Anda di halaman 1dari 35

TUTORIAL 2

Rhinosinusitis

Kelompok 3
DEFINISI DAN KLASIFIKASI

– inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan dua gejala atau
lebih, salah satunya termasuk hidung tersumbat atau obstruksi atau kongesti
disertai dengan nyeri wajah dan/atau penurunan sensitivitas pembau
American Academy of Otolaryngic Allergy (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS)

Rinosinusitis akut (RSA) - gejala berlangsung sampai 4 minggu dan Gejala timbul
mendadak

Rinosinusitis akut berulang (Recurrent acute - Gejala dan tanda sesuai dengan RSA
rhinosinusitis). - Memburuk setelah 5 hari atau menetap selama lebih dari
10 hari.

Rinosinusitis sub akut (RSSA). - Gejala berlangsung antara 4 sampai 12 minggu.


- Kelanjutan perkembangan RSA yang tidak menyembuh
dalam 4 minggu.

Rinosinusitis kronis (RSK). - Bila gejala RS berlangsung lebih dari 12 minggu.

Rinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. - Gejala yang menetap.


- Memburuk karena infeksi yang berulang.
- kembali seperti semula setelah pengobatan antibiotik akan
tetapi tidak menyembuh.
Panduan klinis 2014

Rinosinusitis akut viral (common cold) Bila durasi gejala s 10 hari

Rinosinusitis akut pasca-viral: Bila terjadi peningkatan intensitas gejala


setelah 5 hari, atau bila gejala persisten > 10
hari namun masih < 12 minggu

Rinosinusitis akut bakterial - Sekret berwarna atau purulen dari


(terdapat sekurangnya 3 tanda) rongga hidung
- Nyeri yang berat dan terlokalisasi pada
wajah
- Demam, suhu > 380C
- Peningkatan LED CRP
- Double sickening, yaitu perburukan
setelah terjadi perbaikan sebelumnya
EPIDEMIOLOGI

– Rhinoinusitis maksilaris adalah kejadian yang paling sering. Data dari Depkes RI
tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit
ETIOLOGI

VIRUS BAKTERI JAMUR

(Peter A.Hilger)
FAKTOR RISIKO

– Rinogenik : rinitis alergi, rinitis infeksi, rinitis vasomotor, rinitis medikamentosa.


– Pajanan lingkungan : polusi udara, iritan, dan rokok
– Obstruksi rongga hidung (hipertrofi konka, deviasi septum, benda asing) atau meatus
medius
– Trauma sinus, fraktur, dan adanya luka tembak
– Kelainan keadaan umum : pasien imunokompromais, gangguan silia atau mukosillier
– Berenang/menyelam : air terhisap ke sinus
– Resistensi obat : amoksisilin
(Kapita Selekta Kedokteran 2014)
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
1. mayor :
a.obstruksi hidung/sumbatan
b.adanya sekret hidung yang purulen
c.gangguan penghidu seperti hiposmia/anosmia
d.sekret purulen
e.nyeri wajah seperti tertekan
f.kongesti wajah (penuh)
g.demam (hanya pada rinosinusitis akut)
2. minor :
• sakit kepala
• demam (non-akut)
• halitosis
• lemah/letih
• nyeri gigi
• batuk
• nyeri telinga/ seperti ditekan
• merasa penuh di telinga.
Untuk diagnosis rinosinusitis : 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor
dan 2 gejala minor.

Benninger, M.S., 2008. Rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al. Scott-Brown's


Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold, 1439-1445.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Endoskopi Radiologi
Transiluminasi
nasal
Pemeriksaan penunjang lainnya

- Sitologi nasal, biopsi, pungsi aspirasi dan bakteriologi


- Tes alergi
- Tes fungsi mukosiliar :
kliren mukosiliar, frekuensi getar siliar, mikroskop elektron, dan nitrit oksida
- Penilaian aliran udara nasal (nasal airflow):
Nasal inspiratory peakflow, rinomanometri, rinometri akustik dan rinostereometri.
- Tes fungsi olfaktori: threshold testing
- Laboratorium : pemeriksaan CRP ( C-reactive protein)
KRITERIA DIAGNOSIS

1. Anamnesis
a. riwayat didapatkan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor
dengan 2 gejala minor
b. perjalanan penyakit apakah sudah berlangsung selama
lebih dari 12 minggu
2.Pemeriksaan fisik
a. rinoskopi anterior dan posterior
b. Tanda khas : pus di meatus medius atau di meatus
superior
c. Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis
3.Naso-endoskopi
sangat penting dalam evaluasi rinosinusitis pada acute bacterial
rhinosinusitis (ABRS)
4.CT-scan
mampu memberi gambaran sinus pada rinosinusitis kronis yang
gejalanya tidak sesuai dengan pemeriksaan klinis.
(Mangunkusumo, 2010)
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
rinosinusitis • <10 hari
akut viral

• oral (pseudoefedrin
dan fenilefrin)
dekongestan • topikal
(pseudoefedrin HCl)

evaluasi hari • Tidak ada


perbaikan?
ke 10
TATALAKSANA
kortikosteroi • betametason
d topikal

Evaluasi hari • Tidak ada


ke 14 perbaikan?

