Anda di halaman 1dari 38

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR

DAN LAUT BERBASIS MASYARAKAT.

Fatmawati
PENGERTIAN PENGELOLAAN
• Pengelolaan adalah sebagai suatu proses
pemeliharaan dan peningkatan lingkungan alam, dan
pencegahan kerusakan lingkungan alam, sementara
pada saat yang sama mempertahankan kehidupan
manusia dan pembangunan ekonomi.

• Sementara itu dalam UU No. 27 Tahun 2007 pengertian


pengelolaan adalah suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor,
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara
ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT BERBASIS
MASYARAKAT.

Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan suatu sistem pengelolaan


sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal terlibat
secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang
terkandung di dalamnya.

Pengelolaan ini sudah banyak diterapkan dalam program-program


pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu di berbagai negara-
negara berkembang di dunia.

Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat bertujuan


untuk melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih aktif dalam
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir.
PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT
(COMMUNITY BASED MANAGEMENT)

• Pengelolaan berbasis masyarakat (Community Based


Management) merupakan salah satu pendekatan
pengelolaan sumberdaya alam (Nikijuluw 1994).
• Prinsip dari model pengelolaan ini adalah meletakkan
pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat
lokal sebagai dasar pengelolaannya. Selain itu mereka
juga memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya
tergabung dalam kepercayaannya (religion).
• Dengan kemampuan transfer antar generasi yang baik,
maka CBM dalam prakteknya tercakup dalam sebuah
sistem tradisional, dimana akan sangat berbeda
dengan pendekatan pengelolaan lain di luar daerahnya.
PENGERTIAN

Pengertian Pengelolaan berbasis


masyarakat sebagai suatu startegi untuk
mencapai pembangunan yang berpusat
pada manusia, dimana pusat pengambilan
keputusan mengenai pemanfaatan
sumberdaya secara berkelanjutan disuatu
daerah terletak/berada di tangan
organisasi-organisasi dalam masyarakat di
Daerah tersebut. Carter (1996),
Lanjutan Pengertian

• Lebih lanjut Pomeroy dan Williams (1994)


mengatakan bahwa konsep Pengelolaan yang
mampu menampung banyak kepentingan, baik
kepentingan masyarakat maupun kepentingan
pengguna lainnya adalah konsep Cooperative
Management atau disingkat dengan Co-
Management.

• Adrianto (2005) menyebutkan bahwa prinsip


pengelolaan berbasis masyarakat pada umumnya,
yaitu dimulai dari proses kerjasama (cooperative),
advisory hingga pemberian (sharing) informasi
Kewenangan Pengelolaan Pesisir

• Di Indonesia, dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999


yang memberikan kewenangan kepada daerah dalam
mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk propinsi
dan 4 mil untuk kabupaten, memberikan peluang yang besar
bagi pendekatan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu
dan berbasis masyarakat.

• Selain itu dengan adanya Departemen Kelautan dan


Perikanan dan konteks perubahan pemerintahan di
Indonesia setelah era reformasi mendorong pemerintah
pusat dan di daerah mengembangkan pendekatan
pembangunan yang melibatkan kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat setempat dalam bentuk
pengelolaan secara bersama (co-management) berbasis
masyarakat.
C. Pengelolaan Berbasis Masyarakat Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir-Berbasis
Masyarakat (PSWP-BM ) belum banyak ditemukan contohnya dl Indonesia.

• PSW-BM bertujuan agar lebih aktifnya partisipasi masyarakat dalam


perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya.
• PSWP-BM ditandai dari suatu pemahaman bahwa masyarakat memiliki
kapasitas dalam memperbaiki kualitas hidup mereka sendiri, dan mampu
mengelola sumberdaya yang mereka miliki dengan baik yang dibutuhkan
adalah :
 Dukungan dalam mengatur dan mendidik masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan.
Lanjutan
Keuntungan Potensial PSWP-BM adalah keadilan dan efektifitas keberlanjutan.
Kelemahan terletak pada proses dan upaya pelibatan masyarakat yang
membutuhkan waktu yang cukup lama karena antara lain:
1. karena menuntut partisipasi aktif dan komitmen dalam perencanaan dan
pelaksanaan
2. Kemampuan pengelolaan sendiri oleh masyarakat sebagai penanggung
jawab utama dalam pelaksanaan, pemantauan dan penegakan aturan
3. Menuntut rasa memiliki masyarakat yang tinggi terhadap sumberdaya yang
memungkinkan mereka mengambil tanggung jawab dalam pengelolaan
jangka panjang
4. Memberi kesempatan setiap anggota masyarakat mengemukakan strategi
sesuai keinginan dan kondisi mereka
5. Menuntut fleksibelitas agar dapat dengan mudah disesuaikan dan diubah
berdasarkan perubahan kondisi dan kebutuhan masyarakat
6. Membutuhkan pemanfaatan secara optimal pengetahuan dan keahlian
lokal/tradisional dalam pengembangan strategi
7. Menuntut kemitraan (partnership) yang dinamis dengan berbagai pihak
dalam masyarakat dan pemerintah memiliki peran yang jelas
8. Membutuhkan kebijakan yang memungkinkan bagi PSWP-BM dan dukungan
dana maupun bantuan teknis dari pemerintah setempat
Kriteria Pengelolaan Berbasis Masyarakat:

 Persiapan Perencanaan dan monitoring oleh masyarakat


sendiri
 Komitmen dan rasa memiliki dari penduduk
 Penentuan isu dan prioritas oleh masyarakat
 Manfaat/keuntungan bagi mayoritas masyarakat
Mulai dari apa yang dimiliki masyarakat (pengetahuan,
sumberdaya, lembaga, pemimpin)
 Keputusan di ambil bersama
 Perlunya konsultasi formal dan informal
 Informasi seimbang
 Terbuka
Kunci Keberhasilan PSWP-BM mencakup:

Batas-batas wilayah yang jelas terdifinisi :


 Kejelasan anggota
 Keterikatan dalam kelompok
 Manfaat lebih besar dari biaya
 Pengelolaan sederhana
 Lagalisasi dari pengelolaan
 Kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat
 Desentralisasi dan pendelegasian wewenang
 Koordinasi antar pemerintah dan masyarakat
 Pengetahuan, kemampuan dan kepedulian masyarakat
 Fasilitator (SDM, pemahaman konsep, mampu
memotivasi masyarakat, tinggal bersama, diterima oleh
semua pihak)
KERJASAMA PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

• Dibutuhkan suatu model pengelolaan yang kolaboratif memadukan


antara unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha
perikanan, dll) dan pemerintah yang dikenal dengan Co-
management untuk menghindari peran dominan yang berlebihan dari
satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga
pembiasaan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi.

• Menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan


pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses
pengelolaan sumberdaya:
 mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pengawasan.
 Pembagian tanggung jawab dan wewenang antar stakehoder
dapat terjadi dalam berbagai pola, tergantung kemampuan dan
kesiapan sumberdaya manusia dan institusi yang ada di masing-
masing daerah.
Dalam jangka panjang, pelaksanaan Co-management ini diyakini akan memberikan perubahan-
perubahan ke arah yang lebih baik yaitu:

 Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya


pesisir dan laut dalam menunjang kehidupan.
 Meningkatkan kemampuanmasyarakat, sehingga mampu berperan serta
dalam setiap tahapan pengelolaan secara terpadu.
 Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan bentuk-bentuk
pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan
lingkungan.
 Keberhasilan pengelolaan dengan model Co-management ini sangat
dipengaruhi oleh kemauan pemerintah untuk mendesentralisasikan
tanggung jawab dan wewenang dalam pengelolaan kepada nelayan dan
stakeholder lainnya.
 Co-management membutuhkan dukungan secara legal maupun finansial
seperti formulasi kebijakan yang mendukung ke arah Co-management,
mengijinkan dan mendukung nelayan dan masyarakat pesisir untuk
mengelola dan melakukan restrukturisasi peran para pelaku pengelolaan
perikanan.
Lanjutan

• Pengelolaan Co-management menggabungkan


antara pengelolaan sumberdaya yang sentralistis
yang selama ini banyak dilakukan oleh
pemerintah (government based management)
dengan pengelolaan sumberdaya yang berbasis
masyarakat (community based management).
• Hirarki tertinggi berada pada tataran hubungan
saling kerjasama (cooperation), baru kemudian
pada hubungan consultative dan advisory.
• Hubungan kerjasama yang dilakukan dapat
mencakup kerjasama antar sektor, antar wilayah,
serta antar aktor yang terlibat.
1. Kerjasama Lintas Sektor
• Pada kawasan pesisir, tidak hanya sektor perikanan yang berperan
besar.
• Sektor-sekor lainnya pun memiliki peranan besar karena saling
terkait untuk dapat memecahkan permasalahan yang ada.
• Misalnya sektor industri dan jasa menjadi sektor yang memiliki
kontribusi besar dalam pengembangan usaha produktif masyarakat.
Yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan juga tidak lepas dari
peran serta dan keterlibatan sektor industri dimana biasanya
limbah industri dibuang ke perairan. Infrastruktur pendukung juga
menjadi hal penting untuk dapat mengembangkan wilayah dan
menjaga kelestarian lingkungan. Untuk itu, kerjasama lintas sektor
sangat perlu diperhatikan karena masing-masing sektor memiliki
kepentingannya sendiri-sendiri.
• Masing-masing sektor harus saling mendukung. Peran pemerintah
daerah dalam hal ini sangat besar agar terjadi sinergi yang baik
dalam mengembangan setiap sektor, sehingga tidak ada yang saling
merugikan.
2. Kerjasama Antar wilayah
 Kawasan pesisir pada dasarnya tidak dapat dibatasi secara
administratif.
 Berkaitan dengan hal ini, maka wilayah yang termasuk
dalam suatu kawasan (adanya homogenitas baik secara
ekologis maupun ekonomis) haruslah saling bekerjasama
untuk meminimalisir konflik kepentingan.
 Kerjasama antar wilayah dapat digalang melalui
pembentukan forum kerjasama atau forum komunikasi
antar pemerintah daerah yang memiliki kawasan pesisir
dan laut untuk mengantisipasi sejak dini timbulnya
perkembangan terburuk seperti konflik antar nelayan.
 Kesepakatan dan penetapan norma-norma kolektif
tentang pemanfaatan sumberdaya lokal sesuai dengan
semangat otonomi daerah harus disosialisasikan secara
luas dan benar kepada masyarakat nelayan agar mereka
memiliki cara pandang yang sama.
3. Kerjasama Antar Aktor (stakeholders)
• Upaya pengurangan kesenjangan sektoral dan daerah jelas
memerlukan strategi khusus bagi penanganan secara komprehensif
dan berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan dari
Pemerintah Pusat untuk menjembatani persoalan kemiskinan dan
kesenjangan sektoral dan daerah tersebut, melalui mekanisme
kerjasama antar aktor (stakehokders) yang melibatkan unsur-unsur
masyarakat (kelompok nelayan), pihak swasta / pengusaha
perikanan (Private Sector), dan pemerintah (Government).

