TALLO Kelompok 6 Disusun oleh : Agung Jaya Laksana (03) I Gusti Ayu Mirah Utami N. (14)
Maurichio Pranugra D. (22)
Nur Laily Tri Azaria (27) Sejarah Kerajaan Gowa Tallo Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya. Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17. Letak Kerajaan Gowa Tallo Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Kehidupan sosial budaya Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara. Kehidupan ekonomi Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor : letak yang strategis, memiliki pelabuhan yang baik jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur. Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar. Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat. Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan. Kehidupan politik Penyebaran islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar memeluk agama islam adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin Kerajaan Gowa Tallo berkembang sebagai Keajaan maritim. Kerajaan Gowa Tallo berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammada Said (1639-1653). Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintah Sultan Hasanudin (1653-1669). Pada masa pemerintahaannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makassar sampai Nusa Tenggara Barat. Raja – raja Yang Berkuasa a. Sultan Alaudin (1591-1629) Sultan Alaudin sebelumnya bernama asli I Mangakrangi Daeng Manrakbia dan merupakan raja Gowa Tallo pertama yang memeluk agama islam. Pada pemerintahan Sultan Alaudin Kerajaan Gowa Tallo mulai terjun dalam dunia pelayaran dan perdagangan. b. Sultan Muhammad Said (1639-1653) Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Said, perkembangan Kerajaan Gowa Tallo maju dengan pesat karena Sultan Muhammad Said pernah mengirimkan pasukan ke Maluku untuk membantu rakyat Maluku berperang melawan Belanda. C. Sultan Hasanudin (1653-1669) Pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan. Makasar berhasil menguasai hamper seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan memperluasa wilayah kekuasaannya ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan sebagian Flores). Sultan Hasanudin mendapat julukaan Ayam Jantan dari Timur, karena keberaniaannya dan semangat perjuangan untuk Kerajaan Gowa Tallo menjadi Kerajaan besar. Proses Kehancuran Kerajaan Gowa Tallo Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama napasomba. Sama seperti ayahnya, sultan ini menentang kehadiran belanda dengan tujuan menjamin eksistensi Kesultanan Makasar. Namun, Mapasomba gigih pada tekadnya untuk mengusir Belanda dari Makassar. Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerja sama menjadi alasan Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba berhasil dihancurkan dan Mapasomba sendiri tidak diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa sepenuhnya atas kesultanan Makassar. Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo 1. Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam adalah sebuah bangunan benteng peninggalan masa kejayaan kerajaan Gowa Tallo yang terletak di pesisir barat pantai kota Makassar. Benteng ini dibangun oleh raja Gowa ke-9, yakni I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' Kallonna pada tahun 1545. Karena awalnya berbahan tanah liat, Raja Gowa ke-14, yakni Sultan Alauddin kemudian memugar bangunan benteng dengan bahan batu padas yang diperoleh dari pegunungan Karst di Maros. 2. Batu Pallantikang Batu pallantikang atau batu pelantikan adalah sebuah batu andesit yang diapit batu kapur. Batu peninggalan Kerajaan Gowa Tallo ini dipercaya memiliki tuah karena dianggap sebagai batu dari khayangan. Karena anggapan tersebut, sesuai namanya batu ini digunakan sebagai tempat pengambilan sumpah atas setiap raja atau penguasa baru di kerajaan Gowa Tallo. Batu ini masih insitu atau berada di tempat aslinya, yakni di tenggara kompleks pemakaman Tamalate. 3. Masjid Katangka Masjid Katangka atau kini disebut masjid Al-Hilal adalah masjid peninggalan Kerajaan Gowa Tallo yang diperkirakan dibangun pada tahun 1603. Masjid ini secara administratif kini terletak di Desa Katangka, Kec. Somba Opu, Gowa, tak jauh dari kompleks pemakaman Sultan Hassanudin. Nama Katangka diyakni berasal dari nama bahan pembuatannya yaitu kayu Katangka. 4. Kompleks Makam Katangka Di areal masjid Katangka, terdapat sebuah kompleks pemakaman dari mendiang keluarga dan keturunan raja-raja Gowa, termasuk makam Sultan Hasanuddin. Makam raja-raja bisa dikenali dengan mudah karena diatapi dengan kubah. Sementara makam pemuka agama, kerabat, serta keturunan raja hanya ditandai dengan batu nisan biasa. 5. Makam Syekh Yusuf Syekh Yusuf adalah ulama besar yang hidup di zaman kolonial Belanda. Pengaruhnya yang sangat besar bagi perlawanan rakyat Gowa Tallo terhadap penjajah, membuat Belanda mengasingkannya ke Srilanka, kemudian ke Cape Town, Afrika Selatan. Jenazahnya setelah beberapa tahun kemudian dikembalikan ke Makassar dan dimakamkan di sana, tepatnya di dataran rendah Lakiung sebelah barat Masjid Katangka.