Anda di halaman 1dari 138

KELOMPOK 24 D

Ainani Tajrian
Radha Kurnia Amanda
Trise Anestesia Masykur
Faizah Shabrina
Shanita Pratiwi
Vinta Nuranisyah
Vidola Yasena Putri
Frisya Martha
Deri Kurnia Illahi
SKENARIO 1
“Kegelisahan Pak Amir”
Pak Amir dan keluarga sangat berbahagia karena hari ini
istrinya akan melahirkan anak yang kedua. Ketika anaknya
lahir Pak Amir sangat sedih dan kecewa karena anaknya
mengalami cacat lahir. Anaknya laki-laki, berat badan lahir
3200 gram, dan kedua kaki anaknya bengkok. Bidan yang
menolong persalinan menganjurkan untuk segera dibawa
ke RS.
Pak Amir adalah seorang PNS yang bertugas di RS sebagai
peñata radiologi yang berisiko terhadap paparan sinar X.
Pak Amir memikirkan kelahiran anaknya yang mengalami
cacat. Ia teringat kakeknya yang juga mengalami cacat sejak
lahir dengan kelainan pada telinganya. Telinga kakeknya
tidak simetris, telinga kiri lebih kecil dibanding kanan.
Anak pertama Pak Amir, perempuan lahir normal namun juga
mengalami cacat fisik, jari tangan kanan bertambah satu disamping
ibu jarinya. Dokter waktu itu menganjurkan untuk diangkat, tapi Pak
Amir belum bersedia karena anaknya masih kecil. Sampai sekarang
jari tambahan anaknya itu masih belum diangkat.
Besok harinya Pak Amir langsung membawa anaknya yang baru
lahir ke Rumah Sakit dan konsultasi dengan dokter. Dari keterangan
dokter dikatakan bahwa anaknya mengalami Club Foot atau CTEV.
Dokter mengatakan ada tiga bagian di daerah kaki yang mengalami
perubahan bentuk yaitu pada hindfoot, midfoot dan forefoot.
Dokter menganjurkan agar pada anak Pak Amir segera dilakukan
Ponseti Method dengan melakukan pemasangan gips serial untuk
mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.

Bagaimana Anda menjelaskan apa yang terjadi pada anak Pak Amir?
STEP 1

Mengklarifikasi terminologi
1. Cacat lahir (kelainan kongenital)  kelainan struktural dan
fungsional termasuk metabolik sejak lahir (WHO), dapat juga
berupa penyakit yang diturunkan (Buku kebidanan
Prawiroharjo,2009). Ketidakmampuan atau ketidaksanggupan untuk
berfungsi secara normal baik itu fisik maupun mental (Dorlan ed.23)
2. Berat badan lahirberat badan bayi yang ditimbang dalam rentang
satu jam setelah lahir (WHO)
3. Kaki bengkok (club foot/ctev)deformitas kongenital kaki, yang
terpuntir keluar dari bentuk atau posisinya (Dorlan ed.23).
Gangguan perkembangan ekstremitas inferior dimana kaki
membengkok kedalam atau tertekuk keluar (Jurnal dissability).
Kelainan kongenital di ekstremitas bawah dimana tumit berada
dalam posisi fleksi plantar (Jurnal cermin dunia kedokteran).
Deformitas pada kaki yang meliputi fleksi pergelangan kaki, adduksi
kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Jurnal principle of surgery)
4. Bidan tenaga kesehatan yang dikelompokkan ke dalam tenaga
kebidanan, memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan
ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana (Undang-undang No. 36 Tahun 2014).
Seseorang perempuan yang telah lulus dari pendidikan bidan dan diakui
oleh pemerintah dan organisasi profesi serta memiliki kompetensi untuk
diregister, sertifikasi dan secara sah mendapatkan lisensi (IBI)
5. Persalinan proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu (Depkes RI). Proses membuka dan menipisnya serviks dan
proses turunnya janin (Sarwono)
6. Rumah sakit institusi pelayanan kesehatan yang melayani pelayanan
kesehatan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat ( Kemenkes RI).
Bagian integral dari organisasi sosial dan kesehatan sebagai tempat
preventif, promotif, kuratif,dan rehabilitatif kepada masyarakat (WHO)
7. Telinga tidak simetris (Microtia)keadaan malformasi dari daun telinga
yang memperlihatkan bentuk ringan sampai berat dengan ukuran kecil
sampai tidak terbentuk sama sekali (Departement THT)
8. Penata radiologi (Radiografer )orang yang diberi tugas dan mempunyai
kompetensi serta diberi wewenang untuk melakukan radiografi di unit kesehatan
(Skb Kemenkes no 049/2003)
9. Paparan sinar X : paparan sinar radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang
berkisar antara 10 nanometer ke 100 pikometer dan memiliki energi dalam
rentang 10ev -100ev (Dorland Ed.23)
10. Cacat fisik (Tuna daksa) kecacatan pada fungsi tubuh yang mengakibatkan
gangguan gerak tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan bicara (UU No
4 Tahun 1997)
11. Lahir normal dimana bayi lahir dari kehamilan usia 37-42 minggu dengan berat
badanlahir 2500-4000 gram (Depkes RI 2007)
12. Persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah dan bayi lahir dengan
presentasi belakang kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah
persalinan ibu dan bayi sehat (WHO)
13. Jari tangan bertambah satu (polidaktili) : kelainan yang diwariskan secara
autosomal dominan dimana penderita mendapat tambahan jari pada kaki atau
tangannya (Medical dictionary)
14. Jari tambahan diangkat :tindakan tatalaksana pada polidaktili
15. Hindfootbagian belakang kaki yang terdiri dari regio thalus dan
calcaneus (Dorland Ed.23)
16. Forefootbagian depan kaki yang terdiri dari os.metatarsal dan os.
Phalanges (Dorland Ed.23)
17. Midfootkaki tengan yang dibentuk oleh 5 buah tulang iregular
yaitu os.Kuboid, os.Navicular, 3 os. Cuneform yang membentuk
lengkungan kaki. (Dorland Ed.23)
18. Ponseti methodstandar baku emas dalam pelaksanaan clubfoot
tanpa operasi (Medscape). Metode pemasangan gips serial yang
diganti tiap minggu (Jurnal CTEV)
19. Gips serial imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai
kontus tubuh tempat gips dipasang. Serangkaian gips yang dipasang
kurang lebih 8 minggu untuk tatalaksana clubfoot. (Jurnal CTEV)
STEP 2 dan 3

Mengidentifikasi masalah
dan
Menganalisa masalah melalui brainstorming
dengan menggunakan prior knowledge
1. Mengapa anak Pak Amir mengalami cacat lahir?
• Menurut Langmann, terdapat 3 faktor kelainan bawaan:
• Genetik= ada mutasi gen, ada gen pembawa
• Lingkungan=ada efek teratogen (hormonal, obat-obatan, defisiensi nutrisi, kimia,
logam berat, radiasi: biasa pada trimester awal, infeksi, trauma pada kehamilan).

2. Bagaimana hubungan jenis kelamin, berat badan lahir terhadap kelainan anak Pak
Amir dan apa interpretasi nya?
• Jenis kelamin: secara insidensi dari 1 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan rasio
laki-laki:perempuan=2:1. Berhubungan dengan kasus di skenario.
• Berat badan lahir normal dimana 2,5-4 kg (WHO).
• Bengkok saat lahir kemungkinan karena kelainan kongenital pada kaki dimana
terjadi deformitas (pada perkembangan embrio saat kaki terbentuk). Penyebab
faktor mekanik pada oligohidramnion sedangkan intrinsik bisa karena genetik.
3. Mengapa bidan merujuk pasien tersebut ke rs?
• Karena pada kasus ini kelainan kongenital merupakan kasus yang harus dirujuk
karena malformasi kongenital memiliki tingkat kompetensi 2 dan untuk
mengetahui diagnosis dan tatalaksana yang tepat.
4. Apa hubungan Pak Amir penata radiologi dengan kondisi anak nya yang cacat lahir?
• Kemungkinan paparan radiasi bisa menyebabkan mutasi gen yang bisa diturunkan
kepada anaknya.

5. Apa hubungan kakek yang mengalami kelainan telinga tidak simetris dengan kondisi
anak Pak Amir?
• Kemungkinan karena ada faktor genetik yang berpengaruh terhadap anak Pak
Amir.

