Anda di halaman 1dari 96

Pleno 4 kelompok 1

• Tutor : dr. Sony


• Ketua : David Johan V.
• Sekretaris : Sri sinta
• Penulis : Dita P.
• Anggota :
– Silvia Dwi M.
– Yogishwara W.
– Elsiana L.
– Galuh Eka T.
– Albert
– Mutiara L.
– Jasen H.
– Alicia A
– Mediana Adrianne R.
Silverthorn DU. Human physiology: an integrated approach. 6th ed. Illinois: Pearson
Education Inc.; 2013.
Silverthorn DU. Human physiology: an
integrated approach. 6th ed. Illinois:
Pearson Education Inc.; 2013.
Human Physiology by Lauralee Sherwood ©2007 Brooks/Cole-Thomson
Learning.
LIMFATIK SERVIKAL
• Superfisial
– Menembus fascia servikal
– Mengalir ke sistem limfatik yg lbh dlm
• Dalam
– Paling srg ditemukan di sekitar P.D, saraf, & otot
– Menyalurkan mukosa mulut, orofaring, nasofaring,
laring, & hipofaring
Kelompok Submental
• Terletak di midline, inferior terhadap os mandibula, &
diantara ujung anterior M. digastricus
• Menyalurkan dasar mulut bagian anterior

Kelompok Submandibular
• Dibagi menjd 6 kelompok → preglandular, prevaskular,
retrovaskular, retroglandular, intraglandular, nodus yg
letaknya lbh dlm
• Berhub dgn kel submandibula & pembuluh-pembuluh fasial
• Keganasan pd dasar mulut, lidah, & kavitas bukal → lebih
sering metastasis ke nodus perivaskular
Rantai Jugularis
• 80% nodus limfe di leher → berhub dkt dgn V. jugularis
interna
• Sal limfatik → di dlm jaringan areolar longgar
– Jaringan areolar longgar → di sekitar V. jugularis interna & di dalam
carotid sheath
• Nodus limfe → di anterior, posterior, & lateral dari vena
• Segmen paling superior dari vena → berjln dari basis cranii
s/d setinggi bifurcatio A. carotis (pada level yang sama
dengan cornu mayor os hyoid menyilangi V. jugularis interna)
• Tingkat yang paling superior dari vena → berjalan ke dalam M.
digastricus
• Nodus limfe yang ditemukan di sini → nodus jugulodigastricus
– Susunan nodus pertama yang mendrainase regio faucial posterior, terutama
tonsil palatina
• Diantara nodus jugularis superior dan media → nodus junctional
– Anastomosis limfatik dari nodus submandibular, nodus retrofaringeal, dan
nodus rantai jugularis
• Nodus jugularis media → diantara bifurcatio A. carotis, setinggi tendon
M. omohyoid menyilangi V. jugularis interna
• Susunan nodus pertama untuk midhypopharynx larynx dan bagian superior
glandula tiroid
• Nodus jugularis inferior → diantara tendon M. omohyoid, turun masuk
ke rongga toraks. Kadang-kadang disebut kelompok nodus preskalenus
• Membentuk pertemuan yang penting antara kelompok nodus mediastinal,
kelompok aksilaris, dan kelompok leher → alasan mengapa nodus di leher
dapat terlibat pada penyakit di luar leher
Nodus Posterior
• Segitiga posterior → nodus limfe yang tersusun menjadi
2 kelompok : di sepanjang N. XII dan yang berhubungan
dengan pembuluh-pembuluh tiroservikal
– Nodus di sepanjang N. XII → susunan pertama untuk
nasofaring
– Susunan kedua untuk daerah yang didrainase nodus leher
anterior → berhubungan dengan pembuluh-pembuluh
tiroservikal
LEVEL NODUS LIMFATIK