Rujuk Sp.THT-
KL
TATALAKSANA
Rinosinusitis
bakterial
akut

• Tanpa demam
Gejala >38º C
• Tanpa nyeri
sedang hebat

kortikosteroi • betametason
d topikal
Tidak Ada
Perbaikan?
perbaikan?
teruskan
Rujuk
selama 7-14
Sp.THT-KL
hari
TATALAKSANA
rinosinusitis
bakterial
akut

• Demam
Gejala berat >38º C
• Nyeri hebat

• Lini I: amoksisilin 3 x 500 mg PO atau


cotrimoxazol.
+ Antibiotik • Lini II amoksisilin-klavulanat 3 x 625 mg PO atau
golongan sefalosporin (cefradine, cefixime,
cefaclor, cefprozil, cefotiam, cefuroxime).
Tidak Ada
Perbaikan?
perbaikan?
teruskan
Rujuk
selama 7-14
Sp.THT-KL
hari
TATALAKSANA

KS topikal + NaCl
rinosinusitis Evaluasi selama
0,9% +
kronis 4 minggu
antihistamin
Tidak Ada
Perbaikan?
perbaikan?
teruskan
Rujuk
selama 7-14
Sp.THT-KL
hari
RINOSINUSITIS MAKSILARIS
RINOSINUSITIS ETHMOIDAL
RINOSINUSITIS FRONTALIS
KOMPLIKASI

– Komplikasi Orbita
– Paling sering disebabkan oleh sinusitis ethmoid
– Ryan Chandler (1970) membagi komplikasi orbita menjadi 5, yaitu selulitis preseptal, selulitis orbita,
abses subperiosteal, abses orbita, dan trombosis sinus kavernosus.
– Gejala dan tanda: Ditemukan adanya edema periorbita, selulitis orbita, dan nyeri berat pada mata.
– Komplikasi Intrakranial
– Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat menimbulkan meningitis, abses ekstradural, dan trombosis
sinus kavernosus.
– Gejala dan tanda: Sakit kepala (tajam, progresif, terlokalisasi), paresis nervus kranial, dan perubahan
status mental pada tahap lanjut.
(Gianonni, 2006).
Komplikasi lainnya

– Osteomielitis dan Abses Subperiosteal


– Sinusitis frontal adalah sinusitis yang paling sering menyebabkan osteomielitis dan abses
subperiosteal.
– Mungkin terjadi, jarang.
– Kelainan Paru
– bronkitis kronik dan bronkiektasissino-bronkitis
– Hilangnya indera penciuman (total atau parsial). 
– Et: inflamasi pada reseptor olfaktorius maupun nervus olfaktorius

(Mangunkusumo, 2010)
PENCEGAHAN

– Apabila penyebab dari sinusitis adalah alergi hindari alergen.


– Berhenti merokok atau menghindari asap rokok cegah kerusakan gigi
cegah ascending bakteri.
– Cuci tangan dengan sabun menurunkan risiko paparan bakteri
– Konsumsi makanan bersih, sehat, dan bergizi meningkatkan kekebalan tubuh
– Melakukan vaksinasi Haemophilus influenza type B (Hib) dan flu
– Menjaga jarak dengan penderita penyakit yang infeksius.
PROGNOSIS

– Secara umum, prognosis sinusitis yaitu tergantung dari pengobatan yang diberikan.
Prognosis sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa
pemberian antibiotik. Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan
pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik pula.
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam :dubia ad bonam
Ad sanantionam : dubia ad bonam
INTEGRASI ISLAM

– Salah satu yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW dalam rangkaian kesucian
menyempurnakan wudhu adalah melakukan istinsyaq dan istintsar.
Tindakan istinsyaq dan istintsar bermanfaat untuk membersihkan hidung dari
lendir dan kotoran-kotoran yang ada pada rongga hidung dan apa yang ada
disepanjang salurannya. Tindakan ini memiliki analogi kesamaan dengan nasal
irrigation.
Nasal irrigation dengan menggunakan larutan garam steril dapat membantu
pengobatan peradangan, maka istinsyaq dan istintsar dapat memberikan manfaat
dalam pencegahan gangguan pada hidung dan saluran pernafasan tersebut dengan
menggunakan air yang bersih (suci dan menyucikan) untuk melakukannya.
Benninger, M.S., 2008. Rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al. Scott-
Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great
Britain: Hodder Arnold, 1439-1445.
Mangunkusumo, E., Soetjipto, D., 2010. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 150-153.

Anda mungkin juga menyukai