Anda di halaman 1dari 18

UMI KALSUM, S.E., M.Si.

FE UNSRI
2014
Dasar Teori Pemungutan Pajak

a) Teori Asuransi
b) Teori Kepentingan
c) Teori Gaya Pikul
d) Teori Bakti
e) Teori Asas Gaya Beli
a) Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak


rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut

b) Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada


kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin
tinggi pajak yang harus dibayar
c) Teori Gaya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama besarnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang

2 pendekatan yaitu:
1.Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
2. Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi.

d) Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya,. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran kewajiban.
e) Teori Asas Gaya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya


memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
Jenis Pajak

1. Menurut Golongan
 Pajak Langsung
pajak yang harus dipikul atau di tanggung sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
pihak lain. Cth : pajak penghasilan
 Pajak Tidak Langsung
pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada pihak ketiga. Cth : Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
2. Menurut Sifat
 Pajak Subjektif
pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak
Penghasilan (PPh)
 Pajak Objektif
pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda,
keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak
maupun tempat tinggal.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3. Menurut Wewenang Pemungut


 Pajak Pusat
pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas Barng Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
 Pajak Daerah

pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik daerah tingkat I (pajak
provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.
Pajak Daerah terdiri atas:
a.Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
b.Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
Tata Cara Pemungutan Pajak
 Terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan
sistem pemungutan pajak

1. Stelsel Pajak
a) Stelsel Nyata (riil)
Menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek
yang sesungguhnya terjadi (PPh objeknya adalah
penghasilan). Pemungutan pajaknya dilakukan pada akhir
tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang
sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui
b) Stelsel Anggapan (fiktif )
Menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya,
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan oenghasilan
tahun sebelumnya, sehingga pajak yang terutang pada tahun
berjakan sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada awal
tahun yang bersangkutan.
c) Stelsel Campuran

Menyatakan bahwa pengenaan pajak berdasarkan pada


kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Stelsel
anggapan dikenakan pada awal tahun, dan stelsel nyata
dikenakan pada akhir tahun.
Jika stelsel nyata > stelsel anggapan, maka wajib pajak harus
membayar kekurangan tersebut.
Jika stelsel nyata < stelsel anggapan, maka kelebihan pajak
dapat diminta kembali (restitusi) ataupun dikompensasikan
pada tahun-tahun berikutnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
a) Asas Domisili
b) Asas Sumber
c) Asas Kebangsaan
PERPAJAKAN DI INDONESIA
Sistem Pemungutan Pajak
Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak yang terhutang ada pada pihak
aparat pajak.
Official Assessment
1983 Wajib pajak bersifat pasif.
System
Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan
Surat Ketetapan Pajak oleh aparat pajak.
Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak yang terhutang ada pada wajib pajak
sendiri.
Self Assessment
1983 Wajib pajak aktif.
System
Pihak aparat perpajakan tidak ikut
campur melainkan hanya mengawasi.
kewenangan untuk menentukan besarnya
pajak terhutang ada pada pihak ketiga
Withholding system
yang bukan wajib pajak dan bukan aparat
pajak
Timbulnya Utang Pajak

1) Menurut Ajaran Materiil


 Jika ada sesuatu yang menyebabkan, seperti:
a. Perbuatan-perbuatan
b. Keadaan-keadaan
c. Peristiwa
2) Menurut Ajaran Formil
 Jika ada surat ketetapan pajak oleh fiscus
Berakhirnya Utang Pajak

1. Pembayaran/Pelunasan
2. Kompensasi
3. Penghapusan
4. Daluwarsa
5. Pembebasan
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungut pajak dapat dikelompokkan menjadi:

•Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (Pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
•Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
•Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
•Sistem Kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

•Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari
pajak.
Bentuknya antara lain:
•Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang-undang.
•Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang (menggelapkan pajak).
Tarif Pajak

1. Tarif Progresif (meningkat)


 Tarif pemungutan pajak yg persentasenya semakin besar bila
jumlah yg dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar
2. Tarif Degresif (menurun)
 Tarif pemungutan pajak yg persentasenya semakin kecil bila
jumlah yg dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar.
3. Tarif Proportional (sebanding)
 Tarif pemungutan pajak yg menggunakan persentase
tetap tanpa memperhatikan jumlah yg dijadikan dasar
pengenaan pajak.
4. Tarif Tetap
 Tarif pemungutan pajak yg besar nominalnya tetap
tanpa memperhatikan jumlah yg dijadikan dasar
pengenaan pajak.
5. Tarif Advalorem
 Suatu tarif dgn persentase tertentu yg dikenakan atau
ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang
6. Tarif Spesifik
 Tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis
barang tertentu atau suatu satuan jenis barang
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai