Sektor rumah tangga, tidak termasuk kendaraan pribadi, memberi sumbangan sebesar
11% dari keseluruhan emisi nasional (Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
2002).
Dalam pembangunan perumahan, satu unit rumah di perkotaan dibutuhkan berbagai
bahan bangunan. Berbagai studi menunjukkan bahwa seluruh proses pengadaan bahan-
bahan ini menghasilkan emisi CO2, demikian pula pada saat pembangunan rumah
dilakukan pembuangan gas CO2 dihasilkan melalui proses konstruksi rumah
(Puslitbangkim, 2007). Selanjutnya pada masa penghunian, timbulan emisi CO2 di udara
juga dapat dihasilkan dari aktifitas penghuni sehari-hari.
Menurut Puslitbangkim (2005), perumahan perkotaan umumnya mengabaikan adanya
korelasi antara naiknya timbulan emisi CO2 dengan berbagai proses penyelenggaraan
perumahan. Jika dikaitkan dengan penataan perumahan, morfologi perumahan dapat
menjadi acuan sebagai sumber timbulan emisi CO2 di perumahan.
Faktor-faktor morfologi kota yang paling berkaitan dengan peningkatan emisi CO2 adalah
(1) tata guna lahan, (2) pola massa bangunan dan ruang terbuka hijau, dan (3) sistem
sirkulasi.
VARIABEL PENELITIAN
Perumahan Taman Johor Indah Permai I dibangun sekitar tahun 1980-1985 memilik luas
wilayah ± 11 Ha dengan batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: sebelah Barat
berbatasan dengan Jalan Karya Wisata; sebelah Timur berbatasan dengan Sungai
Babura; sebelah Selatan berbatasan dengan Taman Johor Indah Permai II; dan sebelah
Utara berbatasan dengan Citra Wisata.
GUNA LAHAN PERUMAHAN TAMAN JOHOR INDAH PERMAI I
17%
13%
2% 68%
Perumahan
Fasilitas Umum
Jalan
Ruang Terbuka Hijau
FASILITAS SEKITAR PERUMAHAN
PERUBAHAN RUMAH
Jumlah Rumah di Perumahan Taman Johor Indah Permai I
Tipe Jumlah (Unit) Persentase (%)
45 300 49
70 266 43
100 50 8
Jumlah 616 100
Umumnya setelah dihuni, banyak bangunan yang mengalami perubahan fisik yang
dilakukan oleh pemilik rumah. Berbagai motif melatarbelakangi perubahan rumah ini
seperti ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan tempat dimana penghuni rumah tinggal
dan menetap hidup.
Dari kuisioner penelitian diperoleh bahwa perubahan fisik rumah yang terjadi d
perumahan Taman Johor Indah Permai I, terdapat 72% rumah di perumahan Taman
Johor Indah Permai I melakukan rekonstruksi. Selain itu, 12% rumah melakukan
renovasi. Selanjutnya 11% rumah melakukan restorasi. Dan 5% rumah masih sesuai
dengan desain awal.
PENATAAN PERUMAHAN DALAM MENGHASILKAN EMISI CO2
Sistem yang berkaitan ini terdiri atas beberapa sistem yang memiliki beberapa komponen
perancangan yang secara langsung dan tidak langsung berperan dalam menghasilkan
emisi CO2. Penataan perumahan dan kehidupan perumahan perkotaan di perumahan
Taman Johor Indah Permai I pada dasarnya dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) sistem
utama yang memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
1. Pola tata guna lahan dan sirkulasi yang terdiri dari beberapa komponen yaitu: fasilitas
umum dan fasilitas sosial, fasilitas komersial, jalan, pedestrian, hirarki jalan, akses,
dan jarak capai.
2. Pola massa bangunan dan ruang terbuka hijau yang terdiri dari beberapa komponen
yaitu: rumah, koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB),
tata letak bangunan, jarak antar bangunan, persil rumah dan ruang terbuka hijau.
POLA TATA GUNA LAHAN DAN SIRKULASI
Dari ilustrasi diatas dapat disimpulakan bahwa, keberadaan pedestrian menjadi penting untuk
mencegah peningkatan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Berdasarkan
hasil kuisioner juga diperoleh bahwa 60% dari warga di perumahan Taman Johor Indah Permai I
mempunyai keinginan untuk berjalan kaki jika fasilitas pedestrian di kawasan perumahan di tata
dengan baik dan nyaman.
POLA MASSA BANGUNAN DAN RUANG TERBUKA
Seo dan Hwang (2001), menyimpulkan bahwa jumlah emisi CO2 dari konstruksi bangunan
termasuk pabrikasi material bangunan untuk perumahan adalah 381.1 – 620.1 kg-C/10 m2
atau rata-rata 50.06 kg-C/m2. Berdasarkan besaran emisi CO2 tersebut, maka emisi CO2 setiap
tipe rumaah adalah sebagai berikut : (1) Emisi CO2 rumah tipe 45 = 2.252,7 kg-C; (2) Emisi
CO2 rumah tipe 70 = 3.504,2 kg-C; dan (3) Emisi CO2 rumah tipe 100 = 5.006 kg-C.
Pergantian baik struktur bangunan maupun bahan bangunan tentu akan menghasilkan
timbulan emisi CO2. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi timbulan emisi CO2 akan dapat
dilakukan dengan mendorong pemakaian standar struktur dan bahan bangunan dengan
kualitas baik dan tahan lama.
POLA MASSA BANGUNAN DAN RUANG TERBUKA
Ruang Terbuka Hiaju (RTH) di perumahan Taman Johor Indah Permai I akan sangat
bermanfaat untuk mengurangi emisi CO2. RTH ini berupa taman bermain di tiap blok, jalur
hijau di sepanjang jalan, serta ruang hijau di halaman tiap rumah. Perumahan ini belum
memberikan prioritas pada penyediaan RTH. Luas RTH di perumahan ini diluar jalan, saluran
dan halaman rumah adalah sebesar 19% dari luas kawasan.
POLA MASSA BANGUNAN DAN RUANG TERBUKA
Dari luas total RTH tersebut akan dihitung jumlah emisi CO2 yang dapat diserap. Tetapi
daya serap antara rumput, perdu, dan pohon berbeda. Berdasarkan kemampuan
tanaman dalam mereduksi CO2, dalam satu hektar daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg
CO2 per jam.
Tipe penutupan lahan yang paling banyak menyerap emisi CO2 adalah pohon dengan
daya serap 82% dari seluruh emisi CO2 yang terserap semua tipe penutupan lahan. Total
emisi CO2 yang terserap dari RTH di perumahan Taman Johor Indah Permai I adalah
sebesar 590,43 kg-C/tahun atau 1,618 kg-C/hari.
Jika peningkatan kualitas RTH di perumahan Taman Johor Indah Permai I dilakukan oleh
pengembang dan penghuni, yaitu bagi pengembang dengan menambahkan jalur hijau di
sepanjang jalan komplek dan bagi penghuni dengan mempertahankan halaman di setiap
rumah seluas 6 m2 tetap menjadi area hijau dapat menambah luasan ruang terbuka hijau
yang dapat mereduksi emisi CO2 sebesar 487,12 kg-C/tahun atau 1,334 kg-C/hari.
Sehingga total emisi yang dapat direduksi jika peningkatan kualitas RTH dilakukan
secara maksimal akan dapat mereduksi emsi CO2 sebesar 2,952 kg-C/hari.
REKOMENDASI
KESIMPULAN
1. Aspek penataan perumahan yang berpotensi langsung dan tidak langsung terhadap timbulan
emisi CO2 adalah:
• Pola tata guna lahan dan sistem sirkulasi yaitu: (1) keberadaan fasilitas umum, fasilitas sosial
dan fasilitas komersial; (2) jalan dan pedestrian; (3) hirarki jalan dan akses; dan (4) jarak capai.
• Pola massa bangunan dan ruang terbuka yaitu: (1) rumah; (2) KDB/KLB; (3) tata letak
bangunan; (4) jarak antar bangunan; dan (5) ruang terbuka hijau.
• Tata guna lahan berperan dalam menentukan jarak capai dari satu fungsi kawasan ke fungsi
kawasan lainnya. Peranan ini dapat berjalan efektif jika didukung dengan kerberadaan jalur
pedestrian untuk memfasilitasi pergerakan penghuni untuk jarak capai dekat dengan berjalan
kaki.
• Massa bangunan rumah sebagai komponen utama dari perumahan juga dapat berperan dalam
mencegah timbulan emisi CO2. Dengan mengendalikan kompenen-komponen: material
bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), tata letak bangunan, jarak antar bangunan, dan
kepadatan bangunan. Jika komponen-komponen rumah tersebut dapat dikendalikan, terutama
koefisien dasar bangunan akan berperan mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau.
Ruang terbuka hijau merupakan komponen penting untuk menyerap emisi CO2 berupa:
halaman rumah, taman, dan jalur hijau di sepanjang jalan.
KESIMPULAN
• Kebijakan menerapkan tata guna lahan mixed use berfungsi untuk memperpendek jarak
tempuh perjalanan dari fungsi kawasan satu ke fungsi kawasan lainnya sehingga dapat
ditempuh hanya dengan berjalan kaki dan mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan dari
kendaraan bermotor. Tetapi untuk mendukung kebijakan ini, dibutuhkan kebijakan untuk
merencanakan pedestrian di seluruh sisi jalan yang ada di kawasan perumahan sehingga non
motorize transportation dapat tercipta.
• Kebijakan terakhir adalah reorientasi kepada syarat 30% luasan ruang terbuka hijau (RTH)
agar kawasan mampu menyerap timbulan emisi CO2. Kebijakan pencegahan dan
penanggulangan diatas dapat mengurangi tekanan pada ekosistem perumahan Taman Johor
Indah Permai I dan juga menciptakan perumahan perkotaan yang berkelanjuran.
TERIMA KASIH