Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

ERITRODERMA ET CAUSA SUSPEK DERMATITIS


SEBOROIK

Disusun Oleh :
dr. Elli Dwi Ermawati

Pembimbing : dr. Sinar Mehuli, Sp. KK


Pendamping : dr. Megawati

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


BANGSAL KULIT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BREBES
2015
TINJAUAN PUSTAKA

Eritroderma eritema difus dan


skuama yang
melibatkan lebih dari
90% permukaan tubuh
(Goldmith, et. al,
2012).
alergi obat

tidak perluasan
diketahui
penyebabnya
ETIOLOGI penyakit
kulit

penyakit
sistemik
termasuk
keganasan
ALERGI OBAT

• Biasanya secara sistemik


• Anamnesis yang teliti
• Penyakit bervariasi dapat segera sampai 2
minggu
• Bila ada obat lebih dari pada satu yang masuk
kedalam badan yang disangka sebagai
penyebabnya adalah obat yang paling sering
menyebabkan alergi (Djuanda, 2007).
Obat penyebab Eritroderma (Goldmith, et. al, 2012).
PERLUASAN PENYAKIT KULIT, SISTEMIK, KEGANASAN
Tidak diketahui penyebabnya

Kemudian berkembang menjadi sindrom sezary. Sindrom sezary


termasuk dalam cutaneus T cell limfoma.

Merupakan penyakit yang ditandai dengan eritema berwarna


merah membara yang disertai skuama yang sangat gatal.
Terdapat infiltrat pada kulit dan edema.

Dapat ditemukan splenomegali, limfadenopati superfisisal,


alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris
serta kuku yang dimosfik.

Pemeriksaan laboratorium leukositosis , eusionifilia, limfositosis. Terdapat


limfosit atipik yang disebut sel sezary. Sel dengan inti 10-20 µ, homogen, lobular
dan tak teratur. Selain dalam darah sel tersebut juga ada dalam kelenjar getah
bening dan kulit. Disebut sindrom sezary jika sel sezary yang beredar 1000/mm 3
(Djuanda, 2007).
DERMATITIS SEBOROIK
• Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi
kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai
dengan eritema dan skuama. Etiologi utama dari
dermatitis seboroik ini adalah Malassezia sp.
Tempat predileksi pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala,
alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping
hidung, ketiak (Schwartz, 2013).
PATOFISIOLOGI DERMATITIS SEBOROIK
PATOFISIOLOGI ERITRODERMA
• Normalnya kulit mempunyai sistem pertahanan
imunologi. Sistem ini akan aktif jika terdapat
stimulator berupa luka, bakteri, atau antigen  di
kenali oleh sel dentririk yang berperan sebagai
antigen presenting sel  mengaktifkan sel T pada
limfe nodi  menstimulasi pengeluaran sitokin 
proses inflamasi.
• Proses imunologi ini merupakan sistem normal
dalam respons terhadap antigen dan lingkungan,
namun terjadinya abnormalitas fungsi sel T pada
penyakit kulit, termasuk eritroderma masih belum
diketahui sebabnya (Robert, 2000).
PATOFISIOLOGI ERITRODERMA
• Secara umum patofisiologi eritroderma  patofisiologi penyakit yang
mendasarinya.
• Namun belum sepenuhnya diketahui mekanisme bagaimana penyakit yang
mendasari tersebut dapat berkembang menjadi eritroderma.
• Pada berbagai penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sel T helper
• Penelitian terbaru  interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul
adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular
1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ  peningkatan proliferasi
epidermal.
• Sitokin yang menginfiltrasi dermis dapat timbul dari berbagai penyakit yang
mendasarinya. Sitokin ini diduga berperan dalam pelebaran pembuluh darah
dan peningkatan epidermis turnover rate, peningkatan laju mitosis, sehingga
sel matur hanya dalam waktu yang singkat berada dalam epidermis. Hal ini
menyebabkan hilangnya material epidermis secara cepat bersama dengan
hilangnya protein dan folat khusunya pada eritroderma karena psoriasis
(Sehgal, 2004). (Sehgal, 2004).
GEJALA KLINIS

Sitokin pelebaran pembuluh darah  aliran


darah kekulit meningkat  eritema universal
dan kehilangan panas bertambah  dingin dan
menggigil. Eritema umumnya terjadi pada area
genitalia, ekstrimitas, atau kepala. Meluas
sehingga dalam beberapa hari atau minggu
seluruh permukaan kulit “red man syndrome”
(Mystri et.al, 2015)
GEJALA KLINIS

Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal


turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel
kulit germinatif meningkat  penggantian
yang cepat ini beberapa zat tidak dapat
dimetabolisme dan diserab secara normal pada
stratum korneum, hilangnya sebagian besar
material epidermis secara klinis ditandai
dengan skuama dan pengelupasan yang hebat.
Skuama muncul setelah eritema, biasanya
setelah 2-6 hari (Sofyan, 2013).
GEJALA KLINIS
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m²
permukaan kulit atau lebih sehari sehingga
menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia
dengan berkurangnya albumin dan peningkatan
relatif globulin merupakan kelainan khas. Edema
sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh
pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu
mitosis rambut dan kuku yang menyebabkan
kerontokan rambut dan kehilangan kuku. Pada
eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan
dapat terjadi perburukan keadaan umum yang
progresif (Harahap, 2000).
DIAGNOSIS

• Anamnesis yang lengkap merupakan hal terpenting


dalam diagnosis eritroderma. Seperti riwayat
Anamnesis pemakaian obat atau medikasi lain. Pasien dengan
penyakit kulit sebelumnya (psoriasis, dermatitis) dapat
berkembang menjadi eritroderma.

• Pada pemeriksaan fisik awalnya menunjukan eritema


PEMERIKSAAN yang general. Skuama timbul 2-6 hari setelah onset
eritema. Dapat juga dijumpai pruritus yang
FISIK menyebabkan ekskoriasi. (Umar, 2011).

• Laboratorium tidak spesifik pada eritroderma  anemia,


limfositosis, eosinopilia, peningkatan IgE, penurunan albumin
serum, kenaikan laju endap darah dan peningkatan ureum
PERIKSAAN kreatinin

PENUNJANG • Histologi  tidak spesifik yang terdiri dari


ortokeratosis( hiperkeratosis, parakeratosis), akantosis dan
inflamatori infiltrat kronik perivaskular dengan atau tanpa
eosinofil.
ERITRODERMA et causa DERMATITIS SEBOROIK

Pada eritroderma yang disebabkan oleh


dermatitis seboroik, menurut penelitian yang
dilakukan oleh Okada (2014) dilihat dari tanda
yang muncul awal berupa skuama dengan
eritema yang gatal terutama pada daerah yang
mempunyai kelenjar sebasea. Eritema dan
skuama ini makin lama makin menyebar
keseluruh badan dan ekstremitas. Dari hasil
pemeriksaan biopsi didapatkan dermatitis
spongiotik dan parakeratosis
DIAGNOSIS BANDING

PSORIASIS DERMATISTIS SEBOROIK

• Penyakit yang penyebabnya • Penyakit inflamasi yang


autoimun, bersifat kronik kronik dan kambuh-
dan residif, ditandai dengan kambuhan yang ditandai
adanya bercak- bercak dengan eritema dan skuama
eritema berbatas tegas • Tempat predileksi pada
dengan skuama yang kasar, daerah tubuh yang banyak
berlapis-lapis dan mengandung kelenjar
transparan (Djuanda, 2007). sebasea seperti kulit kepala,
alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping
hidung, ketiak (Schwartz,
2013).
PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM HISTOLOGI
• Anemia, • Pemeriksaan histologi
dari eritroderma sering
limfositosis, menunjukan gambaran
eosinopilia, yang tidak spesifik yang
peningkatan IgE, terdiri dari ortokeratosis
penurunan albumin (hiperkeratosis,
serum kenaikan parakeratosis), akantosis
dan inflamatori infiltrat
laju endap darah kronik perivaskular
dan peningkatan
ureum kreatinin
TERAPI
(Goldmith et.al, 2012) Antihistmamin
Antibiotik
Kortikosteroid
Cairan
KOMPLIKASI

• Sepsis
• Gagal jantung
• Gagal ginjal
• Limfadenopati
• Alopesia
PERMASALAHAN
IDENTITAS PASIEN

• Nama penderita : Ny. D


• Umur : 63 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Wanasari RT 2 RW 1, Brebes
• Pekerjaan : Buruh tani
• Suku : Jawa
• Agama : Islam
• Tanggal datang ke RS : 8 Juni 2015
• No. CM : 024757
Bercak merah
hampir • Keluhan
diseluruh Utama
tubuh.

