Anda di halaman 1dari 32

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS JEMBER
2019
• Konsep Hukum Dalam Islam

• Tujuan Hukum Islam

• Asas Dalam Hukum Islam

• Sumber Hukum Islam

• Syarat Pelaksanaan Hukuman Dalam Islam

• Macam Hukuman

• Pelaksanaan Hukuman
Konsep Hukum Dalam Islam
Hukum Hukum Islam
suatu hal yang peraturan dan
ketentuan yang
mengatur tingkah berkenaan dengan
laku manusia dalam kehidupan
suatu masyarakat berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadits baik
berhubungan dengan
kepercayaan (aqidah)
maupun amaliyah
(perbuatan)
Ibadah Muamalah
Tata cara Suatu
beribadah hubungan
yang wajib manusia
dilakukan dalam
seorang interaksi sosial
muslim dalam sesuai syariat
berhubungan
dengan Allah
Dharuriyyah
(Kebutuhan
Primer)

Tujuan
Hukum
Islam
Tahsiniyyah Hajiyyah
(Kebutuhan (Kebutuhan
Tersier) Sekunder)
Dharuriyyah
 Kebutuhan ini merupakan hal penting yang tidak
dapat diabaikan
 Kelima kebutuhan hidup primer (dharûriyyah)
dalam kepustakaan hukum Islam disebut dengan
istilah al-maqâshid al- khamsah atau disebut juga
al-kulliyyat al-khoms (lima hal inti/ pokok) yaitu :
1. hifdz ad-din (memelihara agama),
2. hifdz an-nafs (memelihara jiwa),
3. hifdz al-‘aql (memelihara akal),
4. hifdz an-nasl (memelihara keturunan), dan
5. hifdz al-mâl (memelihara hak milik/ harta).
Hifdz ad-din
Keberadaan Agama merupakan fitrah bagi
manusia, hukum positif memberikan
perlindungan sebagai bentuk hak asasi
manusia yang harus mendapat perlindungan
dari ancaman atau gangguan dari pihak
manapun. Dalam keberagamaan, syariat Islam
selalu mengembangkan sikap tasamuh
(toleransi) terhadap pemeluk agama lain,
sepanjang tidak mengganggu satu sama lain
(QS. Al Kafirun:1-6)
Hifdz an-nafs
Islam, seperti halnya sistem lain melindungi hak-
hak untuk hidup, merdeka dan merasakan
keamanan. Ia melarang bunuh diri dan
pembunuhan. Dalam Islam, pembunuhan
terhadap seorang manusia tanpa alasan yang
benar diibaratkan seperti membunuh seluruh
manusia. Sebaliknya, barang siapa memelihara
kehidupan, maka ia diibaratkan seperti
memelihara manusia seluruhnya (Al- Mâidah:
32)
Hifdz al-’aql
Manusia adalah makhluk yang sempurna
karena akalnya, akal ini yang membedakan
antara manusia dengan hewan atau makhluk
lain termasuk malaikat. Maka walaupun
mempunyai akal, agaknya kita harus menjaga
akal kita supaya tidak dikembalikan ke tempat
yang paling rendah, yaitu dengan
mengerjakan amalan yang baik. Dan hal ini
memacu terciptanya mental dan akidah yang
baik bagi seluruh umat manusia, karena
pedomannya adalah Al-Quran dan tujuannya
adalah melaksanakan kebaikan (QS At Tin:4-5)
Hifdz an-nasl
Islam dalam mewujudkan perlindungan
terhadap keturunan manusia disyariatkan
perkawinan agar mempunyai keturunan yang
saleh dan jelas nasab (silsilah orangtuanya).
Dalam menjaga keturunan ini, Islam melarang
perbuatan zina dan menuduh orang lain
berbuat zina tanpa bukti baik laki- laki maupun
perempuan. Perbuatan zina dianggap sebagai
perbuatan keji karena dapat merusak
keturunan (QS Al Isra:32)
Hifdz Al-Mal
Berbagai macam transaksi dan perjanjian
(mu’âmalah) dalam perdagangan (tijârah),
barter (mubâdalah), bagi hasil (mudhârabah),
dan sebagainya dianjurkan dalam Islam guna
melindungi harta seorang muslim agar dapat
melangsungkan kehidupan secara sejahtera.
Islam sangat melarang keras tindakan
pencurian, korupsi, memakan harta secara
bathil, penipuan, dan perampokan karena
tindakan ini akan menimbulkan pihak lain yang
tertindas (QS Al-Baqarah:188)
Hajiyyah
Kebutuhan sekunder, dimana jika keperluan ini tidak
terwujudkan maka tidak sampai mengancam
keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan
dan kesukaran bahkan mungkin berkepanjangan,
tetapi tidak sampai ketingkat menyebabkan
kepunahan atau sama sekali tidak berdaya. Jadi
yang membedakan al-dharuriyyah dengn al-
hajiyyah adalah pengaruhnya kepada keberadaan
manusia. Namun demikian, keberadaannya
dibutuhkan untuk memberikan kemudahan serta
menghilangkan kesukaran dan kesulitan dalam
kehidupan mukallaf.
Tahsiniyyah
Tahsiniyyah (tersier) yaitu semua keperluan
dan perlindungan yang diperlukan agar
kehidupan menjadi nyaman dan lebih
nyaman lagi, mudah dan lebih mudah lagi,
lapang dan lebih lapang lagi, begitu
seterusnya. Dengan istilah lain adalah
keperluan yang dibutuhkan manusia agar
kehidupan mereka berada dalam
kemudahan, kenyamanan, kelapangan
Asas Hukum Islam
 Asas Keadilan
Asas umum yang harus diterapkan dalam semua bidang. Dengan adanya
keadilan, seseorang berupaya untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya
 Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum menjadi penentu bahwa hukum tidak boleh berlaku
surut
 Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan menjadi dimensi dalam penerapan hukum, baik untuk diri
sendiri ataupun masyarakat
 Asas Tauhid
Seseorang dalam memahami Tuhan dan firman- Nya memerlukan adanya
ketauhidan dalam hatinya
 Asas Kebebasan
Islam memberikan kebebasan kepada setiap umatnya sejauh tidak
bertentangan dengan syariat atau melanggar kebebasan orang lain
 Asas Berangsur-angsur
Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, melainkan ayat demi ayat, bahkan
menurut peristiwa-peristiwa yang menghendaki turunnya ayat tertentu
Sumber hukum islam
•asal tempat pengambilan hukum
Definisi Islam