• Dibuat oleh Memorial Sloan Kettering Hospital (NY) dan


diadopsi oleh American Academy of Otolaryngology
Head and Neck Surgery (AAOHNS) pd thn 1991
• Membagi leher menjadi 6 level
– Level I – V : dipasangkan di lateral
– Level VI : nodus midline dari hyoid s/d sternal notch
• Head and Neck Cancer Committee of the American
Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery →
memasukkan subzona
LEVEL I
• Nodus submental (subzona Ia) dan
submandibular (subzona Ib)
• Mendrainase bibir, kavitas oral, dan lidah
• Subzona Ia → mendrainase dasar anterior dari
mulut, bawah bibir, dan lidah ventral
• Subzona Ib → mendrainase bagian lain dari
kavitas oral
LEVEL II
• Membentuk kelompok nodus jugularis superior
• Mendrainase oropharynx, larynx, hypopharynx, dan parotis
• N. accessorius spinalis → membagi level ini menjadi 2
subzona : anteroinferior terhadap N. accessorius spinalis
(IIa) dan posterosuperior terhadap N. accessorius spinalis /
recessus submuskular (IIb)
• Penyakit yang melibatkan level IIa → diseksi IIb
• Diseksi elektif untuk keganasan larynx dan hypopharynx →
dapat mengecualikan level IIb
LEVEL III
• Nodus jugularis media
• Mendrainase larynx dan pharynx
• Tidak dibagi menjadi subzona → paling besar
pada level jugular dan paling sedikit variasi
daerah drainasenya

LEVEL IV
Kelompok nodus jugularis inferior
Daerah kecil, mendrainase larynx dan
hypopharynx
LEVEL V
• Kelompok nodus segitiga posterior
• Mendrainase area limfatik lainnya di leher
• Subzona Va
– Bagian superior s/d inferior M. omohyoid
– Rantai nodus di sepanjang N. XII; mendrainase nasopharynx
• Subzona Vb
– Bagian inferior M. omohyoid
– Nodus berhubungan dengan truncus thyrocervicalis;
mendrainase glandula tiroid
LEVEL VI
• Kelompok nodus anterior / sentral → nodus
paratrakeal, nodus peritiroidal, dan nodus
Delphian

LEVEL VII
• Jaringan mediastinal superior
• Tidak dikenal oleh kebanyakan teks di Amerika
PRESBIKUSIS
• Tuli sensorineural frekuensi Gejala
tinggi. Umumnya pada laki- • Tinnitus
laki & lebih dari 60 thn.
• Hearing loss progressif
• Etiologi:
– Herediter • Cocktail party deafness
– Lingkungan • Nyeri telinga 
– Penurunan pendengaran intensitas suara yg
– Degenerasi vaskularisasi tinggi
stria koklea
– Berkurang jmlh ganglion &
saraf
Scanning electron micrographs showing typical examples of the aged mammalian organ of Corti from a
guinea pig. (a) The outer hair cell (OHC) rows show substantial patches where hair cells are probably missing
(*) and in the process of degenerating, although the inner hair cells (IHC) are relatively undamaged. Scale bar
= 20 mm. (b) Detail of the OHC region showing different levels of damage to the hair bundles of OHCs
(arrowheads) including complete loss (*). The underlying hair cell is probably missing. Scale
bar = 10 mm. Courtesy of Dr DN Furness, MacKay Institute of Communication and Neuroscience, Keele
University.
Degeneration Outer hair cell
Diagnosis Terapi
• Pemeriksaan otoskopik • Hearing aid
• Garis ambang metabolik – to produce an
& mekanik : approximate, additional,
10dB sensory advantage.
datar/menurun

• Speech reading
• Auditory training
Gangguan pendengaran konduktif
• terjadi ketika suara tidak disalurkan secara efisien
melalui saluran telinga luar ke gendang telinga dan
tulang-tulang kecil (osikel) dari telinga tengah. Gangguan
pendengaran konduktif biasanya termasuk berkurangnya
tingkat suara atau kemampuan untuk mendengar suara
samar. Jenis gangguan pendengaran sering dapat
diperbaiki secara medis atau pembedahan.
• Gangguan pendengaran konduktif biasanya pada tingkat
ringan atau menengah, pada rentang 25
hingga 65 desibel.
Etiologi
• Cairan di telinga tengah dari pilek
• Infeksi telinga (otitis media)
• Alergi (otitis media serosa)
• Melemahnya fungsi tuba eustakhius
• gendang telinga berlubang
• tumor jinak
• Dampak kotoran telinga (cerumen)
• Infeksi pada saluran telinga (otitis external)
• Telinga perenang (otitis ecxterna)
• Adanya benda asing
• Ketiadaan atau malformasi dari telinga luar, saluran telinga, atau telinga
tengah
Gangguan pendengaran sensorineural
• terjadi ketika ada kerusakan pada telinga bagian
dalam (koklea), atau ke jalur saraf dari telinga bagian
dalam ke otak. Selama ini, gangguan pendengaran
sensorineural tidak bisa secara medis atau
pembedahan diperbaiki. Ini adalah jenis yang paling
umum dari gangguan pendengaran permanen.
• SNHL mengurangi kemampuan untuk mendengar
suara samar. Bahkan ketika berbicara cukup keras
untuk mendengar, mungkin masih tidak jelas atau
suara teredam.
https://www.utdallas.edu/~thib/rehabi
nfo/tohl.htm
Etiologi
• penyakit
• Obat yang beracun untuk pendengaran/ototoksik
(aspirin, quinine)
• Gangguan pendengaran yang berjalan dalam
keluarga (genetik atau keturunan)
• penuaan
• trauma kepala
• Malformasi dari telinga bagian dalam
• Paparan suara keras
Noise Induced Hearing Loss
• Akibat terpajan bising Gejala yang biasa terdapat
cukup keras (lingkungan pada laki-laki
kerja)  tuli • Tinitus
sensorineural bersifat • Suit menangkap
irreversible (menetap) percakapan dengan
• Akibat penggunaan kekerasan biasa / keras
obat ototoksik : • Timbul reaksi adaptasi
golongan (temporary threshold
aminoglikosida, kina, shift / permanent
asetosal dll threshold shift)
Pada perempuan biasanya karena trauma pendengaran.
Diagnosis – Audiometri nada murni
(Tuli Sensorineural pd
• Bekerja dilingkungan
4000-6000 Hz)
bising > 5 thn
• PF
– Otoskopik (Normal)
– Audiologi ( Tes Penala
Normal, Tes Weber
lateral pd telinga yg baik,
Tes Rinne Positif, Tes
Schwabach memendek)
Tatalaksana
• Sumbat telinga (ear plug)
• Tutup telinga (ear muff)
• Pelindung kepala
(helmet)
• Dipindahan kerjanya
• Hearing aid
• Psikoterapi
• Auditory training
• Cochlear implant
Otosklerosis
• Otosklerosis adalah penyakit keturunan lokal yang
mempengaruhi tulang endochondral dari kapsul otic
yang ditandai oleh kelainan resorpsi dan deposisi
tulang.
• Klinis lesi yang melibatkan tulang stapes atau sendi
stapediovestibulargangguan pendengaran konduktif.
• Histologislesi yang tidak melibatkan tulang stapes,
sendi stapediovestibular maupun endosteum
kokleaasimtomatik, diagnosis dengan pemeriksaan
post-mortem dari tulang temporal.
George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.
Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.
Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.
Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
Distribusi lesi otosklerosis
• Daerah anterior ke jendela oval (80-95%).
• Jendela bundar niche (sekitar 30%)
• Dinding medial apikal labirin koklea (Sekitar 15%),
• Kaki stapes stapes (sekitar 12%)
• Posterior ke jendela oval (5-10%).

Otosklerosisgangguan pendengaran konduktif,


gangguan pendengaran sensorineural, gejala versibular

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.


Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
Otosklerosisgangguan pendengaran
konduktif
• Stapes oleh otosklerosisggg pendengaran konduktif berkisar
5-60 dB.
• Perluasan fokus anterior otosklerotik ke jendela oval‘fibrosa‘
fiksasi footplate dg ggg pendengaran konduktif hingga 30 dB.
• Progresivitas otosklerosis untuk penyebab lokal fiksasi tulang
dari footplate anteriorggg konduktif 30-40 dB,
• Menyebar ankilosis tulang yang melibatkan seluruh lingkar
ligamentum annularggg konduktif >40 dB.
• Penurunan pendengaran konduktifpenyempitan dan
gangguan dari ligamen annular, terutama pada posterior ruang
sendi stapediovestibular.
George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.
Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
Otosklerosisgangguan pendengaran
sensorineural
• Gangguan pada unsur-unsur sensorik dan saraf
koklea, seperti sel-sel rambut, sel-sel ganglion spiral
dan stria vaskularisgangguan pendengaran
sensorineural.
• Gangguan pendengaran sensorineuralketika fokus
otosklerotik mencapai endosteum pada
kokleaatrofi yg terletak di bawah ligamen spiral
dengan penurunan fibrocytes dan penggantian oleh
zat eosinophilic amorf (hialinisasi ligamentum spiralis)
• Sitokin yang dirilis oleh renovasi tulang dalam fokus
otosklerotik yang mencapai ligamentumberdifusi ke
ligamentum spiralis dan mengganggu keadaan normal
kontrol sitokin dalam ligamen spiralmengganggu
homeostasis cairan dan ion dalam kokleagangguan
pendengaran sensorineural.

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.


Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
Otosklerosisgejala vestibuler
• 10-30%pasien dengan otosklerosisgejala
vestibular (episode kegoyangan nonspesifik /
pusing / serangan berulang vertigo).
• Berkorelasi dengan tingkat gangguan
pendengaran sensorineural.

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.


Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
Etiologi
• Predisposisi genetic
• Measles
• Penyakit autoimun
• biokimia

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.


Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
Diagnosis
• Otoskopi ('standar baku emas'
diagnosis adalah operasi, 'flamingo
flush' atau Schwartz sign, kemerahan
dari membran timpani diatas
promontorium, karena vaskularisasi
yang aktif pada fokus otosklerotik tapi
jarang terlihat. Otosklerosis juga dapat
terjadi pada membrane timpani yang
normal, seperti di otitis media kronis.)
• histologi
• PTA (air bone gap and carhart notch)
• Timpanometri
• Radiologi (CT scandaerah hipodens)
George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.
Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
Tatalaksana
• fluoridation of drinking water
• oral fluorides
• conventional hearing aids
• bone-anchored hearing aids
• Surgery
– KIusia, kegiatan pekerjaan dan rekreasi, Meniere
disease and general vestibular symptoms, unilateral
otoclerosis, second side surgery, air bone gap,
• Choclear implantation
George G. Browning, Burton J. Martin, Clarcke Ray, Hibbert John, Jones S.
Nicholas, Lund J Valerie. Scott Brown’s Otolarhinolarygology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd, 2013
tinnitus
• tinnitus dapat didefinisikan sebagai persepsi
pendengaran akibat aktivitas spontan
menyimpang , yang timbul dari keadaan yang
berubah dari eksitasi atau inhibisi dalam sistem
pendengaran .
Bacterial labyrinthitis
•  inflammation of the labyrinth
– Serous / toxic labyrinthitis
• Sterile inflammation response to the labyrinth to bacterial toxins &
characterized histologically by acidophilic staining of the
perilymphatic fluid
• Result from COM & may be meningitis
– Suppurative otogenic labyrinthitis
• Caused by bacterial invasion to the inner ear & characterized
histologically by collections of PMN in the perilymphatic spaces at the
site of bacterial invasion
• Forming of local precipitate  endolymphatic hydrops  necrosis of
membranous labyrinth + spread to meninges
– Suppurative meningogenic labyrinthitis
• Spread of bacteria from the subarachnoid space into the labyrinth (via
cochlear duct or internal auditory canal
• Etiology
– B-haemolytic streptococci, pneumococci, Staphylococci,
Haemophilus inJluenzae, Proteus vulgaris and Pseudomonas
aeruginosa