6. Apa hubungan jenis kelamin dengan cacat fisik pada anak pertama Pak Amir?
• Semua jenis kelamin memiliki resiko yang sama karena diturunkan secara
autosomal dominan.
7. Apa yang menyebabkan jari tangan anak Pak Amir berlebih satu?
• Penyebab: genetik, lingkungan, dan idiopatik.
• Genetik: diwariskan oleh gen autosomal dominan P yaitu sifat keturunan yang ditentukan oleh gen
pada autosom.
• Lingkungan : obat-obatan , alkohol, merokok, penyakit ibu, nutrisi
• Faktor teratogenik : sifat bahan kimia yang dapat menghasilkan kecacatan tubuh pada kelahiran
• Faktor teratogenik fisik = radiasi nuklir, sinar gamma, sinar x
• Faktor teratogenik kimia = obat-obatan kemoterapi kangker
• Faktor teratogenik biologis = toksoplasma, rubella, citomegalovirus.

8. Mengapa dokter menganjurkan jari tersebut diangkat?


• Karena dalam perkembangannya jari tersebut akan terus tumbuh dan dapat menganggu fungsi jari
lainnya serta diangkat untuk fungsi kosmetik.
• Prosedur pengangkatan yang paling sering adalah Ligasi jahitan. Ligasi jahitan adalah prosedur
mengikat jari yang berlebih dengan benang untuk memutuskan aliran darahnya. Hal ini bertujuan
untuk mematikan jaringan ekstra tersebut sehingga akhirnya terlepas. Prosedur ini dilakukan
tergantung dari ukuran dan jenis jari yang terduplikat. Jari tangan tambahan biasanya terletak di sisi
ibu jari (radial), kelingking, atau di tengah (central). Kelebihan jari ini ada yang bentuknya sempurna
mirip layaknya jari biasa, tapi ada juga berkembang tidak normal; berukuran lebih kecil dan “hidup”
berdempetan dengan jari lainnya.
9. Mengapa bisa terjadi CTEV pada anak Pak Amir?
• Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi CTEV antara lain:
• Faktor mekanik intrauteri
• Teori tertua oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena
kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan bahwa oligohidramnion
mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
• Defek sel plasma primer
• Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal; Irani & Sherman
menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke
arah medial dan plantar; diduga karena defek sel plasma primer.
• Perkembangan fetus terhambat
• Herediter
• Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperi infeksi
Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).
• Vaskular
• Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vaskular setinggi sinus
tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral,
mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.
10. Mengapa dokter menganjurkan ponseti method dengan
pemasangan gips serial?
Penggunaan Gips bertjuan memfikasasi kaki, karena alangkah awal
dalam tatalaksana CTEV adalah membuat kaki dalam posisi abduksi
dan dorsofl eksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal,
tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan ke bawah
talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal persendian
subtalus, dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk
operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki, kemudian
mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral kepala talus,
sementara melakukan gerakan abduksi pada kaki depan dengan
arah supinasi.Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips
untuk mendapatkan abduksi kaki maksimum. Gips diganti tiap
minggu. Koreksi (usaha membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat
dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°
11. Bagaimana keterkaitan antara hindfoot, midfoot dan forefoot terhadap kelainan pasien?
Kelainan kongenital ini menurut statistik 1-2 per 1000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dari
wanita (70%50%). Dalam bahasa Inggris Clubfoot. Pada bayi yang baru lahir kelainan ini dapat
diketahui atas 3 kelainandasar
1. Hindfoot ankle : equinus
2. Hindfoot (subatalar) = inversi (=varus)
3. Forefoot = aduksi

13. Mengapa dokter menegakkan diagnosis anak Pak Amir CTEV dan apa pemeriksaan penunjang nya?
Melalui Anamnesis dengan menanyakan riwayat keluarga dan selain itu juga terlihat hasil dari
pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang :  Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kesejajaran tulang talus dan
kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis sangat penting. Garis AP digambar
melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial) serta melalui pusat aksis tulang
kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai normalnya adalah antara 25-40°. Bila sudut kurang
dari 20°, dikatakan abnormal. Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasu CTEV.
Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang talus serta sepanjang
dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50°, sedang pada CTEV nilainya berkisar antara
35° dan negatif 10°.
STEP 3

SKEMA
Bayi 1 tahun Kaki bengkok Rujukan

Paparan sinar x Diagnosis


Faktor eksogen Pemeriksaan
Nutrisi fisik
anamnesis ctev
infeksi

komplikasi
Faktor eksogen Riwayat keluarga Ponseti
methode Deformitas
kongenital
prognosis
Kakek microtia Kakak polidaktili Fraktur

Operasi sebelum
1 tahun
Spina Bifida
Spina Bifida
Spina Bifida adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau
beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk
secara sempurna, pada minggu ke3 dan ke4.

Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah :


• Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena
penyebab tertentu
• Adanya tekanan yang berlebih di kanalis sentralis yang baru
terbentuk sehingga menyebabkan ruptur permukaan tuba
neural
• Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru
terbentuk karena suatu penyebab.
Neural Tube Defects
• Defek pada struktur midline dorsal
– Jaringan neural, dura, otot, tulang, dan/atau kulit

• Gangguan penutupan neural tube


– Terjadi gangguan pada kehamilan hari ke 17 - 30
– Normalnya terjadi pada minggu ke 3-4 kehamilan

• Umumnya terjadi di lumbal sakral


Etiologi dan Faktor Risiko
• Multifaktorial

Faktor risiko :
1) Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
2) Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada
bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
3) Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi
dipunggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan
vertebra dibagian ini terjadi paling akhir.
4) Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya)
dapatmenyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida. Pada 95 % kasus
spina bifidatidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural tube. Resiko
akan melahirkan anakdengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya
pernah melahirkan anak spina bifida.
Manifestasi Klinis
• Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah
pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus
cahaya.
• Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
• Penurunan sensasi.
• Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja.
• Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi
(meningitis).
• Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
• Lekukan pada daerah sakrum.
• Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan
abnormalitas upper spine(arnold chiari malformation) yang
menyebabkan masalah koordinasi.
• Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena
imbalans kekuatan ototdan fungsi.
• Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk
merelakskan secara volunter otot (sphincter) sehingga
menahan urin pada bladder dan feses pada rectum.
• Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen
dapat normal bila hidrosefalus di terapi dengan cepat.
• Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami
tethered spinal cord.Spinal cord melekat pada jaringan
sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik atauturun secara
normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip
atauskoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring
pertumbuhan anak dan tetheredcord akan terus teregang.
Proses Penutupan Neural Tube
Kehamilan hari ke - Kejadian Anomali
0 – 18 Pembentukan ektoderm, Kematian atau efek yang
mesoderm dan endoderm, tidak jelas
dan lempeng saraf
18 Pembentukan lempeng Defek midline anterior
saraf
22 – 23 Penampakan optik vessel Hidrosefalus
24 – 26 Penutupan neuropore Anencephaly
anterior
26 – 28 Penutupan neuropore Spina bifida sistika dan
posterior Spina bifida okulta
32 Sirkulasi vaskular Mikrosefali
33 35 Splitting dari proensefalon Holoproensefalon
untuk membentuk
telensefalon
70 – 100 Pembentukan korpus Agenesis korpus kalosum
kalosum
Klasifikasi
• Open : Spina bifida
aperta
– Myelomeningocele
– Meningocele

• Closed : Spina bifida


occulta
Gambaran Klinis
• Spina bifida aperta
– Terlihat saat kehamilan atau saat lahir
– Dapat terjadi gangguan neurologis, ortopedik, dan
urologik, serta keterlambatan tumbuh kembang

• Spina bifida occulta


– Tersering & jarang ada keluhan
Gambaran Klinis
• Defisit motoris, sensoris, dan autonom
– Tipe kelemahan motorik : spastik/flaccid
– Tentukan level anatomis kelainan

• Ada abnormalitas lain? Komplikasi?