•dalil hukum islam, pokok hukum


Arti lain islam, atau dasar hukum islam

•Al-Quran, As-Sunnah, Al-Ijmâ’, Al-


Sumber Qiyas
Sumber Al-Quran
Al-Quran adalah kitab suci yang memuat
wahyu (firman) Allah SWT. disampaikan melalui
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
sebagai Rasul-Nya selama 22 tahun2 bulan 22
hari. Mula-mula diturunkan di Mekkah
kemudian tinggal di Madinah sebagai tempat
yang terdapat beberapa hukum umat
terdahulu yang juga diakui oleh Al-Quran
sebagai hukum dan harus dijadikan pedoman
oleh umat manusia
Sumber Al-Hadits/As-Sunnah
 Menurut bahasa kata as-sunnah berarti
jalan atau tuntunan. Secara terminologi,
para ahli hadits mengartikan sunah/hadits
sebagai “Segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Muhammad saw. dalam bentuk
qaul (ucapan), fi’il (perbuatan),
taqrîr(ketetapan) baik sebelum maupun
setelah diangkatnya jadi Rasul”
Pembagian hadits dari segi
kualitas dan mutu
 Sunah/Hadîts Shahîh
Yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang adil (baik), kuat
hafalannya, sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasul,
tidak cacat, dan tidak bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih
kuat.
 Sunah/Hadîts Hasan
Yaitu sunah/hadits yang diriwayatkan oleh orang adil (baik), sanadnya
bersambung kepada Rasulullah, tidak cacat, dan tidak bertentangan dengan
dalil atau periwayatan yang lebih kuat, tapi kekuatan hafalan atau ketelitian
rawinya kurang baik.
 Sunah/Hadîts Dha’îf
Yaitu sunah/hadits lemah karena rawinya tidak adil, terputus sanad, cacat,
bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat, atau ada cacat
lain. Lebih dari 20 macam hadits dikategorikan dha’îf.
 Sunah/Hadîts Maudlû’
Yaitu hadits yang dibuat oleh seseorang (karangan sendiri) kemudian dikatakan
sebagai perkataan atau perbuatan Rasulullah saw.
Sumber Al-Ijma’
Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua
arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap
sesuatu. Pengertian kedua, berarti
kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama
dengan yang kedua ini bahwa arti pertama
berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih
dari satu orang. Ijma’ dalam istilah ahli ushul
adalah kesepakatan semua para mujtahid dari
kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat
Rasul Saw atas hukum syara
Sumber Qiyas
Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang
tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu
yang ada nash hukumnya karena adanya
persamaan illat hukum.
Dengan demikian qiyas itu penerapan
hukum analogi terhadap hukum sesuatu
yang serupa karena prinsip persamaan illat
akan melahirkan hukum yang sama pula
Syarat Pelaksanaan Hukuman
Dalam Islam
•Hukuman harus ada dasarnya
dari syara’

•Hukuman harus bersifat pribadi


(perorangan)