• Clinical picture
– Acute / subacute onset of hearing loss
– vertigo with malaise and fever in association with an upper
respiratory infection
– Bacterial invasion  inflammation and tissue destruction (necrosis)
with a fibro-osseous reaction  profound auditory and vestibular
functional loss
• Clinical course
– Dissemination of infection from middle ear space
(otitis media & cholesteatoma)
– Early stages
• Sensorineural hearing loss, but various cytocochlear
elements (hair cells, spiral ganglion, stria vascularis) are
intact
–  the hearing loss is metabolic in nature
inflammatory cytokines disrupt the integrity of spiral ligament 
ion & fluid maintenance within the cochlea can’t be maintained
the host inflammatory response  hearing loss
– Serous labyrinthitis  reversible hearing loss
– Suppurative labyrinthitis  permanent hearing deficit
• Treatment
– Suppurative labyrinthitis
• Antibiotics + steroid
 timely institution can reverse the sensorineural hearing loss
– Acute labyrinthitis
• Bedrest, IV antibiotics, & sedatives (prochlorperazine)
– Observed carefully for early signs of meningitis
• General condition improved  middle ear & mastoid should
be explored (surgery)
• With suspected labyrinthine fistula  early surgical
management to prevent deterioration of inner ear function
• Complication
– Balance disturbance  1st sign of labyrinthine
fistula (invariably into the lateral canal)
• chronic low grade imbalance with/-out detectable
nystagmus, sudden acute vertigo (rare),
• erosion of the bone overlying the lateral canal 
mucosal & squamous epithelial disease
VIRAL LABYRINTHITIS
Melalui viremia atau penyebaran
langsung via infeksi subarachnoid space
• Virus influenza
• Uni/bilateral
• Penyebab umum dari delayed
endolymphatic hydrops

GAMBARAN
• Tanda dan gejala infeksi saluran nafas
atas
• Gangguan akut auditorik dan fungsi
vestibular = vertigo dan nystagmus 3-5
hari
• Degenerasi organ Corti
• Enkapsulasi tektorial membran lebih
awal
• Degenerasi stria vaskularis
• Degenerasi kristik sel rambut
NEURITIS VESTIBULARIS
• neuritis vestibular  gangguan atau hilangnya
Input vestibular aferen total atau subtotal dari
satu labirin secara tiba-tiba, spontan, dan
terisolasi
Etiologi
• Infeksi virus pada nervus vestibular, misalnya infeksi
laten HSV tipe 1 pada ganglion vestibular superior dan
inferior
• Ganglion vestibular superior : lebih panjang dan sempit
dibandingkan dengan ganglion vestibular inferior 
gangguan pada neuritis vestibular lebih banyak pada
Manifestasi Klinis
• Acute Spontaneous Vertigo
– mengikuti onset, peningkatan intensitas vertigo dalam kurun waktu jam, dan
biasanya diperburuk oleh gerakan kepala, sementara itu diminimalkan dengan