– Hidrosefalus
– Chiari malformation tipe II
– Tethered cord spinal syndrome
– Siringomielia
– Kelainan kongenital lain
Diagnosis
• Spina bifida occulta
– Sering terdiagnosis insidental

• Spina bifida aperta


– Antenatal
• Marker  AFP
• Ultrasonografi  vertebra yang terbuka

– Post Natal
• CT scan
• MRI
• Spine X-ray
AFP
• Skrining MSAFP mengukur tingkat dari protein
yang disebut alfa feto protein (AFP) yang
dibentuk secara alami oleh fetus dan plasenta.
Selama kehamilan normal sejumlah kecil dari
AFP biasanya melintasi plasenta dan
memasuki peredaran darah ibu. Namun jika
terdapat peningkatan yang abnormal dari
protein ini pada peredaran darah ibu
mengindikasikan bahwa fetus mengalami
defek pada vertebra.
Pemeriksaan penunjang post natal
• X- Ray tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi
kelainan
• CT scan memungkinkan untuk melihat secara langsung
defek pada anatomi dan tulang. Pemeriksaan ini juga
digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya
hidrosefalus atau kelainan intracranial lainnya
• CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk
menentukan luas dan lokasi kelainan (12)
• MRI merupakan pemeriksaan pilihan untuk jaringan saraf
dan untuk mengidentifikasi kelainan pada bayi baru lahir.
Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat anomali
yang berkaitan baik intraspinal maupun intrakranial
Anamnesis
A. Spina bifida okulta Sering kali asimtomatik
• Tidak ada gangguan pada neural tissue
• Regio lumbal dan sakral
• Defek berbentuk dimpel, seberkas rambut, nevus
• Gangguan traktus urinarius (mild)
B. Spina bifida aperta
Meningokel
• Tertutupi oleh kulit
• Tidak terjadi paralisis
Mielomeningokel
• Tidak tertutup oleh kulit, tetapi mungkin ditutupi oleh membran
yang transparan
• Terjadi paralisis
Tatalaksana
• Tergantung dari jenisnya

• Dari berbagai bidang :


– Bedah saraf
– Ortopedi
– Urologi
– Fisioterapi, Anak, dll.
Penanganan Awal
1. Penutupan defek pada kulit
Dilakukan jika pasien memiliki prognosis yang baik,
dilaksanakan dalam 48 jam setelah kelahiran. Neural
plate ditutup dengan hati-hati dan kulit diinsisi luas.
Hanya dengan cara ini ulkus dapat dicegah.
2. Hidrosefalus
Merupakan prioritas selanjutnya. Dilakukan setelah
beberapa hari. Dilaksanakan ventriculo caval shunt.
3. Deformitas
Harus tetap dikontrol. Operasi ortopedi biasanya tidak
dilakukan sampai minggu ke-3, selanjutnya pada
masa pertumbuhan anak.
Penanganan Paralisis dan Deformitas
1. Untuk 6 – 12 bulan pertama deformitas diterapi dengan
strecthing dan strapping. Koreksi dengan menggunakan
plester tidak dibenarkan. Efek : tulang dapat patah dan
muncul ulkus di kulit.
2. Open methods adalah koreksi yang terbaik untuk
deformitas, tetapi harus ditunda sampai anak berumur
beberapa bulan.
3. Deformitas proksimal dikoreksi sebelum deformitas
distal terjadi. Jika sudah seimbang maka deformitas residu
yang terjadi ditangani dengan osteotomi.
4. Splint tidak pernah digunakan tunggal dalam
mengkoreksi deformitas. Hanya bisa digunakan untuk
mempertahankan deformitas, pelaksanaannya diperkuat
dengan strecthing berulang-ulang.
DDH
DDH juga diistilahkan sebagai
Developmental displasia of the Hip. Dahulu
lebih populer dengan nama CDH
(Congenital Dislocation of the Hip) atau
yang dalam bahasa Indonesia adalah
Dislokasi Panggul Kongenital.
Jadi, DDH merupakan kelainan kongenital
dimana terjadi dislokasi pada panggul
karena acetabulum dan capur femur tidak
berada pada tempat seharusnya.
Epidemiologi

Bilateral > unilateral


• Perempuan > laki-laki = 8 : 1
• Kejadian meningkat pada :

– Ada riwayat keluarga


– Kebiasaan membedung bayi
– Sertaan dari kelainan kongenital lain, seperti :
Congenital Muscular Torticolis dan Congenital
Metatarsus Adductus.
Etiologi
Etiologi pasti => idiopatik (belum diketahui)
Faktor resiko :
Genetik => kelemahan ligamen
• Lingkungan

– Intrauterin

• Desakan : kembar, oligohidramnion


Desakan dapat membuat caput femur janin yang masih belum terfiksasi dengan baik lepar dari
acetabulum.
• Hormon relaksin
Relaksin merupakan hormon yang muncul saat partus untuk melemaskan tulang panggul agar
mempermudah proses kelahiran.
– Partus

• Kesalahan dalam penolongan partus


• Bayi dengan interpretasi bokong
– Pasca Partus

• Kebiasaan membedung
Bedung dengan sangat erat sampai membuat kaki anak yang seharusnya fleksi menjadi ekstensi
dapat membuat kemungkinan timbulnya DDH lebih tinggi.
Manifestasi Klinis
• Kaki bayi panjang sebelah
• Terdapat lipatan paha yang asimetris
• Kalau sudah bisa berjalan, jalannya tidak
seimbang
Diagnosis

Anamnesa => usia, faktor resiko, onset gejala
• PF
– Tes Barlow => suatu manuver yang bertujuan untuk menguji DDH dengan usaha
mengeluarkan kaput femur dari acetabulum dengan melakukan adduksi kaki bayi dan
ibu jari pemeriksa diletakkan dilipatan paha.
Positif bila saat mengeluarkan kaput femur, teraba kaputnya oleh ibu jari pemeriksa
dan ada bunyi 'klik'.
– Tes Ortolani ==> suatu manuver uji DDH dengan memasukkan kaput femur ke
acetabulum dengan melakukan abduksi pada kaki bayi (gerakan ke lateral).
Positif bila
• Ada bunyi klik saat trokanter mayor ditekan ke dalam dan terasa caput yang tadi keluar saat
tes Barlow masuk ke acetabulum.
• Sudut abduksi < 60 derajat (suspek DDH). Normalnya, sudut abduksi = 65 sampai 80 derajat.
– Bunyi 'klik' pada Barlow dan Ortolani tidak semua orang yang dapat mendengar,
bahkan Orhtopaedis sekalipun.
• Tanda Galeazzi => Fleksikan femur, dekatkan
antara yang kiri dan kanan, lihat apakah
lututnya sama panjang atau tidak. Bila tidak
sama panjang => +

• Tes Tradelenberg => anak disuruh berdiri 1


kaki secara bergantian. Saat berdiri pada
kaki yang DDH (+), akan terlihat :
– Otot panggul abduktor (menjauhi garis tubuh).
Normalnya, otot panggul akan mempertahankan
posisinya tetap lurus.
Pemeriksaan Penunjang
• USG => digunakan untuk usia < 6 bulan
karena penulangan belum sempurna
(tulang masih dalam bentuk tulang
rawan), jadi kalau diperiksa dengan
rontgen hasilnya akan radiolucent.
• Rontgen => untuk usia > 6 bulan.
Digunakan untuk mendiagnosis dislokasi
dan selanjutnya untuk pemantauan
pengobatan.
Tatalaksana

Dibagi berdasar usia. Semakin muda usia anak, semakin mudah
tatalaksananya.
0-3 bulan

– Pemakaian popok double untuk menyangga femur tetap fleksi


– Penggunaan Pavlik Harness

– Setelah 3-4 bulan, cek radiografi dan PF. Kalau membai, penggunaan
popok double dan Pavlik Harness dapat dihentikan.
• 3-8 bulan

– Dilakukan traksi beberapa minggu


– Subcutaneus adductor tenotomy
– Setelah itu cek radiografi untuk melihat posisi, bila sudah pas, maka
fiksasi dengan spica (diganti setiap 2 bulan) sampai hasil radiografi
baik.
• 8 bulan - 5 tahun

– Dilakukan subcutaneus adductor tenotomy


– Open reduksi => fiksasi dengan spica

• >5 tahun

– Operasi penggantian sendi (merupakan jenis tatalaksana


protesis). Tidak dilakukan lagi perbaikan karena dislokasi
sudah terlalu lama dan posisinya sudah jauh dari
seharusnya. Kalau dilakukan penarikan paksa ligamen dan
otot, takutnya akan merusak pembuluh darah dan saraf
(tidak dapat ditarik).
Prognosis