•Hukuman harus bersifat universal


dan berlaku umum
Hukuman harus ada dasarnya
dari syara’
Hukum dianggap mempunyai dasar (syar‟iyah)
apabila ia didasarkan kepada sumber-sumber
syara‟ seperti: Al-Qur‟an, As-Sunnah, Ijma‟, atau
undang-undang yang ditetapkan oleh
lembaga yang berwenang (ulil amri) seperti
dalam hukuman ta‟zir. Dalam hal hukuman
ditetapkan oleh ulil amri maka disyaratkan tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan syara‟.Apabila bertentangan maka
ketentuan hukuman tersebut menjadi batal.
Hukuman harus bersifat
pribadi (perorangan)
mengandung arti bahwa hukuman harus
dijatuhkan kepada orang yang melakukan
tindak pidana dan tidak mengenai orang
lain yang tidak bersalah. Syarat ini
merupakan salah satu dasar dan prinsip yang
ditegakkan oleh syariat Islam dan ini telah
dibicarakan berkaitan dengan masalah
pertanggungjawaban.
Hukuman harus bersifat
universal dan berlaku umum
hukuman harus berlaku untuk semua orang
tanpa adanya diskriminasi, baik pangkat,
jabatan, status, atau kedudukannya. Di
dalam hukum pidana Islam, persamaan
yang sempurna itu hanya terdapat dalam
jarimah dan hukuman had atau qishash,
karena keduanya merupakan hukuman
yang telah ditentukan oleh syara‟.
Macam
Hukuman
• Dari segi pertalian antara satu hukuman dengan
hukuman yang lainnya

• Dari kekuasaan hakim dalam menentukan berat


ringannya hukuman

• Dari segi besarnya hukuman yang telah ditentukan

• Dari segi tempat dilakukannya hukuman

• Dari segi macamnya jarimah yang diancamkan


hukuman
Dari segi pertalian antara satu hukuman
dengan hukuman yang lainnya
A. Hukuman pokok (Uqubah Ashliyah), hukuman yang ditetapkan untuk
jarimah yang bersangkutan sebagai hukuman yang asli, seperti
hukuman qishash untuk jarimah pembunuhan, atau hukuman potong
tangan untuk jarimah pencurian.
B. Hukuman pengganti (Uqubah Badaliyah), hukuman yang
menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat di
laksanakan karena alasan yang sah, seperti hukuman diyat (denda)
sebagai pengganti hukuman qishash.
C. Hukuman tambahan (Uqubah Taba‟iyah), hukuman yang mengikuti
hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan tersendiri seperti
larangan menerima warisan bagi orang yang melakukan pembunuhan
terhadap keluarga.
D.Hukuman pelengkap (Uqubah Takmiliyah), hukuman yang mengikuti
hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari hakim,
dan syarat inilah yang menjadi ciri pemisahnya dengan hukuman
tambahan. Contohnya mengalungkan tangan pencuri yang telah
dipotong di lehernya.
Dari kekuasaan hakim dalam menentukan
berat ringannya hukuman
A. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas,
artinya tidak ada batas tertinggi atau batas
terendah, seperti hukuman jilid (dera) sebagai
hukuman had (80 kali atau 100 kali).
B. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan
batas terendahnya, dimana hakim diberi
kebebasan memilih hukuman yang sesuai antara
kedua batas tersebut, seperti hukuman penjara
atau jilid pada jarimah-jarimah ta‟zir.
Dari segi besarnya hukuman
yang telah ditentukan
A. Hukuman yang telah ditentukan macam dan
besarnya dimana hakim harus melaksakannya tanpa
dikurangi atau di tambah, atau diganti dengan
hukuman yang lain. Hukuman ini disebut hukuman
keharusan.
B. Hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk
dipilihnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang
ditetapkan oleh syara‟ agar dapat disesuaikan
dengan keadaan pembuat dari
perbuatannya.Hukuman ini disebut hukuman pilihan.
Dari segi tempat dilakukannya
hukuman
A. Hukuman badan yaitu yang dijatuhkan atas
badan seperti hukuman mati, dera, dan penjara.
B. Hukuman jiwa yaitu dikenakan atas jiwa
seseorang, bukan badannya, seperti ancaman,
peringatan atau teguran.
C. Hukuman harta yaitu yang dikenakan
terhadap harta seseorang, seperti diyat, denda
dan perampasan harta.
Dari segi macamnya jarimah yang
diancamkan hukuman
A. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang
ditetapkan atas jarimah-jarimah hudud.
B. Hukuman qishash dan diyat, yaitu yang
ditetapkan atas jarimah-jarimah qisas diyat.
C. Hukuman kifarat, yaitu yang ditetapkan
untuk sebagian jarimah qishash dan diyat dan
beberapa jarimah ta‟zir.
D. Hukuman ta‟zir, yaitu yang ditetapkan untuk
jarimah-jarimah ta‟zir.
Pemberlakuan Hukuman
Dalam perkembangannya, pemberlakuan sanksi dalam
hukum pidana Islam muncul 3 kalangan, yaitu:
 Kalangan Tradisional. Kalangan ini beranggapan bahwa
hukuman harus dijalankan sesuai dengan Al-Qur‟an dan
Al-Hadits.
 Kalangan Modernis Kalangan ini beranggapan bahwa
hukum Islam memang ada dan berlaku tetapi
tergantung bagaimana metode pelaksanannya.
 Kalangan Reformatif. Kalangan ini mencoba
menggabungkan kalangan tradisionalis dan kalangan
modernis. Artinya kalangan ini tetap meyakini hukum
Islam ada pada nash dan dilaksanakan menurut
metode nash.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai