Anda di halaman 1dari 166

TINEA CORPORIS DAN TINEA

CRURIS
•Irma Trianwarizha Fredela
•Fahriza Abid Sonia
•Alya Labibah
•Walimatus Sa'diyah
•Annisa Tifany I. S
•Juwita Tri Linda Pratiwi KELOMPOK 2
•Dwiana Galuh
•Nadya Darmayanti
•Daru Darma
•M. Aldyan
TINEA
CORPORIS

Infeksi jamur yang


bisa menimbulkan
ruam melingkar
kemerahan /
keperakan pada kulit
EPIDEMIOLOGI
– Lebih sering terjadi pada area yg panas dan lembab,
Trichophyton rubrum dilaporkan menyebabkan 47% kasus
tinea corporis
– Mengenai semua jenis kelamin, paling sering pada wanita
usia produktif lebih sering karena sering berkontak dengan
anak yg terinfeksi
ETIOPATOGENESIS

Jamur yang biasa


menyebabkan tinea
korporis : Tricophyton
rubrum dan Trichophyton
Metagrophytes
GEJALA DAN TANDA
– Munculnya ruam melingkar kemerahan atau keperakan
pada kulit dhn tepi yg sedikit menimbul dibanding daerah
sekitarnya
– Bagian tengah bisa tampak seperti kulit sehat, namun bisa
juga timbul luka berisi cairan atau nanah disekitar ruam
melingkar tsb
– Kulit terasa gatal, bersisik atau meradang
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
– Psoriasis
– Pitiriasis rosea
– Morbus hansen tipe PB/MB
– Eritema anular sentrifugum
– Tinea imbrikata
– Dermatitis numularis
TATALAKSANA
– Lesi terlokalisir pilihan awal topikal saja imidazole lama
pengobatan 1-4 minggu
– Lesi luas kronik rekurens kombinasi obat oral
(gliseofulvin dosis anak 15-20mg/kgBB/hariDewasa 500-
1000mg/kgBB/hari
– Bila inflamasi menonjol dan gatal berat dikombinasi
dengan kortikosteroid
KOMPLIKASI
Komplikasi Infeksi tinea corporis bukanlah penyakit serius dan
kejadian komplikasi sangat jarang terjadi. Hal ini mungkin
terjadi ketika rasa gatal yang digaruk terus menerus dapat
menyebabkan iritasi dan atau luka pada kulit sehingga
terjadilah infeksi oleh bakteri.
PENCEGAHAN
1. Membersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan
air
2. Menghindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat
menyebabkan kulit selalu basah
3. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami
infeksi jamur
4. Selalu menggunakan alas kaki5. Menghindari
penggunaan handuk secara bergantian
TINEA
CRURIS
“ECZEMA

MARGINATUM,
DHOBIE ITCH,
JOCKEY ITCH,
RINGWORM OF THE
GROIN ”
DEFINISI
Merupakan penyakit pada kulit, yang disebabkan
oleh infeksi jamur. Lesi kulit dapat terbatas pada
daerah genitor-krural saja atau meluas ke daerah
sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah atau bagian tubuh yang lain
ETIOLOGI
– Epidermophyton floccosum
– Trichophyton rubrum
– Trichophyton mentagrophytes
Predileksi :
– Genitokrural
– Sekitar anus
– Bokong
– Kadang sampai perut bagian
bawah
EPIDEMIOLOGI DAN
INSIDENSI

–Laki-laki dewasa >>


–Tersebar diseluruh dunia,
terutama daerah Tropis
FAKTOR RISIKO
– Udara yang lembab
– Lingkungan yang padat
– Sosial-ekonomi yang rendah
– Sumber penularan (orang lain dan diri sendiri)
– Obesitas
– Penyakit sistemik
– Penggunaan AB, steroid dan sitostatik yang tidak
terkendali
FAKTOR RISIKO
Gender
– Tinea cruris 3 kali lebih banyak terjadi pada pria
daripada wanita
Usia
– Orang dewasa lebih sering terkena daripada anak
anak. selain itu, keadaan yang dapat
memperparah adalah obesitas dan diabetes
melitus.
TANDA DAN GEJALA
 Gatal dan kemerahan di inguinal, Termasuk area
genital, paha dan pantat
Biasanya gatal di area anus
 Sensasi terbakar di area lesi
 Area inguinal biasanya terjadi pengelupasan
PATOGENESIS -
PATOFISIOLOGI
Infeksi dermatosita (dapat lewati : sinar UV, suhu, kelembaban,
kompetisi dg flora normal, dan sphingosin)

Perlekatan / adhesi di keratinosit

Penetrasi  - spora berkembang
- tembus st. corneum dg kecepatan cepat
dari dekuamasi
- dibantu : proteinase, lipase, enzim
mucinolitik (u/ nutrisi jamur juga)
- trauma dan maserasi percepat
penetrasi
- fungal manan turunkan kecepatan
proliferasi keratinosit

Kolonisasi jamur  melebihi st. corneum

Pertahanan

Imun

Imun Progesteron Transferrin
↓ unsaturated
Inhibisi ↓
Kemotaksis Komplemen pertumbuhan Kompetisi ikat Fe
↓ jamur
IL 8
Neutrofil
Makrofag  free
radical NO 
hambat fungal
growth
TINEA KRURIS
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