Seluruh tubuh terasa


panas, kulit gatal,
pecah- pecah, bersisik • Keluhan
mengelupas terasa
perih, kaki dan tangan Tambahan
terasa kaku dan
bengkak.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

• Pasien datang ke IGD RSUD Brebes dengan surat rujukan dari dokter spesialis
kulit pada tanggal 8 Juni 2015 pukul 17.00. Pasien mengeluhkan bercak
kemerahan diseluruh tubuhnya.
• Awalnya dua bulan yang lalu muncul bercak kemerahan dikepala. Bercak
tersebut, makin lama semakin menyebar keseluruh tubuh. Bercak merah tersebut
kemudian terasa panas dan gatal. Semakin lama, bercak kemerahan, panas dan
gatal dirasa semakin bertambah sampai megganggu aktivitas sehari- hari pasien.
Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari, bertambah merah, panas dan
bertambah gatal jika pasien beraktifitas dan berkeringat. Pasien juga sering
menggaruk- nggaruk badanya. Selain itu, pasien juga mengeluh seluruh tubuh
pecah- pecah, bersisik mengelupas terasa perih, kaki dan tangan terasa kaku dan
bengkak. Kadang pasien juga menggigil
• Untuk mengurangi keluhanya, selama dua bulan ini pasien mengunjungi dokter
umum setiap dua minggu sekali. Dari dokter umum tersebut, pasien
mendapatkan obat. Obat tersebut dapat mengurangi keluhanya. Kemerahan,
gatal, panas dapat berkurang. Sisik dibadanya juga berkurang. Namun kembali
kambuh saat obat habis. Pasien tidak mengetahui jenis obat yang diberikan oleh
dokter tersebut.
• Karena dirasa keluhanya kambuh- kambuhan dan tidak kunjung sembuh, maka
pasien mengunjungi dokter kulit dan dirujuk ke RSUD brebes.
• Riwayat sakit yang sama disangkal.
• Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal.
• Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
RPD • Riwayat minum obat tertentu disangkal
• Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, TB, gamgguam
ginjal disangkal.

• Riwayat keluhan serupa disangkal


RPK • Riwayat alergi disangkal
• Riwyat hipertensi, diabetes disangkal

• Pasien mendapatkan obat dari dokter


RIWAYAT umum. Namun pasien tidak
PENGOBATAN mengetahui obat yang didapat.
PEMERIKSAAN FISIK
• Tampak sakit sedang
KU KES • Composmentis (E4M6V5)

• Tekanan Darah : 130/80


• HR : 65x/menit, isi dan tegangan cukup
TANDA VITAL • RR : 24 x/menit
• Suhu : 36 oC axillar

• BB : 53 kg
ANTOPOMETRI • TB : 145 cm
PEMERIKAAN FISIK

Status Generalis
Kepala
Simetris, mesochepal, rambut berwarna putih, distribusi tidak merata. Pada kulit kepala tampak patch
eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis.
Wajah
Tampak simetris. Pada kulit wajah tampak patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang
berlapis.
Mata
Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, terdapat reflek cahaya pada kedua mata, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung
Pada pemeriksaan hidung tidak tampak discharge, tidak ada nafas cuping hidung, septum tidak
deviasi
Mulut
Bibir tampak simetris, tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Telinga
Telinga tampak simetris dan tidak tampak discharge.
Leher
Tidak terdapat pembesaran limfonodi servikal.
PEMERIKAAN FISIK

Thoraks
Pulmo :
Inspeksi : Hemithorax dextra sama dengan sinistra
Palpasi : vokal fremitus dekstra sama dengan sinistra
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SD Vesikuler, Wheezing (-/-), Ronkhi( -/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis di SIC IV 2 jari lateral LMCS
Palpasi : Iktus cordis teraba, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II normal, regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, tidak terdapat jejas
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
PEMERIKAAN FISIK
• Ektremitas
KANAN KIRI

EDEMA + +
+ +

AKRAL + +
HANGAT + +

SIANOSIS - -
- -
STATUS DERMATOLOGI

• Lokasi : Capitis, fasialis, coli anterior dan


posterior, trunkus anterior dan posterior,
ekstremitas superior dan ekstremitas
inferior
• Inspeksi : Makula  patch eritema difus
permukaan ditutupi skuama sedang
berlapis, fisura dan likenifikasi.
• Palpasi : Hangat.
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaana Hasil Nilai normal

Hemoglobin 10,3 g/dL 13-16 g/dL

Leukosit 9350 /μL 4000-10000 /μL

Hematokrit 31,3 % 37-43 %

Trombosit 591000 /μL 200000-500000 μL

Gula darah sewaktu 133 mg/dL < 200 mg/dL

Protein total 5,6mg/dL 6,8-8,6mg/dl

SGOT 15U/L 1-37U/L

SGPT 21U/L 1-37U/L

Albumin 2,6mg/dL 3,8-5,1mg/dL

Creatinin 1,04mg/dL 0,6-1,1mg/dL


NY. D 65 TAHUN DENGAN ERITRODERMA

Makula 
patch eritema
difus
permukaan
ditutupi
skuama sedang
berlapis

Makula  patch
eritema difus
permukaan ditutupi
Makula  patch skuama sedang
eritema difus berlapis, fisura dan
permukaan likenifikasi
ditutupi skuama
sedang berlapis
RO THORAX

Tampak corakan bronchovascular normal,


CTR < 0,52, kedua diafragma licin, tidak
mendatar, kedua sinus costofrenicus lancip
DIAGNOSIS

Eritroderma et
causa suspek
dermatitis
seboroik
TERAPI
NON MEDIKAMENTOSA MEDIKAMENTOSA

• Edukasi tentang penyakit eritroderma, • IVFD Ringer Laktat 20 tpm


pencetus dan perjalanannya yang • Injeksi Methilprednisolon 125 mg 2x1
kronik, residif, dan pengobatannya. amp (tapp off)
• Anjuran untuk tidak menggaruk atau • Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
mengelupas kulit. • Injeksi ranitidin 2x50mg
• Menghindari faktor pencetus. • Cetirizin 1x10mg
• Menjelaskan pasien agar teratur dalam • Clorpheniramin maleat 2x4mg
mengkonsumsi obat dan pemakaian • Transfusi albumin
obat salep. • Cream topikal (kortikosteroid, urea dan
• Menjelaskan prognosis penyakit.
klobetasol)
• Pemantauan efek samping obat.
• Diet tinggi protein (putih telur =12,8
gram) .Kebutuhan protein 1 gram /kgbb
per hari.
• Kebutuhan protein = 53 x 1 gram = 53
gram/ hari setara dengan 4 butir
telur/hari.
Quo ad
vitam : ad
bonam

Quo ad
cosmeticum Quo ad
: dubia ad PROGNOSIS functionam :
bonam ad bonam

Quo ad
sanationam :
dubia ad
bonam
HARI / TANGGAL S O A P

Senin, 8 Juni 2015 Seluruh tubuh terasa KU / KES : tampak Eritroderma Medikamentosa
gatal, panas, kemerahan, sakit sedang / 1) IVFD Ringer
bersisik, kedua kaki dan Komposmentis Laktat 20 tpm
tangan bengkak. Vital Sign: 2) Injeksi
TD :130/80 mmHg Methilprednisolo
HR :65 x/menit n 125 mg 2 x1
Rr : 24 x/menit 3) Injeksi cefixim 1
t : 36 0 C gr 2x 1
Status Dermaologis :
Lokasi :
Capitis, fasialis, coli
anterior dan posterior,
trunkus anterior dan
posterior, ekstremitas
superior dan ekstremitas
inferior.
Inpeksi UKK :
Eritema generalisata
ditutupi skuama, fisura
dan likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema +/+
Inferior : edema +/+
HARI / TANGGAL S O A P

