SUDUT KRONIS
PRIMER
TERBUKA
SUDUT
AKUT
SEKUNDER TERTUTUP
GLAUKOM
A
KRONIS
KONGINETA
L
GLAUKOMA SUDUT
TERBUKA
Glaukoma adalah kelompok penyakit yang memiliki kesamaan karakteristik terkait optik
neuropati dengan kehilangan fungsi penglihatan. Objektif: Untuk menggambarkan distribusi
glaukoma di RSUP DR. M. Djamil Padang pada tahun 2011-2012. Metode: Merupakan
penelitian deskriptif. Data diperoleh dari riwayat kesehatan pasien yang didiagnosa
glaukoma selama 2011-2012, termasuk jenis kelamin dan jenis glaukoma. Hasil: Jumlah pasien
sebesar 203 orang dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 54,86% : 45,14%.
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan jenis glaukoma terbanyak (50,25%), diikuti oleh
glaukoma sekunder (19,70%), glaukoma primer sudut penutupan (11,50%), glaukoma juvenile
(10,84%), glaukoma kongenital (4,4%), dan normotension glaukoma. Inflamasi adalah
penyebab paling umum glaukoma sekunder (30%). Glaukoma sering ditemukan pada
kelompok usia di atas 40 tahun. Pengobatan untuk glaukoma primer sudut terbuka adalah
medikamentosa (63,72%) dan trabekulektomi (36,28%). Terapi yang paling sering dilakukan
pada glaukoma primer sudut tertutup adalah trabekulektomi (54,16%). Kesimpulan:
Glaukoma lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan lebih sering ditemukan pada usia lebih
dari 40 tahun. Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang paling sering ditemui
dan inflamasi adalah penyebab paling umum glaukoma sekunder di RSUP DR. M. Djamil
Padang. Pengobatan yang paling sering dilakukan pada glaukoma primer sudut terbuka
adalah medikamentosa dan glaukoma primer sudut tertutup adalah trabekulektomi.
Etiologi
RIWAYAT
USIA GENDER
KELUARGA
Sakit kepala
Gejala Klinis
Kabur
2. Sinekia anterior
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular
(sinekiaanterior), sehingga menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera
anterior dan menghambat aliran aqueous humor keluar.
3. Katarak
Glaukoma, pada keadaan tekanan bola mata yang sangat tinggi, maka akan
terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa.
4.
4. Kerusakan saraf optikus
Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi karena terjadi
peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal memiliki kisaran
tekanan antara 10 – 20 mmHg sedangkan penderita glaukoma memiliki
tekanan mata yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat mencapai 50
– 60 mmHg pada keadaan akut. Tekanan mata yang tinggi akan
menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan semakin
berat kerusakan saraf yang terjadi.
5. Kebutaan
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan
semakin rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai
terjadi kebutaan.
Pemeriksaan Penunjang
Tajam penglihatan Genioskopi
Tonometri
a. Palpasi
b. Tonometer Schiøtz
c. Tonometer aplanasi
Goldmann
Supresi produksi
cairan aquos Meningkatkan
aliran keluar
cairan aquos Parasimpatomimetik
(miotic) agents,
Inhibitor termasuk cholinergic
Antagonis Agonis
karbonik
adrenergik adrenergik
anhidrase dan anticholinergic
ß α agents.
(CAI)
PEMBEDAHAN
1 Trabekulektomi
2 Iridektomi perifer
4 Cryotherapy surgery
LASER
1
Laser Iridektomy
4. Mendongakan
kepala sampai
wajah
menghadap
2. Lepas lensa langit-langit
kontak Anda
5. Tarik kelopak
mata bawah
3. Cek selalu sebelum
kemasan obat meneteskan obat
tetes mata tetes mata
8. Tekan sudut
6. Teteskan mata bagian
obat mata ke tengah, dekat
kantung mata dengan hidung.
Tahun 2016
Responden dipilih sesuai dengan kriteria inklusi, yaitu pasien glaukoma usia 26-65
Sampel tahun yang sedang menjalani pengobatan medikamentosa dan kontrol rutin ke
poliklinik mata RS Dr.Kariadi pada tahun 2016, serta bersedia menjadi responden
penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan studi
crossectional. Responden penelitian adalah penderita glaukoma yang sedang
menjalani pengobatan medikamentosa dan memenuhi kriteria inklusi di poliklinik
Metode mata RSUP DR Kariadi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
primer. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dengan panduan daftar
pertanyaan tertutup. Kemudian dilanjutkan dengan in-depth interview dengan
panduan daftar pertanyaan terbuka. Uji statistik yang dilakukan adalah uji normalitas
data Saphiro Wilk dan uji korelasi Spearman.
Didapatkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan ketaatan
Hasil dan menggunakan obat (p = 0,003). Kuat hubungan secara statistik antar variabel
Pembahasa termasuk kategori sedang (0,4 - < 0.6), dan arah korelasinya positif yang artinya
n semakin tinggi variabel bebas, berdampak pada semakin tinggi variabel terikat.
Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan ketaatan pasien dalam menggunakan obat.
Perlu diberikan edukasi yang baik mengenai penyakit glaukoma terhadap pasien,
terutama edukasi mengenai gejala, faktor risiko, dan dampak yang diakibatkan
glaukoma apabila tidak ditangani dengan baik, sehingga bukan hanya meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ketaatan dalam menggunakan obat,
Saran namun juga memberikan pengertian yang baik pada pasien mengenai penyakitnya
dan ikut membantu pasien untuk melaksanakan pencegahan sejak dini terutama bagi
keluarga yang cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi. Media edukasi dapat
berupa advertising, penyuluhan berkala dari pusat layanan kesehatan, dan
peningkatan awareness terhadap kesehatan mata pemerintah yang menjangkau
masyarakat luas. Selain itu perlu juga dilakukan optimalisasi pelayanan kesehatan,
terutama pelayanan kesehatan primer dalam mendukung pengobatan berkelanjutan
pada pasien glaukoma.
Daftar Chaidir, Qraxina, Fifin Luthfia Rahmi & Trilaksana Nugroho.
Pustaka (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Glaukoma dengan Ketaatan
Menggunakan Obat Di Poliklinik mata RS Dr. Kriadi. Jurnal Kedokteran Diponegoro.