perubahan dan kesalahan metabolisme serta menginterpretasikan data-data klinik untuk pengambilan keputusan dalam proses terapi. Pharmasis perlu memiliki pengetahuan tentang uji laboratorium dengan tujuan sebagai berikut: • Menilai kesesuaian terapi obat • Monitoring efek terapetik • Monitoring reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) • Menilai toksisitas obat • Monitoring kepatuhan minum obat 1. Menilai Ketepatan Terapi Obat Dalam hal-hal yang menjadi perhatian sbb : • Apakah obat yang digunakan sesuai dengan indikasi • Apakah obat yang diresepkan merupakan ”drug of choice” • Apakah pasien memiliki kontraindikasi terhadap obat yang digunakan • Apakah pasien dalam kondisi tersebut memerlukan penyesuaian dosis • Apakah pasien memiliki risiko terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan terhadap obat yang berikan • Apakah pemberian obat memiliki risiko terjadinya interaksi obat • Apakah jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memonitor efektivitas dan ROTD terapi obat 2. Penilaian Efektivitas Terapi Dalam menetapkan uji mana yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas terapetik seorang apoteker dapat mempertanyakan beberapa hal sebagai berikut: • Apakah terdapat efek terapetik yang dapat diukur secara langsung misalnya pemberian kalium dapat dimonitor melalui pengukuran kadar kalium serum •Apakah terdapat respon yang dapat diukur secara langsung walaupun hal itu bukan merupakan “end point” Misalnya,, perubahan kadar lipid serum digunakan sebagai indikator kemampuan statin untuk mengurangi risiko kejadian kardiovaskuler, dan serebrovaskuler. • Apakah jumlah obat di dalam tubuh memadai, yaitu: terdapat dalam rentang terapi, di atas batas kadar efektif minimal dan di bawah batas kadar toksik. Mendeteksi dan mencegah terjadinya Reaksi Obat Yang Tidak Diinginkan (ROTD) hasil uji laboratorium sebagai bukti terjadinya ROTD tersebut (lihat algoritme Naranjo di Buku Pedoman Visite), misalnya: • Menurunnya jumlah sel darah putih pada pasien yang mendapat klozapin • Meningkatnya kadar glukosa darah atau kadar lipid darah pada pasien yang mendapat terapi tiazid Dalam mencegah ROTD seorang apoteker dapat menggunakan hasil uji laboratorium untuk: • Menghindarkan penggunaan obat yang tidak direkomendasikan, misalnya menghindari penggunaan ketokonazol pada pasien dengan hasil uji fungsi hati yang abnormal • Merekomendasikan penyesuaian dosis serta monitoring efektivitas dan efek samping terapi. Misalnya pasien dengan klirens kreatinin <30 mL/menit maka dosis siprofloksasin harus disesuaikan hingga separuh dari dosis normal disertai dengan pemeriksaan fungsi ginjal dan monitoring efek samping siprofloksasin. Seorang apoteker dapat menggunakan hasil uji laboratorium untuk menilai kepatuhan melalui pengukuran: • Jangka pendek – Kadar obat digoksin, antikonvulsan dalam darah – Kadar glukosa darah pada penggunaan obat antidiabetes – INR(International Normalized Rasio) pada penggunaan warfarin – Kolesterol pada penggunaan statin – Kadar kalium serum pada penggunaan spironolakton • Jangka panjang – HbA1c pada penggunaan obat antidiabetes Pada keadaan data tidak tersedia atau belum direncanakan maka apoteker dapat mengusulkan pemeriksaan laboratorium terkait penggunaan obat contoh : penggunaan obat asetaminofen, diazepam, rifampisin, antidiabetik oral, kloramfenikol dapat menyebabkan penurunan leukosit (leukopenia). pertimbangan penggunaan dan penentuan dosis aminoglikosida yang bersifat nefrotoksik diperlukan data kadar aminoglikosida dalam darah dan serum kreatinin yang menggambarkan fungsi ginjal. 1. BIOKIMIA KLINIK : MEMPELAJARI KIMIA DARAH 2. HEMATOLOGI : SEL DARAH :SDM, SDP, MCV, MCHC, TROMBOSIT, KOAGULASI 3. IMUNOLOGI : ANTIGEN, ANTIBODI 4. MIKROBIOLOGI : BAKTERI