Selasa, 9 Juni 2015 Seluruh tubuh terasa KU / KES : tampak Eritroderma et causa Nonmedikamentosa
gatal, panas, sakit sedang / Suspek Dermatitis 1) Diet tinggi
kemerahan, bersisik, Komposmentis Seboroik protein (putih
kedua kaki dan tangan Vital Sign: telur) 4 butir/hari
bengkak. TD :130/80 mmHg Medikamentosa
HR :65 x/menit 2) IVFD Ringer
Rr : 24 x/menit Laktat 20 tpm
t : 36 0 C 3) Injeksi
Status Dermaologis : Methilprednisolo
Lokasi : n 125 mg 2x1
Capitis, fasialis, coli amp (tapp off)
anterior dan posterior, 4) Injeksi Cefotaxim
trunkus anterior dan 2x1 gr
posterior, ekstremitas 5) Injeksi ranitidin
superior dan 2x50 mg
ekstremitas inferior 6) Cetirizin 1x10mg
Inspeksi UKK : 7) CTM 2x4mg
Makula  patch 8) Transfusi
eritema difus albumin
permukaan ditutupi 9) Cream topikal
skuama sedang
berlapis, fisura dan
likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema +/+
Inferior : edema +/+
HARI / TANGGAL S O A P

Rabu, 10 Juni 2015 Gatal berkurang, sisik KU / KES : tampak Eritroderma et causa Nonmedikamentosa
berkurang, sudah tidak sakit sedang / Suspek Dermatitis 1) Diet tinggi
panas, bengkak Komposmentis Seboroik protein (putih
berkurang Vital Sign: telur) 4butir/hari
TD :110/80 mmHg Medikamentosa
HR :84 x/menit 2) IVFD Ringer
Rr : 20 x/menit Laktat 20 tpm
t : 36, 7 0 C 3) Injeksi
Status Dermatologis : Methilprednisolo
Lokasi : n 125 mg 2x1
Capitis, fasialis, coli amp (tapp off)
anterior dan posterior, 4) Injeksi Cefotaxim
trunkus anterior dan 2x1 gr
posterior, ekstremitas 5) Injeksi ranitidin
superior dan 2x50 mg
ekstremitas inferior 6) Cetirizin 1x10mg
Inspeksi UKK : 7) CTM 2x4mg
Makula  patch 8) Cream topikal
eritema difus
permukaan ditutupi
skuama sedang
berlapis, fisura dan
likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema +/+
Inferior : edema +/+
HARI / TANGGAL S O A P

Kamis, 11 Juni 2015 Gatal semakin KU / KES: tampak Eritroderma et causa Nonmedikamentosa
berkurang, sisik tinggal sakit ringan / Suspek Dermatitis 1) Diet tinggi
sedikit Komposmentis Seboroik protein (putih
Vital Sign: telur) 4 butir/hari
TD :140/90 mmHg Medikamentosa
HR :60 x/menit 2) IVFD Ringer
Rr : 18 x/menit Laktat 20 tpm
t : 36, 7 0 C 3) Injeksi
Status Dermatologis : Methilprednisolo
Lokasi : n 125 mg 1x1
Capitis, fasialis, coli amp (pagi)
anterior dan posterior, 4) Injeksi
trunkus anterior dan Methilprednisolo
posterior, ekstremitas n 125 mg 1x1/2
superior dan amp (sore)
ekstremitas inferior 5) Injeksi Cefotaxim
Inspeksi UKK : 2x1 gr
Hiperpigmentasi 6) Injeksi ranitidin
ditutupi skuama halus, 2x50 mg
fisura dan likenifikasi. 7) Cetirizin 1x10mg
Ekstremitas 8) CTM 2x4mg
Superior : edema -/- 9) Cream topikal
Inferior : edema +/+
HARI / TANGGAL S O A P

Jumat, 12 Juni 2015 Tidak ada keluhan KU / KES: tampak Assesment Nonmedikamentosa
sakit ringan / Eritroderma et causa 1) (putih telur) 4
komposmentis Suspek Dermatitis butir/hari
Vital Sign: Seboroik Medikamentosa
TD :130/90 mmHg 2) IVFD Ringer
HR :80 x/menit Laktat 20 tpm
Rr : 24 x/menit 3) Injeksi
t : 36 0 C Methilprednisolo
Status Deramtologis : n 125 mg 1x1
Lokasi : amp (pagi)
Capitis, fasialis, coli 4) Injeksi
anterior dan posterior, Methilprednisolo
trunkus anterior dan n 125 mg 1x1/2
posterior, ekstremitas amp (sore)
superior dan 5) Injeksi Cefotaxim
ekstremitas inferior 2x1 gr
Inspeksi UKK : 6) Injeksi ranitidin
Makula 2x1 amp
hiperpigmentasi, fisura, 7) Cetirizin 1x1
likenifikasi. 8) CTM 2x1
Ekstremitas 9) Cream topikal
Superior : edema -/-
Inferior : edema +/+
HARI / TANGGAL S O A P

