Anda di halaman 1dari 29

Pemeriksaan pada Ptosis

Oleh :
dr. Tegar Chandra B.R.

Pembimbing :
dr. Sri Inakawati, Msi.Med., Sp.M (K)
Pendahuluan
Ptosis (Blepharoptosis) merupakan
keadaan jatuhnya kelopak
mata/palpebra (Drooping eye lid )

Ptosis terutama terjadi dikarenakan menurunnya


fungsi dari M. levator palebra, akibat melemahnya
N.III baik sebagian atau total.
Epidemiologi Persentase di Amerika
Serikat

• 35,7% pasien Ptosis Neurogenik, disertai 4%


11.2 %

kelemahan N.III, 28,6% dengan Miasthenia Miogenik


8.%
Aponeurotik
Gravis, dan 7,1% dengan Sindrom Horner.
Neurogenik
5.6 %

• Sedangkan pada Ptosis Miogenik Mekanikal

Traumatik
sebanyak 30% dengan adanya Chronic 60.2%

Progressive External Ophthalmoplegia


(CPEO)
Epidemiologi
Di Indonesia (RS Dr. M. Djamil, Padang) April 2012-Maret 2015 :

11 Kasus Ptosis 10 Kasus Ptosis


Kongenital Dapatan / Acquired

Rata-rata paling sering terjadi pada usia 11-20 tahun,


usia paling muda 4,5 tahun dan paling tua 70 tahun.
Anatomi Palpebra
Palpebra terbagi menjadi
beberapa lapisan, yaitu :
1. Kulit
2. Otot orbicularis
3. Septum Orbita
4. Korpus adiposum orbita
5. Tarsus
6. Otot Levator
7. Konjungtiva Tarsal
Persarafan Motoris

Nervus • M. Retraktor dan M. Levator palpebra


Okulomotorius superior

• M. Orbikularis okuli, M. Frontalis, M.


Nervus Facialis Procerus dan M. Korugator supersili

Serabut Saraf
• M. Muller
Simpatis
Persarafan Sensoris

Nervus Trigeminus • Nervus lakrimalis, supraorbitalis,


supratrokhlearis, infratrokhlearis dan
Cabang Oftalmika nasalis eksterna kecil

Nervus Trigeminus • Nervus infraorbitalis, zigomaticofacialis,


Cabang Maksilaris zigomaticotemporalis
Fisiologi Palpebra
• Palpebra berfungsi:

• Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior


• Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata
• Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea
• Mencegah mata menjadi kering
• Memiliki pungta tempat air mata mengalir ke sistem drainase
lakrimal.
Aktivitas Palpebra M. Levator Palpebra M. Orbicularis Oculi

Menutup Relaksasi Kontraksi

Membuka Kontraksi Relaksasi


Ptosis / Blepharoptosis
Keadaan jatuhnya kelopak mata/palpebra (Drooping eye lid ),
dimana palpebra superior tidak dapat diangkat atau terbuka
sehingga celah antara kedua palpebra menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan keadaan normal.
Etiologi
• Ptosis terutama terjadi dikarenakan
menurunnya fungsi dari M. levator
palpebra, akibat melemahnya N.III baik
sebagian atau total.

• Dapat terjadi pada Sindrom Horner dan


Myastenia Gravis

• Penyebab ptosis adalah miogenik,


aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan
traumatik
Klasifikasi

akibat gangguan
pembentukan jaringan
Kongenital muskulus levator
(myogenic etiology).

Onset
terjadi akibat penurunan
regangan atau disinsersi
Didapat / Acquired aponeurosis levator
(aponeurotic
abnormality).
Ptosis Kongenital Maldevelopment muskulus Levator
Myogenik

Didapat
Kelainan muskuler keseluruhan (cth : distrofi
muskuler)

Kongenital Kegagalan insersi aponeurosis


Ptosis
Aponeutotika

Didapat Akibat peregangan, kelemahan, terlepasnya,


atau disinsersi aponeurosis levator dari
kedudukan normal.
Etiologi Defek neurogenik saat perkembangan
Kongenital
Ptosis embrio
Neurogenik
Didapat Terhenti persarafan normal, terkait Sindrom
Ptosis Horner dan Myastenia Gravis
Mekanikal

Ptosis
Traumatik

Pseudoptosis
Penegakan Diagnosis
• Onset dan durasi dari Ptosis
• Variasi dan progresifitasnya
• Tingkat keparahan ptosis,
• Keterlibatan pada satu mata setelah mata yang lain atau kedua mata
secara bersamaan
• Faktor pencetus (riwayat trauma, operasi mata, penyakit mata sebelumnya
(Dry Eye/ Tyroid eye disease), kehamilan, persalinan, dll)
• Kondisi lain yang terkait, seperti Jaw winking, diplopia, disfagia, dan
kelelahan
• Riwayat keluarga, seperti ptosis bawaan atau herediter, okular, miopati,
blepharophimosis, dll.
Margin Reflex
Distance 1
Jarak antara tengah refleks
cahaya pupil dan margin
kelopak mata atas dengan
pada posisi primer. Hasil
pengukuran 4 - 5 mm
dianggap normal Mata Normal Mata Ptosis
(4-5 mm) (< 4 mm)
Margin Reflex
Disease 2

Jarak antara pusat refleks


cahaya pupil dan margin
kelopak mata bawah pada
posisi primer. Mata Normal Mata Ptosis
(5 – 5.5 mm) (> 5.5 mm)
Palpebra Fissure
Height
• Jarak antara margo palpebra
superior dan inferior pada posisi
penglihatan primer.
• Margo palpebra superior
normalnya terletak sekitar 2 mm
dibawah limbus bagian atas dan
margo palpebra inferior terletak Pada pengukuran ini untuk laki-laki nilai
1 mm dibawah limbus bagian normalnya 7-10 mm dan untuk wanita nilai
normalnya 8-12 mm.
bawah
Upper Lid Crease

Jarak antar lipatan kulit palpebra Mata Ras Asia Mata Ras Kaukasoid
superior dengan margin palpebral
superior.

Normal laki-laki : 8-9 mm dan


Normal wanita 9-11 mm.
• Pengukuran dilakukan dengan cara penderita diminta
Levator melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang
Function penggaris dan menempatkan titik nol pada margo
palpebra superior,
• Pemeriksa menekan otot frontalis agar otot frontalis
tidak ikut mengangkat kelopak,
• Penderita diminta melihat ke atas maksimal dan dilihat
margo palpebra superior ada pada titik berapa

Poor : 0-4 mm lid elevation


HASIL PENGUKURAN Fair : 5-11 mm lid elevation
Good : 12-14 mm lid elevation
Normal : > 15 mm lid elevation
Pretarsal Show

• jarak antara margo


palpebra superior
dengan lipatan kulit
pada palpebra yang
terlihat saat mata
dalam posisi primer
Lagoftalmus

• Pasien harus dinilai


apakah terdapat
lagoftalmus, jika ada
kita harus ukur dan
catat jarak antara
margo palpebra
superior dan margo
palpebra inferior.
Bell’s Phenomenon

Penderita disuruh menutup


atau memejamkan mata
dengan kuat, pemeriksa
membuka kelopak mata
atas, kalau bola mata
bergulir ke atas berarti
Bells Phenomenon (+)
Jaw Winking
• Pasien diminta membuka
mulut lalu diminta untuk
menggerakkan rahang ke
sisi kanan atau sisi kiri
• Ukur terangkatnya palpebra
superior pada sisi ptosis
saat pasien membuka mulut
/ rahang bergerak

Jaw-Winking dinilai sebagai berikut :


Mild (< 2 mm)
HASIL PENGUKURAN
Moderate (2 – 5 mm)
Severe ( > 5 mm).
Fatigability
• Pemeriksaan dilakukan pada
pasien yang diduga Miastenia
Gravis
• Pasien untuk melihat keatas
selama 30 – 60 detik tanpa
berkedip
• Amati turunnya palpebra superior
secara progresif pada satu atau
kedua mata

24
Ice Test
• Pemeriksaan ini dilakukan
pada pasien yang diduga
Miastenia Gravis,
• Tempelkan ice pack pada
sisi mata ptosis yang tertutup
selama 1 – 2 menit yang
sebelumnya telah dilakukan
POSITIF apabila peningkatan ≥ 2 mm pada
pemeriksaan Margin-Reflect
pemeriksaan MRD 1 setelah Ice Test.
Distance 1 (MRD 1).
NEGATIF apabila peningkatan 1 sampai < 2 mm
pada pemeriksaan MRD 1 setelah Ice Test.
• Meneteskan Phenylephrine
Phenylephrine
Test Hydrochloride 2,5 % pada sisi
mata ptosis lalu di evaluasi
selama 10 menit
• Menilai kemampuan M.
Muller’s

26
• Suntikkan Edrophonium Chloride
Tensilon Test
intra vena sebanyak 2 mg secara
perlahan selama 15 – 30 detik,
• Amati apakah ada efek secara
sistemik
• Jika tidak ada tambahkan sebanyak
8 mg disuntikkan secara perlahan
selama 1 menit.
• Amati apakah terdapat perbaikan
pada sisi mata ptosis
Ringkasan
▫ Pemeriksaan oftalmologi seperti :
MRD 1
• Ptosis adalah keadaan di mana MRD 2
palpebra superior tidak bisa Palpebra Fissure Height
terangkat. Upper lid crease

• Diklasifikasikan berdasarkan Levator Test


Pretarsal Show
Onset dan Etiologi
Ada/tidak Lagoftalmus
• Ptosis ditegakkan berdasarkan Bell’s Phenomenon
anamnesis sesuai poin penting Jaw-Winking
dan pemeriksaan  menunjang Fatigability
diagnosis ptosis secara tepat dan Ice Pack Test
baik. Phenylephrine Test
Tensilon Test

28
TERIMAKASIH
MOHON BIMBINGAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai