1. Hewan uji : Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dengan berat sekitar 150-300 gram sebanyak 25 ekor. Pemberian
pakan dan air minum dilakukan secara ad libitum.
2. Pembuatan simplisia :
Kulit buah manggis dicuci bersih dengan air mengalir,
Ditiriskan kemudian dikering-anginkan pada suhu kamar dengan menggunakan kipas angin tanpa sinar matahari
selama 7 hari.
Dihaluskan menggunakan blender men
Di disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat
3. Pembuatan ekstrak :
Ditambahkan etanol 70% ke dalam serbuk kulit buah manggis dgn perbandingan pelarut dengan serbuk 1 : 5.
Di maserasi selama 24 jam.
Disaring
Dievaporasi dengan alat rotary evaporator (Buchi) pada suhu 400C,
Uji antidiabetes
Sebelum perlakuan tikus dipuasakan selama 24 jam, namun tetap diberi minum (ad libitum).
Tikus-tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dimana setiap perlakuan sebanyak 5 ekor.
Kelompok I (P0) Kontrol normal,
Kelompok II (P1) Pemberian aloksan 90mg/kg BB,
Kelompok III (P2) pemberian aloksan kemudian diikuti dengan Glibenklamid 5 mg/kg BB,
Kelompok IV (P3) pemberian aloksan kemudian diikuti dengan ekstrak etanol kulit buah manggis 150
mg/kg BB,
Kelompok V (P4) pemberian aloksan kemudian diikuti dengan ekstrak etanol kulit buah manggis 300
mg/kg BB
Ad libitum : suatu cara pemberian makan atau minum sampai hewan uji merasa kenyang dan tidak
mau mengkonsumsi lagi walaupun ada makanan atau minuman disekitarnya.
Aloksan : bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada hewan model
hiperglikemik. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik
eksperimental (hiperglikemik) pada hewan percobaan.
Glibenklamid : obat yang digunakan pada pasien diabetes tipe 2 untuk mengendalikan kadar gula
darah yang tinggi.
Tiga hari setelah penyuntikan aloksan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, tikus-tikus
yang memiliki kadar glukosa darah lebih dari 147 mg/dL dimasukkan dalam percobaan. Dengan diberi
perlakuan dengan glibenklamid (P2=kontrol positif) dan ekstrak etanol Kulit Manggis masing-masing
dengan dosis 150 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB (P3 dan P4). Pengamatan dilakukan pada hari ke-0 atau
sebelum setelah pemberian ekstrak. Pengukuran glukosa darah tikus dilanjutkan pada hari ke-7 dan hari
ke-14.
Pengambilan darah dilakukan melalui ekor dengan cara membersihkan ujung ekor dengan
menggunakan alkohol 70%. Selanjutnya darah diambil secara intravena melalui ujung ekor tikus,
dilakukan pemijatan terhadap ekor agar darah keluar. Kadar glukosa darah diukur dengan alat
glukometer menggunakan stik gula darah.
Layar monitor akan hidup ketika dimasukkan stik gula darah dan akan muncul tanda siap untuk
diteteskan darah, caranya dengan menyentuh ujung strip ke tetesan darah maka darah akan masuk
kedalam area uji. Ketika darah sudah terisi, pengukuran diperoleh selama 5 detik (Otari, 2013).
Adapun data hasil pengukuran kadar glukosa darah dan prosentase penurunan kadar glukosa
darah selama 14 hari disajikan pada tabel 1 dan 2.
Siapkan 5 tikus Diinduksi
aloksan Random sampel
dangan BB
5 tikus/kel
seragam 90mg/kg BB
Kel III
Kel II
Kel I Aloksan +
Kontrol Normal 90mg/kg BB Glibenklamid 5
Aloksan mg/kg BB
Kel IV KelV
Aloksan + ekstrak Aloksan + ekstrak
kulit manggis 150 kulit manggis 300
mg/kg BB, mg/kg BB,
Penyiapan tanaman cocor bebek. Cocor bebek didapatkan dari lembang, BandungJawa Barat. Kemudian
dilakukan determinasi di LIPI Cibinong-Bogor.
Pembuatan ekstrak etanol daun cocor bebek. Sebanyak 18 kg daun cocor bebek segar dipotong-potong lalu
diekstraksi dengan alat maserator dan etanol 96% sebagai pelarutnya kemudian didiamkan selama 24 jam. Proses
ekstraksi dilakukan pengulangan sebanyak lima kali. Filtrat ditampung kemudian disaring lalu dipekatkan
menggunaka rotary evaporator.
Kultur Sinambung P. Falciparum : Plasmodium falciparum 3D7 dikultur dalam Medium RPMI 1640 yang
mengandung sel darah merah dengan hematokrit 5%, dapar HEPES, serum tipe AB dan NaHCO3 sesuai teknik
Trager dan Jensen.
Uji aktivitas antimalaria ekstrak etanol daun cocor bebek : Kultur P. falciparum ditempatkan ke dalam
lempeng sumur 24 masing-masing berisi 1 mL kultur dengan parasitemia ± 1% dalam medium RPHS. Medium
RPHS diganti dengan medium RPHS yang mengandung ekstrak etanol daun cocor bebek berbagai konsentrasi (1
sampai 1x10-7 mg/mL). Kultur diinkubasi selama 48 jam, setelah inkubasi parasit dipanen dan dibuat sediaan
apusan darah tipis yang diberi pewarnaan Giemsa. Selanjutnya dihitung persen parasitemia dengan menghitung
Aktivitas antimalaria ekstrak etanol daun cocor bebek terlihat dari persentase parasitemia yang didapat
dari menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi terhadap 500 eritrosit. Persen pertumbuhan parasit dihitung
dengan membagi antara persen parasitemia kelompok uji dibagi persen parasitemia kelompok kontrol. Persen
hambatan dapat dihitung dengan rumus: % parasitemia kontrol−% parasitemia uji
% hambatan = % parasitemia kontrol X 100 %
Dari hasil analisis probit didapatkan nilai konsentrasi hambat 50 (IC50) ekstrak etanol cocor bebek yaitu
sebesar 0,022 µg/mL.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosoanaivo (2004) dan Rain (2007), tanaman berefek
antimalaria sebagai berikut: aktivitas antimalaria sangat baik bila nilai IC50 kurang dari 0,1 µg/mL; aktivitas
Antimalaria baik/aktif bila nilai IC50 sebesar 0,1-1 µg/mL; aktivitas antimalaria cukup sampai baik bila nilai
IC50 sebesar 1,1-10 µg/mL; aktivitas antimalaria lemah bila nilai IC50 sebesar 11-25 µg/mL; aktivitas
antimalaria sangat lemah bila nilai IC50 sebesar 26-50 µg/mL; serta tidak aktif sebagai antimalaria bila nilai
IC50 lebih dari 100 µg/mL.
Berdasarkan kriteria tersebut maka ekstrak etanol cocor bebek yang digunakan dalam penelitian ini
dikategorikan berefek antimalaria sangat baik.
UJI ANTHELMINTIC
Properti dari suatu zat atau perawatan yang mengurangi peradangan atau
pembengkakan . Obat anti-inflamasi merupakan setengah dari analgesik , yang
menyembuhkan rasa sakit dengan mengurangi peradangan yang bertentangan dengan
opioid , yang memengaruhi sistem saraf pusat untuk memblokir sinyal nyeri ke otak.
ANTIINFLAMASI
UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA(Annona squamosa.L)TERHADAP
EDEMAKAKI TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
Jadi kesimpulannya bahwa ekstrak etanol daun Srikaya (Annona squamosa. L) memiliki daya antiinflamasi pada tikus
putih jantan galur wistar yang diinduksi oleh larutan putih telur 5%. Dosis 200mg/kgbb tikus merupakan dosis efektif
yang memiliki daya antiinflamasi sebesar 83,74%.
Hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan zat aktif yang berada di dalam ekstrak. Di dalam ekstrak etanol daun
Srikaya (Annona squamosa. L) mengandung flavonoid yang diduga berkhasiat sebagai antiinflamasi. Flavonoid
merupakan salah satu senyawa golongan fenol alam yang terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan biji
sehingga pasti ditemukan pada setiap serbuk ekstrak tumbuhan. Pada umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar
seperti, metanol, aseton, air dan etanol
Uji Insecticida Assay
Aktivitas Larvasida Berbagai Pelarut pada Ekstrak Biji Kayu Besi
Pantai (Pongamia pinnata) terhadap Mortalitas Larva Aedes spp.
Upaya pengendalian Demam Berdarah . Bahan yang digunakan yaitu ekstrak biji
Dengue (DBD) secara kimiawi dapat P. pinnata dengan pelarut air, metanol
berbahaya bagi manusia dan dan kloroform. Ekstrak biji P. pinnata
lingkungannya, sehingga perlu insektisida diuji terhadap larva instar III Ae. aegypti
hayati yang berasal dari tumbuhan seperti dan Ae. albopictus dengan konsentrasi
Pongamia pinnata. Penelitian ini masing-masing kelompok 100 ppm, 200
bertujuan untuk mengetahui aktivitas ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm,
larvasida berbagai ekstrak biji P. pinnata kemudian diamati selama 24 jam.
terhadap kematian larva Aedes spp. Jenis Masing-masing uji dilakukan dengan 3
penelitian adalah eksperimen dengan kali pengulangan pada hari yang sama.
post test only with control group design
Metode
Biji P. pinnata yang dikeringkan dikoleksi dari Uji larvasida menggunakan ekstrak biji P. pinnata
pantai Pangandaran Kabupaten Pangandaran Jawa dengan pelarut air, metanol dan kloroform. Cara
Barat dan dihaluskan hingga sebanyak 1 kg. untuk menentukan konsentrasi yang sesuai,
Selanjutnya dibuat ekstrak dengan cara maserasi dilakukan uji pendahuluan terhadap larva Ae.
yaitu direndam menggunakan pelarut air, metanol aegypti dan Ae. albopictus dengan ekstrak biji P.
dan kloroform.15 Ekstrak yang diperoleh pinnata dalam beberapa variasi konsentrasi.
diencerkan sesuai dengan 5 dosis yang akan Setelah didapatkan kematian larva pada berbagai
diujikan. Serangga uji yang digunakan berupa konsentrasi tersebut, dilanjutkan dengan memilih
larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus instar III yang konsentrasi ekstrak biji P. pinnata yang dapat
diperoleh dari hasil kolonisasi insektarium Loka membunuh 10-90% larva Ae. aegypti dan Ae.
Litbang P2B2 Ciamis. albopictus. Masing-masing pelarut terdiri dari 5
variasi konsentrasi ekstrak sebagai perlakuan yaitu
100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500
ppm, 1 kontrol. Aquades digunakan untuk
keseluruhan proses uji larva.
Masing-masing perlakuan dan kontrol
diulang 3 kali. Setiap perlakuan
menggunakan dua puluh (20) ekor larva.
Selama 24 jam larva uji ditaruh di tempat
dengan suhu ruang dan tidak terkena paparan
sinar matahari. Pengamatan dilakukan 24 jam
dan dihitung larva yang mati.16 Jika
persentase kematian larva pada kontrol
antara 5-20% maka dilakukan koreksi
dengan menggunakan rumus Abbot sebagai
berikut:
M = ( (T-C) / (100-C) ) x 100%
M: Angka kematian setelah koreksi (%)
T: Angka kematian kelompok perlakuan (%)
C: Angka kematian kelompok kontrol (%)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sedangkan nilai LC50 ekstrak P.
kematian larva hanya ditemukan pada pinnata dengan pelarut kloroform
ekstrak biji P. pinnata dengan pelarut adalah 346,06 ppm terhadap Ae.
metanol dan kloroform. Nilai LC50 aegypti dan 222,29 ppm terhadap Ae.
ekstrak P. pinnata dengan pelarut albopictus. Hasil tersebut
metanol adalah 141,88 ppm terhadap membuktikan bahwa ekstrak biji P.
Ae. aegypti dan 108,19 ppm terhadap pinnata dengan pelarut air tidak
Ae. albopictus. efektif sebagai larvasida, sedangkan
ekstrak dengan pelarut metanol dan
kloroform mempunyai potensi
sebagai larvasida.
UJI ANTIOKSIDAN
Pengujian Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH
pada Daun Tanjung (Mimusops elengi L)
Metode Penelitian
A
Pengujian aktivitas
antioksidan dari L
daun Mimusops A
elengi dilakukan T
melalui beberapa
tahapan penelitian
yang meliputi :
penyiapan bahan,
pembuatan ekstrak,
dan uji aktivitas
antioksidan ekstrak.
B
A
H
A
N
Pembuatan Ekstrak
• 4,25 gram serbuk simplisia dalam gelas beker di ekstraksi dengan metode refluks menggunakan
pelarut etanol 96%.
• Ditambahkan 100 ml etanol untuk melarutkan simplisia.
• Di masukkan kedalam labu leher tiga pada alat refluks yang telah dihubungkan dengan kondensor.
• Dipanaskan pada suhu 50℃ dengan variasi waktu pengambilan sampel adalah 15 menit, 30 menit, 45
menit, 60 menit dan 75 menit.
Pengujian Antioksidan
• Disiapkan 5 sampel ekstrak daun tanjung yang memiliki variasi waktu ekstraksi yaitu 15 menit,
30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit.
• Dibuat larutan induk masing-masing sampel sebesar 100 ppm dengan melarutkan 10 mg
ekstrak pada 100 ml metanol PA.
• Dilakukan pengenceran menggunakan pelarut metanol PA dengan membuat variasi
konsentrasi yaitu 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, 8 ppm dan 9 ppm pada tiap masing-masing sampel.
• Disiapkan larutan stock DPPH dibuat dengan melarutkan 5 mg padatan DPPH ke dalam 100
ml metanol PA.
• Disiapkan larutan perbandingan, yaitu larutan kontrol yang berisi 2 ml metanol PA dan 1 ml
larutan DPPH 50 ppm.
• Untuk sampel uji, disiapkan masing-masing 2 ml larutan sampel dan 2 ml larutan DPPH.
• Di inkubasi selama 30 menit pada suhu 27℃ hingga terjadi perubahan warna dari aktivitas
DPPH.
• Semua sampel dibuat triplo. Semua sampel yaitu sampel ekstrak yang telah di inkubasi di uji
nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer Uv-vis pada panjang gelombang 517 nm.
Penentuan nilai IC50
Analisis pengujian antioksidan metode DPPH dilakukan dengan melihat perubahan warna
masing-masing sampel setelah di inkubasi bersama DPPH. Jika semua elektron DPPH berpasangan
dengan elektron pada sampel ekstrak maka akan terjadi perubahan warna sampel dimulai dari ungu
tua hingga kuning terang. Kemudian sampel diukur nilai absorbansinya menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 517 nm.
UJI DDPH untuk mencari IC50 value
SAMPEL
A B C D E
Kosentrasi 1M 1M 1M 1M 1M
Sampel (Ekstrak) 1 ppm 2 ppm 3 ppm 4 ppm 5 ppm
Blanko 0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm
𝑨 𝒃𝒍𝒂𝒏𝒌𝒐 − 𝑨 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
% 𝒊𝒏𝒉𝒊𝒃𝒊𝒔𝒊 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝑨 𝒃𝒍𝒂𝒏𝒌𝒐
Hasil diplotkankegrafikdenganrumus
𝒚 = 𝒂𝑿 + 𝒃
Ket : A = Absorbansi
y = % inhibisi
a = gradien
X = konsentrasi
b = konstanta
Dicari IC50
y diganti 50 50 = aX + b
X = 50-b/a