Semakin muda usia bayi ditatalaksana,
semakin baik prognosisnya.
CTEV
Definisi dan Klasifikasi
Congenital talipes equinovarus adalah fiksasi
kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus.
Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid ter-
rotasi ke arah medial terhadap talus, dan
tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon.
Pembagian yang sering digunakan adalah
postural atau posisional, serta fixed/rigid
Epidemiologi
• Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras
dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika
Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahi-
ran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral
didapatkan pada 30-50% kasus.
ETIOLOGI
• Faktor mekanik intrauteri
• Defek neuromuscular
• Defek sel plasma primer
• Perkembangan fetus terhambat
• Herediter
• Vaskular
PATOFISIOLOGI
• Terhambatnya perkembangan fetus pada fase
fibular
• Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
• Faktor neurogenik.
• Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan
jaringan fibrosa di otot dan ligamen.
• Anomali insersi tendon (Inclan)
• Variasi iklim
DIAGNOSIS & GAMBARAN KLINIS
• riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler
dalam keluarga
• Periksa kaki bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga
bagian plantar dapat terlihat
• Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk
mengevalu- asi adanya rotasi internal dan varus
• Tumit tampak kecil dan kosong; pada pera- baan tumit
akan terasa lembut (seperti pipi)
• Maleolus medialis menjadi sulit diraba dan pada
umumnya menempel pada tulang navikular.
• Tulang tibia sering mengalami rotasi internal.
Diferensial Diagnosis
• Postural clubfoot – terjadi karena posisi fetus
dalam uterus. Jenis abnormalitas kaki ini dapat
dikoreksi secara manual. Postural clubfoot
memberi respons baik pada pemasangan gips
serial dan jarang relaps.
• Metatarsus adductus (atau varus) – suatu
deformitas tulang metatarsal saja. Forefoot
mengarah ke garis tengah tubuh, atau berada
pada aposisi adduksi. Abnormalitas ini dapat
dikoreksi dengan manip- ulasi dan pemasangan
gips serial.
Radiologis
• Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus
(sejajar dengan batas medial) serta melalui pusat aksis
tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai
normalnya adalah antara 25-40°. Bila sudut kurang dari
20°, dikatakan abnormal. Garis anteroposte- rior
talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV.
• Garis lateral digambar melalui titik tengah antara
kepala dan badan tulang talus serta sepanjang dasar
tulang kalkaneus. Nilai nor- malnya antara 35-50°,
sedang pada CTEV nilainya berkisar antara 35° dan
negatif 10°
Terapi
• Penatalaksanaan Non-operatif Berupa
pemasangan splint yang dimulai pada bayi
berusia 2-3 hari.
• Urutan koreksi yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut: 1. Adduksi kaki depan
(forefoot) 2. Supinasi kaki depan 3. Ekuinus
• Metode Ponseti
• Operatif jika deformitas resisten setelah 6
minggu konservatif
KOMPLIKASI
• Infeksi (jarang)
• Kekakuan dan keterbatasan gerak: keka- kuan yang
muncul awal berhubungan dengan hasil yang kurang
baik.
• Nekrosis avaskular talus: sekitar 40% ke- jadian
nekrosis avaskular talus muncul pada teknik kombinasi
pelepasan medial dan lateral.
• Overkoreksi yang mungkin karena: Pelepasan ligamen
interoseum dari persendian subtalus
• Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah
lateral
• Adanya perpanjangan tendon.
Prognosis
• Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir
dapat dikoreksi tanpa tindakan operatif.
• Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achil- les)
dilaporkan memiliki tingkat kesuksesan
sebesar 89%.
HIDROSEFALUS
•‘Hidro’ – air ; ‘Cephalus’ – kepala
•Medis - Penumpukan cairan serebrospinal
(CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi
sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi
CSS yang berlebihan pada satu atau lebih
ventrikel atau ruang subarachnoid
•Ketidakseimbangan - produksi, sirkulasi dan
absorbsinya
KLASIFIKASI
•Patologis
o Obstruktif (non-communicating) - penyumbatan
sirkulasi CSS
o Non – obstruktif (communicating) - gangguan
keseimbangan CSS, komplikasi infeksi, komplikasi
hemoragik.
•Etiologis
o Congenital - neonatus
o Acquired - pendarahan subarachnoid, intraventrikular,
trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi
atau trauma hebat di kepala
DEFINISI

•Pembesaran ventrikulus otak akibat


peningkatan jumlah CSS
•Disebabkan
o Ketidakseimbangan antara produksi, sirkulasi
dan absorbsinya
o Disebut gangguan hidrodinamik CSS
ETIOLOGI

•Kelainan bawaan
•Stenosis akuaduktus sylvius
•Spina bifida dan cranium bifida
•Sindrom dandy-walker
•Kista arachnoid
•Anomali pembuluh darah
•Infeksi
•Neoplasma
•Perdarahan
PATOFISIOLOGI
DIAGNOSIS
•Foto polos kepala lateral –disproporsi kraniofasial,
tulang menipis dan sutura melebar
•Pemeriksaan cairan serebrospinal – tanda
peradangan dan perdarahan baru atau
lama,tekanan ventrikel.
•Ct scan kepala - gambaran hidrosefalus, edema
serebral, atau lesi massa seperti kista koloid dari
ventrikel ketiga atau thalamic atau pontine tumor.
Wajib pada proses neurologis akut
•MRI - gambaran dilatasi ventrikel atau adanya lesi
massa
PENATALAKSANAAN

•Tiga prinsip utama


•Mengurangi produksi css
•Hubungan antara tempat produksi CSS dengan
tempat absorbs
•Pengeluaran liquor (CSS) kedalam organ
ekstrakranial
• Terapi konservatif medikamentosa
o Bersifat sementara
o Mengurangi sekresi cairan dan pleksus choroid -
asetazolamit 100 mg/kgbb/hari; furosemid 1,2
mg/kgbb/hari
o Upaya meningkatkan resorpsinya - isorbid
•Ventriculoperitoneal shunting (VP shunt)
PROGNOSIS

•Bonam
•Bergantung pada
•Gangguan terkait
•Ketepatan waktu diagnosis
•Keberhasilan pengobatan
•NPH - memburuk dari waktu ke waktu jika tidak
diobati
•Diagnosis dini dan pengobatan meningkatkan
kesempatan pemulihan yang baik
OSTEOGENESIS IMPERFECTA
DEFINISI : suatu gangguan dari fragilitas tulang kongenital oleh
suatu mutasi genetik pada kode prolagen tipe1; kelainan
kongenital umum pada pembentukan jaringan kolagen yang
berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh serta umumnya
diturunkan secara autosomal dominan.

EPIDEMIOLOGI
1. Prevalensi kejadian dari osteogenesis imperfekta adalah
1:20.000 kelahiran hidup.
2. Tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras
tertentu
Etiologi Patogenesis
Osteogenesis Osteogenesis
Imperfecta Imperfecta
Semua kolagen memiliki struktur heliks rangkap
 Osteogenesis imperfecta secara umum tiga. Kolagen tipe I yang matur mengandung lebih
terjadi karena mutasi gen COL1α1 dari 1000 asam amino di mana setiap subunit
(collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen polipeptida atau rantai alfa terpuntir menjadi
1 alpha 2) yang mengkode sintesis bentuk heliks dominan kiri yang membentuk
kolagen tipe I. Mutasi ini diturunkan putaran. Kemudian tiga dari rantai-rantai alfa ini
terpuntir menjadi superheliks dominan kanan
secara autosomal dominan.
dengan membentuk molekul mirip batang yang
 Sementara itu, sebagian kecil berdiameter 1,4 nm dan memiliki panjang sekitar
osteogenesis imperfecta diturunkan 300nm. Ciri kolagen yang khas yaitu terdapatnya
secara autosomal resesif akibat mutasi residu glisin pada setiap posisi ketiga bagian heliks
gen LEPRE1 (leucine proline-enrich rangkap tiga pada rantai alfa. Hal ini diperlukan
proteoglican 1) yang mengkode enzim karena glisin merupakan satu- satunya asam animo
yang memiliki gugus R berukuran cukup kecil untuk
pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase,
masuk ke dalam inti sentral superheliks rangkap
atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP tiga tersebut.
(cartilago associated protein).
Patogenesis Osteogenesis
Imperfecta
Struktur berulang ini,yaitu (Gyl-X-Y)n merupakan persyaratan mutlak bagi
pembentukan heliks rangkap tiga dengan perbandingan Gly : X : Y yaitu
33,5 :12 : 10. Meskipun X dan Y dapat berupa sembarang asam amino,
sekitar 100 dari posisi X merupakan prolin dan sekitar 100 dari posisi Y
merupakan hidroksiprolin. Prolin dan hidroksiprolin menyebabkan rigiditas
pada molekul kolagen, Hidroksiprolin terbentuk melalui hidroksilasi
pascatranslasi pada residu prolin terikat peptida yang dikatalis oleh enzim
prolil-3-hidroksilase. Enzim ini memiliki kofaktor berupa asam askorbat
(vitamin C) dan α-ketoglutarat. Lisin pada posisi Y juga dapat dimodifikasi
secara pascatranslasi menjadi hidroksilisin melalui kerja enzim lisil-3-
hidroksilase dengan kofaktor yang serupa.

