Anda di halaman 1dari 69

III.

HUKUM KEDUA DAN KETIGA


TERMODINAMIKA
1. Pendahuluan
2. Proses Lingkar Carnot
3. Hukum Kedua Termodinamika
4. Interpretasi Entropi Secara Statistik
5. Hukum Ketiga Termodinamika
6. Fungsi Energi Bebas

Kimia Fisika I - BAB III 1


3.1. Pendahuluan

Umumnya perubahan di alam disertai


dengan perubahan energi.
Dua aspek penting dalam proses perubahan
energi :
a) Arah pemindahan energi
b) Pengubahan energi dari satu bentuk ke
bentuk yang lain
Kimia Fisika I - BAB III 2
Hukum pertama :
- hubungan antara kalor yang diserap
dengan kerja yang dilakukan oleh sistem.
- tidak menunjukkan batas-batas mengenai
sumber atau arah aliran energi.
Perubahan-perubahan di alam terjadi
dengan arah tertentu
Hukum pertama tidak mempersoalkan arah
perubahan ini
Kimia Fisika I - BAB III 3
Hukum pertama :
- hanya menetapkan kekekalan energi
sebelum dan sesudah perubahan
terjadi
- tidak menentukan mudah atau tidaknya
serta berapa jauh perubahan terjadi
Meskipun bermacam-macam bentuk energi
dapat diubah seluruhnya dengan mudah
menjadi kalor, tetapi kalor tidak dapat
diubah seluruhnya menjadi kerja
Kimia Fisika I - BAB III 4
Hukum kedua termodinamika :
- menyatakan pembatasan-pembatasan
yang berhubungan dengan pengubahan
kalor menjadi kerja
- menunjukkan arah perubahan proses
dalam alam.
Dalam bentuk yang paling umum, hukum
kedua termodinamika dirumuskan dengan
mempergunakan fungsi keadaan yang
disebut entropi.
Kimia Fisika I - BAB III 5
3.2. Proses Lingkar Carnot

Proses lingkar : deretan perubahan


sedemikian rupa sehingga pada akhirnya
sistem kembali ke keadaan semula.
Pengalaman : mesin kalor yang bekerja
secara berkala melalui suatu proses lingkar
hanya dapat mengubah sebagian dari kalor
yang diserap menjadi kerja.
Pengubahan terjadi karena adanya
perbedaan suhu Kimia Fisika I - BAB III 6
Sadi Carnot (1824) : menghitung secara teori
kerja maksimum yang dapat diperoleh dari
suatu mesin yang bekerja secara reversibel.
Pada mesin carnot, sejumlah gas ideal
mengalami proses lingkar yang terdiri atas
empat langkah perubahan reversibel ;
a. Ekspansi isoterm
b. Ekspansi adiabat
c. Pemampatan isoterm
d. Pemampatan adiabat
Kimia Fisika I - BAB III 7
Skema Mesin Kalor
Proses Lingkar Carnot R1 = reserviir panas pd T1
R2 = reservoir panas pd T2
M = Mesin kalor
Kimia Fisika I - BAB III 8
Proses Suhu Perubahan Kalor Kerja
Volume
1. Ekspansi isotermal
reversibel (A – B) T1 V1 – V2 q1 w1
2. Ekspansi Adiabat
reversibel (B – C) T1 - T2 V2 – V3 q2 = 0 w2
3. Pemampatan isotermal
reversibel (C – D) T2 V3 – V4 q3 w3
4. Pemampatan Adiabat
reversibel (D – A) T2 – T1 V4 – V1 q4 = 0
w4
Kimia Fisika I - BAB III 9
Pada proses lingkar, sejumlah kalor q1 diserap
oleh reservoir panas R1 pada suhu T1,
sebagian kalor diubah oleh mesin M menjadi
kerja w, dan kalor sisanya, q2 dialirkan ke
Reservoir R2 pada suhu T2

Besar kerja w yang dihasilkan oleh mesin


kalor dapat dihitung sebagai berikut:

Kimia Fisika I - BAB III 10


Pada Proses (1)
V2
V2
U12  0, w1   q1    P dV   n R T1 ln
V1
V1
Pada proses (2)
T2

q 2  0, w 2  U 23  nC
T1
V dT  n C V (T2  T1 )

Pada proses (3)


V4
V4
U 34  0, w 3   q 3    P dV   n R T2 ln
V3
V3
Kimia Fisika I - BAB III 11
Pada proses (4)
T1

q 4  0, w 4  U 41  nC
T2
V dT  n C V (T1  T2 )