– Sediaan langsung kerokan kulit atau kuku dengan


mikroskop dan KOH 20%. Tampak elemen jamur seperti
hifa, spora, dan misellium.
– Lampu wood
DIAGNOSIS BANDING
TINEA CRURIS
– Eritrasma (Pada lipat paha, lesi berupa eritema dan skuama
dapat diedakan dengan tinea cruris menggunakan lampu
wood dimana pada eritrasma tampak fluoresensi merah)
– Kandidosis (Disebabkan oleh spesies Candida, mengenai
mulut, vagina, kulit, dan kuku)
– Dermaitis seboroid (muka, kepala, dada dengan efloresensi
plakat eritematosa dengan skuama berwarna kekuningan
berminyak dengan batas tegas)
– Psoriasis (Efloresensi plakat eritematosa batas tegas, ditutupi
skuama tebal belapis lapis, berwarna putih mengkilat)
DIAGNOSIS
– Ditegakkan berdasarkan keadaan klinis yaitu adanya
kelainan kulit berbatas tegas dan nampak clear center
– Pemeriksaan mikologi :
– Ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit
dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10-20%
– Hasil pemeriksaan mikroskopis KOH 10% yang positif yaitu 
adanya elemen jamur berupa hifa bercabang dan/atau
atrospora
TATA LAKSANA
– Topikal
1. Obat pilihan  gol. Alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari
selama 1-2 minggu
2. Alternatif gol. Azol misal Krim miconazole, ketoconazole,
clotrimazole 2x1 selama 4-6minggu
– Sistemik
1. Obat pilihan  terbinafin oral 1x250mg/hari selama 2mgg
2. Alternatif 
• Itraconazole 2x100mg/hari selama 2mgg
• Griseofulvin oral 500mg atau 10-25mg/kgBB/hari selama 2-4mgg
• Ketoconazole 200mg/hari
KOMPLIKASI
– Infeksi sekunder oleh organisme Candida atau bakteri
– Pemberian obat steroid topikal dapat mengakibatkan
eksaserbasi jamur sehingga penyakit menyebar
PENCEGAHAN
– Obati area aktif terkena tinea cruris secara
bersamaan
– Mengeringkan daerah lipatan sampai kering
sesudah mandi
– Memakai handuk terpisah untuk mengeringkan
bagian tubuh sehat dan yang terkena tinea cruris
– Obese  diet
– Jangan memakai pakaian terlalu ketat
– Antifungal powder
TERIMAKASIH
Pityriasis versivolor

Kel 4
DEFINISI

– Sebuah infeksi kronis ringan dari kulit yang disebabkan oleh


jamur Malassezia, dan ditandai dengan discrete atau
confluent, bersisik, berubah warna atau depigmentasi,
terutama pada bagian tubuh atas (Hay and ashbee, 2010),
meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang
ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan
kulit kepala yang berambut (Budimulja U, 2011)
EPIDEMIOLOGI

– Dari data rawat jalan di Poliklinik Sub Bagian Jamur Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RS. dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2001 sampai
Desember 2005 didapatkan 80 kasus dermatofita yang disertai dengan
pitiriasis versikolor terdiri dari 61 orang laki-laki dan 19 orang perempuan
(Rayendra, 2006).
– Data epidemiologi lainnya dalam kurun waktu antara 2003-2005 pada RSUD
Dr. Soetomo, didapatkan kasus baru mikosis superfisialis didivisi mikologi
URJ penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003
sebesar 12,7%, tahun 2004 sebesar 14,1 %, dan tahun 2005 sebesar 13,3%
dengan kasus yang paling banyak dijumpai ialah pityriasis versicolor
(Hidayati et al, 2009).
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Pemeriksaan Penunjang

– Tampak gambaran bercak dengan


warna kuning keemasan
Lampu Wood Mikroskopis langsung
– Kerokan + KOH 10-20% 
spagetti meat ball
Pytiriasis
Alba
- Pada anak usia 3-16 th

- Lokasi tersering ialah daerah


wajah : dagu, mulut, pipi,
dahi

- Pemeriksaan mikroskop
elektron : penurunan jumlah
serta berkurangnya ukuran
melanosom

- Mikroskopis langsung
dengan KOH : tidak ada
spagetti meatball aperence
Vitiligo
• Dapat mengenai daerah
yang mengandung melanosit
selain kulit seperti mata dan
rambut

• Histologi dengan pewarnaan


hematoxilin eosin  sel
melanosit tidak ada

• Tanpa skuama

• Awitan terbanyak sebelum


20 th

• Tidak gatal saat berkeringat


- Hipoestesi pada
daerah lesi Morbus
- Zhielnielsen (+)
Hansen Tipe
tuberculoid
- Woods lamp : tidak
kuning keemasan
- Tidak gatal saat
berkeringat
TERAPI
1.Menghilangkan faktor-faktor predisposisi
2. Pengobatan : menyeluruh, tekun dan teratur, obat topical atau sistemik

a. Obat topikal (digunakan bila lesi tidak terlalu luas)


- Mikonazole cream 2%, dioleskan sehari 2 kali selama 3-4 minggu
- Solusio natrium thiosulfate 25 % dioleskan sehari 2 kali selama 2 minggu (kurang dianjurkan
oleh karena dapat mengakibatkan iritasi, berbau tidak enak dan tidak boleh untuk daerah
wajah dan leher)
- Krim tretinoin 0.05 % - 1 % untuk lesi hiperpigmentasi dioleskan sehari 2 kaliselama 2 minggu
- Shampo ketokonazol 1-2% diolekan pada lesi selama 10-15 menit sebelum mandi, seminggu 2
kali selama 2-4 minggu
- Larutan propylene glycol 50% dalam air dioleskan seluruh tubuh sehari 2 kali selama 2 minggu.
Merupakan sediaan yang murah, efektif, kosmetik bagus, memberikan hasil bagus dan sangat
kecil efek iritasi kulitnya.

b. Obat sistemik (digunakan bila lesi luas, resisten terhadap obat topikal, sering kambuh)
- Ketoconazole : dosis anak: 3,3-6,6 mg/ kgBB/ hari; dosis dewasa: 200 mg/hari. Diberikan sehari
sekali sesudah sarapan selama 10 hari (Ervianti et al, 2005).
Laporan Kasus
Identitas
– Nama : Sdr. A B
– TTL : 17 Maret 1984
– Agama : Islam
– Alamat : Kedung Boto, Podoroto, Kesamben
– Pendidikan : SI
– Pekerjaan : Swasta (bag. Juru Hitung di penggadaian)
– No. RM : 16-53-61
– Keluhan utama : Bercak putih di lengan bawah kanan dan kiri
– Riwayat penyakit sekarang :
– Muncul bercak putih sejak 6 bulan yll,
– berawal dari tangan kanan
– bersifat kumat-kumatan
– semakin banyak
– Tersebar hanya pada lengan bawah tangan kanan dan kiri
– Bila berkeringat muncul bercak merah di sekitar bercak putih dan terasa gatal
– Pasien menggunakan sabun mandi yang mengandung sulfur
– Pasien tidak dalam kondisi mengkonsumsi obat-obatan jenis imunosupresan baik
topikal maupun sitemik.
– Riwayat penyakit dahulu: Pasien baru pertama kali sakit seperti ini, riwayat
diabetes melitus disangkal.
– Riwayat penyakit keluarga : Ayah menderita sakit yang sama (bercak putih
di badan), namun belum mendapat pengobatan. Riwayat diabetes melitus
(tidak ditanyakan).
– Riwayat Sosial :
– Lingkungan rumah: tidak ditanyakan
– Higinitas diri & anggota keluarga lainnya: tidak ditanyakan
Pemeriksaan Generalis
– Keadaan umum : Baik
– Kesadaran : Compos mentis

Status Dermatologis (Pemeriksaan Lokalis)


– Sifat efloresensi : Multiple makula hipopigmentasi dengan batas tegas,
dengan bentuk lesi papuler, Skuama tipis halus (+)
– Lokasi: Et regio antebrachii dextra, sinistra .
FOTO PASIEN
– Diagnosis : Pityriasis versicolor
– Diagnosis Banding : Pitiriasis Alba, Vitiligo, MH tipe tuberkuloid
– Planning Terapi :
– Topikal :Mikonazole cream 2%, dioleskan sehari 2 kali selama 3-4 minggu
– Sistemik : Ketokonazole 200 mg, 1 x sehari (setelah sarapan) selama 10 hari
– Monitoring : Datang kembali ke dokter apabila keluhan gatal tidak kunjung
reda dan dirasa sangat mengganggu, serta mengevaluasi hasil pengobatan.
– Edukasi
– Menjelaskan diagnosis penyakit dan rencana pengobatan yang akan dilakukan
– Obat diminum sesuai anjuran atau dosis
– Menjelaskan faktor predisposisi dari penyakit
– Menjelaskan prognosis (kekambuhan tinggi, bercak hipopigmentasi residual yang
menetap dalam beberapa bulan) dan komplikasi dari penyakit.
– Prognosis
– Dubia ad bonam
Pembahasan

– Hal ini didukung oleh beberapa alasan, yaitu : tampaknya


gambaran klinis yang khas sesuai dengan buku pedoman
diagnosis dan terapi BAG/SMF ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Gambaran klinis dan khas dalam buku tersebut
yang sesuai dengan gejala klinis pasien ialah : gatal bila
berkeringat, lokasi lesi pada lengan bawah, bentuk lesi
papuler dengan skuama tipis, dan warna lesi putih
– Faktor genetik ini pasien dapatkan dari ayahnya, ayah dari pasien ini
mengeluhkan keluhan yang sama berupa bercak putih yang tak kunjung
hilang. Beberapa penelitian mengaitkan faktor genetik dan pityriasis
versicolor. Hafez dkk, melakukan studi prospektif dengan 300 pasien
pityriasis versicolor dengan riwayat keluarga yang positif sebesar 39%,
terutama pada kerabat keturunan pertama. Penelitian lainnya yaitu
penelitian Terragni dkk. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 10
tahun, dan pada anak-anak yang berpartisipasi dalam
– Indonesia pun termasuk salah satu faktor predisposisi
pityriasis versicolor, hal ini dikarenakan Indonesia
merupakan negara dengan iklim tropis dimana kelembapan
dan suhu tinggi pun meningkatkan prevalensi dari pityriasis
versicolor.
– Pada kasus ini diagnosis penyakit ditegakan atas dasar : gambaran klinis
yang khas, pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 20%,
pemeriksaan flourosensi lesi kulit dengan lampu wood. Gambaran klinis
khas yang ditemukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah
mampu menegakan diagnosis, sedangkan pemeriksaan sediaan langsung
kerokan kulit dengan KOH 20%, pemeriksaan flourosensi lesi kulit dengan
lampu wood bersifat sebagai pengkonfirmasi atau berperan dalam
penepisan diferential diagnose. Hal ini sesuai dengan yang di tuliskan oleh
Janik M P dan Hefernan M P dalam buku Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine edisi ke 7 pada section infeksi jamur : candidiasis dan
tinea (pitiriasis) versikolor. Sumber lain yang juga sependapat dengan hal
tersebut ialah artikel dengan judul tinea versicolor dari American Academy
of Dermatology pada website resmi mereka.
Pada kasus ini terapi medikamentosa yang diberikan adalah antifungi topical
maupun sistemik. Dalam buku pedoman diagnosis dan terapi BAG/SMF ilmu
penyakit kulit dan kelamin, Ervianti E, Suyoso S, Rosita C menuliskan bahwa
terapi sistemik dapat digunakan bila sering kambuh sedangkan terapi topikal
digunakan bila lesi tidak terlalu luas. Untuk obat topical diberikan mikonazole
cream 2%, dioleskan sehari 2 kali selama 3-4 minggu, sedangkan obat
sistemiknya diberikan ketokonazole 200 mg, 1 x sehari (setelah sarapan)
selama 10 hari.
Kesimpulan

– Penyakit kulit karena infeksi jamur secara umum dapat terbagi atas
dua bentuk, bentuk superfisial dan bentuk yang dalam (deep
mycosis). Bentuk superfiasial terbagi atas golongan dermatofitosis
yang disebabkan oleh jamur dermatofita (antara lain: Tinea kapitis,
tinea korporis, tinea unguium, tinea cruris, tinea fasialis, tinea barbae,
tinea manus, tinea pedis) dan yang kedua golongan non
dermatofitosis (pitiriasis versikolor, piedra, tinea nigra palmaris,
kandidiasis). Perbedaan antara dermatofitosis dan non dermatofitosis
adalah pada dermatofitosis melibatkan zat tanduk (keratin) pada
stratum korneum epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh
dermatofit. Sedangkan non dermatofitosis disebabkan oleh jenis
jamur yang tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna
keratin kulit tetapi hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar
(Boel T, 2003).
– Biasanya tidak ada keluhan (asimtomatis), tetapi dapat dijumpai gatal pada
keluhan pasien. Pasien yang menderita PV biasanya mengeluhkan bercak
pigmentasi dengan alasan kosmetik. Predileksi pitiriasis vesikolor yaitu
pada tubuh bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha,
genitalia (Wolff , 2008)
– Diagnosa ditegakkan dengan gejala klinis, penemuan klinis berupa makula,
berbatas tegas, bulat atau oval dengan ukuran yang bervarisasi. Mikroskopi
langsung, Pemeriksaan dengan Wood's Lamp. Karena koloni jamur ini pada
permukaan kulit, maka pengobatan topikal sangat efektif. Ketokonazol
termasuk kelas antijamur imidazoles. Ketokonazol bekerja dengan
memperlambat pertumbuhan jamur yang menyebabkan infeksi. Prognosis
baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten.
Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan
pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negative (Ervianti et ql,
2009).
Kandidosis
Mukokutan
Ringan

Kelompok 5
Epidemiologi

– Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia dan dapat terjadi


pada semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas, tetapi
insisden lebih banyak di negara berkembang. Penyakit ini
lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan
kelembapan udara yang tinggi dan pada musim hujan
Etiologi

– INFEKSI OPORTUNISTIK
patogenesis
Gejala dan Tanda

– KU: bercak putih nyeri

Klasifikasi kandidiasis mukokutan :


1. Kandidiasis oral
– Kandidiasis pseudomembran akut (oral trush) : lesi putih tebal pada mukosa bukal, gusi, atau lidah. Plaknya
dapat dikerok, terasa nyeri, eritema, dan dapat berdarah.
– Angular kheilitis (perleche) : eritema dan fisura pada ujung mulut. Biasanya terjadi pada pasien yang biasa
menjilat bibir, pemakai gigi palsu yang tidak pas, usia lanjut dengan kulit kendor pada lubang mulut.
2. Kandidiasis Genital
- Kandidiasis vulvovaginitis : gatal, panas pada vulva dan vagina, keluar cairan tebal, putih seperti susu, dan
plak putih melekat pada dinding vulva, vagina, dan serviks.
- Balanitis/Balanoposthitis : erosi merah superfisialis dan pustul berdinding tipis diatas glans penis serta sulkus
koronarius (balanitis), dan juga pada prepusium penis yang tidak disirkumsisi (balanoposthitis).
3. Kandidiasis kulit
4. Kandidiasis kuku
Kandidiasis Oral
Kandidiasis Genital
Kandidiasis Kulit
Kandidiasis kuku
Diagnosis

– Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
– Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20% : tampak budding yeast
cells (2 spora seperti angka 8) dengan atau tanpa pseudohifa
(gambaran seprti untaian sosis) atau hifa. Gambaran ini merupakan
patognomonis pada infeksi mukosa oleh kandida.
2. Pengecatan gram : elemen jamur tampak sebagai gram positif dan
sporanya lebih besar dengan bakteri.
3. Kultur
4. Histopatologi
Tata Laksana

– Penatalaksanaan
1. Mengurangi dan mengobati faktor-faktor risiko
– Kandidiasis oral
1. Topikal : Nystatin oral suspensi, solusio ungu gentian 1%.
2. Oral : tablet ketokonazol/itrakonazol (pada pasien imunosupresif).
– Kandidiasis vulvovaginitis
1. Topikal : Nystatin suppositoria vagina 1 tablet malam selama 1-2 hari.
2. Oral : tablet ketokonazol/intrakonazol (wanita belum menikah, infeksi berat).
– Kandidiasis Balanitis
1. Mikonazol krim, dioleskan pagi dan malam selama 1 minggu.
2. Memeriksa dan mengobati pasangannya.
Tata Laksana
Komplikasi

– Infeksi sekunder
– Candida id reaction
Pencegahan

– Edukasi pasien mengenai


1. faktor-faktor risiko,
2. cara penularan penyakit, serta
3. pentinganya meningkatkan daya tahan tubuh.
– Konseling dilakukan pada pasien dengan balanitis untuk
memeriksa serta mengobati pasangannya.
Faktor Risiko
1. Faktor mekanis
2. Faktor nutrisi
3. Perubahan fisiologis
4. Penyakit sistemik
5. Penyebab iatrogenic
6. Idiopatik
Tinea Capitis, Tinea Barbae
dan Tinea Fascialis
kelompok 1
Tinea Capitis
Definisi

– Tinea kapitis (ringworm of the scalp) adalah kelainan pada


kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik,
kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat, yang disebut kerion.
– Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit pada anak yang
berumur 3-12 tahun. Tineaa kapitis berlaku disebabkan oleh
spesies Microsporum dan Trichophyton
Epidemiologi

Tinea kapitis terus menjadi kelainan utama anak-anak


prapubertas, umum di kota kosmopolitan masyarakat, tanpa
tanda-tanda pengurangan insiden.
Etiologi

Dermatofit ektorik biasanya menginfeksi pada perifolikuler


stratum korneum, menyebar ke seluruh dan ke dalam batang
rambut dari bagian medial sampai bagian distal rambut
sebelum turun ke folikel untuk menembus folikel rambut dan
diangkat keatas pada permukaannya. Dan biasanya
disebabkan spesies dermatofita golongan Trichophyton dan
Microsporum. Organisme yang berhubungan dengan tinea
kapitis:
• Meradang : M.audouinii, M.canis, M.gypseum, M.nanum
• Tidak meradang : M.audouinii, M.canis, M.ferrugineum.
• Black dot : T.tonsurans, T.violaceum
• Favus : M.gypseum, T.schonleinii, T.violaceum
PATOFISIOLOGI
Fase non-inflamasi
Gejala dan tanda
Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan
oleh genus.Microsporum dan sering ditemukan pada anak – anak.
Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini
melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik.
Keluhan penderita adalah rasa gatal.Warna rambut menjadi abu-abu dan
tidak berkilat lagi.Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya,
sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri.
Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis,
berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan
serbukan sel radang yang padat disekitarnya.Bila penyebabnya
Microsporum caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan
kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya
adalah Trichophyto violaceum.Kelainan ini dapat menimbulkan
jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang
menonjol kadangkadang dapat terbentuk.
– Black dot ringworm
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton
tonsurans dan Trichophyton violaceum.Pada permulaan
penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang di
sebabkan oleh genus Microsporum.Rambut yang terkena
infeksi patah, tepat pada rambut yang penuhspora. Ujung
rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi
gambaran khas, yaitu black dot, Ujung rambut yang patah
kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan
kulit.
Tinea favus merupakan infeksi krinis dermatofita pada kepala,
kulit tidak berambut atau kuku, ditandai krusta kering dan tebal
dalam folikel rambutyang menyebabkan terjadinya alopesia
jaringan parut.Tinea favus umumnya diderita sebelum dewasa
hingga berlanjut sampai dewasa dan berhubungan dengan
malnutrisi atau gizi buruk.Penyebab tersering adalah T.scholeinii,
kadang kadang T.violaceum dan M.gypseum.Lesi ditandai dengan
bercak-bercak eritem folikuler disertai skuama ringan perifolikuler
dan invasi hifa yang progresif menggelumbungkan folikel sehingga
terjadi papul kekuningan cekung, menggellingi rambut yang kering
dan kusam.
Diagnosis

