Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PALLIATIVE CARE PADA GAWAT DARURAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar Blok 3.5
Emergency Nursing

Disusun oleh:
Kelompok 4

Arif Sumatra 4002150078 Reni Santika 4002180137


Diah Ayu Lestari 4002180156 Reski Septiani 4002180026
Dwi Maryani 4002180060 Riska Divta Safira 4002180014
Fadil 4002180048 Wardah Handayani 4002180022
Melania Nurul 4002180073 Yulyani Asri Aryani 4002180006

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN A


STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
JUNI,2021

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpah nikmat sehatnya baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul "Palliative care pada gawat darurat” sebagai tugas mata
ajar Emergency Nursing.

Selama Proses penyusunan makalah dari kegiatan FGD, kami juga mendapatkan
bantuan dari bimbingan dari ibu Putri Putpitasari M.Kep selaku koordinator blok mata kuliah
ini.
Akhirul kalam, kami penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan
saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin. Terima
kasih.
Wassalamu’alaikum wr wb

Bandung, 7 Juni 2021

Kelompok 4

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
1.1 Latar belakang...................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................5

1.3 Tujuan................................................................................................................................5

BAB II.............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................6
2.1 Instalasi Gawat Darurat.....................................................................................................6

2.2 Pengertian Palliative Care..................................................................................................7

2.3 Tujuan Palliative Care.......................................................................................................8

2.4 Karakteristik Palliative Care..............................................................................................9

2.5 Klasifikasi Palliative Care...............................................................................................10

2.6 Aspek Midokelegal Dalam Perawatan Paliatif Di Ruang Kritis.....................................13

2.7 Konsep Dasar Spiritualitas..............................................................................................13

BAB III..........................................................................................................................................16
3.1 Ilustrasi kasus…………………………………………………….
…………………..16

3.2 Pembahsan …………………………………………………………………………..16

BAB IV..........................................................................................................................................18
PENUTUP.....................................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................18
4.2 Saran...........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................19

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perawatan paliatif merupakan pelayanan kesehatan berkelanjutan yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi keluhan pasien,
memberikan dukungan spiritual dan psikososial yang diberikan mulai ditegakkannya
diagnosa hingga akhir hayat. Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan
kenyamanan pasien dalam mengontrol intensitas penyakit atau memperlambat
kemajuannya, apakah ada atau tidak ada harapan untuk sembuh. Perawatan paliatif
merupakan bagian penting dalam perawatan pasien terminal yang dapat dilakukan
sederhana, prioritas perawatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan
bukan kesembuhan dari penyakit pasien (Doyle, 2003).
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit kronis dan terminal baik pada
dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru
obstruktif kronis ,stroke, Parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika dan
penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping
kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative (Kepmenkes, 2007).
Berdasarkan data WHO (2019) ada 40 milyar orang didunia membutuhkan perawatan
paliatif, diantaranya adalah mereka yang menderita penyakit kronis seperti penyakit
kardiovaskular (38.5%), kanker (34%), penyakit paru kronis (10.3%), AIDS (5.7%) ,
diabetes (4.6%), gagal ginjal, penyakit hati kronis, multiple sclerosis, Parkinson dan
penyakit neurologis, reumatoid radang sendi, demensia, kelainan bawaan, dan TBC
yang resistan terhadap obat. Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus
tertinggi yaitu Benua Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara 22%
(WHO,2014).
Benua Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan
Asia Tenggara. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam benua
Asia Tenggara dengan kata lain bahwa Indonesia termasuk dalam Negara yang
membutuhkan perawatan paliatif. Menurut Kemenkes (2019), lebih dari 1 juta orang
di indonesia membutuhkan perawatan paliatif. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar
(2018), prevalensi stroke di indonesia adalah 10,9% per 1000 penduduk , penyakit
ginjal kronik 3,8 % per 1000 penduduk, diabetes melitus 8,5% per 1000 penduduk,
dan kanker 1,79% per 1000 penduduk. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit

5
kronis dan terminal tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri,
penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan
psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/
pengobatan gejala fisik,, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan perawatan paliatif
(Kepmenkes, 2007).
Pemberian pelayanan perawatan paliatif dilakukan oleh tim paliatif yang
terdiri dari dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, konselor spiritual (rohaniawan),
relawan, apoteker, ahli gizi dan profesi lain yang terkait dan fokus pendekatannya
adalah kepada pasien dan keluarga. Perawat merupakan tim paling penting dalam tim
perawatan paliatif karena perawat menghabiskan waktu yang lama dibanding tim
perawatan paliatif lainnya (Qadire, 2013). Peranan tim paliatif diantaranya yaitu
memberikan dukungan pada pasien dan keluarga, menyediakan dan meningkatkan
manajemen gejala fisik dan emosional,melakukan kolaborasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien serta memberikan informasi mengenai prognosis penyakit pasien
(Rasjidi,2010).

2.1 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Instalasi Gawat Darurat ?


2. Apa Pengertian Palliative Care ?
3. Apa saja Tujuan Palliative Care ?
4. Bagaimana Karakteristik Palliative Care ?
5. Apa saja Klasifikasi Palliative Care ?
6. Apa saja Aspek Midokelegal Dalam Perawatan Paliatif Di Ruang Kritis
7. Bagaimana Konsep Dasar Spiritualitas ?

3.1 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah di susunnya makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan
menerapkan bagaimana pelayanan keperawatan paliatif
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui mengenai :
1. Instalasi Gawat Darurat
2. Pengertian Palliative Care

6
3. Tujuan Palliative Care
4. Karakteristik Palliative Care
5. Klasifikasi Palliative Care
6. Aspek Midokelegal Dalam Perawatan Paliatif Di Ruang Kritis
7. Konsep Dasar Spiritualitas

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Instalasi Gawat Darurat

Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera untuk
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).
Pelayanan kegawat daruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat
darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan
(Permenkes RI No. 47 tahun 2018).

Pengertian Palliative Care

Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk


perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan
gejala penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya
perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya
adalah untuk mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang
menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks. Definisi Palliative Care telah mengalami
beberapa evolusi. Menurut WHO pada 1990 Palliative Care adalah perawatan total dan aktif
dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap pengobatan kuratif.
Berdasarkan definisi ini maka jelas Palliative Care hanya diberikan kepada penderita yang
penyakitnya sudah tidak respossif terhadap pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak
dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi Palliative Care menurut
WHO 15 tahun kemudian sudah sangat berbeda.

Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan
paliatif adalah system perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup,
dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan
psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap
keluarga yang kehilangan/berduka.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya
penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu,
namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang
terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi
terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi

8
segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care atau
perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis,
petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan
paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
e. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
f. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien
meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual,
serta tidak
stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

Tujuan Palliative Care


Tujuan dari perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi penderitaan serta
memberikan bantuan untuk memperoleh kualitas kehidupan terbaik bagi pasien dan keluarga
mereka tanpa memperhatikan stadium penyakit atau kebutuhan terapi lainnya, dengan
demikian perawatan paliatif dapat diberikan secara bersamaan dengan perawatan yang
memperpanjang/mempertahankan kehidupan atau sebagai fokus keperawatan (Campbell,
2009). Penilaian klinis pada pasien yang berbaring, terfokus untuk menentukan kebutuhan
baik fisik, sosial, ataupun spiritual dan merencanakan kebutuhan klien dengan keluarga untuk
mengatasi masalah yang teridentifikasi. Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, yang secara rinci tujuan utamanya adalah (Nendra et al.,
2011) :
a. Meningkatkan kapasitas keluarga untuk memberikan perawatan paliatif.
b. Mendukung peningkatan akses ke perawatan paliatif dalam perawatan, dukungan, dan
layanan pengobatan yang ada.
c. Menganjurkan untuk perawatan paliatif yang berkelanjutan dan holistik.

