Anda di halaman 1dari 22

MASA AKHIR ORDE BARU

KRISIS MONETER PADA MASA AKHIR ORDE


BARU

Moneter adalah instrument yang digunakan pemerintah untuk


mengatur jumlah mata uang yang beredar dan menentukan
suku bunga yang berlaku.

Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang berdampak


buruk pada Negara dan rakyatnya. Krisis ini terjadi dari awal
1998. Sejak era orde baru mulai terlihat kondisi Indonesia terus
mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi.
Tingginya krisis ekonomi ini diindikasikan dengan laju inflasi
yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas infalsi, terjadi
penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak
modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya
pertumbuhan ekonomi.
Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor
satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang
masing-masing pengamat.

Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan
kejadiannya:

1. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang
memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk
secara bebas berapapun jumlahnya.
2. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993)
hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah
nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat
overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US
dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam
Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing
dengan produk impor.
3. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek
dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat
karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo
beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
Krisis Politik Pada Masa Pemerintahan Orde
Baru
Pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan
Orde Baru :
demokrasi yang berarti
“dari, oleh, dan untuk
kebijakan politik yang penguasa”
dikeluarkan pemerintahan
Orde Baru selalu dengan
alasan dalam kerangka
pelaksanaan demokrasi
Pancasila kehidupan politik sangat
represif

munculnya rasa tidak


percaya terhadap
institusi pemerintah,
DPR, dan MPR
Ciri-ciri kehidupan politik yang
represif, di antaranya:

• Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh


sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
• Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau
demokrasi rekayasa. \
• Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan
masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
• Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung (membatasi) kebebasan setiap
warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
• Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto
dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu
merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
• UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan
Umum.
• UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan,
Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
• UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik
dan Golongan Karya.
• UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
• UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi
Massa.
Krisis Hukum Pada Masa Orde
Baru
Soeharto adalah Presiden
kedua Indonesia. Beliau dilantik
oleh MPR pada tahun 1968 untuk
masa jabatan 5 tahun namun
kemudian dilantik berturut turut
hingga pada tanggal 21 Mei 1998,
Presiden Soeharto mengundurkan
diri dari jabatan nya sebagai
Presiden RI. Penyebab mundurnya
Soeharto karena unjuk rasa yang
dilakukan mahasiswa besar-
besaran yang terjadi di beberapa
kota besar di Indonesia.
Ada enam tuntutan mahasiswa dalam
unjuk rasa yang berlangsung pada Mei
1998 tersebut yaitu :

1. Amandemen UUD 1945


2. Penghapusan dwifungsi ABRI
3. Penegakan hukum, HAM dan
pemberantasan KKN.
4. Otonomi daerah
5. Kebebasan pers
6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Perkembangan Hukum di
Indonesia pada Masa Orde Baru
Pada tahun 1966 merupakan titik akhir Orde lama dan
dimulainya Orde Baru yang membawa semangat untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Namun Soeharto sebagai penguasa Orde Baru
juga cenderung otoriter. Hukum yang lahir kebanyakan hukum
yang kurang/tidak responsif. Apalagi pada masa ini hukum
"hanya" sebagai pendukung pembangunan ekonomi karena
pembangunan dari PELITA I - PELITA VI dititik beratkan pada
sektor ekonomi. Tetapi harus diakui peraturan perundangan
yang dikeluarkan pada masa Orde Baru banyak dan beragam.
Penyimpangan-penyimpangan pemerintah pada masa orde baru adalah:

1. Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan


dijalankan secara otoriter.
2. Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya,
hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden).
3. Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis: pemilu hanya menjadi sarana
untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga presiden terus
menenrus dipilih kembali.
4. Terjadi monopoli penafsiran Pancasila: Pancasila ditafsirkan sesuai
keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya.
5. Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul dan
berpendapat.
6. Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga
kekuasaan kehakiman tidak merdeka
7. Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu
Kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.
8. Terjadi Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga
merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis
multidimensi.
Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa
Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden
Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam
membangun kehidupan politik yang demokratis,
menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem
peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi
yang berpihak kepada rakyat banyak telah
melahirkan krisis kepercayaan. Kronologi Peristiwa
Reformasi Secara garis besar
1. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih
Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan
Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-
2003. Presiden Suharto membentuk dan
melantik Kabinet Pembangunan VII.

2. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari


berbagai daerah mulai bergerak menggelar
demonstrasi dan aksi keprihatinan yang
menuntut penurunan harga barang-barang
kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan
mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
3. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa
mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi
bentrokan dengan aparat keamanan yang
menyebabkan empat orang mahasiswa tertembak
hingga tewas dan luka-luka.Kematian empat
mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para
mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar
demonstrasi secara besar-besaran.

4. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan


sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan
penjarahan sehingga kegiatan masyarakat
mengalami kelumpuhan.
5. Pada tanggal 19 Mei 1998, para
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di
Jakarta dan sekitarnya menduduki DPR dan
MPR Pada saat yang bersamaan, tidak
kurang dari satu juta manusia berkumpul di
alunalun utara Keraton Yogyakarta untuk
menghadiri pisowanan agung, guna
mendengarkan maklumat dari Sri Sultan
Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII.

6. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko


sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan
pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden
Suharto mengundurkan diri.
7. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto
mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh
masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam
rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan
diketuai oleh Presiden Soeharto.
8. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana
Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya
sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan
beberapa anggota Mahkamah Agung.

Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto


menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden
B.J. Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu
juga B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh
Ketua MA.
• Nilai-nilai budaya bangsa yang
luhur tidak dapat dilaksanakan
secara konsisten dan konsekuen.
Kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara telah
sampai pada titik yang paling
kritis. Oleh karena itu, krisis
kehidupan masyarakat Indonesia
sering disebut sebagai krisis
multidimensional. Demonstrasi
bertambah gencar dilaksanakan
oleh para mahasiswa, terutama
setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga
BBM dan ongkos angkutan pada
tanggal 4 Mei 1
Tuntutan dan Agenda Reformasi

Reformasi adalah gerakan untuk mengubah


bentuk atau perilaku suatu tatanan, karena
tatanan tersebut tidak lagi disukai atau tidak
sesuai dengan kebutuhan zaman, baik karena
tidak efisien maupun tidak bersih dan tidak
demokratis.
"Reformasi atau Mati". Demikian
tuntutan yang di torehkan oleh para
aktivis mahasiswa. Gerakan ini
bertujuan untuk melakukan tekanan
agar pemerintah melakukan perubahan
politik yang berarti,melalui pelaksanaan
reformasi secara total.
Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai 6
Agenda, yaitu :

1. Suksesi Kepemimpinan Nasional


2. Amandemen UUD 1945
3. Pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme)
4. Penghapusan Dwifungsi ABRI
5. Penegakan supremasi hukum
6. Pelaksanaan otonomi daerah

Anda mungkin juga menyukai