keadaannya di Indonesia. MDGs (Milenium Development Goal) adalah agenda ambisius untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kehidupan yang disepakati para pemimpin dunia pada Milennium Summit pada bulan September 2000. Untuk setiap tujuan satu atau lebih target yang telah ditetapkan, sebagian besar untuk tahun 2015, menggunakan tahun 1990 sebagai patokan. Millenium Development Goals (MDGs) pada dasarnya mewujudkan komitmen internasional yang dibuat di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan Pembangunan Milenium berisikan tujuan kuantitatif yang mesti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum. Hal ini berarti Indonesia harus berusaha mencapai target-target yang telah ditentukan pada kesepakatan tersebut pada 2015 mendatang. Untuk mencapai tujuan MDGs tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah (nasional dan lokal), kaum akademika, media, sektor swasta, komunitas donor, dan masyarakat sipil. MDG’s melingkupi 8 (delapan) agenda, yaitu: 1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan 2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua 3. Mendorong kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan 4. Mengurangi tingkat kematian anak 5. Meningkatkan kesehatan ibu 6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lain 7. Menjamin kelestarian lingkungan 8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Secara umum lingkup 8 (agenda) MDG’S berkaitan sangat erat, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aspek kesehatan. Pencapaian agenda MDG’S yang langsung terkait kesehatan adalah agenda No. 4, 5 dan 6. Sedangkan agenda MDG’S yang terkait secara tidak langsung adalah agenda No. 1, 2, 3, 7, dan 8. Tujuan4. Mengurangi Tingkat Kematian Anak Kekurangan gizi, langsung maupun tak langsung, dikaitkan dengan banyak kematian anak. Seperti telah disebutkan di atas, anemia akibat kekurangan zat besi membunuh banyak ibu baik yang sedang hamil ataupun pada saat melahirkan. Dengan meninggalnya ibu,terutama pada saat kelahiran, mengecilkan peluang harapan hidup seorang anak. Target Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak di bawah usia lima. Dengan Indikator: 4,1 bawah-lima angka kematian 4.2 Infant mortality rate Angka kematian bayi 4,2 4.3 Proporsi 1 tahun anak-anak diimunisasi terhadap campak Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan oleh MDGs ( MDGs menargetkan angka kematian bayi dan balita 65/1000 kelahiran hidup) yaitu, Angka Kematian Balita (AKBA) menurun dari 97/1000 kelahiran hidup pada tahun 1989 menjadi 46/1000 kelahiran hidup pada tahun 2000; Angka Kematian Bayi (AKB) menurun dari 68/1000 kelahiran menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 1999. Pada umumnya kematian bayi dan balita disebabkan oleh infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare. Selain penyebab utama, beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak (meningitis), typhus dan encephalitis juga menjadi penyebab kematian. Indonesia sedang mencanangkan Program Nasional Anak Indonesia yang menjadikan issu kematian bayi dan balita sebagai salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian dari Visi Anak Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil. Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejaheraan Bayi dan Balita. Selain mempromosikan hidup sehat untuk anak dan peningkatan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, bagian dari Target keempat MDG adalah untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang dibantu tenaga terlatih. Sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku di masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan, terutama untuk anak dan balita karena UU no 23 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik, psikis dan sosial mereka. Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Kesehatan ibu disepakati sangat terkait dengan kekurangan gizi, yang dihubungkan dengan kebanyakan faktor-faktor berisiko untuk kematian ibu. Kelumpuhan ibu serta kekurangan iodine dan zat besi menjadi faktor yang serius. Target 5a: Mengurangi sampai tiga perempat rasio kematian ibu Dengan Indikator: 5.1 Rasio kematian ibu 5.2 Proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terampil Target 5b: Mencapai, pada tahun 2015, akses universal untuk kesehatan reproduksi. Dengan Indikator: Prevalensi kontrasepsi Tingkat kelahiran remaja. Cakupan kehamilan (setidaknya satu kunjungan dan setidaknya empat dilihat). Belum terpenuhi kebutuhan keluarga berencana. Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dari 400/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Angka tersebut masih jauh dari target Nasional pada tahun 2015 yaitu 124/100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu adalah pendarahan (28% dari total kematian ibu); ekslampia/gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan (13% dari total kematian ibu); partus lama dan infeksi (9% dari total kematian ibu); aborsi yang tidak aman (11% dari total kematian ibu); sepsis, penyebab lain kematian ibu karena kebersihan dan hygiene yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit akibat hubungan seks yang tidak terobati (10% dari total kematian ibu). Komlpikasi persalinan menurun apabila persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih di lingkungan yang hygiene dengan sarana yang memadai. Menurut data Susenas terjadi peningkatan proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari 41% pada tahun 1990 menjadi 68% pada tahun 2003. Sedangkan target Nasional pada tahun 2010 adalah 90%. Selain itu, angka pemakaian kotrasepsi pada pasangan usia subur juga menjadi indikator peningkatan kesehatan ibu. Angka pemakaian kontrasepsi pada usia subur dilaporkan meningkat dari 50% pada tahun 1990 menjadi 54% pada tahun 2002. Indonesia masih tertinggal beberapa sektor MDG Terlihat pada masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, masih rendahnya kualitas sanitasi & air bersih, laju penularan HIV/Aids yang kian sulit dikendalikan, serta meningkatnya beban utang luar negeri yang kian menumpuk. Sektor-sektor tersebut jelas memberikan pengaruh pada kualitas hidup manusia Indonesia yang termanifestasi pada posisi peringkat Indonesia yang kian menurun pada Human Development Growth Index per 2010. DESA SIAGA Upaya pemberdayaan masyararakat di bidang kesehatan sudah lama tumbuh didalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pada tahun 1975 Departemen Kesehatan telah menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa atau lebih dikenal dengan PKMD. Kebijakan tersebut dibuat guna mempercepat terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat. Pada waktu itu kegiatan PKMD diselenggarakan melalui Karang Balita, Pos Penanggulangan Diare, Pos Kesehatan, Pos Imunisasi dan Pos KB Desa yang pelayanannya masih terkotak- kotak. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang hingga saat ini tetap berkembang di Indonesia. Kegiatan Posyandu pada waktu itu ditekankan kepada 5 (lima) kegiatan yaitu Kesehatan Ibu Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi dan Penanggulangan Diare. Dalam rangka percepatan desa sehat terutama untuk lebih mempercepat pencapaian tujuan MDG’s, pada tahun 2006 Menteri Kesehatan dan jajarannya mencanangkan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan melalui DESA SIAGA. Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah- masalah kesehatan secara mandiri. Adapun tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Sedangkan tujuan khusus desa siaga adalah: (6) 1.Meningkatya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan 2. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, darurat dan sebagainya) 3. Meningkatnya keluarga sadar gizi 4. Meningkatnya masyarakat yang berPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 5. Meningkatnya kesehatan lingkungan desa 6. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan Potret layanan kesehatan Kesehatan Reproduksi Temuan penting penelitian, seperti disampaikan anggota Badan Pendiri dari Direktur Penelitian WRI Edriana Noerdin dua pekan lalu di Jakarta, adalah jaminan kesehatan—termasuk untuk kesehatan reproduksi—gratis bukan solusi. Kenyataannya, masih banyak ibu hamil tetap pergi ke dukun meskipun pemerintah memberi layanan gratis untuk pasien datang ke tenaga kesehatan. Banyak keluarga lebih senang ditolong dukun. ”Dukun itu amit-amit dipercaya dan dituakan di desa, sementara bidan banyak yang imut-imut pengalaman karena baru lulus,” WRI menemukan, ibu hamil sering kali tidak memiliki cukup otonomi untuk menentukan siapa yang dapat menolong persalinannya. Di Aceh, misalnya, ditemui kasus seorang ibu dengan persalinan bermasalah. Si suami memilih tidak membawa ibu itu ke petugas kesehatan atau ke rumah sakit bersalin dan memberi pembenaran dengan mengatakan, ibu yang meninggal dalam persalinan adalah mati sahid. Itulah tantangan memenuhi Sasaran Pembangunan Milenium yang salah satunya menurunkan angka kematian ibu melahirkan separuh dari jumlah 307 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada awal abad ini menjadi 226 pada tahun 2015.