Kerja total, w = w1 + w2 + w3 + w4
V2 V4
w   n R T1 ln  n C V (T2  T1 )  n R T2 ln
V1 V3
 n C V (T1  T2 )
V2 V4
w   n R T1 ln  n R T2 ln (3.1)
V1 V3
Kimia Fisika I - BAB III 12
Untuk proses adiabat reversibel berlaku
dU = dq + dw = dw = - P dV
nRT
n C V dT   dV
V
C V dT dV
 (3.2)
R T V
Pada proses (2)
T2 V3
CV dT dV C V T2 V2
R T T   V V  R ln T1  ln V3
1 2

Kimia Fisika I - BAB III 13


CV / R
V2  T2 
   (3.3)
V3  T1 
Pada proses (4)
T1 V1
CV dT dV C V T1 V4
R T T   V V  R ln T2  ln V1
2 4

CV / R
V4  T1 
   (3.4)
V1  T2 

Kimia Fisika I - BAB III 14


Dari Pers. (3.3) dan (3.4) diperoleh :
V2 V1 V2 V3
 atau 
V3 V4 V1 V4
Bila hasil ini disubstitusi ke dalam Pers. (3.1),
diperoleh :
V2 V2
w   n R T1 ln  n R T2 ln (3.5)
V1 V1
V2 q1
n R ln 
V1 T1
Kimia Fisika I - BAB III 15
Sehingga
 T1  T2 
w   q1   (3.6)
 T1 
Pers. (3.6) menunjukkan bahwa kerja yang dihasilkan
dalam proses selalu lebih kecil dari kalor yang
diserap.
Kerja = kalor yang diserap jika T2 = 0 (kondisi ini tidak
dapat terlaksana).
Kerja merupakan kerja maksimum karena semua
proses berjalan reversibel.
Kimia Fisika I - BAB III 16
Kemampuan mesin kalor untuk mengubah
kalor menjadi kerja biasanya dinyatakan
dengan efisiensi, E.
w q1  q 2 T1  T2
E    (3.7)
q1 q1 T1
Efisiensi ini hanya bergantung pada kedua
suhu T1 dan T2 dan selalu lebih kecil dari
satu.
Pers. (3.6) dan (3.7) berlaku umum dan
menyatakan pembatasan-pembatasan
pengubahan kalor menjadi kerja
Kimia Fisika I - BAB III 17
3.3. Hukum Kedua Termodinamika
3.3.1. Konsep Entropi dan Perubahan Entropi
Dari perhitungan pada lingkar Carnot dapat
diturunkan :
q1 n R T1 ln V2 /V1 n R T1 ln V2 /V1 T1
  
q 3 n R T2 ln V4 /V3 - n R T2 ln V2 /V1  T2
atau
q1 q3
  0 Hukum Carnot Clausius (3.8)
T1 T2
Kimia Fisika I - BAB III 18
Karena q2 dan q4 sama dengan nol pada
proses lingkar Carnot, pers. (3.8) dapat
juga dinyatakan sebagai :

q dq rev
 T  0 atau  T 0 (3.9)

Kesimpulan ini juga berlaku untuk setiap


proses lingkar yang berjalan reversibel.

Kimia Fisika I - BAB III 19


Jadi untuk setiap proses lingkar reversibel
akan berlaku :
dq rev
 T 0 (3.10)
Besaran di belakang tanda integral harus
merupakan suatu diferensial total. Hal ini
berarti bahwa besaran tersebut adalah
diferensial dari suatu fungsi keadaan.
Oleh Clausius (1850) fungsi ini disebut
entropi, S
Kimia Fisika I - BAB III 20
Jadi entropi didefinisikan sebagai :

dq rev
dS  (3.11)
T
Karena entropi merupakan suatu fungsi
keadaan, harganya hanya bergantung pada
keadaan sistem dan tidak bergantung pada
cara mencapai keadaan itu.

Kimia Fisika I - BAB III 21


Jika keadaan sistem berubah dari 1 ke 2,
perubahan entrapi adalah
2 2
dq rev
1 dS  S2  S1  S  1 T (3.12)

Pada proses isoterm, harga integral dari


pers. (3.12) dapat dihitung dengan mudah :
2
1 q rev
S   dq rev  (3.13)
T1 T
Kimia Fisika I - BAB III 22
Persamaan (3.13) berlaku baik untuk
proses reversibel maupun untuk proses tak
reversibel yang berlangsung isoterm antara
dua keadaan yang sama.

3.3.2. Perumusan Hukum Kedua


Termodinamika
Hukum kedua termodinamika dapat
dirumuskan dengan berbagai cara.
Kimia Fisika I - BAB III 23
Perumusan Kelvin :
Kalor tidak dapat diubah seluruhnya
menjadi kerja yang setara tanpa
menyebabkan perubahan tetap pada salah
satu bagian sistem atau lingkungannya
Perumusan Clausius :
Suatu mesin tidak mungkin bekerja sendiri
mengangkut kalor dari suatu tempat pada suhu
tertentu ke tempat lain pada suhu yang lebih
tinggi tanpa bantuan luar

Kimia Fisika I - BAB III 24


Menurut Kelvin, kalor tidak dapat diubah
menjadi kerja dengan efisiensi 100 persen.

Clausius menyatakan bahwa secara spontan


kalor selalu mengalir dari suhu tinggi ke suhu
rendah.
Dalam bentuk yang paling umum, hukum
kedua dirumuskan melalui entropi.
Efisiensi proses lingkar tidak reversibel selalu
lebih kecil daripada efisiensi proses lingkar
reversibel.
Kimia Fisika I - BAB III 25
Eirrev < Erev
Jika kalor yang diserap pada T1 adalah q1 dan
kalor yang dilepaskan pada T2 adalah q2,
maka
q1 irrev  q 2 irrev q1 rev  q 2 rev

q1 irrev q1 rev

q1 irrev  q 2 irrev T1  T2

q1 irrev T1
Kimia Fisika I - BAB III 26
q1 irrev q 2 irrev
 0
T1 T2
Dengan menghilangkan garis-garis absolut
diperoleh :
q1 irrev q 2 irrev
 0
T1 T2
atau
dq irrev
 T 0 (3.14)

Kimia Fisika I - BAB III 27


Perhatikan sekarang suatu proses lingkar
yang terdiri atas dua bagian A  B (tak
reversibel) dan B  A (reversibel)

Berdasarkan pers. (3.14), diperoleh


B A
dq dq rev
A T  B T  0
Kimia Fisika I - BAB III 28
B A
dq
A T  B dS  0
B A
Karena  dS  S
A
B  SA    dS maka
B
B
dq
A T  (SB  SA )
atau
B
dq
A T  S (3.15)

Kimia Fisika I - BAB III 29


Jadi pada suatu proses yang berlangsung tak
reversibel dari keadaan A ke keadaan B,
perubahan entropi, S, selalu lebih besar dari
B
dq
A T

Jika proses ini terjadi dalam sistem tersekat,


dq = 0 dan S > 0
Kesimpulan : Setiap proses yang berjalan tak
reversibel (spontan) dalam
sistem tersekat selalu disertai
peningkatan entropi sistem.
Kimia Fisika I - BAB III 30
Semua perubahan dalam alam semesta
berlangsung tidak reversibel. Jika alam
semesta dianggap sebagai sistem tersekat,
maka
Semua perubahan dalam alam semesta
selalu berjalan ke arah peningkatan
entropi
Pernyataan ini merupakan perumusan hukum
kedua termodinamika dalam bentuk yang
paling umum.
Kimia Fisika I - BAB III 31
Clausius menyimpulkan hukum pertama dan
kedua termodinamika sebagai berikut
Energi alam semesta tetap, entropi alam
semesta selalu cenderung mencapai
harga maksimum
Perubahan Entropi sebagai Kriteria
Kesetimbangan
Proses yang berlangsung secara spontan
dalam sistem tersekat selalu disertai
peningkatan entropi.
Kimia Fisika I - BAB III 32
Bila entropi sistem mencapai maksimum,
maka entropi tidak akan berubah dan S = 0.
Keadaan ini tercapai apabila proses
berlangsung reversibel atau sistem
mencapai kesetimbangan.
Jadi, bagi setiap perubahan dalam sistem
tersekat berlaku
S  0 (3.16)
Tanda > : proses spontan, tanda = proses
reversibel.
Kimia Fisika I - BAB III 33
Kebanyakan proses yang dikerjakan dalam
praktek tidak berlangsung dalam sistem
tersekat, tetapi dalam tempat atau reaktor yang
memungkinkan pertukaran kalor dengan
lingkungannya.
Dalam hal ini, hubungan (3.16) tidak lagi
berlaku.
Tetapi jika sistem ditinjau bersama dengan
lingkungannya, maka kombinasi ini merupakan
sistem dengan energi tetap (merupakan sistem
tersekat) sehinbgga sesuai dengan pers. (3.16)
Kimia Fisika I - BAB III 34
Stotal = Ss + Sl  0 (3.17)

Ss = perubahan entropi sistem dan Sl =


perubahan entropi lingkungan.
Ss dapat positip, negatip atau sama dengan
nol.

Kimia Fisika I - BAB III 35


Perhitungan Perubahan Entropi pada Sistem
tertutup
Entropi zat murni sebagai fungsi dari parameter
sistem
Entropi merupakan suatu fungsi keadaan
sehingga harganya akan bergantung pada
variabel-variabel keadaan seperti T, V dan P.
Entropi biasanya ditinjau sebagai fungsi T dan
V serta T dan P.
Kimia Fisika I - BAB III 36
1. Entropi sebagai fungsi dari T dan V
S = S(T,V) (3.18)
 S   S 
dS    dT    dV (3.19)
 T  V  V T
 S   S 
  dan   dapat dievaluasi sebagai berikut
 T  V  V T
dU = dq + dw
= TdS - PdV (3.20)
Kimia Fisika I - BAB III 37
Karena energi dalam juga merupakan fungsi
T dan V, maka
 U   U 
dU    dT    dV
 T  V  V  T
 U 
 C V dT    dV (3.21)
 V  T

Jika pers. (3.21) disubstitusikan ke dalam


pers. (3.20) diperoleh :

Kimia Fisika I - BAB III 38


 U 
CV dT    dV  TdS - PdV
 V T

atau
CV 1  U  
dS  dT     P dV (3.22)
T T  V T 
Dari pers. (3.19) dan (3.22) diperoleh :
 S  CV
   (3.23)
 T  V T
Kimia Fisika I - BAB III 39
 S  1  U  
      P (3.24)
 V T T  V T 
Persamaan (3.24) dapat disusun ulang
menjadi
 U   S 
   T  P
 V T  V T
Diferensial terhadap T pada V tetap memberikan
 2U    2S   S   P 
   T         (3.25)
 VT   VT   V T  T  V
Kimia Fisika I - BAB III 40
Dari persamaan
 U   dS 
Dari persamaan    CV  T   terhadap
 V T  dT  V
V dan T tetap diperoleh

 U 2
 S 
2
 T   (3.26)
VT  VT 
Sehingga
 S 
2
  S   S 
2
 P 
T    T        
 VT   VT   V T  T  V
Kimia Fisika I - BAB III 41
dan
 S   P 
     (3.27)
 V T  T  V
Dengan mengsubstitusikan pers. (3.23) dan
(3.27) ke dalam pers. (3.19), diperoleh
CV  P 
dS  dT    dV (3.28)
T  T  V

Kimia Fisika I - BAB III 42


Perubahan entropi, S dapat dihitung dengan
mengintegrasikan pers (3.28)

 P 
2 T2 V2
CV
1 dS  S 2  S1  S  T T dT  V  T V
  dV (3.29)
1 1

Contoh:
Hitung perubahan entropi jika 2 mol gas ideal
(CV = 7,88 kal mol-1 K-1) pada 100 L dan 50 oC
dipanaskan hingga 150 L dan 150 oC (anggap
CV tidak bergantung pada suhu).
Kimia Fisika I - BAB III 43
2. Entropi sebagai fungsi dari T dan P
S = S(T,P) (3.30)
 S   S 
dS    dT    dP (3.31)
 T  P  P T
 S   S 
  dan   dapat dievaluasi sebagai berikut
 T  P  P T
H = U + PV
dH = dU + PdV + VdP
Kimia Fisika I - BAB III 44
dH = TdS - PdV + PdV + VdP
= TdS + VdP (3.32)
Karena entalpi dalam juga merupakan fungsi
T dan P, maka
 H   H 
dH    dT    dP
 T  P  P  T
 H 
 C P dT    dP (3.33)
 P  T
Jika pers. (3.33) disubstitusikan ke dalam
pers. (3.32) diperoleh :
Kimia Fisika I - BAB III 45
 H 
TdS  VdP  CP dT    dP
 P T
atau

CP 1  H  
dS  dT     V dP (3.34)
T T  P T 

Dari pers. (3.31) dan (3.34) diperoleh :


 S  CP
   (3.35)
 P T T
Kimia Fisika I - BAB III 46
 S  1  H  
      V (3.36)
 P T T  P T 
Persamaan (3.36) dapat disusun ulang
menjadi
 H   S 
   T  V
 P T  P T
Diferensial terhadap T pada P tetap memberikan
  2H    2S   S   V 
           (3.37)
 PT   PT   P T  T  P
Kimia Fisika I - BAB III 47
 H   dS 
Dari persamaan    C P  T   terhadap
 P  T  dT  P
P dan T tetap diperoleh

H 2
 S  2
 T   (3.38)
PT  PT 
Sehingga
 S 
2
  S   S 
2
 V 
T    T        
 PT   PT   P T  T  P
Kimia Fisika I - BAB III 48
dan
 S   V 
     (3.39)
 P T  T  P
Dengan mengsubstitusikan pers. (3.35) dan
(3.39) ke dalam pers. (3.31), diperoleh
CP  V 
dS  dT    dP (3.40)
T  T  P

Kimia Fisika I - BAB III 49


Perubahan entropi, S dapat dihitung dengan
mengintegrasikan pers (3.40)

 V 
2 T2 P2
CP
1 dS  S 2  S1  S  T T dT  P  T P
  dP (3.41)
1 1

Persamaan ini dapat digunakan untuk


menghitung perubahan entropi zat murni sebagai
fungsi dari temperatur dan tekanan

Kimia Fisika I - BAB III 50


Untuk gas ideal dan n = 1

T2 P2
S  C p ln  R ln
T1 P1

Untuk gas ideal dan n  1


T2 P2
S  n C p ln  nR ln
T1 P1

Kimia Fisika I - BAB III 51


Perhitungan S pada Proses Perubahan Fasa

Proses perubahan fasa, misalnya penguapan,


peleburan dan perubahan bentuk kristal selalu
disertai dengan perubahan entropi.
Cara perhitungan perubahan entropi bergantung
pada proses (apakah berlangsung reversibel
atau tidak reversibel)
Proses perubahan fasa akan berjalan reversibel
pada kondisi tertentu.

Kimia Fisika I - BAB III 52


Jika pada kondisi tertentu, dua fasa berada pada
kesetimbangan maka

q rev
S 
T
Contoh:
Penguapan air pada 100 oC dan 1 atm.
H2O(l)  H2O(g) H = 40,811 kJ mol-1
Proses ini berjalan reversibel karena pada 100 oC
dan 1 atm, air dan uap air berada dalam
kesetimbangan. Kimia Fisika I - BAB III 53
q rev H
S  
T T
-1
40,811 kJ mol
  0,1094 kJ mol K
-1 -1

373 K

Jika pada kondisi yang diberikan kedua fasa


tidak dalam kesetimbangan, maka proses tidak
reversibel, S tidak dapat dihitung seperti contoh
di atas.

Kimia Fisika I - BAB III 54


Contoh:
Air pada 25 oC dan 1 atm diubah menjadi uap air
pada 100 oC dan tekanan 0,1 atm. Tentukan S jika
CP(l) = 75,6 J mol-1 K-1
Jawab:
Perhitungan S dapat dilakukan dengan membagi
proses ini atas : (a) pemanasan air dari 25 oC
sampai 100 oC pada tekanan tetap, (b) penguapan
air secara reversibel pada 100 oC dan 1 atm, dan
(c) ekspansi uap air dari 1 atm menjadi 0,1 atm
pada suhu tetap ( 100 oC).
Kimia Fisika I - BAB III 55
S = S1 + S2 + S3
373 373
373
S1   dT  C   CP ln
CP dT
T P T
298 298
298
Kimia Fisika I - BAB III 56
373
S1  75,6 x ln  16,97 J mol K
-1 -1

298
q rev H V
S2  
T T
-1
40,811 kJ mol
  0,1094 kJ mol K
-1 -1

373 K
 109,4 J mol K
-1 -1

S3 dihitung dari  S   V  R


  -  -
 P T  T  P P
Kimia Fisika I - BAB III 57
0,1
dP
S3  - R 
1
P
0,1
  8,314 J mol K ln -1 -1

1
 19,14 J mol K
-1 -1

S = S1 + S2 + S3


= (16,97 + 109,4 + 19,14) J mol-1 K-1
= 145,51 J mol-1 K-1

Kimia Fisika I - BAB III 58


Perhitungan S pada Reaksi Kimia

Untuk reaksi
v1 A + v2 B  v3 C + v4 D

Perubahan entropi untuk reaksi ini diberikan oleh


S = S2 – S1 = Shasil reaksi – Spereaksi
= v3 SC + v4 SD – (v1 SA + v2 SB)
atau
S =  vi Si
dimana vi = koefisien, vi negatif untuk pereaksi dan
positif untuk hasil reaksi.
Kimia Fisika I - BAB III 59
Jika S diketahui pada suhu T1 dan CP merupakan
fungsi suhu, maka S pada suhu T2 dapat dihitung.

C P
d(S)  dT (P tetap)
T
S2
C P
T2

S d(S)  T T dT
1 1

Kimia Fisika I - BAB III 60


3.4. Hukum ketiga termodinamika:
Entropi zat kristal sempurna adalah nol pada suhu
nol mutlak.
Dengan naiknya suhu, gerakan bebas juga naik.

Entropi setiap zat pada suhu di atas 0oK lebih


besar daripada nol.

Kimia Fisika I - BAB III 61


Jika kristal tidak murni , maka entropi lebih besar
daripada nol.

Entropi mutlak dari zat dapat ditentukan dengan


hukum ini.

Dengan pengetahuan bahwa entropi zat kristal


murni adalah nol pada suhu nol mutlak, kenaikan
entropi zat dapat diukur jika dipanaskan.
Perubahan entropi diberikan oleh:
ΔS = Sakhir – Sawal
= Sakhir
Kimia Fisika I - BAB III 62
3.5. Energi Bebas Gibbs

Hubungan entropi dengan ketidakteraturan


molekul : makin besar ketidakteraturan atau
gerakan bebas atom atau molekul dalam sistem,
makin besar entropi sistem.
Susunan yang paling teratur dari setiap zat
dengan gerakan bebas atom atau molekul yang
paling kecil adalah kristal sempurna murni pada
nol mutlat (0oK).

Kimia Fisika I - BAB III 63


Hukum IIII termodinamika:
ΔStotal > 0

Untuk menentukan tanda dari ΔStotal, ΔSsis dan ΔSlingk


harus diketahui.

Perhitungan Δslingk sulit dilakukan.

Fungsi termodinamika lain diperlukan untuk membantu


dalam menentukan apakah suatu reaksi berjalan secara
spontan atau tidak dengan hanya mempelajari sistem itu
sendiri. Kimia Fisika I - BAB III 64
Untuk proses spontan

ΔStotal = ΔSsis + ΔSlingk > 0

atau
T ΔStotal = - ΔHsis + T ΔSsis > 0

Kriteria kespontanan reaksi dapat diekspresikan


berdasarkan sifat sistem (ΔHsis dan ΔSsis) dan
tidak lagi memperhatikan lingkungan.
Kimia Fisika I - BAB III 65
Persamaan di atas dapat dituliskan sebagai

ΔHsis - T ΔSsis < 0

Untuk menyatakan kespontanan reaksi secara


langsung, fungsi termodinamika baru yang
disebut energi bebas Gibbs (G) digunakan
dimana
G = H – TS

Semua besaran dalam persamaan merujuk ke


sistem dan T merupakan suhu sistem.
Kimia Fisika I - BAB III 66
G merupakan fungsi keadaan :
ΔG = ΔH - T ΔS
Kondisi kespontanan dan kesetimbangan pada
suhu dan tekanan tetap dapat disimpulkan
berdasarkan ΔG sebagai berikut:

ΔG < 0 reaksi spontan


ΔG > 0 reaksi tidak spontan (reaksi spontan
dalam arah yang berlawanan)
ΔG = 0 sistem berada pada kesetimbangan

Kimia Fisika I - BAB III 67


Perubahan Energi Bebas Gibbs Standar

Untuk reaksi yang dilakukan pada kondisi


keadaan standar, yakni pereaksi dalam keadaan
standar diubah menjadi hasil reaksi pada
keadaan standar, perubahan energi bebas
disebut perubahan energi bebas standar, ΔGfo.

aA + bB cC + dD
Perubahan energi bebas standar, diberikan oleh
ΔG orxn  [c ΔG of (C)  d ΔG of (D)  [ a ΔG of (A)  b ΔG of (B)]

Kimia Fisika I - BAB III 68


Secara umum dapat dituliskan

ΔG orxn  Σ n ΔG of (hasil reaksi)  Σ m ΔG of (pereaksi)

dimana
n dan m = koefisien stoikiometri
ΔGfo = energi bebas pembentukan standar
senyawa

Kimia Fisika I - BAB III 69

Anda mungkin juga menyukai