– Diagnosis boleh ditegakkan dengan gejala klinis dan hasil


tes laboratorium. Tes laboratorium yang dapat digunakan
adalah:
1. Pemeriksaan KOH.
2. Kultur
3. Lampu wood
Tata Laksana
Komplikasi

– Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kerion


peradangan dan rasa sakit yang parah pada kulit
kepala.Kerion muncul akibat pengelupasan pembengkakan
sehingga nanah menjadi kering dan menjadi tebal akibat
pengerasan kulit kuning pada kulit kepala.Rambut dapat
menjadi rontok atau dapat dengan mudah patah.Kerion
dapat disebabkan oleh reaksi yang kuat dari jamur dan
dapat menyebabkan luka permanen serta rambut rontok.
Pencegahan

– Didiklah diri sendiri dan orang lain.


– Sadar akan risiko kurap dari orang yang terinfeksi atau
hewan peliharaan.
– Keramas secara teratur.
– Pastikan untuk mencuci kulit kepala anak secara teratur,
terutama setelah memotong rambut.
– Jaga kebersihan.
– Pastikan sering mencuci tangan untuk menghindari
penyebaran infeksi.
– Jaga area umum atau bersama agar tetap bersih, terutama
di sekolah-sekolah, pusat penitipan anak, pusat kebugaran
dan kamar ganti.
– Hindari hewan yang terinfeksi.
Tinea Barbae
Epidemiologi

– Saat ini, tinea barbae jarang ditemukan di seluruh dunia.


– tinea barbae lebih umum di negara-negara di mana cuaca
ditandai oleh suhu dan kelembaban tinggi.
– Infeksi sering ditularkan oleh tukang cukur yang
menggunakan pisau cukur tidak bersih.
– Saat ini, tinea barbae lebih umum di antara penduduk
pedesaan, dan dermatofita zoofilik merupakan patogen
utamanya.
– Dermatofitosis dari spesies zoofilik dermatofita telah
meningkat di Iran barat daya, dengan spesies Trichophyton
A benhamiae menjadi penyebab baru di Iran barat daya
Etiologi

– Tinea barbae disebabkan oleh beberapa dermatofita,


termasuk organisme zoofilik dan antropofilik;
– infeksi dermatofita zoofilik lebih sering terjadi.
– Spesies Trichophyton adalah yang paling umum, sehingga
istilah trichophytosis barbae juga digunakan.
– Di antara dermatofit zoofilik adalah Trichophyton
mentagrophytes var granulosum dan Trichophyton
verrucosum
– Microsporum canis dan Trichophyton mentagrophytes var
erinacei dapat menyebabkan tinea barbae tetapi jarang.
– T rubrum dan Trichophyton violaceum adalah dermatofita
antropofilik yang paling sering menyebabkan tinea barbae
Patofisiologi
– Tinea barbae disebabkan oleh jamur keratinofilik (dermatofita)
– Mereka menginfeksi stratum korneum epidermis, rambut, dan kuku.
– Beberapa enzim, termasuk keratinase, dilepaskan oleh dermatofita, yang membantu mereka
menyerang epidermis.
– Folikel rambut dan rambut diserang oleh jamur, menghasilkan respons peradangan.
– Infeksi yang disebabkan oleh dermatofit zoofilik biasanya memiliki tingkat keparahan yang
lebih besar daripada yang dihasilkan oleh organisme antropofilik.
– Dengan demikian, dermatofit zoofilik adalah penyebab utama plak seperti kerion, yang
kemungkinan besar merupakan hasil dari reaksi inang yang lebih intens.
– Pembentukan kerion ada 2 teori.
– Teori pertama menunjukkan bahwa itu hasil dari difusi metabolit dan / atau racun dari
jamur; Namun, pembentukan kerion kemungkinan besar hasil dari respons imunologis
terhadap antigen dermatofit.
Gejala dan Tanda

– Tinea barbae ditandai dengan peradangan parah pada area


janggut atau kumis, berupa kemunculan benjolan merah,
bengkak, serta bernanah dan berkerak di wajah. Kendati
demikian, benjolan tersebut tidak terasa gatal atau sakit.
Namun, rambut-rambut pada area yang terinfeksi dapat
rontok dengan mudah.
Diagnosis
Diagnosis penyakit tinea barbae dapat dilakukan melalui pemeriksaan
kerokan kulit yang diperiksa di bawah mikroskop, atau dilakukan kultur
melalui sampel kulit serta rambut wajah. Pemeriksaan dengan mikroskop
dilakukan dengan menggunakan larutan kalium hidroksida. Cairan tersebut
dapat memperlihatkan elemen jamur pada sampel.
Diagnosis
– pemeriksaan kultur sampel bagian tubuh yang terinfeksi juga dapat dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan media agar-agar untuk melihat
pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini membutuhkan waktu sekitar 3 minggu
untuk membuahkan hasil. Pada intinya, diagnosis tinea barbae dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan melalui mikroskop atau kultur sampel yang terinfeksi
Tatalaksana
1. Umum : Rambut daerah jenggot dicukur bersih. Jaga
kebersihan umum.
2. Khusus :
– Sistemik : Dapat diberikan griseovulfin 500 mg - 1 gram/hari
selama 2-4minggu.
a. Antifungal terbaru: terbinafine bisa digunakan.
b. Itraconazole bisa digunakan sbg terapi saat first pulse : 400mg/hari
di bagi menjadi 2 dosis dalam seminggu, second pulse setelah 3
minggu. Itraconazole bisa digunakan secara berkelanjutan untuk 4
minggu pd dosis 200mg/hari
c. Fluconazole dosis 150mg/minggu sampai pemberian 6 minggu
terbukti efektif
– Topikal : Kompres sol. kaliumpermanganas 1:4.000 atau
sol. asam asetat 0,025%, 2- 3 kali sehari G antifungi sol. tinactin
G epilasi rambut yang terinfeksi G antibiotik bila ada infeksi
sekunder
Komplikasi

– Infeksi sekunder
– Impetigo
– Selulitis
– Infeksi jamur lain
Pencegahan

– Perantaraan hewan, maka menjaga kebersihan diri dan


hewan piaraan atau ternak
– Apabila ada infeksi jamur lain, maka segera diobati utk
mencegah penyebaran menjadi tinea barbar
– Mencukur kumis dan janggut dgn cukur yg bersih
Tinea Fascialis
Epidemiologi

– Infeksi jamur = didaerah tropis dengan suhu tinggi dan


lembab
– Dapat mncul disegala usia, puncak anak-anak dan umur 20-
40 tahun
– Wanita = pria
Etiologi

– Belum banyak penelitian yang menjelaskan jenis terbanyak


dermatofita yang terdapat pada tinea fasialis. Menurut
beberapa sumber, berikut adalah etiologi terseringnya:
– a. Trichophyton mentagrophytes
– b. Trichophyton rubrum
Patogenesis

a. Perlekatan
– Invasi dermatofit melibatkan infeksi artrokonidia ke
keratinosit (stratum korneum). Dermatofit ini harus
bertahan dari efek sinar ultraviolet, temperatur dan
kelembaban yang bervariasi, kompetisi dengan flora
normal, dan dari asam lemak yang bersifat fungistatik.
Patogenesis

b. Penetrasi
– Dermatofit bersifat keratinofilik. Dermatofit akan
menghasilkan enzim-enzim tertentu (proteolitik), termasuk
enzim keratinase dan lipase, yang dapat mengakibatkan
dermatofit tersebut dapat menginvasi stratum korneum.
Patogenesis

c. Pertahanan tubuh dan Respon Imun


– Deteksi imun dan kemotaktik dari sel-sel inflamasi.
Beberapa jamur memproduksi faktor kemotaktik yang,
seperti yang diproduksi oleh bakteri. Komplemen lainnya
yang teraktivasi, membuat komplemen yang tergantung
oleh faktor kemotaktik. Keratinosit mungkin dapat
menginduksi kemotaktik dengan memproduksi IL-8 sebagai
respon kepada antigen seperti trichophytin.
Gejala dan Tanda

– Kebanyakan asimptomatis
– Gatal, meningkat saat berkeringat
– Rasa terbaka memburuk saat setelah
paparan matahari (fotosensitivitas)

– Lesi bulat/lonjong, berbatas tegas terdiri


dari eritema, skuama dengan vesikel dan
papul di tepi
– Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan
Diagnosis

a. Anamnesis
– a) Rasa gatal di bagian wajah, disertai sensasi terbakar, dan
memburuk setelah paparan sinar matahari.
– b) Riwayat kontak dengan hewan peliharaan
– c) Riwayat kontak langsung dengan penderita dermatofitosis
– d. Riwayat penggunaan bersama barang-
– barang penderita dermatofitosis, misalnya handuk.
Diagnosis

b. Pemeriksaan Fisik
– a). Lesi bulat atau lonjong
– b). berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-
kadang dengan vesikel dan papul di tepi.
– c). Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara
yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang
sering disebut dengan central healing
Diagnosis
c. Pemeriksaan Penunjang
a). Lampu wood
– Mikrosporum = warna hijau
b). Pemeriksaan sediaan dengan KOH 10%
– Hifa sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang.
c). Pemeriksaan dengan pembiakan
– Diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk
menentukan spesies jamur.
– Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar
dekstrosa Sabouraud.
Diagnosis

– Anamnesis
a.Rasa gatal di bagian wajah, disertai
sensasi terbakar, dan memburuk
setelah paparan sinar matahari.
b.Riwayat kontak dengan hewan
peliharaan
c.Riwayat kontak langsung dengan
penderita dermatofitosis
d.Riwayat penggunaan bersama barang-
barang penderita dermatofitosis,
Diagnosis

Pemeriksaan Fisik
a.Lesi bulat atau lonjong
b.berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang
dengan vesikel dan papul di tepi.
c.Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di
tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering
disebut dengan central healing
Diagnosis

Pemeriksaan Penunjang
a.Lampu wood
–Mikrosporum = warna hijau
b.Pemeriksaan sediaan dengan KOH 10%
–Hifa sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan
bercabang.
c.Pemeriksaan dengan pembiakan
–Diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.
–Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan
klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik
pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa
Sabouraud
Tatalaksana

(Untuk lesi terbatas)


Mitokonasol/Ketokonasol krim 2x sehari selama 4 minggu.
Ketoko snack solution 2x sehari selama 4 minggu. Terbinafrin
krim 2x sehari selama 2 minggu.
Hidrokortison/mometason/desoksimetason krim 2x sehari 3-
5 hari pada masa awal terapi
Pengobatan Sistemik

1. Griseovulvin.
2. Ketokonazol.
3. Antibiotik jika ditemukan infeksi sekunder.
1. Griseofulvin
– Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa
– Anak-anak 10-25 mg/kgBB sehari.
– Lama pemberian griseofulvin pada tinea fasialis
adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila
dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan.
– Aktif hanya melawan dermatofit, kurang efektif
daripada Triazoles.
– Efek samping yang dapat ditimbulkan, antara lain:
nyeri kepala, mual/muntah, fotosensitivitas. Infeksi T.
rubrum dan T. tonsurans dapat kurang berespon.
Sebaiknya diminum dengan makanan berlemak untuk
memaksimalkan penyerapan.
2. Ketokonazol
– Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah
makan.

3. Antibiotik
– Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Pada kasus yang resisten
terhadap griseofulvin dapat diberikan deriivat azol seperti itrakonazol,
flukonazol dll.
– Itrakonazol: untuk dewasa 400 mg/hari selama 1 minggu dan untuk anak-
anak 5 mg/kg/hari selama 1 minggu. Sediaannya 100 mg dalam kapsul;
solusio oral (10 mg/ml) dalam intravena. Untuk Triazole, kerjanya
membutuhkan pH asam pada lambung agar kapsulnya larut.
– Flukonazol: orang dewasa 150–200 mg/minggu selama 4–6 minggu,
sedangkan anak-anak 6 mg/kg/minggu selama 4–6 minggu. Sediaan
fluconazole tablet 100, 150, 200 mg;suspense oral (10 or 40 mg/ml); dan
intravena 400 mg.
Komplikasi

– Penyebaran infeksi ke area yang lain


– Infeksi bakteri pada lesi
– Dermatitis kontak atau kelainan kulit yang lain
– Efek samping dari pengobatan
Pencegahan

– Mengurangi kelembaban dari tubuh penderita dengan


menghindari berkeringat yg berlebihan
– Menghindari sumber penularan seperti anjing, kuda dll
– Meningkatkan hiegen dan kebersihan makanan
PRESENTASI KELOMPOK 3

TINEA UNUIUM,MANUS
DAN PEDIS
TINEA PEDIS
• Tinea pedis juga disebut ”Athlete’s foot”
/kutu air merupakan dermatofitosis pada
Definisi kaki terutama pada sela-sela jari kaki.

• Trichophyton rubrum (60%)


• Trichophyton mentagrophytes (20%)
Penyebab • Epidermophyton floccosum (10%)
EPIDEMIOLOGI

Infeksi jamur Umumnya Sering


yang paling banyak terjadi menyerang orang
sering terjadi pada laki – laki. dewasa yang
diseluruh dunia. banyak bekerja di
tempat basah/
orang –orang
yang setiap hari
harus memakai
sepatu tertutup.
PATOFISIOLO
GI
MANIFESTASI KLINIK

Bentuk interdigitalis

Bentuk hiperkeratosis
(moccasin foot)

Bentuk vesikular
bullosa subakut
Bentuk-bentuk klinis

1. Bentuk interdigitalis
• Sering terjadi di antara jari ke IV dan V
• Infeksi bisa menjalar ke bagian kaki lainnya.
Terdapat 2 jenis:
a. Berskuama dan kering
b. Maserasi, terkelupas, membentuk fisura pada kulit di
sela-sela jari
2. Moccasin foot
• Makula eritem berbatas jelas dengan papul miliaris pada
tepinya, dengan skuama halus, hiperkeratosis.
• Sering ditemukan pada tumit, telapak kaki, hingga tepi kaki.
Dapat terjadi pada satu kaki atau lebih sering pada kedua
kaki.
3. Tipe yang meradang/ Bula (sub akut)
• Terdapat vesikel ataupun bula yang berisi cairan bening.
• Jika terdapat nanah mengindikasin infeksi dari S. Aureus
• Setelah pecah, vesikel meninggalkan sisik kasar yang berbentuk lingkaran
yang disebut koleret
• Dapat terjadi pada telapak dan punggung kaki
4. Tipe ulserasi/ akut
• Lesi meluas dari tinia pedis interdigitalis ke bagian dorsal
dan plantar kaki.
• Gambaran lesi akut, eritema, edema, berbau. Kondisi
hiperhidrosis, maserasi, serta ulserasi pada kaki, stasis
vaskular, dan bentuk sepatu yang kurang baik merupakan
predisposisi untuk mengalami infeksi
• Sering disertai superinfeksi oleh S. aureus
DIAGNOSIS

Diagnosis dari tinea pedis biasanya dapat ditegakkan


berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, namun
diagnosis pasti dari tinea pedis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan mikroskopik dan kultur kulit.
Anamnesis
Biasanya pasien akan menggambarkan gejala dari tinea pedis
berupa rasa gatal, kaki yang bersisik, dan seringkali terdapat
fisura yang nyeri di antara jari kaki.
Gejala yang ditimbulkan dari tinea pedis dapat berbeda-beda
berdasarkan tipe dari tinea pedis itu sendiri.
PEMERIKSAAN

• Mikologik
– Sediaan basah : KOH 10% ; gambaran terlihat adalah hifa,
sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang
maupun spora berderet(artrospora).
– Pembiakan : menyokong sediaan basah dan menentukan
spesies jamur.
PENATALAKSANAAN

• Obat antifungal topikal


– Obat fungisidal (terbinafine, butafine dan naftifine) lebih sering
pilih daripada obat fungistatik  angka kesembuhan tinggi.
• Obat antifungal oral
– Obat baru (triazole, fluconazole, itraconazole dan allylamine) 
aktivitas broad spectrum
KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi pada tiap penderita tinea pedis dapat


berbeda, tergantung tingkat keparahan infeksi yang diderita. Salah
satu komplikasi yang dapat terjadi adalah menyebarnya infeksi ke
area tubuh lain, seperti kuku jari kaki, pangkal paha, dan tangan.

Pada tahap lanjut, infeksi yang menyebar dapat menyebabkan:


Limfangitis atau peradangan pada saluran kelenjar getah bening atau
pembuluh limfatik.
Limfadenitis atau peradangan pada kelenjar getah bening
PENCEGAHAN

• Edukasi pasien
– Menjaga kebersihan kaki
– Pengeringan kaki
– Perawatan kuku kaki
– Memakai kaos kaki bersih saat mengenakan sepatu
• Penatalaksanaan terhadap faktor predisposisi.
TINEA MANUS
Definisi

– Tinea manus : salah satu dermatofitosis yang menyerang


palmar dan area interdigitalis tangan.
– Merupakan dermatofitosis yg paling sering ditemukan.
– Kemungkinan terinfeksi melalui kontak dengan orang atau
binatang yang terinfeksi, tanah atau inokulasi.
TINEA MANUS

Tinea manus merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit yang termasuk
kelompok penyakit dermatofitosis. Dermatofitosis ini disebabkan oleh 3 jenis
jamur, yaitu : Epidermophyton, Trichophyton dan Microsporum. Penyakit
intermasuk dalam mikosis yang paling sering
dijumpai di dunia.
Tinea manus di temukan
tersebar diseluruh dunia,
lebih sering dijumpai di
daerah tropik dan
Epidemiologi
subtropik. Dapat
menyerang semua
kelompok umur lebih
sering menyerang
dewasa terutama pada
orang yang bekerja di
tempat basah seperti
tukang cuci, atau pekerja
di sawah
9/16/2019
ETIOLOGI

1. TRICHOPHYTON rubrum,
2. TRICHOPHYTON mentagrophytes,
3. EPiDERMAPHYTON flaccosum.

9/16/2019
PA Agen penyebab

T pakaian handuk sprei Kontak langsung

O penderita

G Jamur menghasilkan keratinase yang


mencerna keratin

E Memudahkan invasi ke stratum korneum

N Infeksi terjadi dimulai dengan terbentuknya kolonisasi


hifa didalam jaringan keratin yang mati

ES Hifa menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan


epidermis sehingga menimbulkan peradangan

A Pertumbuhan jamur dengan pola radial di dalam stratum korneum menyebabkan


timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi.
Gambaran Klinis

GEJALA Effloresensi
Gatal (meningkat waktu  Makula eritematus berbatas
berkeringat) jelas, lesi bulat atau lonjong.
 Tepi aktif (meninggi) papul,
vesikel
 Bagian tengah menyembuh
(central healing) ditutupi
squama halus
Pemeriksaan
Penunjang

Pemeriksaan
Kerokan Kulit
dengan Larutan
KOH 10%-20%

Garis-garis yang tersusun dari hifa di


antara sel-sel epitel,
bersepta dan biasanya bercabang
DIAGNOSIS

ANAMNESA PEMERIKSAAN
FISIK

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

9/16/2019
Diagnosis Banding

Dermaatitis Kontak Alergi


Dermatitis Numularis

Dyshidrotic Dermatitis
9/16/2019
Terapi Non Medikamentosa
Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat
menyebabkan infeksi.
Jaga kebersihan kulit bila berkeringat keringkan dengan
handuk /tissue dan mengganti pakaian yang lembab
Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat
menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti
setiap hari.
Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan
handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan
direndam air panas.
Tidak memakai handuk atau bertukar pakaian dengan
orang lain
GRISEOVULFIN MEDIKAMENTOSA
Fungisidal.
SISTEMIK
Mekanisme kerja : CETRIZINE
 menghambat mitosis jamur DIHYDROCHLORIDE
(mengikat protein Antihistamin
mikrotubuler). Mekanisme Kerja
 obat ini masuk ke dalam  efek utamanya diperantarai
sel jamur, berinteraksi oleh inhibisi selekif dari
dengan mikrotubulus dalam reseptor H, periferal.
jamur dan merusak serat Cetirizin diabsorbsi dengan
mitotik dan menghambat cepat, konsentrasi max dlm
mitosis. plasma ±1jam
Adanya makanan tidak
mempengaruhi absorbsi
Efek mengantuk minimal
TINEA MANUS
Tinea manus merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit yang termasuk
kelompok penyakit dermatofitosis. Dermatofitosis ini disebabkan oleh 3 jenis
jamur, yaitu : Epidermophyton, Trichophyton dan Microsporum. Penyakit
intermasuk dalam mikosis yang paling sering
dijumpai di dunia.
TOPIKAL

• Mikonazole nitrat

Turunan Imidazol sintetik.


Spectrum anti jamur luas.

Mekanisme kerja :
• Menghambat sintesa ergosterol
• Gangguan sintesis asam nukleat
• Penimbunan peroksida dalam sel jamur
• Ketiganya menyebabkan sel jamur rusak
PROGNOSIS

Umumnya baik dengan diagnosis dan


terapi yang tepat asalkan kelembapan
dan kebersihan kulit selalu dijaga
TINEA UNGUIUM
– Kenapa tinea sentral healing tapi pinggir aktif?
Definisi Epidemiologi
Tinea unguium adalah
dapat terkena anak-anak
infeksi pada kuku yang
atau orang dewasa
disebabkan jamur
dermatofita, jamur Lebih sering dewasa dan
nondermatofita atau ragi. usia lanjut
Tinea unguium menular Bermukim di daerah
melalui kontak langsung tropis
dengan sumber (manusia Pada orang yang banyak
atau hewan terinfeksi), atau bekerja dengan air kotor
lingkungan yang dan lembab atau basah
mengandung spora jamur
misalnya tempat mandi
umum.
Penyebab utama tinea unguium

Dermatofita Epidermophyton
floccosum, Trichophyton rubrum dan
Trichophyton mentagrophytes.

Kapang, misalnya spesies


Ragi, terutama Aspergillus, Fusarium, dan
Candida albicans Scopulariopsis.4
Patogenesis
kelembaban, oklusi, trauma
berulang pada kuku, kerusakan
kuku, penurunan imunitas,
pertumbuhan kuku yang lambat,
permukaan kuku yang lebar, faktor
genetik, penggunaan kaos kaki dan
sepatu tertutup terus menerus,
olahraga, penggunaan tempat mandi
umum dan usia.

Dermatofita, Ragi
Tinea Unguium
dan kapang
Gambaran Klinis

1. Bentuk Subungual distal 2. Bentuk Superfisial

3. Bentuk Subungual
proksimal
Penegakan Diagnosis

Goresan kuku
Apusan
Pemeriksaan histo PA
KOH 20-30%
Penatalaksanaan
Obat Sistemik
Obat Topikal
1. Bifonazol-urea : kombinasi 1. Itrakonazol dosis kontinyu
bifonazol 1% dengan urea 200mg/hari selama 3 bulan.
40% dalam bentuk salap
Terapi pulse diberikan 5
2. Amorolfin , konsentrasi 5%
mg/Kg/ hari selama
3. Siklopiroksolamin
seminggu tiap bulan
memberi hasil baik dalam 3
bulan.
2. Terbinafin 250mg/hari secara
1. Terapi Bedah kontinyu 3 bulan.
2. Terapi Laser
3. Flukonazol kontinyu 100 mg
per hari, dosis mingguan 150
Prognosis

1 diantara 5 kasus tinea unguium ternyata tidak memberi


respons baik.
 Penyebab kegagalan diduga adalah diagnosis tidak akurat,
salah identifikasi penyebab, adanya penyakit kedua,
misalnya psoriasis.
Tergantung karakteristik kuku tertentu, yakni pertumbuhan
lambat serta sangat tebal juga merupakan penyulit, selain
faktor predisposisi terutama keadaan imunokopromais.
Komplikasi

Infeksi berulang
Kehilangan kuku
Perubahan warna kuku
Penyebaran ke area lain
selulitis
Pencegahan

Melakukan perawatan dan menjaga kebersihan kuku


Membiasakan mencuci tangan
Mengeringkan kaki apabila basah
Membiasakan menggunakan alas kaki di tempat umum
Memakai kaos kaki yang dapat menyerap keringat

Anda mungkin juga menyukai