◦Ketersetaraan Farmakoklinik
◦Ketersetaraan kimia
◦Kesetaraan farmasetik
◦Kesetaraan biologik
◦Kesetaraan klinik
Ketersetaraan Biollogik dan Terapetik
Penyebaran dan peniadaan suatu zat aktif baik karena
metabolisme atau pengeluaran serta reaksi farmakologik in
vivo dipengaruhi oleh keadaan fisio-patologik organ penerima
pada respon yang teramati, dan oleh parameter aktivitas
terapetik yang sulit. Pada penderita yang sama, parameter yang
sejenis relatif tetap, namun penggunaan suatu obat secara
terus-menerus dapat menyebabkan perubahan karakteristik
kimia atau famasetik.
Pemahaman
keberadaan obat
didalam tubuh
mendasari
pembuatan protokol
percobaan.
Tindakan Pengamanan
◦Pemahaman yang mendalam tentang keberadaan bahan
obat pada tahap farmakokinetik.
◦Penggunaan metode analisis yang peka dan spesifik.
◦Menerapkan protokol percobaan secara ketat dalam
pemilihan subjek, cara pemberian obat dan urutan analisis ,
sehingga dapat diperoleh pengamatan yang lengkap dan
tepat.
Pemilihan subyek
1. Subyek manusia Pelaksanaan penelitian ketersediaan hayati
Untuk penelitian ketersediaan hayati, manusia pada orang sehat mempunyai masalah etik
merupakan pilihan subyek yang paling sesuai, yang serius, namun juga menjadi masalah serius
terutama bila diberikan obat yang ditunjukan bila diterapkan pada subyek yang sakit karena
pada manusia. Secara apriori dapat dikatakan :
bahwa paling tepat bila cuplikan obat yang Resiko terjadinya interaksi obat yang dapat
diteliti dicobakan pada orang yang sakit. Tetapi, mengacaukan data farmakokinetik zat aktif
hanya sedikit yang diketahui tentang pengaruh yang sedang diteliti dan dengan akibat
penyakit atas ketersediaan hayati, sedangkan perubahan kriteria ketersediaan hayati.
manusia sehat merupakan subyek ideal yang Resiko perubahan molekul obat secara in vivo
peka terhadap perubahan minimal selama pada penderita dengan akibat seperti
penelitian. terjadinya reaksi.
Kriteria pemilihan subyek harus teliti dan tepat.
Subyek yang dipilih berusia 20-50 tahun,
keadaan morfologi normal, melakukan
pemeriksaan klinik yang lengkap.
2. Subyek hewan
Percobaan pada hewan dapat
dilakukan apabila penelitian pada
manusia memberikan efek yang tidak
sesuai dengan terapi. Penggunaan
hewan penelitian terutama digunakan
pada penelitian
pendahuluanpengembangan obat
baru. (masih ada lanjutan yang lain)
3. Cuplikan
◦Tidak terdapat angka ideal untuk jumlah subyek,
sebaliknya terdapat cara penelitian yang cukup
baik:
◦Penelitian secara silang pada kelompok tunggal
atau pada kelompok yang setiap subyeknya
mempunyai pembanding akan membatasi
jumlah cuplikan.
4. Pemilihan Cara Pemberian
Pemberian Dosis Tunggal
a.Praktis
*Membutuhkan Analisis hanya mungkin
waktu yang singkat dilakukan untuk masa
penelitian tertentu
*Memberikan efek
Tergantung padaa ketelitian
nyaman metoda yang digunakan
*Aman jumlah obat Terjadi resiko kesalahan
yang diberikan b. Teori
sedikit. Masalah terapeutik yang
timbul apabila obat
digunakan secara kronik.
Pemberian dosis ganda
Keuntungn
Keuntungan teori: Terjadi apabila
tidak harus jumlah obat yang
menggunakan model diberikan untuk
garmakokinetika mencapai
tertentu keseimbangan
Keuntungan praktis : antara obat ang
•Analisisnya lebih mudah
masuk dan yang
karena jumlah zat lebih keluar harus
besar diperbanyak oleh
Kerugian
•Rentang waktu penelitian
antara dua obat berturutan jumlah obat yang
dipersingkat diperbandingkan.
Pemilihan elemen Analisis
Molekul
Analisa
kimia
Cairan
yang
Biologis
dianalisa a.Zat aktif tidak
berubah a. Darah
b.Metabolit b. Ekskreta
Molekul kimia yang dianalisa
Tahapan Analisis
mengamati proses disposisi
obat
*Sesering mungkin agar dapat
membatasi bagain kurva
yang diintrapolasi
*Selama mungkin agar dapat
membatasi bagian
ekstrapolasi
KUANTIFIKASI METODA
Penyusaian model farmakokinetik dari hasil
pengamatan yang dinyatakan dalam
ungkapan matematik dalam rentang waktu
pengamatan dengan intra dan ekstrapolasi
dapat memberikan gambaran kuantitatif
keseluruhan tahapan perjalan obat.
Kuantifikasi disposisi obat
◦ 1. penggunaan data darah
2. Penggunaan data air kemih
Penerapan
a. Data Darah
Diperoleh tetapan klirens total dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva. Hal ini dapat
menimbulkan masalah ganda yaitu:
◦ Masalah perbedaan klirens seorang subyek terhadap subyek lain
◦ Masalah perbedaan perlakuan pada setiap subyek
Sebenarnya masalah ini dapat dikaitkan dengan perbedaan volume klirens atau perbedaan dimensi laju, atau
kombinasi keduanya.
Penerapan kedua koreksi tersebut pada nilai individual luas daerah di bawah kurva pada umumnya
dapat mengurangi sebaran data percobaan.
Persamaan koreksi pertama
1
◦ S koreksi 1 =0 𝐶. 𝑑𝑡 𝑥
𝑝
𝑡𝑗 1
◦ S koreksi 1 = 𝐶 𝑖𝑡. 𝑑𝑡 𝑥
𝑝
Bila digunakan analisis varian baru untuk penjajagan, maka
koreksi kedua dapat diterapkan sebagai fungsi dari tetapan laju
peniadaan obat yang teramati pada setiap percobaan menurut
persamaan berikut :
∞ K
◦ S koreksi . 2= 0 C . dt x
P
tj K
◦ S koreksi . 2= ti C . dt x P
◦ Rescigno dan Segre serta Bennet dan Chiang “metode dekonvulsi numerik
sederhana”
a.Tidak tergantung pada model farmakokinetik
b. Memerlukan suatu hipotesa relative terhadap tetapan proses penyebaran dan
perpindahan zat aktif pada subjek yang sama setelah pemberian obat
intravascular dan ekstravaskular.
c. Mengolah langsung konsentrasi zat aktif dalam darah yang teramati pada
waktu yang bersamaan
Vaughan dkk metode perhitungan tetapan laju penyarapan dalam sistem linier.
◦ c. metoda yang tidak menggunakan data darah setelah
pemberian intravaskular , tetapi menggunakan acuan model
faramkokinetik
menggunakan perhitungan matematik dalam lingkup kurva konsentrasi dalam darah
menggunakan komputer dengan menggunakan fungsi klasik (linieritas,eksponen)
pemilihan model sebagai fungsi dari koefisien kolerasi yg diperoleh.
Pemberian ekstravaskuler menghasilkan model dengan tipe kompartemen atau satu
kompartemen.
Mueller dan Liebermann, suatu model sederhana,relative satu komparteme
yang dapat menghitung waktu laten sebelum terjadi penyerapan.
Sauders dan Natunen, metoda relative mengacu model dua kompartemen yang
cenderung hanya menentukan parameter fase peniadaan.
d. Metode empirik
penentuan konsengtrasi maksimum dalam darah dan waktu untuk mencapai puncak tersebut
dilakukakn stelah koreksi waktu laten.
Merupakan metode yang sederhana tapi efektif dan segera dapat menjelaskan secara global
proses disposisi obat.
Dengan Demikian dapat di rencanakan suatu penelitian sebagai fungsi dari jumlah yang
terukur in vitro dan in vivo
Kriteria yang digunakan untuk menghubungkan hasil yang
diperoleh in vitro (X) dan in vivo (Y)
Waktu Hancur Konsentrasi dalam darah sebagai fungsi dari waktu
Waktu Pelarutan yang di perlukan Konsentrasi maksimal yang di capai pada waktu yang
tertentu (Cmaks : tmaks)
Jumlah yang terlarut dalam jumlah tertentu Luas daerah di bawah kurva dari kadar obat dalam
darah pada rentang waktu tertentu S0-t ; St1-t2setlah
pemberian dosis tunggal
Jumlah yang terlarut sebagai fungsi dari waktu pada Luas daerah total ( s0- ~)setelsh pemberisn dosis tunggal
berbagai keadaan: linier/ tidak linier, gausien / logaritma
Persen tersisa setelah pelarutan sebgai fungsi dari waktu Luas daerah di antara dua pemberian berturutan, stelah
(log/linier) terjadi keseimbangan antara yang masuk dan keluar st
Tetapan laju pelarutan atau t ½ pelarutan Tetapan laju pelarutan atau t ½ pelarutan, dihitung
dengan model farmakokinetik dari data darah atau urin
Laju pelarutan intrinsik Jumlah yang dikeluarkan melalui urin dalam waktu
tertentu
Efektifitas pelarutan pada waktu tertentu(luas permukaan -Pengeluran urin sebagai fungsi dari waktu
-Laju pengeluaran urin sebagai fungsi dari waktu
NB. Proses pelarutan dapat diganti dengan penyerapan Prosen terserap sebagai fungsi dari waktu dengan
dan dengan kriteria yang sama menetapkan metode wagner-nelson atau loo-riegeman
“
Peranan hukum korelasi
Kesahihan hasil yang diperoleh dari data in vivo dan in vitro pada
prcobaan yang teliti dan reprodusibel adalah keadaan awal semua
korelasi tentatif. Pendekatan parameter X yang diperoleh dari data in
vitro dan Y yang diperoleh dari data in vivo dinyatakan dalam persamaan
:
Y= A.X ; Y= A.X+B ; Y=Y0e – K.X
THANK YOU