Anda di halaman 1dari 19

KASUS INFEKSI SALURAN KEMIH DAN

INFEKSI SALURAN NAPAS ATAS


Kelompok 7

RIZKI ROMADHON 11151020000009


SYIFA MUFIDAH 11151020000012
KINANTHI DWI NURBAITI 11151020000030
DEVI OKTAVIA 11151020000036
AISYAH KARIMAH 11151020000048
YUYUN ANUGRAH 11151020000050
Kasus 1 :
Infeksi Saluran Kemih

Nona W berusia 20 tahun.


Memiliki keluhan sebagai berikut: rasa
terbakar pada saat BAK, BAK dengan
frekuensi yang sering dan jumlah sedikit
disertai dengan rasa nyeri pada kandung
kemih.
Nona W belum pernah mengalami keluhan
seperti ini sebelumnya.
1. Apa dugaan sementara terhadap kondisi yang dialami
oleh Nona W?

Berdasarkan gejala yang dialami oleh Nona W, seperti rasa terbakar pada saat
BAK, BAK dengan frekuensi yang sering dan jumlah sedikit disertai dengan
rasa nyeri pada kandung kemih.

Berdasarkan Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia


Pria 2015 oleh Ikatan Ahli Urologi Indonesia gejala ISK bagian bawah non
komplikata yaitu Gejala iritatif berupa disuria, frekuensi, urgensi, berkemih
dengan jumlah urin yang sedikit, dan kadang disertai nyeri supra pubis.

Jadi, dugaan sementara terhadap Nona W adalah Nona W mengalami ISK


bagian bawah non komplikata.
2. Langkah-langkah apa yang dilakukan terhadap Nona
W untuk menegakkan diagnosis sebenarnya?

Berdasarkan Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015 oleh
Ikatan Ahli Urologi Indonesia Diagnosis sistitis akut non komplikata dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat gejala iritatif seperti disuria, frekuensi dan urgensi; dan tidak adanya
discharge atau iritasi vagina, pada wanita yang tidak memiliki faktor risiko.

1. Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada ISK (px urinalisis, px
kultur urine). Urine dikatakan mengandung leukosit atau piuria jika secara makroskopik
didapatkan > 10 leukosit per mm3 atau terdapat > 5 leukosit per lapangan pandang besar  px
kultur urine dimaksudkan untuk menentukan keberadaan kuman, jenis kuman dan sekaligus
menentukan jenis antibiotika .

2. Pemeriksaan darah untuk mengungkap adanya proses inflamasi atau infeksi. Didapatkannya
sel ‐sel muda pada sediaan hapusan darah menandakannya proses inflamasi akut.
3. Jelaskan penanganan apa yang dapat dilakukan terhadap Nona W baik pada
tahap awal ataupun pada tahap selanjutnya! Jika butuh obat, obat apa dan
berapa lama?
Berdasarkan Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015
oleh Ikatan Ahli Urologi Indonesia Penanganan awal ataupun pada tahap selanjutnya yaitu
menggunakan antibiotik. Pilihan antibiotik untuk terapi sebaiknya dengan panduan pola
resistensi kuman dan uji sensitivitas antibiotik di rumah sakit atau klinik setempat,
tolerabilitas obat dan reaksi negatif, efek ekologi negatif, biaya, dan ketersediaan obat.

Lama pemberian antibiotik tergantung dari obat yang digunakan dan berkisar dari 1-7
hari.

ISK bagian bawah non komplikata menggunakan obat antibiotik yaitu


Trimetoprim-sulfametoksazol selama 3 hari, Kinolon selama 3 hari.
Tuan A, 30 tahun, selama 10 hari terakhir mengalami gejala sebagai berikut: hidung

berlendir berwarna kuning, rasa nyeri dan tertekan pada wajah, hidung mampet, indra

penciuman terganggu, batuk, bau mulut, dan sering merasa kelelahan, serta sakit gigi.

Tuan A telah berupaya mengatasi keluhan tersebut dengan menggunakan obat untuk

common cold yang dapat dibelinya tanpa resep dokter di toko obat sebelah rumahnya.

Upayanya tersebut belum membuahkan hasil sampai 10 hari, gejala yang dialaminya tak

kunjung hilang.
1. Jelaskan kemungkinan masalah yang sedang dialami oleh Tn A!
2. Penanganan apa yang tepat dilakukan terhadap yang bersangkutan, baik terapi
utama maupun penunjangnya?
3. Langkah evaluasi seperti apa yang dilakukan terhadap Tn A setelah obat
diberikan?
1. Jelaskan kemungkinan masalah yang sedang
dialami oleh Tn A!
Berdasarkan gejala yang terjadi, Tn. A dapat
dikatakan mengalami Sinusitis

Gejala pada penderita Gejala yang terjadi pada Tn. A,


Sinusitis (ISO yaitu:
 Hidung berlendir berwarna
Farmakoterapi): kuning
 Keluarnya cairan  Rasa nyeri dan tertekan pada
kental berwarna dari wajah
hidung  Hidung mampet
 Sumbatan di hidung  Indra penciuman terganggu
 Batuk
 Nyeri muka
 Bau mulut
 Sakit gigi  Sering merasa kelelahan
 Demam  Sakit gigi
• Dalam literatur internasional, sinusitis sering disebut sebagai
rhinosinusitis.
• Rhinosinusitis akut didefinisikan sebagai inflamasi pada mukosa hidung
dan sinus paranasalis yang terjadi tidak lebih dari 4 minggu.
• Rhinosinusitis subakut memiliki durasi antara 4-12 minggu, sedangkan
disebut kronis apabila durasi lebih dari sama dengan 12 minggu.

Terdapat 3 presentasi klinis tipikal untuk


• Rhinosinusitis akut dapat membedakan etiologi virus dan bakteri, antara
disebabkan oleh alergi, iritan lain (Pharmacotherapy Handbook 9th Ed):
lingkungan, dan infeksi oleh virus, (1) Onset dengan gejala klinis yang persisten
bakteri, atau jamur. >10 hari dan tidak membaik
• Penyebab paling utama dari (2) Onset dengan gejala berat, yang dicirikan
rhinosinusitis akut adalah dengan adanya demam minimal 39o C dan
virus (rhinovirus) yang sekresi mukus hidung yang purulen selama
menyebabkan kondisi yang minimal 3-4 hari
umumnya dikenal sebagai common (3) Onset dengan gejala yang memburuk, yang
cold (acute viral rhinosinusitis). dicirikan gejala tipikal acute viral
• Penyebab virus lainnya, antara lain rhinosinusitis (common cold) yang
adenovirus, influenza virus, dan membaik dalam 5-6 hari, kemudian
parainfluenza virus. mendadak diikuti dengan gejala yang
memburuk
2. Penanganan apa yang tepat dilakukan terhadap yang
bersangkutan, baik terapi utama maupun penunjangnya?
Diagnosis sinusitis bakterialis akut dapat ditegakkan jika infeksi
saluran napas viral tidak membaik setelah 10 hari atau memburuk
setelah 5 - 7 hari
 Terapi utama adalah pemberian
antibiotik, pada sinusitis tanpa
 Lini pertama: Amoxicillin
komplikasi dapat diberikan  Alternatif: Amoxicillin –
Amoksisilin atau ko-trimoksazol clavulanate, Cephalosporin oral
 Jika resisten dapat digunakan (bukan generasi 1 dan bukan
azitromisin, klaritromisin, sefuroksim, cefixime (contoh: cefpodoxime,
sefiksim, sefaklor. cefuroxime, cefdinir),
 Antihistamin tidak efektif untuk
sinusitis
Quinolone (levofloxacin,
(ISO Farmakoterapi) moxifloxacin)
 Menurut Pharmacotherapy Handbook  Alergi β-Lactam: Trimethoprim
9th Ed., antibiotic lini pertama pada - sulfamethoxazole,
sinusitis adalah Amoxicillin- doxycycline, azithromycin,
clavulanate clarithromycin
 Sedangkan lini keduanya adalah
Doxycycline
(Kalbemed, 2013)
Source: Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit

Terapi yang dapat diberikan kepada Tn. A adalah pemberian antibiotic


Amoksisilin atau ko-amoksiklav (amoksisilin-klavulanat), jika Tn. A
resisten atau alergi beta lactam, dapat diberikan antibiotic lain seperti
azitromisin.
3. Langkah evaluasi seperti apa yang dilakukan
terhadap Tn A setelah obat diberikan?

• Jika gejala memburuk setelah terapi antibiotic


selama 48 – 72 jam, pasien harus melakukan
reevaluasi dan mempertimbangkan pemberian
antibiotic lain.
• Jika pasien tidak merespon pada antibiotic lini
pertama dan kedua, maka pasien harus diarahkan
kepada dokter spesialis untuk pemeriksaan lebih
lanjut, seperti Direct Sinus Aspiration atau Contrast-
enhanced Computed Tomography
Kasus 4

Nn C mengeluhkan kesehatannya sebagai berikut:


rasa sakit tenggorokan, nyeri saat menelan, demam,
sakit kepala, adanya kemerahan dan inflamasi pada
tonsil. Tiga hari yang lalu Nn C berunjung ke rumah
salah satu kerabat yang juga mengalami hal serupa
1.
- Jelaskan
kemungkinan
masalah
kesehatan yang
dialami Nn C ?
- Jelaskan
penyebab dan
kemungkinan cara
penularannya!

Gejala Nn C :
Rasa sakit tenggorokan,
nyeri saat menelan,
demam, sakit kepala,
adanya kemerahan dan
inflamasi pada tonsil
Sesuai dengan gejala
yang dialami Nn C,
menunjukkan bahwa
Sumber: (Dipiro, 2015) kemungkinan Nn C
mengalami faringitis.
2. Penanganan apa yang tepat dilakukan terhadap yang bersangkutan, baik
terapi utama maupun penunjangnya ?
Memperbaiki tanda dan gejala klinis, meminimalka reaksi obat yang merugikan,
mencegah penularan, mencegah demam rematik akut dan komplikasi supuratif
Goals of treatment seperti abses peritonsillar, limfadenitis serviks, dan mastoiditis.

Terapi utama  Antibiotik

• Penisilin dan amoxicillin adalah


perawatan pilihan.
• Durasi terapi untuk faringitis GABHS
adalah 10 hari, kecuali untuk benzathine
penicillin dan azithromycin, untuk
memaksimalkan pemberantasan bakteri.
• Durasi terapi untuk faringitis
streptokokus grup A adalah 10 hari untuk
memaksimalkan pemberantasan bakteri. Perawatan antimikroba harus dibatasi pada mereka yang
memiliki fitur klinis dan epidemiologi dari faringitis
GABHS dengan tes laboratorium positif.
Terapi penunjang
• Analgesik seperti acetaminophen atau ibuprofen, serta anti
inflamasi nonsteroid (NSAID) untuk membantu meringankan
nyeri sangat dianjurkan.
• Antipiretik
• Kumur dengan larutan garam, gargarisma khan
• Lozenges / Tablet hisap untuk nyeri tenggorokan
Catatan:

• Faringitis oleh Streptococcus grup A biasanya sembuh dengan sendirinya,


demam dan gejala lain biasanya menghilang setelah 3-4 hari meskipun
tanpa antibiotika.
• Terapi dapat ditunda sampai dengan 9 hari sejak tanda pertama kali muncul
dan tetap dapat mencegah komplikasi.
3. Langkah evaluasi seperti apa yang dilakukan terhadap Nn
C setelah obat diberikan?
Sebagian besar pasien dengan
Kelompok A Streptokokus faringitis merespon
secara klinis terhadap terapi antimikroba, dan
Streptokokus Grup A dihilangkan dari faring.
Tindak lanjut rutin dan / atau kultur usap
tenggorok setelah pengobatan 2 hingga 7 hari
setelah selesainya terapi tidak diperlukan.
NAMUN
Jika pasien dengan Streptococcal
faringitis grup yang dikonfirmasi tetap
bergejala pada terapi antibiotik yang tepat
setelah 72 jam, pasien harus dikaji ulang untuk
faktor-faktor seperti:
Sumber : - komplikasi akut Kelompok A Streptokokus
(Guideline for The Diagnosis and faringitis (misalnya, abses peritonsillar)
Management of Acute Pharyngitis, - infeksi virus bersamaan
2008) - kepatuhan.
4. 1 Bulan setelah pengobatan pertama selesai, Nn C kembali mengalami
gejala yang sama. Apa tindakan yang tepat dilakukan untuk Nn C saat
ini?
Kemungkinan Nn C mengalami pharyngitis chronic. Maka pengobatan yang
harus dilakukan yaitu:
Terapi yang dilakukan terhadap bronkitis akut
dan kronis
Terapi simptomatik bronkitis akut Terapi simptomatik Bronkitis Kronik
1. Kodein dan dextrometorfan untuk
meringankan gejala batuk. 1. Pengobatan dengan mukolitik
2. Terapi β-agonis short acting pada individu yang
Ipratropium Bromide dan teofilin eksaserbasinya sering atau
digunakan untuk mengontrol gejala berkepanjangan.
bronkospasme dan batuk kronis
pada pasien stabil dengan bronkitis 2. Bronkodilator (membuka jalan
kronis nafas).
3. Terapi dengan bronkodilator β2- 3. Teofilin (melemaskan otot-otot
agonis untuk bronkitis akut. saluran nafas).
4. Obat anti-inflamasi non steroid
sangat membantu dalam mengobati 4. Steroid dalam bentuk
gejala konstitusional bronkitis akut, inhaler/pil
termasuk nyeri ringan-sedang.
Daftar Pustaka
Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta
Binfar Kemenkes. 2014. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
Diakses dari http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-
content/uploads/2014/02/PC_INFEKSI.pdf
Bisno Alan et al. Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Group A
Streptococcal Pharyngitis. Clin Infect Dis;2002;35:113-125.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.
Jill Gore, 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of Physician
Assistants: February 2013- Volume 26-Issue 2- p 57-58.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Pelayanan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Toward Optimized Practice, 2008, Guideline for The Diagnosis and Management of Acute
Pharyngitis, Administered by the Alberta Medical Association.

Anda mungkin juga menyukai