• Sebagai anak bangsa yang prihatin melihat kondisi yang menjadi


potret buram dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang
belum memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya tersebut,
maka diperlukan perhatian yang serius berupa terobosan pemikiran
bagi upaya percepatan pembangunan dan pengembangan ekonomi
lokal yang melibatkan partispasi masyarakat dalam proses dan
pelaksanaan pengelolaannya.
Lanjutan

• Upaya penanggulangan kemiskinan dan


kesenjangan sektoral dan daerah tersebut yang
berintikan suatu paradigma baru, dimana inisiatif
pembangunan daerah tidak lagi digulirkan dari
pusat, namun merupakan inisiatif lokal (daerah)
untuk memutuskan langkah-langkah yang
• terbaik dalam mengimplementasikan rencana
pengelolaan kawasan dan rencana aksi yang
sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas yang
dimiliki.
Contoh Pengelolaan Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat Di
Indonesia

• Melalui proyek/mitra pesisir


• CRMP (Coastal Resourses Management project)
• Tahap I proyek pesisir (1977-2003)
• Tahap II mitra pesisir (Indonesia-Amerika
Serikat(USAID) (2003-2005)
• Kegiatan : Tingkat Nasional dan regional
• Tingkat Nas: Memperkuat kelembagaan dan kerangka
kerja kebijakan. Promosi pengalaman tingkat lokal pada
tingkat Nasional, menkomunikasikan hasil untuk
pengambil kebijakan dan kelompok terkait
• Tingkat Regional : Sulawesi Utara, Lampung,
Kalimantan Timur, Papua.
Mitra

• MITRA : Masy lokal di daerah yg menjadi proyek


• Hubungan : pemerintah dari tingkat desa-provinsi, lembaga
(Bappeda/Bapelitbang, Bapedalda, Dinas Perikanan dan kelautan,
DPRD, Univ Samratulangi, Swasta, dan LSM)
• Kerjasama melalui pembentukan Gugus tugas Kabupaten atau KTF
(Kabupaten Task Force) dan komite Penasehat Provinsi.

Pencapaian:
• Masy membentuk dan mengelola daerah perlindungan laut (DPL)
berbasis masyarakat, merupakan luasan zona larang ambil
(terumbu, ikan bakau dsb)
• Menyusun rencana pengelolaan tk desa, membentuk badan
pengelola desa.
• Pengelolaan DPL ini di akui secara Nasional melalui penghargaan
Anugrah pesisir ( Pesisir Award)
Contoh: Sulawesi Utara
• Sulut 1997: Tingkat Desa, Kab, Provinsi
• Fokus: Partisipasi masy dan kemitraan antara masy dan
pemda di empat desa: Blongko, Bentenan, Tumbak, Talise.
Titik berat Kegiatan:
• 1) Rencana Pengelolaan wil pesisir terpadu tingkat desa.
• 2) Daerah Perlindungan Laut (DPL) berbasis masy ti desa.
• 3) Peraturan-peraturan Desa (perdes).
• Selain itu dibuat kerangka kerja kegiatan dan hukum tk Kab
dan Prov, sehingga inisiatif pengelolaan sdp tk desa dapat
diimplementasikan secara efektif.
HASIL HASIL CRMP SULUT a.l

• Memprakarsai penyusunan program pemantauan


• Bekerja sama dengan pemangku kepentingan lokal di sulut
• Membuat atlas sumberdaya wil pesisir Kab Sulut
• Menghasilkan berbagai buku panduan dan manual a.l:
a. Panduan pembentukan dan pengelolaan DPL berbasis masy.
b. Studi kasus penyusunana perda pengelolaan sdp berbasis masy.
c. Panduan penyusunan atlas
d.Panduan pembersihan bintang laut berduri
e. Panduan pemantauan terumbu karang dengan metode manta
tow
Pengelolaan ekosistem laut berbasis Sea Farming di Pulau
Panggang Kep Seribu
Sistem pengelolaan ekosistem laut sea farming, adalah sistem
pemanfaatan ekosistem perairan laut berbasis marikultur dan
pengelolaan serta konservasi lingkungan laut berbasis
masyarakat.
Tujuan:
- Meningkatkan stok sumberdaya ikan (fish resources
enhanchement),
- kesejahteraan masy pesisir
- Aktivitas berbasis kelestarian ekosistem laut (ekowisata ba
hari).

Tercapai keberlanjutan pengelolaan ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau


kecil
Aktivitas yang dilakukan

• Pengelolaan berbasis masyarakat seperti:


1. budidaya pen culture (sistem kandang)
2. Cage culture (sistem karamba jaring apung)
3. Longline
4. sea ranching
5. Perbaikan ekosistem laut (terumbu karang,
lamun dan mangrove)
6. Wisata bahari berbasis masyarakat
Rantai pemasaran ikan kerapu
Nelayan Penampung di Pedagang
Penangkap Pulau Pengumpul

Nelayan
Pembudidaya Ekspor

Konsumen:
Konsumsi
Restoran
Agribisnis yang dikembangkan dalam sea farming
Restocking Alami

Penangkapan

Budidaya Budidaya Budidaya cage Nelayan


Hatchery
Enclosure pen culture culture penangkap

Konsumen
Lokal/ekspor
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://oceanservice.noaa.gov/news/weeklyn
ews/may09/mpalist1.jpg
Nusa Dua Marine Protected Area
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.rolefoundation.org/wp-content/uploads/2011/08/MPA1.jpg
Nusa Dua Marine Protected Area
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.rolefoundation.org/wp-content/uploads/2011/08/MPA1.jpg
Mariana Trench Monument
U.S. Marine Protected Areas
Filed in Earth Changes, The Ocean on February 7, 2012 with no comments
Marine protected areas, such as this
marine preserve in Guam, are an important tool in coral reef conservation. Image
courtesy of Jonathan Kelsey, National Marine Protected Areas Center.
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://celebrating200years.noaa.gov/visions/coral/image6_650.jpg
Map 2: The grey lines indicate concession areas already allocated. Inside the red areas, which indicate forest
and peatland that will remain unprotected by the draft moratorium, we can see concessions have already been
allocated throughout these areas. The light grey indicates deep peat and the grey lines here show how much of
this area has also already been allocated to industrial use.

Indonesia's Forest and Peatlands


Legally protected areas, proposed moratorium areas, and forests and peatlands at risk
On this page
Publication - February 25, 2011
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.greenpeace.org/international/PageFiles/267908/draft_mora_big.png
TENTANG
Marine Protected Areas Governance (MPAG)

• Marine Protected Areas Governance (MPAG)


adalah program bantuan USAID yang
bertujuan untuk mendukung komitmen
Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan
Kawasan Konservasi Perairan (Marine
Protected Area/MPA) seluas 20 juta hektar
pada tahun 2020, serta mengelolanya secara
efektif dan berkelanjutan.
Contoh
• TN Wakatobi
• Wakatobi merupakan kawasan konservasi yang sudah berdiri sejak
1996, dan menjadi taman nasional berdasarkan SK Menhut No.
7661/KPTS-II/2002, di bawah kewenangan Kementerian
Kehutanan. Kekayaan habitat perairan Wakatobi menjadikannya
prioritas bagi upaya konservasi perairan di Indonesia.
• Untuk meningkatkan efektivitas pengelola-annya, MPAG akan
mendorong inisiasi pembentukan forum pengelolaan kolaboratif
yang melibatkan pemangku kepentingan utama dari pihak
pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan swasta. Selain itu,
dukungan teknis diberikan untuk penyusunan Rencana
Pengembangan Wisata Taman Nasional ini. MPAG juga akan
mengadakan pilot testing untuk indikator EAFM yang telah
dibangun Direktorat SDI bersama mitra.
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://static.environmentalgraffiti.com/sites/default/files/images/957289022_bnE8z-L_0.img_assist_custom-
600x400.jpg&imgrefurl=http://www.environmentalgraffiti.com/news-phoenix-island-protected-area-pipa-largest-marine-protected-area-
world&usg=__fd4eNDL8N9GuzO9glX_Uj02iIpw=&h=399&w=600&sz=27&hl=id&start=43&zoom
http://ars.els-cdn.com/content/image/1-s2.0-S0308597X10000849-gr1.jpg

Anda mungkin juga menyukai