menjaga kepala tetap dan mata ditutup
• Mual
• Muntah
• Ketidakseimbangan postural
– pada mencoba untuk berdiri atau berjalan, pasien merasa goyah dan mungkin
akan mengarah ke sisi labirin yang terkena
• Nystagmus horisontal-torsi spontan (fase akut)
– karena nystagmus ditekan oleh fiksasi visual, mungkin tidak terdeteksi pada
pemeriksaan neurologis standar  untuk menghilangkan fiksasi visual dapat
menggunakan oftalmoskop atau lensa pembesar frenzel mungkin diperlukan
untuk mendeteksi nystagmus dalam kasus ini
Diagnosis
• Meskipun neuritis vestibular adalah diagnosis klinis, beberapa
investigasi dapat membantu dalam menilai pasien selama fase akut
penyakit :
– Subjective Visual Horizontal (SVH) test : investigasi yang paling berguna
pada kasus dugaan neuritis vestibular
– Electronystagmography untuk mengidentifikasi karakteristik hipofungsi
vestibular unilateral pada neuritis vestibular
– Tes kalori juga berkontribusi sedikit dalam tahap akut penyakit. Tes kalori
lebih berguna untuk mendemonstrasikan paresis kanal sekitar 3-4 hari
setelah onset
– CT-Scan
– MRI dari saluran pendengaran internal selama fase akut neuritis vestibular
dapat menunjukkan peningkatan saraf vestibular superior di ganglion Scarpa
DD
• infark cerebellar
• infark labirin
• Penyakit Meniere (pada serangan pertama)
• vertigo migren dan vertigo akut yang terkait
dengan multiple sclerosis
Tatalaksana
• Terapi suportif juga harus diberikan selama fase akut neuritis
vestibular beberapa obat dapat digunakan untuk mual termasuk
phenothiazine : prochlorperazine (Compazine), and promethazine
(Phenergan), antidopaminergic metoclorpamide (Reglan), dan 5-HT
receptor antagonist odansentron (Zofran)
• Kortikosteroid dan antiviral (Methylprednisolone, Valcyclovir, atau
kombinasi Methylprednisolone+Valcyclovir)
– Methylprednisolone : 100 mg selama 3 hari pertama kemudian di tapering 20
mg setiap 3 hari selama 22 hari
– Valcyclovir : 1000 mg 3x sehari selama 1 minggu
• Pada fase subakut direkomendasikan untuk vestibular rehabilitation
exercise
MENIERE’S DISEASE
• Kelainan otologi primer :
– Hilang pendengaran fluktuatif
– Vertigo episodik
trias
– Tinitus
– Rasa penuh pada telinga
• Vertigo → spontan, rotasional, rekuren, berlangsung 20
menit – 24 jam, tidak ada gejala neurologis
→ keluhan tersering
• Hilang pendengaran → tuli sensorineural frekuensi rendah,
fluktuasi (tercatat pada audiometri minimal 1x), unilateral
• Tinitus → low pitched, unilateral, volume ↑ saat serangan
vertigo
Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s
otorhinolaryngology head and neck
surgery. 17th ed. Volume 1. Connecticut:
EPIDEMIOLOGI MENIERE’S DISEASE
• Usia : 40 – 60
tahun
• Kebanyakan
kasus : unilateral

Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s


otorhinolaryngology head and neck
surgery. 17th ed. Volume 1. Connecticut:
BC Decker Inc; 2009.
DIAGNOSIS MENIERE’S DISEASE
• Anamnesis
• Audiometri
• Tes respon kalori → << / (-)
• Head thrust test → normal
• Elektrokokleografi

Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s


otorhinolaryngology head and neck
surgery. 17th ed. Volume 1. Connecticut:
TATALAKSANA MENIERE’S DISEASE
• Farmakologi : diuresis, kortikosteroid PO dan
atau injeksi intratimpanik, injeksi gentamisin
intratimpanik dosis rendah (kontrol vertigo)
• Nonfarmakologi : restriksi garam,
pembedahan pada kantung endolimfatik,
neurektomi vestibular selektif (pada pasien
yang resisten dengan terapi), labirintektomi

Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s


otorhinolaryngology head and neck
surgery. 17th ed. Volume 1. Connecticut:
BPPV (BENIGN PAROXYSMAL
POSITIONAL VERTIGO)
Gangguan keseimbangan perifer (sistem
vestibularis) dengan gejala berupa vertigo yang
datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.
Setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita
atau obyek-obyek di sekitar penderita yang
bersangkutan dengan kelainan keseimbangan
Epidemiologi
Epidemiologi Etiologi
• Salah satu penyebab • Penyakit degeneratif yang
terbanyak dari serangan idiopatik
vertigo yang tiba-tiba. • Trauma
• Pria > wanita
• Jarang :
• Predileksi > populasi yang – Labirinitis virus
lebih tua dengan rata-rata
– Neuritis vestibuler
onset pada umur 51 th.
– Pasca stapedektomi
• Sangat jarang ditemukan
– Fistula perilimfa
pada orang dengan usia <35
– Penyakit meniere
tahun tanpa adanya riwayat
cedera kepala.
Tanda dan gejala
• Vertigo onset akut ± 10-20 detik akibat perubahan posisi
kepala.
• Posisi yang memicu berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan
belakang, dan membungkuk.
• Mual, muntah
• Pendengaran normal
• Tidak ada nistagmus spontan
• Evaluasi neurologis normal
PATOFISIOLOGI
Teori Canalithiasis
(partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS)
• Kepala dalam posisi tegak  endapan partikel berada pada posisi
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah.
• Kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sampai ±
900 di sepanjang lengkung KSS  cairan endolimfe mengalir
menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected)
 menimbulkan nistagmus dan pusing.
• Saat kepala ditegakkan kembali, kupula berbalik arah , muncul
pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan.
• Terjadi keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.
PATOFISIOLOGI
Teori Cupulolithiasis
• partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia
(otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,
menempel pada permukaan kupula.
• kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel
yang melekat pada kupula (analog dgn keadaan benda berat diletakkan di
puncak tiang)
• Digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (tes Dix-Hallpike).
• KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, saat kupula bergerak,
timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).
• Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Diagnosa BPPV
Dengan melakukan tindakan provokasi dan
timbulnya nistagmus pada posisi tersebut :
• Perasat Dix Hallpike  paling sering
• Perasat side lying  menilai kanal BPPV pada
kanal posterior dan anterior
• Perasat roll  menilai vertigo yang melibatkan
kanal horizontal.
• Perasat hallpike • Perasat sidelying
PENATALAKSANAAN
• Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk
mereposisi debris yang terdapat pada canalis semisirkularis
untuk menuju ke utrikulus
• Ada 3 macam perasat penatalaksanaan:
– CRT (canalith repositioning treatment)
– Latihan brandt darof
– Perasat liberatory
• Operasi  gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan
tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan
radiologi.
• Terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung
nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan
menjaga fungsi pendengaran
CRT
• Latihan Brandt Darof di rumah
– Digunakan jika penanganan di praktek dokter
gagal
– 95% lebih berhasil drpd penatalaksanaan di
tempat praktek.
– Dilakukan dalam 3 set @5x/2 menit) /hari selama
2 minggu.
Perasat Liberatory Kanan
Prognosis DD
Prognosis setelah dilakukan • Vestibular neuritis
CRP (canalith repositioning • Labirinitis
procedure) biasanya bagus. • Penyakit Meniere
Remisi dapat terjadi spontan
dalam 6 minggu, meskipun
beberapa kasus tidak terjadi.
Dengan sekali pengobatan
tingkat rekurensi sekitar 10-
25%.
GAMBARAN KLINIS

LARYNX CARCINOMA • Penurunan berat badan dan anemia


• Glottic = hoarseness selama 3
Tipe squamous cell carcinoma
mgg/lebih, obstruksi jalan nafas
• Ditemukannya prickle cells dan (dispneu, stridor), otalgia (via vagal
keratin whorls complex)
• Supraglottic = globus atau sensasi
FAKTOR RESIKO
benda asing dan parastesia,
• Pria, dekade 7 haemoptysis, hot potato voice, otalgia
• Konsumsi tobacco dan alcohol • Subglottic = vague, globus atau sensasi
• Riwayat keluarga benda asing, hoarseness, diplophonia
PEMERIKSAAN
• Endoscopy dan biopsi =
anestesi general
• CT/MRI
TATALAKSANA
• Early glottic cancer = open surgery
dan eksisi endolaryngeal (dengan
atau tanpa laser)
• Early supraglottic cancer =
horizontal partial laryngectomy
(HPL), radiotherapy primer, total
laryngectomy
NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

• Kejadiannya 1/100.000
• Banyak di etnik China, Eskimo, Pasific Island
Polynesians dan Afrika Utara
• Dimulai di dekade kedua, memuncak di
dekade kelima kemudian menurun
• Laki-laki 2 – 4 kali > perempuan

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition
Faktor resiko
• Genetik
– HLA haplotype dianggap berkaitan dengan
peningkatan / penurunan resiko terjadinya NPC
– Etnik tertentu yang tinggal di daerah non endemik
pun dapat menderita NPC
• Pekerjaan
– Pekerjaan yg terpapar debu, asap, asap kimia

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


• Tobacco
– Tidak ada bukti yg konsisten bahwa konsumsi
tembakau berhubungan dengan NPC
• Makanan
– Masa anak-anak yang banyak mengkonsumsi ikan
asin (tingginya bahan kimia mutagenik (N-
nitrosamin) / makanan asin lainnya berkaitan
dengan meningkatnya resiko NPC

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


• Infeksi
– EBV  berada di sirkulasi limfosit b atau sekresi
saliva  memiliki hubungan yg kuat dan konsisten
dengan NPC
– IgA/titer viral capsid antigen  peningkatan
penyebab NPC
– EBV mampu membuat sel epitel manusia
immortalizing dan genom virus ditemukan pada
NPC
– EBV dapat menjadi penyebab tunggal + dengan
faktor resiko seperti genetik dan etnik
Proteksi dengan Vit. E
Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition
Patogenesis
• Patogenesisnya belum jelas, tapi anggapan
paling kuat  EBV
• Lingkungan karsinogenik  EBV lebih mudah
masuk ke epitel nasofaring  ekspresi virion

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


Klasifikasi Histologi
• Tipe 1
– Keratinizing / karsinoma sel skuamosa
(Berdiferensiasi sempurna, sedang dan buruk)
• Tipe 2
– Non-keratinizing karsinoma
• Tipe 3
– Tidak terdiferensiasi

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


Gejala klinis
• Tumor awal  tidak ada gejala apapun
• Sering juga gejala awal NPC ringan dan tidak
spesifik  diabaikan
• Paling umum : leher bengkak
unilateral, bilateral jarang
• Servikal limfadenopati

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


• Gejala hidung (30%)  discharge hidung
berlumuran darah, obstruksi hidung, post
nasal drip, epistaksis
• Gejala aural  tuli, tinitus, otalgia
• Tumor yg lebih besar  terdapat OME
• Disfungsi tuba eustachius
• Nyeri kepala (saraf trigeminal/erosi dasar
tulang tengkorak)
• Penyebaran tumor  foramen di dasar
tengkorak / saraf kranial (III,IV,V,VI)
• Bisa metastasis ke paru, tulang

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


Diagnosis
Pemeriksaan
• Serologi : IGA anti-VCA
• Sitologi : FNAC
• CT-scan / MRI
Terapi
• Radiotherapy  ada komplikasinya
• Operasi
DD : Rinosinusitis, polip, sinonasal undifferentiated ca
(mirip tapi bukan EBV)

Scott Brown’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 7th edition


Histo:
a) Tipe I : keratinizing/ squama cell ca (diferensiasi sempurna/buruk)
b) Tipe II : nonkeratinizing ca sering
c) Tipe II : tidak terdiferensiasi

Staging :
T1 : hanya di nasofaring
T2 : kavitas nasal, orofaring
T3 : sinus paranasal
T4 : n.cranial, orbital &temporal

N1 : unilateral < 6cm, diatas fossa supraclavicula


N2 : bilateral < 6cm, diatas fossa supraclavicula
N3 : bilateral > 6cm, meluas ke fossa supraclavicular

M0 : tidak metastasis
M1 : metastasis

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 7th


Kesimpulan
• Kami telah mempelajari gangguan pendengaran konduktif
dan sensorineural, kanker nasofaring dan laring.

Saran
• Pasien 1. kemungkinan meniere (namun diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut) farmakoterapi diberikan
kortikosteroid, gentamicin dosis rendah, dan diuresis.
• Pasien 2. kemungkinan tumor nasofaring namun perlu
pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya (rhinoskopi dan
CT-scan)
Daftar pustaka
• Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and
Neck Surgery, 7th
• Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s
otorhinolaryngology head and neck surgery. 17th
ed. Volume 1. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
• Silverthorn DU. Human physiology: an integrated
approach. 6th ed. Illinois: Pearson Education Inc.;
2013.
• Fisiologi sherwood

Anda mungkin juga menyukai