Sabtu, 13 Juni 2015 Tidak ada keluhan KU / KES : baik / Eritroderma et causa Nonmedikamentosa
komposmentis Suspek Dermatitis 1) Diet tinggi
Vital Sign: Seboroik protein (putih
TD :110/80 mmHg telur) 4 butir/hari
HR :116 x/menit Medikamentosa
Rr : 20 x/menit 2) IVFD Ringer
t : 36, 5 0 C Laktat 20 tpm
Status Deramtologis : 3) Injeksi
Lokasi : Methilprednisolo
Capitis, fasialis, coli n 125 mg 1x1
anterior dan posterior, amp (pagi)
trunkus anterior dan 4) Injeksi Cefotaxim
posterior, ekstremitas 2x1 gr
superior dan 5) Injeksi ranitidin
ekstremitas inferior 2x1 amp
Inspeksi UKK : 6) Cetirizin 1x1
Makula 7) CTM 2x1
hiperpigmentasi. fisura, 8) Cream topikal
likenifikasi.
Ekstremitas
Superior : edema -/-
Inferior : edema -/-
PEMBAHASAN
KASUS
DIAGNOSIS

Pasien Ny. D usia 63 tahun ini didiagnosis eritroderma ec suspek dermatitis seboroik
Diagnosis  anamnesis, pemeriksaan fisisk dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium.

anamnesis pasien datang dengan keluhan gatal diseluruh tubuh yang disertai kulit
kemerahan, pecah- pecah, bersisik mengelupas, kaki dan tangan bengkak. Hal ini sesua
dengan yang disamapaikan Djuanda 2007 tentang gejala khas eritroderma yaitu merupakan
kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis (90-100%) dan disertai skuama.

Eritroderma yang diderita pasien ini, kemungkinan disebabkan oleh dermatitis seboroik. Hal
ini dapat diketahui dari hasil anamnesis dimana pasien mengatakan pada mulanya timbul gatal
dikepalanya yang makin lama makin menyebar keseluruh tubuh dan diikuti timbulnya sisik
dan gejala lainya. Dari hasil anamnesis juga tidak ditemukan penyakit sistemik atau penyakit
kulit lain yang mendasari.

Makula  patch eritema difus permukaan ditutupi skuama sedang berlapis, fisura dan
likenifikasi.
Capitis, fasialis, coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, ekstremitas superior
dan ekstremitas inferior.

pemeriksaan laboratorium didapatkan hipoalbuminemia dan anemia. Dengan kadar albumin 5,6
mg/dL dan hemoglobin 10,3 g/dL .  (Sehgal, 2011) mengatakan bahwa terlepasnya skuama
mengakibatkan sel yang matur berada dalam epidermis yang relatif singkat yang
mengakibatkan peningkatan kehilangan material epidermis bersama dengan hilangnya protein
dan folat.
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi yang
kronik dan kambuh- kambuhan yang ditandai dengan
eritema dan skuama. Etiologi utama dari dermatitis
seboroik ini adalah Malassezia sp. Tempat predileksi
pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar
sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak (Schwartz,
2013).Pada penelitian yang dilakukan oleh Grodzka
pada tahun 2012, mendapatkan bahwa pada dermatitis
seboroik terjadi peningkatkan imun respon terutama
IFN γ dan IL-2. Imun respon ini lah yang diduga
berkaitan dengan berkembangnya dermatitis seboroik
menjadi eritroderma.
TERAPI
• Perlunya pemberian cairan pada pasien eritroderma
dikarenakan panderita eritroderma rawan terjadi dehidrasi.
IVFD Ringer Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan
dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga
Laktat meningkat sehingga pengaturan suhu terganggu. Kehilangan
panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan
peningkatan laju metabolisme basal (Earlia,2009)

• Eritroderma diduga merupakan proses sekunder dari interaksi


kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler
yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular
Injeksi 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-γ yang
merupakan sitokin yang berperan dalam timbulmya
Methilprednisolon eritroderma yang menyebabkan peningkatan proliferasi
epidermal dan produksi mediator inflamasi. Karena adanya
inflamasi ini lah sehingga diperlukan terapi kortikosteroid.