Lebih dari 90% penderita osteogenesis imperfecta memiliki sejumlah


mutasi dominan dalam gen COL1α1 pada lengan panjang kromosom 17
posisi 21.3-22.1 dan COL1α2 pada lengan panjang kromosom 7 posisi 22.
Gen COL1α1 dan COL1α2 masing-masing mengkode proα1(I) dan proα2(I).
Mutasi yang paling banyak terjadi yaitu penghapusan gen parsial serta
duplikasinya.
Mutasi lain yang terjadi mempengaruhi penyambungan RNA.
Umumnya mutasi akan mengakibatkan penurunan ekspresi
kolagen atau rantai proα yang strukturnya abnormal,
membentuk fibril abnormal, sehingga melemahkan keseluruhan
struktur tulang. Jika terdapat satu rantai yang abnormal, rantai
ini dapat berinteraksi dengan dua rantai yang normal, tetapi
pelipatan dapat dicegah, sehingga mengakibatkan penguraian
enzimatik seluruh rantai yang disebut procollagen suicide yang
bermanifestasi sebagai osteogenesis imperfecta nonletal. Jika
kedua rantai yang abnormal, kelainan akan muncul secara
genotif dan fenotif. Sementara itu, jika ketiga rantai yang
abnormal, akan bermanifestasi sebagai osteogenesis imperfecta
letal.

Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta


diturunkan secara autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (
leucine proline-enrich proteoglican 1) yang mengkode enzim
pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau protein
terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated
protein).
Manifestasi Klinis Osteogenesis
Imperfecta
2. Osteogenesis Imperfecta Tipe II
David Sillence pada tahun 1979 membagi osteogenesis Tipe ini merupakan tipe dengan tikat
imperfecta menjadi empat tipe berdasarkan cara
pewarisan gen, manifestasi klinis, dan kesan radiografi. keparahan tertinggi sehingga disebut
Beberapa tipe tambahan ditemukan berdasarkan dengan tipe letal perinatal. Bayi sering
perbedaan histologi. Pembagian osteogenesis imperfecta mengalami kematian selama persalinan
adalah sebagai berikut:
akibat perdarahan intakranial yang
disebabkan trauma multipel.
1.Osteogenesis Imperfecta Tipe I
Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling
Bayi lahir dengan panjang dan berat badan
ringan dan paling tinggi insidennya. Identifikasi seringkali lahir sangat kecil untuk masa kehamilan.
pada waktu yang lebih lambat. Pada tipe ini ditemukan Terdapat kerapuhan hebat tulang dan
fraktur ringan, sedikit deformitas kaki, dan kompresi jaringan ikat lainnya. Ditemukan mikromelia
vertebra ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi panggul
bisa ditemukan. dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg
Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan position
berkurang setelah pubertas. Sklera biasanya biru. Terdapat multipel fraktur kosta dan ronggga
Kehilangan pendengaran dini terjadi pada 30-60% toraks yang sempit sehingga terjadi
penderita. Tipe I bersama tipe IV dibagi menjadi subtipe
A dan B, berdasarkan disertai (A) atau tidak (B) insufisiensi pernafasan. Kepala besar untuk
dentinogenesis imperfecta. Kelainan jaringan ikat lain ukuran tubuh dengan pelebaran fontanela
yang mungkin terjadi yaitu kulit tipis dan mudah memar, anterior dan posterior. Sklera berwarna biru
kelenturan sendi, dan perawakan pendek yang
atau kelabu gelap.
berhubungan dengan anggota keluarga lain.
Manifestasi Klinis Osteogenesis
Imperfecta
3.Osteogenesis Imperfecta Tipe III (Pembentukan 4.Osteogenesis Imperfecta Tipe IV (Cukup Berat)
Progresif) Pasien lahir dengan fraktur intrauterin dan tulang
Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari panjang bawah yang bengkok. Fraktur berkurang
bentuk nonletal dan menyebabkan disabilitas fisik setelah pubertas. Pasien memiliki perawakan
yang berarti.Fraktur biasanya juga terjadi intrauterin. cukup pendek. Sklera bisa biru atau putih.
Bentuk muka relatif makrosefalus dan berbentuk
segitiga. 5.Osteogenesis Imperfecta Tipe V (Hiperplasia
Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan Kallus), Tipe VI (Defek Mineralisasi), dan Tipe VII
sembuh dengan meninggalkan deformitas. Costa (Autosomal Resesif)
bagian basal sering rapuh dan bentuk dada
mengalami deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan Ketiga tipe ini didapatkan melalui biopsi tulang
kompresi vertebra. Kurva pertumbuhan di bawah dari tipe IV.
normal dari satu tahun pertama kehidupan. Pasien Ketiganya tidak mengalami kelainan pada kolagen
memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera tipe I. Tipe V ditandai dengan hiperplasia kalus,
berwarna putih sampai biru. kalsifikasi membran interosesus humeri, dan
radiodens garis metafisis. Tipe VII mengarahkan ke
kromosom 3p22-24 dan kelainan hipomorfik
CRTAP.
Pemeriksaan Penunjang
Osteogenesis Imperfecta
1.Pemeriksaan Foto Röntgen
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan gambaran densitas tulang yang menurun yang
mengarah ke osteopenia, fraktur yang baru, subklinis, atau sudah sembuh, bengkok
pada tulang kortikal, kompresi vertebra, dan tulang Wormian pada sutura tulang
kranial. Tulang Wormian adalah gambaran tulang-tulang kecil pada tulang kranial yang
pada bayi normal tidak ada, ditemukan pada 60% penderita osteogenesis imperfecta.

2.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada penderita autosomal dominan maupun
resesif, terdiri dari:
a.Pemeriksaan molekuler kolagen, melalui analisis DNA pada gen COL1α1 dan COL1α2
yang diperoleh dari sampel darah atau saliva.
b.Pemeriksaan biokimia kolegen, melalui analisis protein yang dikultur dari fibroblas
dari biopsi tusuk kulit. Pada osteogenesis imperfecta tipe I, jumlah kolagen tipe I yang
berkurang menyebabkan peningkatan rasio kolagen tipe III terhadap kolagen tipe I.
Mutasi pada rantai ketiga kolagen tidak dapat dideteksi melalui studi biokimia kolagen
karena tidak menyebabkan overmodifikasi rantai yang berarti.Pada masa intrauterin,
biopsi villi korion dapat digunakan untuk studi biokimia atau molekular studi,
sedangkan amniosintesis akan memberikan hasil positif palsu.
Pemeriksaan Penunjang Osteogenesis
Imperfecta
3.Pemeriksaan Densitas Massa Tulang
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Dual-energy
X-ray Absorptiometry (DXA)
. Pasien dengan osteogenesis imperfecta memiliki densitas
massa tulang yang lebih rendah dibandingkan normal.

4.Biopsi Tulang
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi seluruh tipe.
Prosedur pemeriksaan invasif, memerlukan anestesi umum
sebelum melalukan biopsi pada tulang iliaka, dan hanya
boleh dilakukan oleh dokter bedah.
Komplikasi Osteogenesis Imperfecta
6.Sistem Pendengaran: Penderita biasanya akan
Beberapa komplikasi pada osteogenesis imperfecta:
mengalami kehilangan pendengaran pada tiga
1.Kardiovaskuler
dekade pertama kehidupan.
Mutasi spesifik pada gen kolagen merupakan
predisposisi terjadinya aneurisma aorta.
7.Sistem Saraf : Komplikasi neurologi termasuk
2.Jaringan Ikat
invaginasi basiler, kompresi batang otak,dan
Penderita akan mudah mengalami luka memar karena
hidrosefalus. Kebanyakan anak dengan osteogenesis
kulit yang tipis.
imperfecta tipe III dan IV mengalami invaginasi
3.Mata dan Penglihatan
basiler, tetapi jarang kompresi batang otak.
Terjadi penipisan sklera yang berhubungan dengan
warna sklera. Ketebalan kornea juga menipis.
8.Fungsi Pernafasan: Kecacatan dan kematian akibat
4.Sistem Endokrin
osteogenesis imperfecta terutama akibat pneumonia
Keadaan hipermetabolik dapat ditemukan, terdiri dari
akut dan penyimpangan fungsi pulmonal yang
diaphoresis berlebihan, peningkatan konsumsi
oksigen, dan peningkatan hormon tiroksin. terjadi pada anak- anak dan cor pulmonal terlihat
5.Sistem Pencernaan pada dewasa.
Protusio asetabulum dan deformitas pelvis
menyebabkan konstipasi pada penderita. 9.Ginjal: Hiperkalsiuria ditemukan pada osteogenesis
imperfecta sedang sampai berat.

10.Gigi: Masalah yang paling sering timbul yaitu


dentinogenesis imperfecta dan maloklusi gigi.
Penatalaksanaan Osteogenesis
Imperfecta
1.Modifikasi Perilaku dan Gaya Hidup
Penderita diajarkan teknik berdiri, duduk, dan berbaring untuk memproteksi
vertebra. Keadaan lingkungan harus dikondisikan seaman mungkin seperti tidak
membiarkan lantai yang licin sehingga penderita akan mudah jatuh.

2.Manajemen Ortopedi
Untuk beberapa bentuk nonletal, rehabilitasi fisik aktif pada tahun- tahun awal
memungkinkan anak mencapai level fungsi muskuloskeletal yang lebih tinggi. Anak
dengan osteogenesis imperfecta tipe I dan beberapa tipe IV secara spontan dapat
berlatih berjalan. Anak dengan osteogenesis imperfecta tipe III dan tipe IV yang
parah memakai penyangga kaki plastik atau alat bantu jalan. Beberapa butuh kursi
bantu tapi beberapa dapat berjalan sendiri. Remaja dengan osteogenesis
imperfecta membutuhkan dukungan psikis dari keluarga.
Manajemen ortopedi osteogenesis imperfecta bertujuan untuk mengendalikan
fraktur dan mengkoreksi deformitas menuju fungsi normal. Fraktur harus segera
diimobilisasi dengan bidai. Fraktur osteogenesis imperfecta dapat sembuh dengan
baik. Mengkoreksi deformitas tulang panjang membutuhkan prosedur osteotomi.
Penatalaksanaan Osteogenesis
Imperfecta
3.Medikamentosa
Pengobatan dengan suplemen kalsium, fluor, atau kalsitonin tidak akan memperbaiki
osteogenesis imperfecta. Hormon pertumbuhan memperbaiki histologi tulang pada
anak yang responsif, biasanya tipe I dan IV. Pengobatan dengan bifosfonat (pamidronat
intravena atau olpadronat oral) memiliki beberapa keuntungan. Bifosfonat
menurunkan resorpsi oleh osteoklas. Bifosfonat lebih menguntungkan bagi untuk
vertebra (tulang trabekular) dibandingkan tulang kortikal. Pengobatan selama 1-2
tahun menghasilkan peningkatan L1-4 DEXA dan memperbaiki kompresi vertebra
dengan mencegah atau memperlambat skoliosis pada osteogenesis imperfecta. Risiko
fraktur pada tulang panjang menurun. Akan tetapi, matriks tulang panjang akan
melemah dengan pemanjangan waktu pengobatan dan nonunion pascaosteostomi
meningkat. Selain itu, tidak ada efek bifosfonat terhadap nilai mobilitas, kekuatan otot,
dan nyeri tulang. Efek samping pengobatan lainnya termasuk
remodelling tulang panjang abnormal, osteonekrosis rahang, dan kerusakan tulang
mirip osteopetrosis. Pembatasan pengobatan selama 2-3 tahun pada pertengahan
masa anak-anak memungkinkan maksimalisasi keuntungan dan mengurangi kerusakan
material tulang kortikal. Keuntungan muncul beberapa tahun setelah interval
pengobatan.
Prognosis Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfectamerupakan keadaan
kronik yang membatasi harapan hidup dan
tingkatan fungsional. Bayi dengan osteogenesis
imperfecta tipe II biasanya meninggal pada
hitungan bulan sampai satu tahun kehidupan.
Anak denganosteogenesis imperfecta tipe III
mengalami penurunan harapan hidup dengan
sebab pulmonal pada masa anak awal, remaja,
dan 40-an tahun. Osteogenesis imperfecta tipe I
dan IV memiliki harapan hidup penuh.
Meningokel
Definisi
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis
kelainan bawaan spina bifida. Meningokel
adalah penonjolan dari pembungkus medulla
spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai
benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis
ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis.
Epidemiologi
• 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-
macam penyebab yang berat menentukan
morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari
abnormalitas ini mempunyai makna klinis
yang kecil dan hanyadapat dideteksi pada
kehidupan lanjut yang ditemukan secara
kebetulan.
Etiologi
• Penyebab spesifik dari meningokel atau spina
bifida belum diketahui.
• Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan
diduga terlibat dalam terjadinya defek ini.
• faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah,
termasuk asam folat,
• mengonsumsi klomifen dan asam valfroat,
danhipertermia selama kehamilan. Diperkirakan
hampir 50% defek tuba neural dapatdicegah jika
wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin
prakonsepsitermasuk asam folat.
Patogenesis
• Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari
meninges dan sebuah kantong berisi cairan
serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit
biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla
spinalis tidak terkena.
• Ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari
pemisahan tubaneural yang sudah menutup
karena peningkatan abnormal tekanan
cairanserebrospinal selama trimester pertama.
Manifestasi Klinis
• Gejala ringan atau tanpa gejala, hingga mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda
spinalis atau akar saraf yang terkena.
• Gejala umum: kantung dipunggung tengah sampai
bawah pada bayi baru lahir. Kelumpuhan/kelemahan
pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi,
inkontinesia uri maupun inkontinensia tinja. Korda
spinalis yang tekena rentan terhadap infeksi
(meningitis).
• 1) Gangguan persarafan
• 2) Gangguan mental
• 3) Gangguan tingkat kesadaran
• Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan
pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa
anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan
yanglainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupunnakar saraf yang
terkena.Gejalanya dapat berupa :
• a) Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai
bawah pada bayi baru lahir.
• b) Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
• c) Kelumpuhan / kelemahan pada pinggul, tungkai atau
kaki.
• d) Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian
belakang)
Pemeriksaan Penunjang
• 1) Rontgen tulang belakang untuk
menentukan luas dan lokasi kelainan.
• 2) USG tulang belakang bisa menunjukkan
adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
• 3) CT scan atau MRI tulang belakang kadang
dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.
Tatalaksana
• Tujuan dari pengobatan awal meningokel adalah
mengurangi kerusakan saraf, meminimalkan komplikasi
(misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam
menghadapi kelainan ini.
• Pembedahan dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan
pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus
dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit
diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik
diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi
keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya
disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada
berbagai system tubuh.
• Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga
dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati dn
mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan lainnya
diberikan antibiotic. Untuk membantu memperlancar aliran
kemih bias dilakukan penekanan lembut diatas kandung
kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan
pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan
buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi
saluran pencernaan.
• Untuk mengatasi gejala muskulo skeletal (otot dan
kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah
tulang) maupun terapi fisik. Keleinan saraf lainnya diobati
sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang
terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk
memperbaiki hidrosefalus.
Komplikasi
1. Hedeosefalus
2. Meningitis
3. Hidrosiringomielia
4. Intraspinal tumor
5. Kiposkoliosis
6. Kelemahan permanen atau paralisis pada ekstermitas
bawah
7. Serebral palsy disfungsi batang otak
8. Infeksi pada sistem organ lain
9. Sindroma Arnold-Chiari
10.Gangguan pertumbuhan
ENSEFALOKEL
ENSEFALOKEL
• DEFINISI
Encephalocele adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan
meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul
secara kongenital atau didapat. Isi kantung ensefalokel dapat berupa
meninges (meningokel), meninges dan otak (meningoensefalokel), maupun
meninges, otak, dan ventrikel (meningoensefalosistokel).
KLASIFIKASI
Klasifikasi ensefalokel didasarkan pada lokasi defek dan patofisiologinya.
Ensefalokel dapat bersifat kongenital maupun dapatan yang muncul post
traumatic iatrogenik, post operasi, dan post radiasi. Secara garis besar
berdasar letak defek, ensefalokel dapat terbagi atas:
• ensefalokel frontal/sinsipital
• ensefalokel basal
• ensefalokel oksipital
ENSEFALOKEL ANTERIOR
Sincipital Basal
• Frontoethmoidal • Sphenopharyngeal
• Nasofrontal • Spheno-orbital
• Nasoethmoidal • Sphenomaxillary
• Naso-orbital • Sphenoethmoidal
• Interfrontal • Transethmoidal
ENSEFALOKEL POSTERIOR
– Occipital
• Supratorcular
• Infratorcular

– Parietal
• Interfrontal
• Interparietal
• Anterior fontanelle
• Posterior fontanelle
EMBRIOLOGY
Pada embryogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke-27 atau ke-28
kehamilan. Ujung anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat
berbeda. Neuropore anterior yang terletak sama tinggi dengan foramen
cecum menutup pada hari ke-24 . Teori mengenai terjadinya ensefalokel:
• Kegagalan penutupan tuba neuralis sebelum hari 25 kehamilan
• Terbukanya kembali tuba neuralis setelah penutupan pada minggu ke-8

kehamilan karena adanya defek permeabilitas pada dasar ventrikel

keempat.
• Defek primer pada jaringan penyusun mesensefalon yang menyebabkan

terjadinya herniasi encephalon sehingga terbentuk ensefalokel
oksipital.
EPIDEMIOLOGI
• Ensefalokel lebih sering muncul bersama malformasi kongenital non-
neural daripada bersama maflormasi kongenital neural atau spina bifida.
• Insidensi ensefalokel kurang lebih 0,08 dalam 1.000 total kelahiran di
Australia, 0,3-0,6 per 1.000 kelahiran di Inggris, dan 0,15 per 1000
kelahiran keseluruhan di dunia.
• Tipe ensefalokel yang dominan di Eropa dan Australia adalah
ensefalokel oksipital (75%), frontoethmoidal (13-15%), parietal (10-
12%), dan sphenoidal. Meskipun demikian, di Asia Tenggara
ensefalokel frontal merupakan tipe paling dominan.
ETIOLOGI
Etiologi pasti ensefalokel masih belum diketahui hingga saat ini. Faktor-
faktor yang mendukung terjadinya ensefalokel antara lain:
• Infeksi rubella pada ibu
• Diabetes maternal
• Sindrom genetic
• Hipervitaminosis
• Defisiensi asam folat
• Sosioekonomi ibu rendah
• Pernikahan sedarah (consanguineous marriage)
MANIFESTASI KLINIK
• Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan
cenderung membesar, terbungkus kulit normal, membranous ataupun
kulit yang mengalami maserasi. Konsistensi kistous dan kenyal atau
lebih solid bila terdapat herniasi otak. Kantung dapat mengempis dan
menegang, tergantung tekanan intrakranial karena berhubungan dengan
ruang intrakranial.
• Hidrosefalus
• Mikrosefalus
• Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak
menonjol di 
luar melainkan di dalam rongga hidung atau massa
epifaringeal sehingga seringkali tampak seperti polip nasal.
• Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan
penglihatan
DIAGNOSIS
• Terdapat benjolan yang muncul sejak lahir di daerah kepala, bisanya di
garis tengah (khas).
Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran yakni dengan
pemeriksaan USG antenatal. Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai
untuk menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:
• Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan
kepala janin.
• Tampak defek tulang tengkorak.
• Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus.
• Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida.
• Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit

ginjal kistik.


Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat membantu
diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut:

• Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus).


• Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus).
• Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus).
• Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus).
DIAGNOSIS BANDING
• Higroma kistik
• Teratoma
• Polip Nasal (dengan Ensefalokel Nasoethmoidal)
• Ensefalokel Oksipital Berukuran Besar
• Ensefalokel Nasofrontal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• USG
• CT-SCAN
• MRI
• Foto Polos Kepala

• Contoh: Foto Polos Lateral dengan serviko-oksipital


• Contoh: Gambaran CT-Scan Esenfalokel
Oksipital
PENATALAKSANAAN
Dengan pembedahan sedini mungkin (usia <4bulan)
(kecuali terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF)
• Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan mengeksplorasi isi
kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia
• Menutup kembali defek, jaringan otak displastik di dalam kantung telah
menjadi non-fungsional akibat strangulasi, iskemi, dan edema sehingga
dapat diangkat dengan aman daripada mendorongnya ke dalam rongga
cranium.
• Pada ensefalokel dengan ukuran dan herniasi sangat minimal, jaringan yang
mengalami herniasi dimasukkan kembali ke dalam rongga intracranial.
• Pembedahan ini dihadapkan pada tantangan untuk menutup defek anatomis
pada tulang tengkorak, hasil operasi sedekat mungkin dengan fungsi normal,
dan menghindari defek pada psikomotor .
Komplikasi
• Ensefalokel besar dapat berkomplikasi pada kebocoran CFS dan terjadi
infeksi
• Pada kasus yang jarang, baik ensefalokel maupun pembedahannya dapat
mengakibatkan kebutaan.
• Pembedahan yang dilakukan sebagai tatalaksana utama ensefalokel
dapat menimbulkan perdarahan intraserebral, infeksi kehilangan
kemampuan penghidu, epilepsy, disfungsi lobus frontal, edema serebri,
dan defisit kemampuan konsentrasi.
PROGNOSIS
• Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran
ensefalokel, banyaknya jaringan otak yang mengalami herniasi, derajat
ventrikulomegali, adanya mikrosefali dan hidrosefalus terkait, serta
munculnya kelainan kongenital lain. Ensefalokel berukuran besar
memiliki prognosis yang buruk
AKONDROPLASIA
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
• Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada
gen FGFR3 ( fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan
pendek kromosom 4p16. Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi
dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan
dan pemeliharaantulang, khususnya pembentukan tulang secara
osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik padagen FGFR3
bertanggung jawab pada hampir semua kasus Achondroplasia
• Sekitar 98% kasus,terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138
pada gen FGFR3. Perubahan basa nukleat glisinmenjadi arginin ini
terjadi pada posisi 380. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi
G ke C.Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja
sebagaimana mestinya, sehinggamempengaruhi perkembangan
dan pertumbuhan tulang
• Mutasi gen pada Achondroplasia bersifat autosomal
dominant inheritance namun sekitar85-95% kasus
merupakan mutasi genetik yang spontan. Apabila salah
satu orang tuanyamengalami penyakit ini maka anaknya
memiliki potensi terkena penyakit ini sebanyak 50
persen.Dan apabila kedua orang dua terjangkit penyakit
ini maka kemungkinan keturunannya mengalai penyakit
ini lebih besar lagi. Mutasi pada Achondroplasia
sangat erat kaitannya dengan kenaikanumur sang ayah,
penelitian menujukan bahwa mutasi gen pada
achondroplasia tertutamaditurunkan dari sang ayah dan
terjadi saat pembentukan sperma (spermatogenesis)
MANIFESTASI KLINIS
• Batang tubuh dan tungkai pendek . tungkai bengkok dan
segmen tungkai proksimal lebih pendek (rhizomelia).
• Cranium biasanya lebih besar daripada presentil ke 97 pada
lingkarannya dengan penonjolan frontal dan jembatan
hidung rata.
• Kepala besar dengan dahi menonjol, tulang pipi yang kurang
menonjol, dan hidung yang kecil
• Jari-jari bayi yang terkena achondroplasia pendek dan jari
tengah memiliki kelainan ataukecacatan.
• Bayi dengan achondroplasia akan mengalami hypotonia.
DIAGNOSIS
• Diagnosa achondroplasia dapat didasarkan pada ciri-ciri atau
karakteristik fisik yangkhas. Karakteristik tersebut dapat dilihat
oleh radiologi (X-ray), USG, dan teknik pencitraan lain.Dengan
pencitraan USG, diagnosis achondroplasia sudah dapat diduga
kuat sebelum kelahiran.
• Diagnosis molekul achondroplasia sebelum kelahiran mungkin
dilakukan jika ada kecurigaan diagnosis atau peningkatan risiko
(seperti orangtua memiliki riwayat achondroplasia). Dalam suatu
keluarga dengan kedua orang tua memiliki achondroplasia,
diagnosis prenatal mungkin sangat berguna. Tujuannya adalah
untuk membedakan achondroplasia homozigot yang fatal
(dengan dua salinan dari gen yang cacat) dengan achondroplasia
heterozigot (dengan satusalinan gen achondroplasia) dari
normal. Diagnosis sebelum kelahiran dilakukan dengan
memeriksa sel yang diperoleh dengan chorionic villus sampling
(CVS) atau amniocentesis.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi peptida BMN-111BMN-111 adalah analog dari
tipe C natriuretic peptide (CNP), sebuah peptidasiklik kecil
yang merupakan regulator positif dari pertumbuhan
tulang. Hal inidihasilkan dan memiliki reseptor di
lempeng pertumbuhan, dan bersama denganreseptor
faktor pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR3) mengatur
pertumbuhan tulangnormal. Selain bertubuh pendek, ada
komplikasi dalam achondroplasia yang terkaitdengan
kompresi tulang (misalnya penyempitan foramen
magnum, stenosis tulang belakang, penyempitan saluran
pernapasan atas) dari jaringan saraf atau jaringan lain.
2. Operasi
Intervensi bedah kadang-kadang diperlukan untuk memperbaiki kelainan
rangka tertentu. Beberapa operasi yang dapat dilakukan adalah
• Fusi tulang belakang
Operasi ini diindikasikan untuk pasien dengan signifikan kyphosis tulang
belakang.
• Laminektoi
Membedah operasi kanal spinal untuk mengurangi tekanan padasumsum
tulang belakang dan stenosis tulang belakang. Stenosis tulang belakangdan
penyempitan kanal spinal merupakan komplikasi paling serius
dariachondroplasia.
• Osteotomi tulang kaki dipotong dan diikat dalam posisi anatomi yang
benar.
Prosedur ini diindikasikan untuk pasien dengan deformitas yang parah pada
lututatau bengkok kaki.
Pencegahan
Satu-satunya bentuk pencegahan adalah melalui genetika
konseling, yang dapatmembantu orang tua mereka menilai
risiko memiliki anak dengan achondroplasia.
Pembelajarandan penelitian mengenai penyakit ini,
pencegahan dan penanggulangannya dirasakan
perlumendapat perhatian yang besar dan mendalam
sehingga kemunculan penyakit ini pada kelahiran bayi dapat
diminimalisir, dengan begitu angka kematian
dan jumlah individu pengidap penyakitini pun dapat
dikurangi.
POLIDAKTILI
POLIDAKTILI
• Polidaktili atau polidaktilisme (berasal dari
bahasa Yunani kuno (polus) yang artinya
banyak dan (daktulos) yang artinya jari
POLIDAKTILI
Jari tambahan paling sering didapatkan pada sisi ulnar
(polidaktili postaxial),lebih jarang pada sisi radial (polidaktili
preaxial), dan sangat jarang pada jari telunjuk, tengah, dan jari
manis (polidaktili sentral). Polidaktili campuran artinya
polidaktili ulnar dan radial yang terjadi bersamaan, sedangkan
crossed polydactyly melibatkan tangan dan juga kaki.

Ada 3 derajat polidaktili, yaitu:


- Tipe 1: jari tambahan melekat pada kulit dan nervus.
- Tipe 2: jari tambahan dengan bagian normalnya melekat
pada tulang atau sendi.
- Tipe 3: jari tambahan dengan bagian normalnya
berhubungan dengan os metakarpal tambahan pada tangan.
Definisi
• Polidaktili atau polidaktilisme (berasal dari
bahasa Yunani kuno (polus) yang artinya
banyak dan (daktulos) yang artinya jari, juga
dikenalsebagai hiperdaktilisme, yaitu anomali
kongenital pada manusia dengan jumlah
jaritangan atau kaki yang berlebihan.
• Kelainan ekstremitas kongenital bervariasi dari
kelainan yang hampir tak terlihat hingga tidak
adanya ekstremitas.
Epidemiologi

• Prevalensi polidaktili adalah 1/1000 kelahiran. P


• Polidaktili postaxial seringkali menjadi kelainan tersendiri yang biasa
didapatkan pada keturunan Afrika hitam danAfro-Amerika yang
dicurigai sebagi akibat transmisi autosom dominan.
• Polidaktili postaxial lebih sering 10 kali pada kulit hitam dan lebih
sering pada anak laki-laki.
• Sebaliknya, polidaktili postaxial pada kulit putih lebih sering sebagai
suatu bagian dari sindrom dan bersifat resesif autosomal. Data
gabungan oleh Finely dkk dari
• Jefferson, Alabama, United Srares, dan Upsala menunjukkan insiden
semua jenis polidaktili pada pria kulit putih yaitu 2,3/1000, wanita
kulit putih 0,6/1000, pria kulit hitam 13,7/1000 dan pada wanita
kulit hitam 11,1
Etiologi

 Asphyxiating thoracic dystrophy


 Carpenter syndrome
 Ellis-van Creveld syndrome (chondroectodermal
dysplasia)
 Familial polydactyly
 Laurence-Moon-Biedl syndrome
 Rubinstein-Taybi syndrome
 Smith-Lemli-Opitz syndrome
 Trisomi 13
 Trisomi 21
Patologi
• Duplikasi dapat bervariasi dari jari dengan
persendian yang terbentuk baik hingga jari yang
mengalami rudimenter.
• Polidaktili sentral biasanya berasal dari autosom
dominan, dimana jari tambahan seringkali menyatu
pada jari di sebelahnya. Temtamy dan McKusick
membagi polidaktili ulnar menjadi Tipe A, yang
berembang baik, dan Tipe B, yang mengalami
rudimenter dan tampak seperti kulit menggumpal
yang kecil yang menempel.
Patologi
Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa cara sebagai berikut :

1. Anamnesis
• Apakah ada anggota keluarga yang dilahirkan dengan jari tambahan?
• Apakah ada riwayat keluarga dengan kelainan yang berhubungan dengan
polidaktili
• Apakah ada gejala lain?

2. Pemeriksaan Fisis
• Terlihat adanya jari tambahan (inspeksi).

3. Pemeriksaan Penunjang
• Analisa kromosom
• Foto polos
Penatalaksanaan

• Pembedahan diindikasikan untuk memperbaiki


kosmetik dan bila ada keluhan kecocokan untuk
memakai sepatu (bila polidaktili terdapat pada
kaki). Biasanya operasi dilakukan saat usia pasien
lebih dari 1 tahun agar pengaruh pada
perkembangan dan gaya jalan minimal.
• Operasi sebaiknya ditunda hingga perkembangan
tulang (ossifikasi) selesai sehingga
memungkinkan penilaian anatomiyang akurat.
1. Polidaktili pada tangan
• Suatu on-top plasty (transposisi bagian distal sebuah jari terhadap bagian
proksimal dari jari lain) pada kasus ini menghasilkan keluaran yang bagus
dan ibu jari dengan alignment normal.
• Pada polidaktili tipe IV, jari ulnar dengan kaliber yang sama dan unit
tendon fungsional yang intak dipindahkan ke basis komponen radial,
tepatnya phalanx proksimal komponen ulnar.
• Permukaan artikular ulnar dengan kaput metacarpal dirapikan untuk
membentuk basis yang stabil, dan disesuaikan ukurannya degan phalanx
proksimal komponen radial. Prosedur ini menjaga integritas pembungkus
jaringan lunak yang penting pada sisi radial, khususnya ligamentum
kolateral, kapsul dan otot abduktor pollicis.

Tujuan terapi polidaktili adalah untuk mempertahankan jari yang paling


fungsional, tanpa mengingat apakah berupa bi- atau tri-phalangeal
2. Polidaktili pada kaki
Penanganan termasuk eksisi jari tambahan dan rekonstruksi
jaringan lunak disekitar jari yang tersisa untuk memperbaiki
kesejajaran bila terdapat deviasi.
• Jari paling medial pada polidaktili preaksial dan jari paling lateral
pada polidaktili postaksial adalah jari yang dipilih untuk direseksi agar
kaki bisa menyempit dengan tepi lateral atau medial yang lurus.
• Pada polidaktili postaksial, dilakukan insisi oval atau racquet-
shaped pada jari paling lateral melalui kulit dan fasia.
• Tendon dibelah ke distal sejauh mungkin.
• Kapsul sendi metatarsophalangeal (MTP) dibelah dan jari
dipisahkan dari artikulasinya.
• Penempatan Kirschner wire (K-wire) selama 4-6 minggu dapat
membantu mempertahankan posisi dan mencegah deformitas varus
atau dapat pula dibalut atau digips (cast).
• Gips (cast) atau orthosis bermanfaat pada postoperasi untuk
meminimalkan sisa kaki depan yang melebar.Dengan indikasi
kosmetik, dilakukan penutupan kulit plastik/sintetis yang cermat.
• Komplikasi postoperatif antara lain hallux varus residual dan
jaringan parut akibat operasi.
Prognosis

• Kebanyakan pasien memiliki hasil keluaran yang baik


hingga sempurna.
• Tindakan yang hati-hati menentukan keluaran yang
baik dalam hal kosmetik dan fungsional. Potensi
pertumbuhan dari jari yang direkonstruksi masih belum
diketahui.
• Pengukuran lebar kuku, lingkaran dan panjang jari,
menunjukkan potensi pertumbuhan jari yang tersisa
setelah eksisi jari yang hipoplasti. Namun, jari
hipoplastik ini telah mengganggu sehingga meskipun
pembedahan dilakukan sejak dini, pertumbuhan jari
normal tidak akan pernah tercapai.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai