehari
- Takikardia - bentuk paling jarang
- Hipoalbunemia - ± 15 % dari kasus kolitis ulserativa
- Darah dalam feses - dapat terjadi perforasi
- Anemia - terapi medis tidak efektif, sering
- Panas dilakukan kolektomi

- LED meningkat
DIAGNOSIS
A. Pemeriksaan Fisik
• Pada bentuk ringan atau antara serangan dapat normal
• Dapat teraba massa / teraba daerah yang tegang
• Pada auskultasi bunyi usus meningkat / borborigmi. Pada toxic
megacolon bunyi usus menurun atau hilang
• Pada pemeriksaan rektum terasa nyeri, stingfer anus sering spastik,
teraba mukosa rektum yang kasar dan granular
• Ditemukan juga pseudopolip dan striktur anus
• Tanda extra kolon (uveitis, stomatitis, pioderma ganggrensum, eritema
nodusum, artritis sendi besar dan ankilosing spondilitis)
DIAGNOSIS
B. Pemeriksaan Laboratorium
• Anemia
• Lekositosis
• LED (beratnya penyakit)
• Gangguan elektrolit
• Peningkatan alkaline phosphatase pada cholangitis
sklerosis
• Pemeriksaan feses ditemukan sel darah putih dan merah
• Kultur feses untuk menyingkirkan suatu infeksi kolitis
DIAGNOSIS
C. Pemeriksaan Radiologi
• Fotopolos abdomen :
 Haustra hilang
 Udara berkurang
 Pada toxic megakolon terjadi dilatasi kolon transverasi
bagian tengah lebih dari 6 cm
• Kontras Barium enema (membedakan dengan kanker atau
penyakit crohn)
• Kolonoskopi (cara terbaik)
DIAGNOSIS BANDING
Gejala - gejala Kolitis ulserativ Kolitis crohn

Gejala Klinis
Perdarahan rektum Sangat sering – 90 % Sering, dapat akut
Diare awal, sering jumlah sedikit jarang, bisa tidak ada
Nyeri perut jarang, bila tidak ada komplikasi kolik, setelah makan
Panas jarang sering
Massa teraba jarang sering, kuadran kanan
bawah
Rekuten setelah Relaps / remisi 65 % Sering
reseksi
Perjalanan klinis Kronik / kontinu 20 -30% biasanya progresifitas
lambat
Akut / fulminan ± 8 %
Fulminan
DIAGNOSIS BANDING
Gejala - gejala Kolitis ulserativ Kolitis crohn

Gambaran endoskopi
Proctosing madoskopi Ulcerasi pinpoint difus lesi Ulserasi apthoid lesi
kontinu Barbereak
Gambaran radiologik
Keterlibatan rektum Bervariasi sering
Distribusi kontinu segmental
Diukosa ulserasi jelas “ cabblestones “
Striktur jarang sering
Fistula jarang sering

Gambaran histologik
Distribusi Dimukosa Transmural
Infiltrat cellular Polimorfik limfosit
Kelenjar deplesi mucin kerusakan kelenjar abses pada preservasi kelenjar
kripta
Gambaran khusus tidak ada Granuloma, ulkus aphthoid
TERAPI
A. Terapi suportif
• Pemberian cairan intravena untuk menggantikan elektrolit yang hilang
• Transfusi darah kalau perlu
• Obat anti diare kontraindikasi
B. Terapi nutrisi
C. Obat – obatan
1. Kortikosteroid : - Preparat rektal / budesonid 2 mg /
hidrokortikosteroid 100 mg
- sistemik : diawali dengan prednison 40 mg / hari
dosis tunggal
TERAPI
C. Obat – obatan :
2. Derivat mesalamine
3. Imunosupresif : azathioprine, 6 – mercaptopurine dan siklosporin
4. Metronodazole tidak diberikan

D. Terapi operatif
20 – 25 pasien kolitis ulserativa membutuhkan tindakan
kolektomi
KOMPLIKASI
1. Komplikasi lokal minor
• Jarang
• Sembuh dengan terapi konservatif
• Sedikit pasien terjadi fistula enteroenterik perianal
2. Komplikasi lokal mayor
• Toxic megakolon
(kolon dapat dilatasi > 6 cm)
• Kanker kolon
• Striktur kolon
• Perdarahan kolon yang masif
KOMPLIKASI
3. Komplikasi sistemik :
• Gangguan hepatoselular :
 Pericholangitis  Terjadi pada 30 % pasien
• Gangguan hematologik :
 Anemia deff. Besi  Trombositosis sekunder
 Anemia hemolitik
• Gangguan sendi :
 Spondilitis ankylosis  Sacroilitis
• Gangguan pada mata
 Iritasi
• Gangguan pada kulit
 Eritema nodosom  Pioderma ganggrenosa
CROHN’S DISEASE
Definisi :
Disebut juga enteritis regional merupakan penyakit
inflamasi kronik yang mengenai usus halus dan
usus besar dimana proses inflamasinya diskontinu
CROHN’S DISEASE
Patologi
Mikroskopis menunjukkan :
1. Hiperplasia dan histosit perilimfatik
2. Infiltrasi granuloma difus
3. Granulmoa non caseating pada submukosa lamina propia
4. Edema dan dilatasi limfatik pada semua lapisan usus
5. Infilitrasi monositik pada nodul limfa dan Peyer’s Pathches di
permukaan serosa usus
CROHN’S DISEASE
Distribusi Anatomik
• 30 % terjadi pada usus halus
• 50 % terjadi pada usus halus dan usus besar
• 20 % terjadi pada usus besar
• Pada usus halus 80 % terjadi pada ileum terminalis dan 20 %
pada bagian lainnya
• Pada usus besar semua bagian

Epidemiologi
• Seluruh dunia
• Lebih sering di Eropa
• Prevalensi 10 – 100 ribu penduduk
CROHN’S DISEASE
Etiologi
• Belum jelas
• Hipotesis yang paling mungkin adanya abnormalitas sel T dan makrofag
atau interaksi keduanya
• Hipotesis lainnya karena defek permiabilitas epitel yang memungkinkan
exposure dan e\antigen mukosa
Gambaran Klinis
• Lebih sering terjadi pada dewasa muda
• Biasanya diawali dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, diare dan panas
sumer – sumer
• Nyeri perut terlokalisasi pada kuadran kanan bawah
• Pemeriksaan ditemukan ketegangan dan massa teraba pada kuadran kanan
bawah
• Dapat terjadi malasorpsi dan malnutrisi dengan penurunan berat badan
• Umumnya pasien mengalami serangan berulang
CROHN’S DISEASE
Komplikasi
• Obstruksi usus kecil
• Fistula dan fissura
• Perforasi
• Kehilangan darah gastrointestinal
• Keganasan
• Manifestasi extra intestinal
CROHN’S DISEASE
Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium :
• Lekositosis
• Trombositosis
• LED meningkat
• Anemia deff. Besi dan anemia megaloblastik
• Serum albumin menurun
• Alkalin phosphatase meningkat
• Urinalisis infeksi (bila fistula )
• Schilling test dan pemeriksaan lemak feses berguna untuk
menilai malabsorbsi berat
CROHN’S DISEASE
Definisi
3. Lactose hydrogen breath test dan C – labeled
glycocholate breath test untuk menilai intoleransi
laktosa dan pertumbuhan bakterial
4. Pemeriksaan histologi melalui biopsi mukosa rektum,
kolon illeum terminal atau duodenum
CROHN’S DISEASE
Definisi
5. Pemeriksaan radiologis :
• Foto polos abdomen (terlihat dilatasi usus)
• Foto kontras dengan barium enema (terlihat kolon yang
menyempit, ulservasi, striktur atau fistula)
• Kolonoskopi dan barium enema harus ditunda selama
pasien dalam fase akut
6. Endoskopi
Berguna untuk identifikasi dan melakukan biopsi pada
ulservasi mukosa
CROHN’S DISEASE
Terapi
1. Suportif
Terapi simptomatik dibutuhkan untuk mengendalikan diare.
Obat anti diare seperti loperamid dll harus digunakan dengan
hati - hati
2. Medikamentosa
A. Kortikosteroid
• Kortikosteroid rektal untuk daerah rektum dan sigmoid
• Kortikosteroid sistemik diawali dengan prednison 40 mg /
hari
3. Mesalamine
Obat ini untuk mengurangi inflamasi dosis harian rata–rata
5 – ASA adalah 5 gr / hari dan untuk dosis pemeliharaan
CROHN’S DISEASE
Terapi :
4. Imunosupresif
Digunakan pada pasien yang resisten atau tergantung
steroid. Remisi terjadi pada 60 – 70 % kasus
• Azathiprine (150 mg/hari)
• 6 mecaptopurine (1,5 mg/kg Bb/hari)
• Cylosporin (7,5 – 1,5 mg / kg BB / hari)
• Metotrexate (15 – 25 mg/hari)
5. Metronidazole
250 ng 3 x sehari sama efektif dengan sulfasalazine pada
penyakit kolon akut
CROHN’S DISEASE
Terapi
6. Terapi pembedahan :
Pada kasus komplikasi seperti :
• Obstruksi kronik
• Abces simptomatik atau pembentukan fistula
• Fistula enterovesikal
• Perforasi
Dapat terjadi rekurensi saluran 40 % pada 5 thn pertama,
60 % pada 10 thn dan 85 % pada 15 thn setelah reseksi usus

Anda mungkin juga menyukai