9
d. Meningkatkan akses terhadap obat-obatan dan komoditas penting dalam pearawatan
paliatif.
e. Meningkatkan kualitas pelayanan perawatan paliatif
Sedangkan menurut Hudson & Bruce Aspek (2003) spiritual merupakan tujuan dari
pelayanan perawatan paliatif yang bertujuan untuk membuat seseorang menjadi lebih tenang,
berfikir positif senantiasa mengkreasikan hidup sejahtera. Beberapa tahun terakhir, telah
terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan
dan dukungan dalam penyakit fisik yang serius professional kesehatan memberikan
perawatan medis dalam memenuhi kebutuhan spiritual dan keagamaan (Woodruff, 2004).
Menurut Hudson dan Bruce (2003) spiritual dijadikan sebuah komponen penting dalam
melaksanakan perawatan paliatif.
Spiritual menjadi hal yang paling penting bagi sebagian orang bahkan lebih dari
interaksi sosial. Pada bagian ini perawat dan ahli spiritual yang mempunyai minat dalam
keperawatan, dua profesi yang berbeda yang saling berkolaborasi sehingga menghasilkan
sifat perawatan yang berfokus pada akhir kehidupan seseorang (Hudson dan Bruce, 2003).
Persoalan spiritual menjadi jelas melalui suatu situasi tertentu tergantung dari pengalaman
masa lalu dan kepercayaan masing-masing (Hudson dan Bruce, 2003), menurut potter &
perry (2005) banyak orang yang mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki
hubungan yang langgeng, penerimaan tentang diri yang didasarkan hubungan yang langgeng
dengan yang maha agung. Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menentang proses
perkembangan spiritual. Suatu pengkajian spiritual dimaksudkan untuk menilai apa yang
menjadi kebutuhan pasien, dan kesadaran terhadap spiritual sering meningkat pada saat
pasien belajar mengenai penyakit terminal. Salah satu alat untuk mengkaji spiritual memakai
singkatan FICA (Faith (keyakinan)
Important (makna atau pengaruh) Community (komunikasi) Address (aplikasi)) (Puchalski,
1999 dalam Campbell, 2009

Karakteristik Palliative Care


Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya
mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial,
psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani
sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home
care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien,
terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk

10
memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan
keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah
menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya
memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah
layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater,
bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dan lain-lain. Beberapa
karakteristik perawat paliatif diruangan kritis adalah:
1) Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2) Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3) Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4) Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5) Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6) Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian
7) Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya,
termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8) Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi
perjalanan penyakit.
9) Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih
memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat

Klasifikasi Palliative Care


Palliative care / perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi beberapa
macam diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan. Terapi religious sangat
penting dalam memberikan palliative care. Kurangnya pemenuhan kehidupan beragama,
menimbulkan masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-masing agama
sangat membantu dalam mengembangkan palliative care. Terkadang palliative care
spiritual sering disamakan dengan terapi paliatif religious. Palliative care spiritual bisa
ditujukan kepada pasien yang banyak meyakini akan adanya Tuhan tanpa mengalami
ritual suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius dimana selain meyakini ritual
agama memiliki tata cara beribadah dalam suatu agama. Dalam agama islam perawatan
paliatif yang bisa diterapkan adalah :

11
a) Doa dan dzikir
b) Optimisme
c) Sedekah
d) Shalat Tahajud
e) Puasa.
Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan kebutuhan
spiritual kepada pasien, yaitu : Ketidakmampuan perawat untuk berkomunikasi
1.1 Komunikasi yang tidak efektif dapat mengakibatkan pasien tidak mampu
mengungkapkan kebutuhan spiritualnya.
1.2 Ambigu Ambigu terjadi ketika adanya perbedaan keyakinan antara perawat dengan
pasien. Perawat akan merasa kebingungan, takut salah, dan menganggap spiritual
terlalu sensitive dan merupakan hak pribadi pasien.
1.3 Kurangnya pengetahuan tentang spiritual care Pengetahuan perawat tentang spiritual
care juga mempengaruhi perawat dalam memberikan kebutuhan spiritual pasien.
Jika perawat percaya bahwa pemberian spiritual care adalah ibadah maka persepsi
ini akan secara langsung akan memberikan kebutuhan spirual kepada pasien.
Spiritual perawat itu sendiri mempengaruhi bagaimana mereka berperilaku,
bagaimana menangani pasien, dan bagaimana berkomunikasi dengan pasien pada
saat perawat memberikan spiritual care.
1.4 Hal yang bersifat pribadi Perawat berpendapat bahwa spiritual merupakan hal yang
bersifat pribadi, sehingga sulit untuk ditangani perawat.
1.5 Takut melakukan kesalahan Adanya perasaan takut jika apa yang dilakukan adalah
hal yang salah, dalam situasi yang sulit hal ini dapat mengakibatkan penolakan dari
pasien.
1.6 Organisasi dan manajemen Jika profesi perawat memberikan perawatan spiritual
yang efektif maka manajemen harus bertanggungjawab dan mendukung pemberian
spiritual care.
1.7 Hambatan ekonomi berupa kekurangan perawat, kurangnya waktu, masalah
pendidikan Perawat mengungkapkan bahwa mereka kurung percaya diri dalam
memberikan spiritual care karena kurangnya wawasan dan pengetahuan.
1.8 Gender Perawat wanita lebih berempati terhadap perasaan orang lain, penyayang,
cepat merasa iba, dan menghibur orang lain.

