SpKFR, FISPH, FISCM KASUS • Dr. A seorang Kepala Puskesmas R di Kota Semarang melakukan kegiatan diagnosis komunitas dan mendapatkan data dari focus group discussion (musyawarah mufakat desa) dan survei mawas diri pada 300 keluarga di Kelurahan M yaitu – 5 dari 10 Ibu hamil menderita nyeri punggung – 10 dari 20 balita mengalami keterlambatan perkembangan dalam motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial – 10 dari 50 remaja menderita keluhan vision computer syndromme – 25 dari 250 ibu rumah tangga usia produktif mengalami nyeri pada pergelangan tangan – 50 dari 75 lansia menderita nyeri lutut, 30 dari 50 mengalami kesulitan berjalan dan beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari – 55 dari 75 lansis menderita tekanan darah tinggi – 20 dari 75 lansia menderita kencing manis MASALAH • Jelaskan upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan oleh dr. A di layanan kesehatan primer/Puskesmas? • Kasus-kasus mana yang sudah harus dilakukan rujukan ke layanan kesehatan lebih lanjut? • Bagaimana kasus-kasus tersebut dapat ditindaklanjuti oleh dr. A dengan melibatkan peran serta masyarakat/komunitas di wilayah kerja Puskesmas R, baik dalam skrining diagnosis, pencegahan dan pengendalian penyakit? SASARAN BELAJAR • Mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran fisik dan rehabilitasi – memahami tentang rehabilitasi komunitas – memahami permasalahan gangguan kesehatan dan penyakit yang membutuhkan rehabilitasi di masyarakat dan disabilitas – mampu melakukan skrining dan diagnosis masalah rehabilitasi di komunitas – mampu melakukan penatalaksanaan upaya rehabilitasi di layanan primer – mampu melakukan rujukan ke layanan kesehatan lanjut – mampu melakukan upaya pencegahan tersier dengan melibatkan peran serta masyarakat (pemberdayaan masyarakat) LATAR BELAKANG REHABILITASI KOMUNITAS • Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa → Resolusi Nomor A/61/106 → Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas) → 13 Desember 2006. • Pasal 25 → kesehatan : Negara-Negara Pihak (yang menandatangani konvensi) – mengakui bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk menikmati standar kesehatan tertinggi yang tersedia tanpa diskriminasi atas dasar disabilitas mereka. – harus mengambil semua kebijakan yang diperlukan untuk menjamin akses bagi penyandang disabilitas terhadap pelayanan kesehatan yang sensitif gender, termasuk rehabilitasi kesehatan. • Pemerintah Indonesia telah menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. • Pemerintah Indonesia telah membentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur pelindungan terhadap penyandang disabilitas, termasuk di antaranya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memuat mengenai Kesehatan Lanjut Usia dan Penyandang Cacat pada Bagian Ketiga yaitu pasal 138-140. • Disabilitas : suatu konsep yang terus berkembang, dimana penyandang disabilitas (keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik) dalam jangka waktu lama dan ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektivitas mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. • Timbulnya disabilitas : masalah kesehatan yang timbul sejak lahir, penyakit kronis maupun akut, dan cedera oleh kecelakaan, perang, kerusuhan, bencana, dan sebagainya. • Meningkatnya populasi lanjut usia, →meningkatkan jumlah penyandang disabilitas → meningkatnya penyakit kronis degeneratif. Conceptual framework dan domain fungsi yang digunakan berdasarkan ICF (International Classification of Functioning, Disability and Health). Prevalensi Disabilitas di Indonesia Prevalensi Disabilitas menurut Tipe Daerah Prevalensi Disabilitas Menurut Provinsi Prevalensi Disabilitas menurut Kelompok Umur Prevalensi Kecacatan pada Anak Usia 24-59 Bulan Prevalensi Disabilitas menurut Jenis Kelamin Prevalensi Disabilitas menurut Pendidikan Prevalensi Disabilitas Menurut Pekerjaan Prevalensi Disabilitas menurut Kepemilikan Skor Disabilitas SIMPULAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG DISABILITAS
• Penyandang Disabilitas adalah setiap orang
yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. • Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas berasaskan: • a. Penghormatan terhadap martabat; • b. otonomi individu; • c. tanpa Diskriminasi; • d. partisipasi penuh; • e. keragaman manusia dan kemanusiaan; • f. Kesamaan Kesempatan; • g. kesetaraan; • h. Aksesibilitas; • i. kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak; • j. inklusif; dan • k. perlakuan khusus dan Pelindungan lebih. Penyandang Disabilitas memiliki hak: • a. hidup; • b. bebas dari stigma; • c. privasi; • d. keadilan dan perlindungan hukum; • e. pendidikan; • f. pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; • g. kesehatan; • h. politik; • i. keagamaan; • j. keolahragaan; • k. kebudayaan dan pariwisata; • l. kesejahteraan sosial; • m. Aksesibilitas; • n. Pelayanan Publik; • o. Pelindungan dari bencana; • p. habilitasi dan rehabilitasi; • q. Konsesi; • r. pendataan; • s. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; • t. berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; • u. berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan • v. bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi. perempuan dengan disabilitas memiliki hak: • a. atas kesehatan reproduksi; • b. menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi; • c. mendapatkan Pelindungan lebih dari perlakuan Diskriminasi berlapis; dan • d. untuk mendapatkan Pelindungan lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual. anak penyandang disabilitas memiliki hak: • a. mendapatkan Pelindungan khusus dari Diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual; • b. mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal; • c. dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan; • d. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; • e. Pemenuhan kebutuhan khusus; • f. perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan pengembangan individu; dan • g. mendapatkan pendampingan sosial. • Hak bebas dari stigma untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak bebas dari pelecehan, penghinaan, dan pelabelan negatif terkait kondisi disabilitasnya. PASAL 12 Hak kesehatan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: • a. memperoleh informasi dan komunikasi yang mudah diakses dalam pelayanan kesehatan • b. memperoleh kesamaan dan kesempatan akses atas sumber daya di bidang kesehatan; • c. memperoleh kesamaan dan kesempatan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau; • d. memperoleh kesamaan dan kesempatan secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya; • e. memperoleh Alat Bantu Kesehatan berdasarkan kebutuhannya; • f. memperoleh obat yang bermutu dengan efek samping yang rendah; • g. memperoleh Pelindungan dari upaya percobaan medis; dan • h. memperoleh Pelindungan dalam penelitian dan pengembangan kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek. Hak habilitasi dan rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: • a. mendapatkan habilitasi dan rehabilitasi sejak dini dan secara inklusif sesuai dengan kebutuhan; • b. bebas memilih bentuk rehabilitasi yang akan diikuti; dan • c. mendapatkan habilitasi dan rehabilitasi yang tidak merendahkan martabat manusia. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam bentuk: • a. motivasi dan diagnosis psikososial; • b. perawatan dan pengasuhan; • c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; • d. bimbingan mental spiritual; • e. bimbingan fisik; • f. bimbingan sosial dan konseling psikososial; • g. pelayanan Aksesibilitas; • h. bantuan dan asistensi sosial; • i. bimbingan resosialisasi; • j. bimbingan lanjut; dan/atau • k. rujukan. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan koersif oleh keluarga, masyarakat, dan institusi sosial. • (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan atau memfasilitasi layanan habilitasi dan rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas. • (2) Habilitasi dan rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan: • a. mencapai, mempertahankan, dan mengembangkan kemandirian, kemampuan fisik, mental, sosial, dan keterampilan Penyandang Disabilitas secara maksimal; dan • b. memberi kesempatan untuk berpartisipasi dan berinklusi di seluruh aspek kehidupan. Habilitasi dan rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas berfungsi sebagai: • a. sarana pendidikan dan pelatihan keterampilan hidup; • b. sarana antara dalam mengatasi kondisi disabilitasnya; dan • c. sarana untuk mempersiapkan Penyandang Disabilitas agar dapat hidup mandiri dalam masyarakat. Penanganan habilitasi dan rehabilitasi Penyandang Disabilitas dilakukan dalam bentuk: • a. layanan habilitasi dan rehabilitasi dalam keluarga dan masyarakat; dan • b. layanan habilitasi dan rehabilitasi dalam lembaga CBR • Community-based rehabilitation (CBR) was initiated by WHO following the Declaration of Alma-Ata in 1978 in an effort to enhance the quality of life for people with disabilities and their families; meet their basic needs; and ensure their inclusion and participation. • While initially a strategy to increase access to rehabilitation services in resource-constrained settings, CBR is now a multisectoral approach working to improve the equalization of opportunities and social inclusion of people with disabilities while combating the perpetual cycle of poverty and disability. • CBR is implemented through the combined efforts of people with disabilities, their families and communities, and relevant government and non-government health, education, vocational, social and other services. INDIKATOR CBR-KEBIJAKAN KEMENKES • KOMUNITAS • KELUARGA • CONTINUE OF CARE • INTERKOLABORASI