Anda di halaman 1dari 33

DASAR – DASAR

ANESTESIA (II)
FARMAKOLOGY
ANESTESI INHALASI
ANESTESI UMUM INHALASI
O2 masuk paru

O2
Alveoli dalam alveoli

O2 dalam
darah
cukup
Pemb darah Kapiler
2a_Ventilation 5
UDARA 20% O2 + 80% N2
pO2 150

ALVEOLI 16% O2 + 80% N2 + 4% CO2


pAO2 120

DARAH
paO2 100
Hypoxia = paO2 < 90 mmHg

Terapi Oksigen = meningkatkan pAO2 dengan cara


meningkatkan pO2 UDARA
2a_Ventilation 6
Cara Masuk Gas Anestesia Dalam
Tubuh Manusia

Cara masuk  2 Fase :


1. FASE PULMONAR : Inhalasi gas
anestesia mencapai suatu konsentra-
si alveolar yang cukup untuk difusi
melalui membran paru dan kemudian
mencapai darah arteriel.
2. FASE SIRKULATOAR :
Pengangkutan zat anestesia oleh
peredaran darah ke jaringan otak dan
organ lain; Konsentrasi pada jaringan
otak akhirnya sesuai dengan tekanan
partial uap anestesia dalam udara
alveolar.
Minimal Alveolar Concentration (M.A.C.)

Adalah konsentrasi minimal uap


anestesia dalam udara alveolar, yang
dapat menghasilkan hilangnya reaksi
terhadap incisi kulit pada 50% dari
obyek yang diteliti.
M.A.C.  Bervariasi sesuai tempat,
yaitu tingginya tempat dari permuka-
an laut  M.A.P. (Minimal Alveolar
Pressure)
FASE PULMONAR:

Pada paru-paru yang sehat difusi


melalui membran paru tidak merupa-
kan faktor penghambat.
Umumnya tekanan dalam darah
arteriel akan sama dengan tekanan
dalam alveolar.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
tekanan alveolar :

Konsentrasi gas yang diinhalasi :


Konsentrasi gas   tekanan
alveolar   tekanan dalam darah
arteriel   induksi anestesia lebih
cepat, asal tidak terjadi efek tahan
napas, laringospasme atau batuk-
batuk.
2. Ventilasi alveolar :
Konsentrasi udara alveolar sama
dengan konsentrasi udara yang di-
inspirasi dalam beberapa kali berna-
pas  pada sistem non-rebreathing
dan penderita sehat, perlu waktu ± 3
menit untuk mencapai keseimbangan.
Induksi akan lebih cepat pada perna-
pasan dalam & sistim non - rebrea-
thing, tetapi lebih lambat pada sistem
rebreathing, depresi pernapasan dan
obstruksi jalan napas.
3. Blood / gas partition coefficient :
Partition coefficient adalah ratio
keseimbangan konsentrasi zat
tersebut pada kedua sisi dari
membran difusi 
Blood gas partition coefficient adalah
partition coefficient zat tersebut pada
membran alveolar paru-paru.
B / G part. Coeff:
# N2O  0,47
# Halotan  3,6
# Trilene  9,0
# Methoxyflurane  13,0
# Ether  15,0
Zat anestesia dengan B / G part.
Coeff   induksi lebih lambat, tetapi
zat anestesia dengan B / G part.
Coeff   induksi lebih cepat.
Kelarutan zat dalam darah  
konsentrasi alveolar tidak mencapai
keseimbangan dengan konsentrasi
udara inspirasi. Oleh karena difusi zat
tersebut secara konstan dari alveoli
ke pembuluh darah pulmonar  tek.
Zat dalam alveolar   Tek. Dalam
darah arterial   Induksi lambat.
Kelarutan zat dalam darah  
konsentrasi alveolar seimbang
dengan konsentrasi udara inspirasi 
tek. Alveolar   tek. Darah arteriel 
 induksi cepat.

4. Tekanan partial obat anestesia


dalam darah yang kembali ke paru-
paru : Tekanan yang tinggi pada
darah A. Pulmonar (Darah Venous)
 Meningkatkan konsentrasi
alveolar.
5. Pulmonary Blood Flow : Pulmonary
blood flow mengangkut obat
anestesia  dalam keadaan normal
pulmonary blood flow sama dengan
cardiac output.
6. Membran alveolar : Pada orang
sehat tidak ada masalah, tetapi pada
penderita dengan penyakit seperti
oedem pulmo, fibrosis pulmo  difusi
melalui membran terhambat.
7. Hubungan ventilasi & perfusi : Bila
ada gangguan  Pengambilan obat
anestesia menjadi lambat.
Fase Sirkulatoar :
Curah jantung (Cardiac Output /
C.O.):
Dalam keadaan basal ± 70 % C. O
(± 7 % berat badan) pergi ke otak,
jantung, hepar & ginjal  Dalam hal
ini ± 14 % C. O. pergi ke otak.
Selama induksi relatif jaringan otak
mendapat bagian C. O. lebih banyak
(dalam keadaan basal).
Dalam keadaan tidak basal seperti
aktivitas otot, stres, ketakutan,
tirotoksikosis, otak menerima bagian
C. O. lebih kurang  induksi
anestesia menjadi lambat.
Dalam keadaan syok, dehidrasi, dll
sirkulasi perifer berkurang, otak
menerima bagian C. O. lebih banyak
 induksi anestesia jadi cepat.
2. Aliran darah serebral (cerebral blood flow /
CBF); CBF tergantung pada :
Resistensi pembuluh darah serebral 
yang dipengaruhi :
# Viskositas darah(anemiviskositas)
# Tekanan intra kranial
# Tonus pembuluh darah  dipengaruhi
tekanan CO2 dan tekanan O2 dalam darah
arteriel (Pa CO2  & PaO2  aliran darah ke
otak ; Pa CO2  & PaO2  aliran darah ke
otak )
# Dll.
Tekanan darah arteri
3. Saturasi jaringan tubuh sekunder :
Otak mula-mula menerima bagian yang
besar dari obat anestesia, tetapi kemudian
terjadi redistribusi obat, sehingga terjadi
keseimbangan dengan jaringan-jaringan
tubuh secara keseluruhan.
Selama induksi relatif diperlukan obat
anestesia dalam jumlah yang besar, sebab
terjadi resirkulasi dari obat ke jaringan lain
dari otak  setelah tempat – tempat ini
jenuh hanya jumlah sedikit dari obat
anestesia yang diperlukan untuk
mempertahankan stadium anestesia yang
diinginkan (maintenance).
Stadium – stadium anestesia
Stadium – stadium anestesia