12
1.9 Pengalaman kerja Perawat yang berpengalaman lebih dari 3 tahun memiliki
kepercayaan yang tinggi tentang spiritual care daripada perawat yang memiliki
pengalaman kurang dari 3 tahun.
b. Terapi Paliatif Radiasi
Terapi paliatif radiasi merupakan salah satu metode pengobatan dengan menggunakan
radiasi/sinar untuk mematikan sel kanker yang akan membantu pencegahan terhadap
terjadinya kekambuhan. Terapi radiasi dapat diberikan melalui dua cara. Pertama dengan
menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua dengan brakiterapi. Radiasi eksterna
adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi berada di luar tubuh pasien. Radiasi ini
menggunakan suatu mesin yang mengeluarkan radiasi yang ditujukan kea rah sel kanker.
Brakiterapi adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh
pasien dekat dengan sel kanker tersebut. Peran radioterapi pada palliative care terutama
adalah untuk mengatasi nyeri, yaitu nyeri yang disebabkan oleh infiltrasi tumor local.
c. Terapi Paliatif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk memperkecil masa
tumor dan kanker dan untuk mengurangi nyeri, terutama pada tumor yang kemosensitif.
Beberapa jenis kanker yang sensitive terhadap kemoterapi dan mampu menghilangkan
nyeri pada lymphoma. Myeloma, leukemia, dan kanker tentis.Pertimbangan
pemakaian kemoterapi paliatif harus benar-benar dipertimbangkan dengan menilai
dan mengkaji efek positif yang diperoleh dari berbagai aspek untuk kepentingan pasien.
d. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan
menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh akibat desakan massa tumor/metastasis.
Pada umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah ortopedi/bedah untuk
mengatasi obstruksi visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan pada stadium
paliatif adalah fiksasi interna pada fraktur patologis/fraktur limpeding/tulang panjang.
e. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke, demikian hasil
riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang rajin mendengarkan music setiap
hari, menurut hasil riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan
memiliki mood yang lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik. Musik
memang telah lama digunakan sebagai salah satu terapi kesehatan, penelitian di
Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset pertama yang membuktikan
efeknya pada manusia. Temuan ini adalah bukti pertama bahwa mendengarkan music

13
pada tahap awal pasca stroke dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif dan
mencegah munculnya perasaan negative.
f. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra fisik, harga diri
dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah / dikurangi
dengan melakukan penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat
dilaksanakan secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.
g. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat
sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa
bermanfaat dalam menerapi banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress,
fobia (ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu), gangguan
kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.

Aspek Midokelegal Dalam Perawatan Paliatif Di Ruang Kritis


1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh
pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki
atau memulai perawatan paliatif.
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang
informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya.
Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau
dalam informed consentmenjelang ia kehilangan kompetensinya.
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi,
kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam
keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan
tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan
untuk pengesahannya.
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi
sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap
terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau
memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.

14
Konsep Dasar Spiritualitas
A. Definisi
Menurut Florance Nightingale, spiritualitas adalah suatu dorongan yang menyediakan
energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan lingkungan rumah sakit yang sehat dan
melayani kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik
(Delgado, 2005; Kelly, 2004). Spiritualitas merupakan faktor penting yang membantu
individu mencapai keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara kesehatan dan
kesejahteraan, serta beradaptasi dengan penyakit (Potter & Perry, 2010). Spiritual
menurut Hidayat (2006) adalah suatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu
kebutuhan atau kecintaan terhadap Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan
yang telah dilakukan. Spiritual adalah keyakinan dalam hubunganya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta. Sebagai contohnya adalah seseorang yang percaya kepada
Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa (Hamid, 2008).
B. Komponen
Menurut Iranmensh et al (2011) kompenen spiritual adalah sebagai berikut:
a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan harapan
Perawatan spiritual adalah memungkinkan untuk menemukan makna dalam
perisitiwa baik dan buruk kehidupan. Perawatan spiritual juga sebagai sumber
pasien untuk menyadari makna dan harapan serta mengetahui apa yang benar-
benar penting untuk pasien. Memberikan harapan kepada pasien adalah salah satu
bagian yang paling penting dari perawatan, terutama ketika mereka menghadapi
pasien yang sedang sakit parah Iranmanesh et al (2009).
b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan
Murata (2003) menegaskan bahwa untuk mengurangi rasa sakit spiritual
seseorang, sebagai dalam sebuah hubungan, kita harus memperhatikan orang-
orang yang menghubungkan pasien kepada orang lain setelah kematian diantara
berbagai orang dan persitiwa yang disebutkan. Perawatan spiritual adalah tentang
melakukan, bukan menjadi, dan menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari
klien, ini melibatkan cara menjadi (daripada melakukan) yang memerlukan
hubungan perawat-klien simetris (Taylor dan Mamier, 2005).
c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama
Keagamaan ini dicirikan sebagai formal, terorganisir, dan terkait dengan ritual
dan keyakinan. Meskipun banyak orang memilih untuk mengekspresikan

15
spiritualitas mereka melalui praktik keagamaan, beberapa dari mereka
menemukan spiritualitas yang harus diwujudkan sebagai harmoni, sukacita,
damai sejahtera, kesadaran, cinta, makna, dan menjadi (Chung et al, 2006).
d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi
Murata (2003) menjelaskan bahwa jika pasien menyadari adanya bahwa mereka
masih memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri disetiap dimensi
mengamati, berfikir, berbicara, dan melakukan, yaitu persepsi, pikiran, ekspersi
dan kegiatan melalui pembicaraan dengan perawat untuk memulihkan rasa nilai
sebagai sebagai seseorang dengan otonomi.
C. Faktor Yang Mempengaruhi
Menurut Dwidianti, (2008) ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi
spiritualitas seseorang, faktor tersebut adalah:
a. Pertimbangan tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan agama yang berbeda
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi yang berbeda tentang Tuhan dan cara
sembahyang yang berbeda pula menurut usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian
anak.
b. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Oleh
karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan menjadi tempat pengalaman
pertama anak dalam mempersiapkan kehidupan di dunia, pandangan anak diwarnai
oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan keluarga.
c. Latar belakang, etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan social budaya.
Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarganya.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat mempengaruhi
tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai ujian
kekuatan iman bagi manuisa sehingga kebutuhan spiritual akan meningkat dan
memerlukan kedalaman tingkat spiritual sebagai mekanisme koping untuk
memenuhinya.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisi sering
dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,

16
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat
dibandingkan dengan pasien yang penyakit tidak terminal.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu terpisah atau
kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-
harinya termasuk kegiatan spiritual dapat mengalami perubahan. Terpisahnya
individu dari ikatan spitual beresiko terjadinya perubahan fungsi sosial.
g. Isu moral terkai dengan terapi
Kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk
menunjukan kebesaran-Nya.
h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan ashuan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan untuk
peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada
kemungkinan perawat juga menghindari untuk memberikan asuhan spiritual.
Perawat merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi
tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.

17
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 Ilustrasi Kasus

Studi pendahuluan pada lima perawat IGD di salah satu rumah sakit kota Semarang
didapatkan bahwa perawat mempersepsikan spiritual secara berbeda-beda. Sebanyak tiga
perawat mengatakan bahwa spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan rohani dan
merupakan suatu kebutuhan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dua perawat
mengartikan spiritual sebagai hal yang sama dengan religi. Hambatan yang dihadapi perawat
dalam pemenuhan kebutuhan spiritual adalah kepadatan pasien di IGD. Perawat tidak bisa
fokus terhadap satu pasien dan memerlukan banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan fisik
pasien yang gawat darurat. Penelitian ini menunjukkan bahwa perawat IGD salah satu rumah
sakit kota Semarang mempunyai persepsi yang baik tentang spiritual dan pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien. Lebih dari separuh perawat IGD mempersepsikan spiritualitas dan
pemenuhan kebutuhan spiritual sebagai hal yang sangat penting.

3.2 Pembahasan

Dalam jurnal ini diungkapkan jelas mengenai pentingnya pemberian asuhan spiritual
pada pasien di Instalasi Gawat Darurat yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Spiritual merupakan komponen penting untuk
kesehatan pasien karena Kebutuhan dan perawatan spiritual di dalam kerangka proses
keperawatan ini telah terbukti sangat membantu baik dari segi filosofis maupun praktis.
kebutuhan spiritual pasien IGD yang tidak terpenuhi dapat beresiko mengakibatkan hasil
pengobatan yang kurang baik serta dapat mengalami ketakutan yang besar. Oleh karena itu
pasien sangat membutuhkan kebutuhan spiritual karena dapat memberikan efek positif pada
respon individu. Pengembangan spiritualitas perawat merupakan hal yang penting dalam
memberikan perawatan spiritual. Untuk memahami spiritualitas klien, perawat harus
melakukan pengkajian secara personal perkembangan spiritualitas dirinya. Perawat harus
mengembangkan identitas spiritualnya agar ebih sensitif terhadap kebutuhan spiritual
klienklien, hubungan terapeutik terjalin seiring dengan pemberian perawatan spiritual yang
tepat. Maka dari itu perawat Istalasi Gawat Darurat harus lebih meningkatkan lagi sikap dan
pemahaman tentang nilai-nilai dalam pemunuhan kebutuhan spiritual pasien. Perawatan
spiritual dapat diperkuat secara positif dengan cara diskusi mendalam dalam kegiatan klinis

18
di rumah sakit atau dengan pelatihan dan seminar. Kesulitan atau kekurangan yang dihadapi
saat pemeberian asuhan spiritual diharapkan dapat selalu dilakukan evaluasi dan perbaikan
sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah system perawatan terpadu yang salah satunya memberikan
dukungan spiritual saat diagnosa ditegakkan. penelitian ini menunjukan bahwa Spiritual
merupakan komponen penting untuk kesehatan pasien karena Kebutuhan dan perawatan
spiritual di dalam kerangka proses keperawatan ini telah terbukti sangat membantu baik dari
segi filosofis maupun praktis. Maka dari itu perawat Istalasi Gawat Darurat harus lebih
meningkatkan lagi sikap dan pemahaman tentang nilai-nilai dalam pemunuhan kebutuhan
spiritual pasien.

4.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis didalam makalh ini sehingga dapat lebih
banyak menambah pengetahuan pembaca mengenai perawatan paliatif spiritual di ruang IGD
dan mampu mengaplikasikan. Disamping itu juga kami mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalh ini selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

AIRLANGGA, J. E. D. B. (2019). Studi Kasus Depresi Pada Pasien Karsinoma Servix


Dengan Keluhan Utama Nyeri Di Poli Paliatif Dan Bebas Nyeri Rsud Dr. Soetomo
Surabaya
Ardiati, N, G. (2018). Tinjauan Spiritual Dalam Palliative Care. Tasikmalaya: Stikes Mitra
Kencana Tasikmalaya.
Republik Indonesia. (2018). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Instalasi Gawat Darurat.
Sulaeman, A, S. (2016). Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Perawatan Paliatif Pada
Pasien Dengan Kondisi Terminal Di RSUD Kabupaten Bekasi. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yoelani, M. dkk. (2018). Hubungan Pemberian Asuhan Keperawatan Spiritual dengan
Konsep Diri Pada Pasien Paliative Care di RSUD Dr.Soedarso Pontianak: Universitas
Tanjungpura. Pontianak. No.70 1-9.

21

Anda mungkin juga menyukai