Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena rahmat serta

anugerah-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Aspek

Medikolegal Tim Bantuan Medis” ini. Shalawat beriringan salam tak lupa selalu kita

haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan

petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling

benar yakni syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia

paling besar bagi seluruh alam semesta.

Adapun penulisan makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar anggota khusus pada Hippocrates Emergency Team

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Lewat penulisan makalah ini tentunya penulis

mengalami beberapa hambatan, tantangan serta kesulitan, namun karena binaan dan

dukungan dari semua pihak, akhirnya semua hambatan tersebut dapa teratasi.

Selanjutnya, keberhasilan dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari peran

serta dari berbagai pihak, baik itu bantuan, doa, bimbingan, maupun semangat yang

tidak pernah henti-hentinya diberikan kepada penulis selama proses penyelesaian

penulisan makalah ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesempatan untuk menyelesaikan

makalah ini dan tidak lupa pula kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

2. Ayahanda (Dodi Safarino), Ibunda (Switna Nelly), dan Adik(M. Rizki Rifano

dan Karina Amelia Putri) tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungannya

kepada penulis.

3. Kakanda dr. Pom Harry Satya, Sp.OG dan dr. Dhia Afra sebagai penguji yang

telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan

makalah ini.

4. Kakanda Rahmi Fadilla S,Ked dan Budi Junio Hermawan, S.Ked sebagai

pembimbing yang selalu memberikan masukan serta meluangkan waktunya

untuk membatu kelancaran penulisan makalah ini.

5. Ketua HET Luqmanul Hakim dan Ketua Pantia Pengondisian Khusus Raihan

Zata Amani Winata beserta seluruh panitia pengondisian Khusus angkatan

XXVIII yang telah mengangkatkan acara ini serta kesabaran dalam menghadapi

setiap masalah maupun kendala yang timbul selama acara berlangsung.

6. Rekan-rekan seperjuangan saat suka dan duka angkatan XXVIII tercinta

“2E8ORN” (Titania Yuliska, Frisya Martha, Dwi Putri Amelia, Muhammad

Amirul Ihsan Saputra, Muhammad Rayhan Firdaus, Muhammad Furqan,

Syihabuddin Hasan Kholili, Suci Rahmawati Annabawi, Allyscra Nafyla,

Rahmadhya Khairina Rianti, Laras Surakusuma, Zakiya Zulviyanda, Suhanda

2
Saputra) atas persahabatan, semangat, dukungan serta perjuangan yang akan

tetap saling menguatkan.

7. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Dengan sepenuh hati, semoga semua bantuan, bimbingan, saran, dan doa ataupun

semua amal kebaikan yang telah diberikan oleh segenap pihak kepada penulis mendapat

balasan pahala dan rahmat dari Allah SWT.

Terakhir, penulis pun sadar bahwa makalah ini masih penuh dengan kekurangan

dan keterbatasan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang

membangun yang dapat menjadikan makalah ini menjadi lebih baik. Penulis juga

berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kemajuan HET kedepan

khususnya maupun ilmu pengetahuan umumnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, November 2018

Farina Angelia

HET 17 – XXVIII – 411

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................................4

BAB 1.....................................................................................................................................6

PENDAHULUAN.............................................................................................................6

1.1 Latar Belakang.................................................................................................6


1.2 Batasan Masalah...............................................................................................7
1.3 Tujuan...............................................................................................................7
1.4 Manfaat Makalah..............................................................................................8
BAB 2.....................................................................................................................................9

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................9

Definisi...................................................................................................................9
Karakteristik Tim Bantuan Medis..........................................................................9
Hubungan Dokter Pasien Dalam Keadaan Gawat Darurat....................................9
Kaidah Tindakan Medis pada Kondisi Emergensi.................................................9
Strata Hukum dan Dasar Hukum...........................................................................9
Ruang Lingkup Kerja dan Pasal Terkait................................................................9
Konsekuensi Pelanggaran Hukum.........................................................................9
Pengaturan Staf Tim Bnatuan Medis.....................................................................9
Do and Don’t pada Kasus Kegawatdaruratan di Lapangan...................................9
BAB 3...................................................................................................................................10

PENUTUP........................................................................................................................10

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................10
3.2 Saran...............................................................................................................10
Daftar Pustaka......................................................................................................................11

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat frekuensi bencana yang tinggi. Hal

ini dibuktikan dengan banyaknya bencana besar yang terjadi di Indonesia, seperti

bencana Gempa dan Tsunami Aceh, Gempa Padang, Gempa dan Tsunami Pangandaran,

Gempa Bantul Yogyakarta dan Letusan Gunung Merapi Yogyakarta pada tahun 2010.

Bencana yang sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia menyebabkan banyak

masalah, salah satunya adalah masalah kesehatan. Hal ini mendorong tim kesehatan,

termasuk tim bantuan medis untuk memberikan pelayanan dan bantuan terhadap korban

akibat dampak bencana yang terjadi terutama pada fase akut. Pada proses

penanggulangan bencana, peran Tim Medis sangat penting.

Berdasarkan pengamatan selama kejadian bencana mulai dari Tsunami Aceh

tahun 2004 sampai Letusan Gunung Merapi tahun 2012, ada dua hal yang cukup

menonjol. Pertama adalah perkembangan kuantitatif maupun kualitatif dari Tim Bantuan

Medis Indonesia serta banyaknya Tim Medis Asing yang terlibat. Kedua adalah

kurangnya Sistim yang mengatur dan mengkoordinir (Controll and Coordination)

aktifitas Tim Medis tersebut. Ketiadaan sistim tersebut dapat dilihat dari tidak adanya

pedoman yang mengatur standar kompetensi dari Tim Bantuan Medis, maupun evaluasi

kinerjanya.

5
Selama ini, belum ada regulasi untuk pengaturan tim medis yang datang ke

daerah bencana baik untuk tim medis lokal maupun tim medis asing. Hal ini sangat

berbeda di negara yang sudah maju dalam Manajemen Penanganan Bencana, karena ada

sistim yang jelas, yang berfungsi sebagai pedoman dalam mengatur bekerjanya Tim

Bantuan Medis agar efektif dan efisien. Masalah manajemen dan profesionalisme dari

Tim Medis ini memang sangat vital karena akan menentukan hasil akhir, sehingga hal

ini diangkat menjadi salah satu topik Pre-Conference pada 11 th Asia-Pasific Conference

Emergency and Disaster Medicine yang diadakan di Denpasar Bali, akhir bulan

September 2012.

Kecepatan, keakuratan, dan penanganan medis secara efektif dan efisien menjadi

dasar kerja bagi Klaster Kesehatan, yang terbagi menjadi 8 subklaster. Pelayanan

kesehatan mempunyai peran yang sangat krusial pada penanganan bencana, sehingga

bila terjadi bencana maka subklaster pelayanan kesehatan dibutuhkan di fase awal.

Dalam pelaksanaannya, disinilah peran dari tenaga kesehatan yang tergabung dalam

“Tim Bantuan Medis/ Tim Emergensi Medis” diperlukan.

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan makalah ini dibatasi pada

hukum-hukum yang mengatur tentang kegawatdaruratan medis.

1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Mengetahui dan memahami Aspek Medikolegal Tim Bantuan Medis

6
1.3.2 Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi Tim Bantuan Medis

2. Mengetahui dan memahami karakteristik Tim Bantuan Medis

3. Mengetahui dan memahami hubungan dokter pasien dalam keadaan gawat

darurat.

4. Mengetahui dan memahami kaidah tindakan medis pada kondisi emergensi.

5. Mengetahui dan memahami strata hokum dan dasar hokum untuk tim bantuan

medis.

6. Mengetahui dan memahami ruang lingkup kerja dan pasal terkait tim bantuan

medis.

7. Mengetahui dan memahami konsekuensi pelanggaran hokum tim banuan medis.

8. Mengetahui dan memahami pengaturan staf tim bantuan medis.

9. Mengetahui dan memahami yang dianjurkan dan larangan pada kasus

kegawatdaruratan di lapangan.

1.4 Manfaat Makalah

1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang aspek medikolegal dari

tim bantuan medis.

2. Memberikan kontribusi untuk HET dalam menambah pengetahuan anggota

tentang asek medikolegal tm bantuan medis.

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tim Bantuan Medis Mahasiswa adalah suatu organisasi mahasiswa berbentuk unit

aktivitas mahasiswa di Fakultas Kedokteran yang ada di Indonesia, yang mana

organisasi ini bergerak di bidang kegawat daruratan medis serta kegiatan kemanusian.

Tujuan organisasi ini didirikan adalah menghimpun seluruh potensi dan kekuatan dalam

hal penanganan bencana, pengabdian masyarakat, minat dan bakat di bidang gawat

darurat dan pecinta alam. Tim Bantuan Medis sebagai organisasi yang berperan sebagai

mobilisator dan alokator tim sebagai sumber potensi Sumber Daya Manusia dalam

pengabdiannya pada masyarakat, baik berupa bantuan kesehatan dan bantuan sosial serta

dalam penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana adalah proses dinamis

terencana, terorganisir dan berlanjut untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang

berhubungan dengan pengamatan dan analisa bahaya serta pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, restorasi, rehabilitasi, dan

rekonstruksi dalam konteks pembangunan. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh tim

bantuan medis yaitu sebelum bencana dapat membuat peta rawan bencana, melakukan

pendidikan dan pelatihan penanganan bencana, menyusun prosedur tetap

penanggulangan bencana sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah, serta menyusun

anggaran penangan bencana. Pada saat bencana PTBMMKI dapat mengadakan rapat

koordinasi dan konsultasi, mengirimkan Tim Reaksi Cepat (TRC) dan memberikan

8
bantuan di bidang medis dan sosial, berupa pertolongan medis, obat-obatan dan

penyuluhan memotivasi kepada masyarakat yang terkena bencana.

2.2 Karakteristik Tim Bantuan Medis

2.3 Hubungan Dokter Pasien Dalam Keadaan Gawat Darurat

Hubungan dokter-pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan hubungan

yang spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat) maka hubungan

dokter – pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pasien dengan

bebas dapat menentukan dokter yang akan dimintai bantuannya (didapati azas

voluntarisme). Demikian pula dalam kunjungan berikutnya, kewajiban yang timbul pada

dokter berdasarkan pada hubungan yang telah terjadi sebelumnya (pre-existing

relationship). Dalam keadaan darurat hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme

dari keduabelah pihak juga tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang

khusus berlaku dalam pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas

voluntarisme.

Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka ia

harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan

pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi. Dalam hal pertolongan

tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolong dapat digugat karena dianggap

mencampuri/ menghalangi kesempatan korban untuk memperoleh pertolongan lain (loss

of chance).

Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat Di USA dikenal penerapan

doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh

9
negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk

melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam

keadaan gawat darurat.3,5 Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter

atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin

Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah: 3,5

1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan

atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun.

Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut

tidak berlaku.

2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang

dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan

trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal

pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena

diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka

pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab

kerugiannya/cacat (proximate cause).5 Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam

situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat

peristiwa tersebut terjadi.2 Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu

dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan

kondisi yang sama pula.

10
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed

consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang

Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang

Persetujuan Tindakan Medis.6,7 Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera

dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,

tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan

No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis,

maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.8

2.4 Kaidah Tindakan Medis pada Kondisi Emergensi

2.5 Strata Hukum dan Dasar Hukum

Dalam dunia kedokteran terdapat Hukum dan Kegawatdaruratan Medis. Menurut UU RI

No.44 tahun 2009 Tentang rumah sakit. Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien

yang membutuhkan tindakan medis segera, guna penyelamatan nyawa & pencegahan

kecacatan lebih lanjut. Dalam hukum dan kegawatdaruratan medis yang ditinjau dari :

1. Sifat kegawatdaruratan medis

2. Klasifikasi penolong

3. Dan tujuan pertolongan

Selain itu juga terdapat beberapa hukum dasar yang di antaranya adalah :

• Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (pasal 32 Ayat 1 dan 2)

“(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun

swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan

pencegahan kecacatan terlebih dahulu”

11
“(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun

swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka “

• Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit (pasal 29) :

“Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat

kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya”

• Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (pasal 51):

“Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban

melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada

orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya”

• PerMenkes No.290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik (pasal 4 ayat 1)

“Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah

kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”

2.6 Ruang Lingkup Kerja dan Pasal Terkait

2.7 Konsekuensi Pelanggaran Hukum

2.8 Pengaturan Staf Tim Bnatuan Medis

2.9 Do and Don’t pada Kasus Kegawatdaruratan di Lapangan

12
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tindakan dalam kegawatdaruratan medik di perbolehkan tanpa melakukan


persetujuan atau informed consent terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran dan diperjelas oleh KUH Perdata pasal 1354.
3.2 Saran

13
Daftar Pustaka
Konsil Kedokteran Indonesia. Manual

persetujuan tindakan kedokteran. Jakarta:

Konsil Kedokteran Indonesia; 2006. 36 p.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

290/MENKES/PER/III/2008 tentang

Persetujuan Tindakan Kedokteran.

White MK, Keller V, Horrigan LA. Beyond

informed consent : The shared decision

making process. JCOM. 2003;10(6):323–

8Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik

Kedokteran Indonesia. Jakarta: IDI;. 2004.

p. 34-7

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran.

14

Anda mungkin juga menyukai