Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

November 2018
Karbohidrat terdapat dalam beragai bentuk, termasuk
monosakarida maupun unit kimia kompleks seperti
disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah
ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan
diabsorbsi. Sesudah diabsorbsi maka kadar glukosa
darah akan meningkat untuk sementara waktu dan
akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula.
Pemeliharaan kadar glukosa darah dalam kisaran yang
normal sangat penting bagi kelangsungan hidup
mengingat glukosa plasma merupakan bahan bakar
dominan untuk sistem saraf pusat. Hiperglikemik
mempunyai hormon yang dinamakan hormon
kontraregulator yang berjumlah besar seperti glucagon,
epinefrin, growth hormon dan kortisol. Oleh sebab itu
hiperglikemia ringan akan terjadi pada setiap kali
makan.
Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan
criteria diabetes mellitus yang dikeluarkan oleh
International Society for Pediatrics and Adolescent
Diabetes (ISPAD) adalah KGD sewaktu >11.1 mmol/L
(200 mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau
KGD puasa (tidak mendapatkan masukan kalori
setidaknya dalam 8 jam sebelumnya ) ≥ 7.0 mmol/L
(126 mg/dL). Definisi lain hiperglikemia menurut
World Health Organization (WHO) adalah KGD ≥ 126
mg/dL (7.0 mmol/L), dimana KGD antara 100 dan
126 mg/dL (6,1 sampai 7.0 mmol/L) dikatakan suatu
keadaaan toleransi abnormal glukosa
Etiologi
O post prandial
O puasa
Diabetes melitus adalah gangguan
metabolism yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi
berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis maka
diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerotik dan penyakit vaskuler
mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi
klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-
tahun mendahului timbulnya kelainan klinis
dan penyakit vaskulernya
Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah
kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau pada
2 jam setelah makan ≥ 140 mg/dl atau HbAic
≥ 8%. Jika kadar glukosa 2 jam setelah makan
≥ 140 mg/dl, tetapi lebih kecil dari 200 mg/dl,
maka dinyatakan glukosa toleransi lemah
DM tipe 1 :
O Biasanya ditemukan pada individu yang
tidak gemuk, dengan usia < 30 tahun
O Laki – laki sedikit lebih banyak
dibandingkan wanita

DM tipe 2 :
O Disebabkan oleh factor lingkungan yang
nyata
O Obesitas biasanya ditemukan.
O Wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki
O DM tipe 1 :
O Merupakan penyakit hiperglikemia akibat ketidakadaan absolut insulin.
Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes mellitus dependen
insulin (IDDM), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapatkan
insulin pengganti.
O Terjadi akibat destruksi autoimun sel – sel beta pulau Langerhans. Individu
yang memeliki kecenderungan genetic penyakit ini tampaknya menerima factor
pemicu dari lingkungan yanf menginisiasi autoimun. Buku saku patofisiologi

O DM tipe 2 :
O Merupakan hiperglikemia yang disebabkan oleh insensitivitas seluler terhadap
insulin.
O Terjadi defek sekresi insulin yang diakibatkan karena ketidakmampuan
pancreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan
glukosa plasma normal.
O Secara histologik, pancreas memperlihatkan massa sel-sel β yang utuh dan
peningkatan populasi sel-sel A.
O Resistensi insulin biasanya ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi
asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatic dan penurunan
pengambilan glukosa pada otot skelet . disfungsi sel β mengakibatkan
gangguan pada pengontrolan glukosa darah.
Diagnosis
O Oral glucose tolerance test (OGTT),
bertujuan untuk menyelidiki toleransi
glukosa dari seseorang dengan gejala dan
tanda klinis diabetes mellitus yang samar
dan yang tidak mempunyai konsentrasi
glukosa plasma puasa lebih dari 7,8
mmol/L pada minimal 2 kejadian.
Normal dewasa Anak-anak

Sampel basal (0 menit) <6,4 mmol/L <7,2 mmol/L

Sampel intermediate <11,1 mmol/L

Sampel 20 menit <7,8 mmol/L <7,8 mmol/L

Diabeter Melitus : Dewasa Anak-anak

Sampel darah >7,8 mmol/L

Sampel intermediate >11,1 mmol/L >11,1 mmol/L

Sampel 20 menit >11,1 mmol/L >11,1 mmol/L

Gangguan toleransi glukosa : Dewasa Anak-anak

Basal <7,8 mmol/L <7,8 mmol/L

Intermediate >11,1 mmol/L

Sampel 120 menit 7,8 – 11,1 mmol/L >7,8 mmol/L


Glukosa urin

O Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi


pasien yang mengalami glikosuria ginjal
tetapi bukan diabetes mellitus
O Pemeriksaan ini juga mempunyai beberapa
indikasi terhadap kadar gula darah pada
pasien diabetik dan penting dalam
menentukan dosis insulin apabila
pemeriksaan terhadap glukosa plasma tidak
tersedia
C-peptida dan insulin plasma
O C-peptida dan insulin plasma tidak memegang
peranan dalam menegakkan diagnosis diabetes
mellitus. Namun beberapa laboratorium
menggunakan C-peptida plasma untuk
memonitor sintesis insulin residual pada pasien
diabetik, terutama kelompok NIDDM, sebagai
panduan terhadap penggantian insulin dalam
penatalaksanaan pasien ini.

Badan keton dan laktat plasma


O Badan keton dan laktat plasma berguna untuk
mengevaluasi koma diabetik dan penyebab
lainnya dari high anion gap metabolic asidosis.
TERAPI
Insulin
O Mekanisme kerja : menurunkan kadar glukosa darah
dengan menstimulus pengambilan glukosa perifer dan
menghambat produksi glukosa hepatic
O Farmakokinetik : waktu paruh insulin pada orang
normal 5-6 menit dan memanjang pada pasien DM
yang membentuk antibodi terhadap insulin. Hormon ini
dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot;
mengalami filtrasi di ginjal, kemudian diserap kembali
di tubulus ginjal yang juga merupakan tempat
metabolismenya.
O Indikasi : DM tipe 1, DM tipe 2 yang gula darahnya
tidak dapat dikendalikan dengan diet dan antidiabetik
oral, DM dengan berat badan yang menurun dengan
cepat, DM dengan komplikasi akut, DM pascabedah
pancreas, ketoasidosis dan koma hiperosmoral, DM
dengan kehamilan.
O Peringatan : kadar gula darah dipantau
O Efek samping : hipoglikemia, reaksi alergi
Sulfonilurea
O Sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena
kemampuannya untuk meningkatkan atau
mempertahankan sekresi insulin.
O Mekanisme kerja : merangsang sekresi insulin pada
pancreas sehingga hanya efektif bila sel beta pancreas
masih dapat diproduksi. Obat golongan ini tidak dapat
digunakan pada DM tipe 1.
O Indikasi : NIDDM ringan - sedang
O Kontraindikasi : wanita menyusui, polifiria dan
ketoasidosis
O Peringatan : penggunaannya harus hati-hati pada pasien
usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal
O Efek samping : gejala saluran cerna dan sakit kepala,
gejala hematologic termasuk trombositopenia,
agranulositosis, dan anemia aplastic dapat terjadi walau
jarang sekali.
Biguanide
O Mekanisme kerja : bekerja menghambat
gluconeogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa
di jaringan.
O Obat yang paling sering digunakan adalah metformin
O Indikasi metformin : yang gagal dikendalikan dengan diet
dan sulfonylurea, terutama pada pasien gemuk.
O Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal atau hati,
predisposisi asidosis laktat, gagal jantung, infeksi atau
trauma berat, dehidrasi, alkoholisme, wanita hamil,
wanita menyusui
O Peringatan : penggunaannya harus hati-hati pada pasien
usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal
O Efek samping : mual, muntah, anoreksia, dan diare yang
selintas; asidosis laktat; gangguan penyerapan vitamin
B12.
Tiazolidindion / glitazon
O Mekanisme kerja : meningkatka sensitivitas
insulin pada otot dan jaringan adipose dan
menghambat gluconeogenesis hepatic
O Indikasi : hiperglikemia
O Kontraindikasi : hipersensitivitas
O Peringatan : hentikan terapi jika ditemukan
gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan
O Efek samping : udem, sakit kepala,
hipoglikemia, myalgia, faringitis, sinusitis,
gangguan gigi, infeksi saluran pernapasan
atas.
Penghambat α-glukosidase

O Mekanisme kerja : akarbose bekerja menghambat alpha-glukosidase


sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks
dalam usus halus dengan demikian memperlambat dan menghambat
penyerapan karbohidrat.
O Farmakokinetik : konsentrasi plasma puncak akan bertahan 14 – 24 jam
setelah konsumsi obat, sedangkan konsentrasi plasma puncak dari zat
aktif akan bertahan sekitar 1 jam. Akarbosa dimetabolisme di saluran
cerna oleh bakteri intestinal dan enzim pencernaan. Fraksi metabolit ini
diabsorbsi (34% dari dosis) dan diekskresikan melalui urin.
O Indikasi : sebagai tambahan terhadap sulfonylurea atau biguanida pada
DM yang tidak dapat dikendalikan dengan obat dan diet
O Kontraindikasi : anak usia dibawah 12 tahun, wanita hamil, wanita
menyusui, colitis ulseratif, obstruksi usus, gangguan fungsi hati,
gangguan fungsi ginjal berat, hernia, riwayat bedah abdominal
O Peringatan : dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin; bila
digunakan dosis tinggi, transaminase hati perlu dimonitor.
O Efek samping : diare, flatulensi, perut kembung dan nyeri, icterus,
hepatitis.
Generik Mg/tab Dosis harian Lama kerja Frekuensi / hari

klorpropamid 100 - 250 100– 500 24 - 36 1


Sulfonilurea
Glibenklamid 2,5 - 5 2,5 - 15 12 - 24 1-2
glipizid 5 – 10 5-20 10-16 1-2
Giklazid 80 80 - 240 10-20 1-2
glikuidon 30 30-120
Glimepiride (amaryl) 1,2,3,4 0,5-6 24 1

metformin 500 - 850 250-3000 6-8 1-3


biguanid
Metformin XR (glumin XR) 500 500-2000 24 1

glitazone Pioglitazone (actos) 15- 30 15-45 24 1

Rosiglitazone 4 4-8 24 1
glinid Repaglinid (novonorm) 0,5-1,2 1,5-6 - 3

Penghambat acarbose 50-100 100-300 - 3

glukosidase α
Obat kombinasi Metformin + 250/1,25 - - 1-2
glibenklamid 500/2,5
tetap 500/5
Metformin + rosiglitazone 2 mg/500 mg 4 mg/1000 12 2
4 mg/500 mg mg
8 mg/1000
mg
Krisis Hiperglikemia
O Hiperglikemia yang terjadi pada keadaan kritis adalah suatu
stres hiperglikemia
O Awalnya stres hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar
glukosa plasma lebih dari 200 mg/dL, namun setelah
adanya Leuven Intensive Insulin Therapy Trial, KGD lebih dari
110 mg/dL sudah dianggap sebagai stres hiperglikemia.
O keadaan stres, pada pasien kritis, penggunaan obat-obatan,
seperti kotekolamin, kortikosteroid, dekstrosa intravena, dan
pemberian nutrisi diduga juga berpengaruh pada angka
kejadian serta gejala klinis hiperglikemia
O Krisis hiperglikemia mencakup ketoasidosis diabetikum
(KAD) dan status hiperglikemik hipersmolar (SHH),
merupakan kondisi dekompensasi metabolik akibat
defisiensi insulin absolut atau relative dan merupakan
komplikasi akut diabetes yang serius
Ketoasidosis Diabetikum
Etiologi :
Defisiensi insulin dengan peningkatan glucagon
relative atau absolut dan dapat disebabkan oleh
pemberian insulin yang tidak adekuat, infeksi
(pneumonia, infeksi saluran kemih, gastroenteritis,
sepsis), infark (serebral, koronaria, mesenterikum,
perifer), pembedahan, obat-obatan (kokain) atau
kehamilan.

Gambaran klinis :
Anoreksia, mual, muntah, poliuria, dan rasa
haus. Mungkin terjadi nyeri abdomen, perubahan fungsi
mental, atau langsung koma. Tanda-tanda klasik :
pernapasan Kussmaul dan bau aseton pada napas
pasien. Kekurangan cairan dapat menyebabkan
membrane mukosa kering, takikardia dan hipotensi.
PENANGANAN
O Pastikan diagnosis (glukosa dalam plasma meningkat, keton
dalam plasma serum positif, asidosis metabolic)
O Rawat di rumah sakit; mungkin diperlukan perawatan intensif
untuk pengawasan ketat jika pH < 7,00 atau pasien tidak
sadarkan diri
O Lakukan penilaian : elektrolit dalam serum (K+, Na+,Mg2+,CI-,
bikarbonat fosfat), Status asam-basa-pH, HCO-3,Pco2, β-
hidroksibutirat, Fungsi ginjal (kreatinin, keluaran urine)
O Gantikan cairan : 2-3 L cairan salin 0,9% selama 1-3 jam
pertama (10-15 mL/kg per jam) kemudian 0,45% salin dengan
kecepatan 150-300 mL/jam; jika glukosa plasma mencapai 14
mmol/L (250 mg/dl), ubah cairan menjadi glukosa 5% dan salin
0,45% dengan kecepatan 100-200 mL/jam
O Berikan insulin kerja singkat: secara IV (0,1 unit/kg) atau IM (0,3
unit/kg), kemudian berikan insulin 0,1 unit/kg per jam dengan
infus kontinu; tingkatkan 2-3 kali lipat jika tidak terdapat respons
dalam waktu 2-4 jam. Jika kadar kalium dalam serum mula-mula
adala < 3,3 mmol/L (3,3 meq/L), jangan berikan insulin sampai
kalium terkoreksi menjadi > 3,3 mmol/L (3,3 meq/L)
O Nilai pasien : apa yang memicu terjadinya episode itu
(ketidakpatuhan meminum obat, infeksi, trauma, infark, kokain).
Mulai pemeriksaan yang sesuai untuk mengetahui kejadian yang
memicu terjadinya DKA (kultur, foto thoraks, EKG).
O Ukur kadar glukosa dalam kapiler setiap 1-2 jam; ukur elektrolit
(terutama K+, bikarbonat, fosfat) dan gap anion setiap 4 jam selama
24 jam pertama.
O Lakukan pengawasan tekanan darah. Denyut nadi, respirasi, status
mental, asupan cairan, dan keluaran cairan setiap 1-4 jam.
O Gantikan K+ : 10 meq/jam jika K+ dalam plasma <5,5 meq/L, EKG
normal, terdapat aliran urine dan kadar kreatinin yang normal;
berikan kalium sebesar 40-80 meq/jam jika kadar K+ dalam plasma
< 3,5 meq/L atau diberikan bikarbonat.
O Lanjutkan terapi diatas hingga pasien stabil, kadar glukosa sasaran
adalah 150-250 mg/dL, dan asidosis menghilang. Infus insulin
dapat diturunkan hingga 0,05 – 0,1 unit/kg per jam.
O Berikan insulin intermediet atau insulin kerja panjang segera setelah
pasien dapat makan. Lakukan pemberian infus insulin dan injeksi
insulin subkutan secara tumpang tindih.
Hasil laboratorium (dalam kisaran presentasi pada
saat pasien datang berobat)
DKA HHS
Glukosa, mmol/L (mg/dL) 13,9 – 33,3 (250-600) 33,3 – 66,6 (600 – 1.200)

Natrium, meq/L 125-135 135 - 145


Kalium, a meq/L Normal hingga meningkat b normal

Magnesium a normal Normal


Klorida a Normal Normal
Fosfat a Menurun Normal
Kreatinin, µmol/L (mg/dL) Sedikit meningkat Sedang meningkat

Osmolalitas (mOsm/mL) 300 – 320 330 – 380

Keton dalam plasma a ++++ ±

Bikarbonat dalam serum, a meq/L < 15 meq/L Normal hingga sedikit menurun

pH arteri 6,8 – 7,3 >7,3

Pco2 arteri a mmHg 20-30 Normal

Gap anion a [Na – (CI + HCO3)] meningkat Normal hingga sedikit meningkat
meq/L
KEADAAN HIPERGLIKEMIK HIPEROSMORAL
(HHS)

O Etiologi : defisiensi insulin relative dan asupan cairan yang


tidak adekuat. Hiperglikemia mencakup diuresis osmotic
yang menyebabkan kekurangan cairan intravascular hebat.
HHS sering dipicu oleh penyakit berat yang sedang
berlangsung, seperti infark miokard atau sepsis dan
diperberat oleh kondisi yang mengganggu akses kepada
cairan.
O Gambaran klinis : poliuria, rasa haus, dan perubahan
status mental, yang berkisar antara letargia hingga koma.
Prototype pasien adalah seorang usia lanjut yang
mempunyai riwayat selama beberapa minggu mengalami
poliuria, penurunan berat badan, dan berkurangnya
asupan makanan atau minuman peroral.
PENANGANAN
O Harus diberikan cairan infus yang mencakupi (sebesar 1-3
Lcairan salin normal 0,9% dalam waktu 2-3 jam pertama)
untuk menstabilkan keadaan hemodinamika.
O Defisit air bebas yang diperhitungkan biasanya sebanyak 9-
10 L) sebaiknya dikembalikan dalam waktu 1-2 hari
berikutnya, mula-mula dengan menggunakan salin 0,45%
kemudian menggunakan cairan dekstrose 5% dalam air.
O Biasanya diperlukan terapi insulin dengan menggunakan
bolus insulin IV sebesar 0,1 unit/kg diikuti dengan
kecepatan infus konstan (0,1 unit/kg per jam). Jika kadar
glukosa dalam serum tidak menurun, kecepatan infus
insulin sebaiknya dinaikkan sebesar 2 kali lipat.
O Jika kadar glukosa plasma menurun hingga 13,9 mmol/L
(250 mg/dl), pada cairan infus sebaiknya ditambahkan
glukosa dan kecepatan infus insulin diturunkan.
O Infus insulin sebaiknya terus dilanjutkan hingga pasien
kembali makan, kemudian terapi insulin dapat diganti
menjadi regimen insulin subkutan.
BAB III
KESIMPULAN
O Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan criteria diabetes mellitus yang dikeluarkan
oleh International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes (ISPAD) adalah KGD
sewaktu >11.1 mmol/L (200 mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau KGD puasa
(tidak mendapatkan masukan kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya ) ≥ 7.0 mmol/L
(126 mg/dL). Definisi lain hiperglikemia menurut World Health Organization (WHO) adalah
KGD ≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L), dimana KGD antara 100 dan 126 mg/dL (6,1 sampai 7.0
mmol/L) dikatakan suatu keadaaan toleransi abnormal glukosa.
O Penyebab hiperglikemia dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu postprandial dan pada
keadaan puasa. Hiperglikemia merupakan salah satu gambaran utama DM, yang gejala
klinisnya seperti glikosuria, poliuria, polidipsi, polifagi dan dehidrasi. Selain itu,
hiperglikemia juga bisa menjadi kritis misalnya pada pasien ketoasidosis diabetik (KAD)
dan hiperglikemik hipersmolar (HHS).
O Ada sejumlah pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang hiperglikemia misalnya
oral glucose tolerance test (OGTT), glukosa urin, keton, plasma : insulin, C-peptida, laktat,
keton, glycosylated haemoglobins.
O Jika terjadi kegagalan pengendalian hiperglikemia pada DM setelah melakukan
perubahan gaya hidup maka pasien tersebut memerlukan intervensi farmakoterapi agar
dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes.
Terima Kasih ...

Anda mungkin juga menyukai