• Injeksi antibiotik pada pasien merupakan tindakan pencegahan


komplikasi eritroderma berupa infeksi sekunder. Mengingat kulit
berperan sebagai proteksi. Jika terdapat gangguan pada kulit, maka
Injeksi Cefotaxim fungsi proteksi ini akan terganggu. Hal ini juga sesuai dengan yang
disampaikan (Sehgal, 2011) dimana pada penderita eritroderma bisa
terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder.
TERAPI

• Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang


menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung. Pemerian ranitidin diperlukan
Injeksi ranitidin pada pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid. Hal ini
dikarenakan salah satu efek kortikosteroid yaitu meningkatkan
kejadian ulkus peptikum pada saluran penceranan (Narum, 2013).

• Antihistamin pada penderita eritroderma digunakan untuk mengurangi gejala pruritus (Umar,

Cetirizin dan 2011). Cetirizine merupakan antihistmain generasi kedua, mempunyai efek sedasi yang lebih
rendah. Bekerja sebagai antagonis reseptor H1 periferal pada fase awal dan menghambat
perpindahaln sel radang atau inflamasi. Sedangkan clorpheniramin maleat (CTM) CTM
Clorpheniramin merupakan antihistamin golongan pertama, mempunyai efek sedatif yang lebih tinggi
dibanding generasi kedua. Cara kerja CTM sebagai antagonis reseptor H 1. CTM akan

maleat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos,
selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat
(Reddy, 2014).

Transfusi • Transfusi albumin dan diet tinggi protein diperlukan karena


penderita eritroderma disertai dengan hipoalbumin. Hal ini
albumin dan diet dikarenakan terlepasnya skuama mengakibatkan sel yang matur
berada dalam epidermis yang relatif singkat yang mengakibatkan
tinggi protein (4 peningkatan kehilangan material epidermis bersama dengan
butir telur/hari) hilangnya protein dan folat (Sehgal, 2011).
TERAPI

• Cream ini dapat berisi emolien atau


pelembab dan steroid dengan
Cream Topikal
potensi rendah. Bertujuan untuk
( urea dan
menjaga kelembapan kulit dan
klobetasol)
mengurangi inflamasi yang terjadi
(Earlia, 2009)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
• Eritroderma merupakan kelainan kulit berupa eritema difuse dan skuama yang melibatkan lebih dari 90%
permukaan tubuh.
• Etiologi eritroderma diantaranya alergi obat, perluasan penyakit kulit lainnya, akibat penyakit sitemik dan
keganasan dan tidak diketahui penyebabnya.
• Penegakan diagnosis eritroderma dapat dilakukan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
• Penatalaksanaan eritroderma terdiri dari penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.
• Pasien Ny. D usia 63 tahun pada kasus ini didiagnosis eritroderma ec suspek dermatitis seboroik.

Saran
• Saran untuk pasien dan keluarga

• Menjaga higienitas diri


• Menghindari faktor pencetus
• Rutin minum obat sesuai anjuran
• Rutin kontrol
• Saran untuk rumah sakit

• Perlunya penyediaan ruang khusus untuk penderita eritroderma dikarenakan penderita eritroderma rawan
terjadi infeksi.
• Perlunya penyediaan pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap untuk menegakkan etiologi.
DAFTAR PUSTAKA
• Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI

• Criado, Paulo. 2004. Severe cutaneous adverse reactions to drugs - relevant
• aspects to diagnosis and treatment - Part I: anaphylaxis and anaphylactoid reactions, erythroderma and the clinical spectrum of Stevens-Johnson syndrome & toxicepidermal necrolysis (Lyell´s disease .) Diakses di www.scielo.br/scielo.php pada tanggal
24 Agustus 2015.

