0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
25 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor risiko terjadinya abortus spontan seperti riwayat graviditas, jarak kehamilan, usia ibu, riwayat abortus, paparan asap rokok, usia menikah, dan kelelahan. Dokumen juga menyebutkan komplikasi-komplikasi yang dapat timbul akibat abortus seperti pendarahan, sepsis, peritonitis, emboli vena dalam, kematian, konsepsi tertinggal, cedera organ dalam, dan dis
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor risiko terjadinya abortus spontan seperti riwayat graviditas, jarak kehamilan, usia ibu, riwayat abortus, paparan asap rokok, usia menikah, dan kelelahan. Dokumen juga menyebutkan komplikasi-komplikasi yang dapat timbul akibat abortus seperti pendarahan, sepsis, peritonitis, emboli vena dalam, kematian, konsepsi tertinggal, cedera organ dalam, dan dis
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor risiko terjadinya abortus spontan seperti riwayat graviditas, jarak kehamilan, usia ibu, riwayat abortus, paparan asap rokok, usia menikah, dan kelelahan. Dokumen juga menyebutkan komplikasi-komplikasi yang dapat timbul akibat abortus seperti pendarahan, sepsis, peritonitis, emboli vena dalam, kematian, konsepsi tertinggal, cedera organ dalam, dan dis
Abortus pada primigravida terjadi karena ibu belum pernah memiliki pengalaman dalam kehamilan sehingga hanya memilah dan mengikuti saran dari anggota keluarga lain atau tetangga dan meningkatkan risiko abortus karena kurangnya pengetahuan yang memadai tentang kehamilan. Abortus pada multi gravida disebabkan karena kemunduran fungsi keadaan endometrium di daerah korpus uteri. Berkurangnya vaskularisasi juga menjadi faktor risiko karena menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak subur lagi dan tidak siap menerima hasil konsepsi. Akhirnya hasil konsepsi tidak dapat berimplantasi secara maksimal yang mengakibatkan kematian atau lepasnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi. b. Jarak kehamilan yang terlalu singkat atau terlalu lama Ibu dengan jarak kehamilan < 6 atau > 48 bulan memiliki risiko abortus 4 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan jarak kehamilan 6 – 48 bulan. Ketika jarak kehamilan terlalu dekat, bentuk organ dan fungsi organ reproduksi belum kembali dengan sempurna sehingga belum siap menyokong kehidupan bayi. Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan penurunan fungsi organ reproduksi karena usia ibu yang semakin tua. Jarak kehamilan agar organ reproduksi berfungsi dengan baik minimal 24 bulan. c. Usia ibu terlalu muda (<20 tahun) atau terlalu tua (>35 tahun) Ibu yang hamil pada usia <20 atau >35 tahun memiliki risiko 3 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan kehamilan pada usia 20-30 tahun. Kehamilan pada usia < 20 tahun secara biologis alat reproduksi belum berfungsi dengan sempurna dan belum siap untuk menerima hasil konsepsi. Ditambah lagi ekuatan otot perineum dan otot-otot perut belum bekerja secara optimal. Pada kehamilan di usia ≥35 tahun, fungsi tubuh sudah mengalami penurunan. Tingginya umur ibu menyebabkan produksi progesteron yang tidak adekuat sehingga tidak mampu mempertahankan implantasi d. Riwayat abortus Riwayat abortus seringkali berhubungan dengan tindakan kuretase. Komplikasi dari tindakan tersebut adalah perubahan permeabiliitas otot dinding rahim yang akan mempengaruhi kemampuan desidua basalis untuk menerima implantasi embrio pada kehamilan selanjutnya. Akibatnya, risiko terjadi inkompetensi serviks semakin besar sehingga tidak mampu mempertahankan kehamilan. e. Riwayat paparan asap rokok Risiko abortus spontan pada ibu yang terpapar asap rokok >120 menit per hari adalah 2 kali lebih besar dibandingkan ibu yang terpapar asap rokok <120 menit per hari. Bahan kimia yang dikeluarkan asap rokok jika terhisap akan berpengaruh kepada kehamilan, mempengaruhi plasenta dan pertumbuhan janin serta bisa terjadi hipoksia pada janin. f. Usia menikah yang terlalu dini (<20 tahun) atau terlalu tua (>30 tahun) Hal ini menunjukkan bahwa risiko abortus spontan pada ibu usia menikah < 20 atau > 30 tahun adalah adalah 4 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan usia menikah 20 – 30 tahun.Usia yang aman untuk menikah adalah 20 – 29 tahun. Apabila tidak menikah terlalu dini, maka perempuan memiliki lahir batin yang lebih matang untuk menikah, kehamilan dan melahirkan sehingga angka kematian ibu dan bayi dapat menurun. SUMBER: Purwaningrum, Elisa D. Fibriana, Arulita I. Epidemiologi dan Biostatistika, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. 2017. Faktor Risiko Kejadian Abortus Spontan. Higeia Journal of Public Health Research and Development g. Kelelahan Kelelahan sering disertai stres berat dan perubahan emosi. Wanita yang merasa tertekan atau cemas dikarenakan stres emosional memiliki risiko terkenal abortus karena stres mengganggu keseimbangan kerja zat oksidatif dan antioksidatif. Hal itu mengganggu keseimbangan apoptosis dan proliferasi sel plasenta yang akan menyebabkan abortus. SUMBER Hu, Xiaobin, et al. Lanzhou University. 2018. Reproductive Factors and Risk of Spontaneous Abortion in the Jinchang Cohort. International Journal of Environmental Research and Public Health MDPI. Int. J. Environ. Res. Public Health 2018, 15, 2444; DOI:10.3390/ijerph15112444
KOMPLIKASI ABORTUS
a. Pendarahan b. Sepsis c. Peritonitis d. Deep vein thrombosis e. Kematian
SUMBER
Karima R. Sajadi-Ernazarova; Christopher L. Martinez. Drexel University College of Medicine.
2019. Abortion Complications. NCBI Bookshelf
f. Konsepsi masih tertinggal
g. Cedera usus dan kandung kemih h. Laserasi serviks i. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
SUMBER
Gaufberg, Slava V MD. American College of Emergency Physicians. 2016. Abortion