Stadium – stadium ini hanya jelas


terlihat pada “Volatile Anaesthetic
Agents”, terutama ether.
Stadium I : Stadium analgesia
(disorientasi) : mulai induksi sampai
hilangnya kesadaran (refleks bulu
mata  - )
Stadium II : Stadium Excitement :
Mulai hilangnya kesadaran sampai
mulainya pernapasan jadi teratur.
Pada stadium ini penderita bisa
berontak, tahan napas, muntah,
batuk, dll.
Stadium III : Stadium Surgical
Anaesthesia : Mulainya pernapasan
teratur sampai paralise pernapasan.
Stadium III ini terbagi lagi dalam 4
Plane :
Plane 1: Dari mulainya pernapasan
teratur sampai pergerakan bola mata
terhenti.
Plane 2: Dari pergerakan bola mata
terhenti sampai mulainya paralise
pernapasan interkostal.
Plane 3: Dari mulainya paralise
sampai komplit paralise pernapasan
interkostal.
Plane 4: Dari komplit paralise
pernapasan interkostal sampai
paralise diafragma.
Stadium IV : Stadium overdosis : Dari
mulainya paralise diafragma sampai
apnu, dan penderita meninggal.
Refleks – refleks yang penting
untuk menentukan stadium anestesia

Refleks bulu mata (Eyelash Reflex) :


Sentuhan secara pelan – pelan pada bulu
mata, akan menyebabkan kontraksi kelopak
mata  Refleks ini hilang pada waktu masuk
Stadium II
Refleks kelopak mata (Eyelid Reflex) :
Jika kelopak mata bagian atas diangkat
pelan – pelan, akan menyebabkan kontraksi
kelopak mata  Refleks ini hilang pada
waktu masuk stadium III
Refleks Conjunctiva (Conjunctival Reflex) :
Sentuhan secara pelan – pelan pada
conjunctiva palpebra, akan menyebabkan
refleks mengejapkan mata  Refleks ini hilang
pada akhir stadium III plane 1

Refleks Cornea (Corneal Reflex) :


Sentuhan secara hati – hati pada cornea,
akan menyebabkan kontraksi kelopak mata 
Refleks ini hilang pada pertengahan plane 2
stadium III
Refleks Cahaya (Light Reflex) :
Dengan memberikan cahaya yang kuat pada
mata, akan menyebabkan pupil mengalami
konstriksi (miosis)  Refleks ini hilang
pada pertengahan plane 3 stadium III

Refleks Lakrimasi :
Terjadi lakrimasi lebih dari normal pada plane
1 dan plane 2 , stadium III

Refleks Menelan :
Terlihat sebelum plane 1, yaitu awal stadium
III
Refleks Muntah :
Terlihat pada akhir stadium II (pada waktu
recove-ry, refleks ini terlihat saat peralihan dari
stadium III ke stadium II)

Refleks Carina :
Rangsangan pada carina oleh endotracheal -
tube, bronchoscope, atau suction catheter,
akan menye-babkan batuk – batuk pada semua
stadium sebe-lum stadium IV
Refleks Sphincter Ani :
Bila sphincter ani diregang dengan cepat,
akan terjadi laringospasme atau hiperpnu pada
semua stadium sebelum stadium IV

Refleks Traksi :
Tarikan pada peritoneum, mesenterium, hepar,
dll akan mengakibatkan hiperpnu, kontraksi
otot – otot dinding anterior abdomen, dan
laringospasme  Refleks ini hilang pada plane
4 stadium III
Refleks Kulit (Skin Reflex) :
Rangsangan pada kulit akan mengakibatkan
pende-rita bernapas dalam atau menggerakkan
kaki  Refleks ini hilang pada plane 2
stadium III

Refleks Farings Posterior :


Rangsangan pada mukosa kerongkongan
dengan lendir, darah, muntahan, dll, akan
mengakibatkan batuk – batuk  Refleks ini
hilang pada akhir plane 1 stadium III
Refleks Larings :
Rangsangan pada larings dan epiglotis akan
meng-akibatkan batuk - batuk dan adduksi
pita suara (spasme)  Refleks ini hilang
pada awal stadium III plane 2

Tracheal Tug :
Terjadi pergerakan yang tajam dari larings
dan trakea kearah bawah  Refleks ini
terlihat pada stadium III plane 3 atau plane 4

Anda mungkin juga menyukai