• Earlia, Nand. Firdausi Nurharini, Andri Catur Jatmiko, Evy Ervianti.2009.
• Erythroderma: A clinico-etiological study of 58 cases in a tertiary hospital of North India.Diakses di /nepjol.info/index.php/AJMS pada tanggal 26 Juli 2015.
• Goldmith, Lowell A, et. al. 2012. Fitpatrick Dermatologi In General Medicine 8th Edition.USA :The Mcgraw Hill

• Grodzkal, Ewa Trznadel, Marcin Błaszkowski1, Helena Rotsztejn. 2012. Investigations of seborrheic dermatitis. Part I. The role of selected cytokines in the pathogenesis of seborrheic dermatitis. Diakses di www.phmd.pl/fulltxt.php pada tanggal 26
Juli 2015.

• Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates; 2000.Diakses di https://ml.scribd.com/doc/47725908/Eritroderma pada tanggal 25 Juli 2015.

• Habif TP, Campbell JL, et al. 2006 “Seborrheic dermatitis.” In: Dermatology DDxDeck.China. Diakses di www.aad.org pada tanggal 24 Agustus 2015.

• Hulmani, Manjunath B. NandaKishore, M. Ramesh Bhat, D. Sukumar, Jacintha Martis, Ganesh Kamath, M. K. Srinath. 2014. Clinico‑etiological study of 30 erythroderma cases from tertiary center in South India . Diakses di http://www.idoj. pada
tanggal 25 Juli 2015.

• Imtikhananik. 1992. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokteran.Volume74.16-19. Diakses di https://ml.scribd.com pada tanggal 25 Juli 2015.

• Kurniawan, Dedy. Wahyudhy, Harry Utama. 2007. Erupsi alergi obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
• Mistry, Nisha. Ambika Gupta Afsaneh Alavi. Gary ibbald. 2015. A Review of the Diagnosis and Management of Erythroderma (Generalized Red Skin). Diakses di http://www.nursingcenter.com , Volume 28 Number 5 , p 228 - 236 pada tanggal 25 Juli
2015.

• Narusm, Sigrid.Tone Westergren. Marianne Klemp. 2013. Corticosteroids and risk of gastrointestinal bleeding: a systematic review and meta-analysis. Diakses di http://bmjopen.bmj.com/ pada tanggal 26 Juli 2015.

• Okada, Kayo. 2014. Refractory sebhorroic dermatitis of the head In a Patient With Malignan Lymphoma. Diakses diwww.ncbi.nlm.nih.gov/ pada tanggal 5 September 2015.

• Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007 . Diakses di journal.unair.ac.id pada tanggal 25 Juli 2015.
• Reddy. 2014. Cetirizine Hydrochloride. Diakses di www.medicines.org.uk/emc/medicine pada tanggal 5 September 2015.

• Robert, Caroline. 2000. Inflamatory Skin Diseases, T Cell, And Immune Surveilance.Diakses diwww.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed pada tanggal 25 Juli 2015.
• Schwartz,James R, et.al. 2013. A Comprehensive Pathophysiology of Dandruff and SeborrheicDermatitis – Towards a More Precise Definition of Scalp Health . Diakses diwww.medicaljournals.se/acta pada tanggal 5 September 2015.

• Sehgal, Virendra N, Govind Srivastava , and Kabir Sardana. 2004. Erythroderma/exfoliative dermatitis: a synopsis. Diakses di www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ pada tanggal 25 Juli 2015.

• Shirazi Nadia , Rashmi Jindal2, Akanksha Jain2, Kanika Yadav, Sohaib Ahmad. 2015.Erythroderma: A clinico-etiological study of 58 cases in a tertiary hospital of North India. Diakses di http://www.nepjol.info/index.php/index pada tanggal 26 Juli
2015

• Sofyan, Asrawati. Sitti Nur Rahmah, Asnawi Madjid. 2013.Erythroderma Caused Drug Allergies. Diakses dijournal.unhas.ac.id pada tanggal 25 Juli 2015.
• Umar H, Sanusis. 2010. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis). Diakses di www. Emedicine.com pada tanggal 25 Juli 2015.
• Wasitaatmadja SM. 2007. Anatomi kulit. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.. Jakarta : FKUI

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai