Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

BALITA STUNTING

OLEH :
KELOMPOK 19/ E 2016
NABILLAH LINDA KURNIA PUTRI 16 -280
A D H I N U R S AT R I O A L I M 16-281
DEFINISI

 Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita


(bayi dibawah usia 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi
kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan
pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya
kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai
(Kusharisupeni, 2002).
 Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita
stunting adalah berdasarkan indeks tinggi badan
menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child
growt standart dengan kriteria stunting jika nilai z-score
TB/U kurang dari -2 Standard Deviasi (SD).
EPIDEMIOLOGI

 Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis dan


diperburuk oleh penyakit, stunting merupakan
masalah gizi yang mempunyai proporsi terbesar
dibandingkan dengan masalah gizi lainnya. Hampir
90% anak stunting tinggal di negara berkembang.
Prevalensi stunting di Afrika sebesar 40% dan di
Asia 36%. Berdasarkan peringkat dunia mengenai
anak balita yang stunting, Indonesia menduduki
peringkat ke-5 dengan prevalensi stunting sebesar
37% (UNICEF, 2009).
ETIOLOGI

Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat


digambarkan sebagai berikut :
1. Praktek pengasuh yang kurang baik
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan
3. Masih kurangnya akses rumah tangga atau keluarga ke
makanan bergizi.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
5. Umur
6. Defisiensi vitamin dan zinc
7. Faktor sosial ekonomi
8. Penyakit infeksi
9. Imunisasi
10. Jenis kelamin balita
11. Berat lahir
MANIFESTASI KLINIS

 Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya


 Anak tampak lebih muda atau lebih kecil untuk usianya
 Pada usia 8-10 tahun anak akan menjadi lebih pendiam
tidak banyak melakukan eye contact
 Pertumbuhan tulang tertunda
 Berat badan tidak naik, cenderung menurun
 Untuk anak perempuan, menstruasi terlambat
 Pertumbuhan gigi terlambat
 Mudah terkena penyakit infeksi
 Kesulitan belajar, kemampuan kognitif yang lemah
PATOFISIOLOGI

 Kejadian stunting pada anak bisa dialami pada saat pertumbuhan


janin dalam kehamilan ibu. Stunting sangat berkaitan karena
kurang terpenuhinya nutrisi saat kehamilan, padahal saat
kehamilan ibu sangat membutuhkan asupan nutrisi yang banyak,
oleh sebab itu kondisi tketidak tercukupinya nutrisi ibu hamil
tersebut mengakibatkan berat badan lahir rendah (BBLR). Pada
saat bayi kondisi yang menjadi faktor pertumbuhan bayi terhambat
atau stunting meliputi sanitasi yang kurang baik, pelayanan
kesehatan tidak memadai, sosial ekonomi yang rendah, dan pola
asuh anak tidak memadai. Dari faktor diatas sangat
memungkinkan bayi mengalami gizi kurang. Apabila anak
mengalami gizi kurang akan menimbulkan beberapa keadaan yaitu
hilangnya lemak dibantalan kulit mengakibatkan resiko kerusakan
integritas kulit, daya tahan tubuh menurun akan mengkaibtkan
resiko infeksi dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
serta keletihan. Defisit pengetahuan orang tua atau keluarga juga
dapat mengakibatkan pola asuh anak tidak memadai sehingga
rentan akan mengalami gizi kurang pada anak.
FAKTOR RESIKO

Menurut UNICEF, 1998 beberapa faktor resiko dari


stunting antara lain sebagai berikut :
1. Gangguan perkembangan fisik dan mental
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
intelektual
3. Gangguan kognitif, motorik dan kematian
4. Gangguan kesehatan produktivitas
PENILAIAN ANTROPOMETRI

1. Pengukuran Berat Badan


 Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO
standar NCHS (National Center for Health Statistic) yaitu
menggunakan persentil sebagai berikut : persentil ke 50-3
dikatakna normal, sedangkan persentil ≤ 3 termasuk kategori
malnutrisi.
 Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut
WHO yaitu menggunakan persentase dari median sebagai
berikut : antara 80-100% dikatakan malnutrisi sedang dan <
dari 80% dikatakan malnutrisi akut.
 Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut
standar buku NCHS yaitu menggunakan persentil sebagai
berikut : persentil 75-25 dikatakan normal, persentil 10-5
dikatakan malnutrisi sedang dan < persentil 5 dikatakan
malnutrisi berat.
2. Pengukuran tinggi badan
Pengukuran ini digunakan untuk menilai gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Penilaian tinggi
badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standar buku
NCHS yaitu menggunakan persentase dari median sebagai
berikut : ≥ 90% dikatakan normal, sedangkan < 90%
dikatakan malnutrisi kronis (abnormal).
3. Pengukuran lingkar kepala
Pengukuran lingkar kepala ini digunakan sebagai salah satu
parameter untuk menilai pertumbuhan otak. Penilaian ini
dapat mendeteksi secara dini apabila terjadi pertumbuhan
otak mengecil yang abnormal yang dapat mengakibatkan
adanya retardasi mental atau pertumbuhan otak membesar
yang abnormal yang dapat disebabkan oleh penyumbatan
pada aliran cairan cerebrospinalis.
4. Pengukuran lingkar lengan atas
 Gizi baik, apabila LILA bayi atau anak menurut
umurnya lebih dari 85% standard Wolanski.
 Gizi kurang, apabila LILA bayi atau anak menurut
umurnya berada diantara 70,1%-85% standard
Wolanski
 Gizi buruk, apabila LILA bayi atau anak menurut
umurnya 70% atau kurang dari standard Wolanski.
PENCEGAHAN

1. Pemenuhan kebutuhan gizi pada ibu hamil


2. Kebutuhan gizi ibu menyusui
3. Pemberian ASI Eksklusif
4. Pemberian MPASI
5. Pemenuhan zat gizi mikro
6. Akses layanan kesehatan
7. Peningkatan kualitas lingkungan
8. Peningkatan pengetahuan Orang tua
PENANGANAN
1. Intervensi gizi spesifik
a. Intervensi dengan sasaran ibu hamil :
 Memberikan mekanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein
kronis
 Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
 Mengatasi kekurangan iodium
 Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil
 Melindungi ibu hamil dari malaria

b. Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan :
 Mendorong inisiasi menyusu dini (pemberian ASI jolong atau colostrum)
 Mendorong pemberian ASI Eksklusif

c. Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 tahun :
 Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MPASI
 Menyediakan obat cacing
 Menyediakan sumplementasi zink
 Melakukan fortifikasi zat besi kedalam makanan
 Memberikan perlindungan terhadap malaria
 Memberikan imunisasi lengkap
 Melakukan pencegahan dan pengobatan diare
2. Intervensi gizi sensitif
 Menyediakan dan memastikan akses pada air bersih
 Menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi
 Melakukan fortifikasi bahan pangan
 Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB)
 Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
 Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)
 Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua
 Memberikan pendidikan anak usia dini universal
 Memberikan pendidikan gizi masyarakat
 Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi
pada remaja
 Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin
 Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
PATHWAY
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas
Nama klien, jenis kelamin dan usia. Stunting atau tubuh pendek biasanya baru nampak pada
anak usia 2 tahun. Nama orang tua, alamat, pekerjaan dan pendidikan. Pada pengkajian
pendidikan diketahui bahwa pendidikan berpengaruh pada kemampuan dalam mengatur pola
makan dan pentingnya asupan gizi bagi balita.
2. Keluhan utama
Pada umunya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertuhan (berat badan
semakin lama semakin turun), tinggi badan lebih pendek dari anak seusianya, pertumbuhan
gigi yang lebih lambat, menderita penyakit infeksi.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi pengkajia riwayat prenatal, natal, dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang
pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,
kurang atau buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu
dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan
protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dna
pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien, serta
riwayat stunting pada keluarga.
5. Pemeriksaan fisik
 Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda vital.
Biasanya balita memiliki BB yang rendah serta TB yang lebih rendah dari anak seusianya.
 Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, pertumbuhan gigi lambat, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah. Biasanya balita mengalami gizi kurang mempunyai warna rambut yang
kecoklatan, pucat, dan anemia.
 Sistem integumen
Biasanya balita mempunyai turgor kulit menurun, kulit tampak kering dan kasar, kelembaban dan
suhu kulit meningkat, tekstur rambut dan kuku juga kasar.
 Sistem pernafasan
Pernafasan balita masih dalam rentang normal.
 Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan balita menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikadi atau bradikardi,
disritmia, pemeriksaan CRT.
 Sistem gastrointestinal
Bising usus pada balita yang mengalami gizi kurang terdengar jelas, frekuensi > 20 kali/menit, mual,
muntah, diare, konstipasi, perubahan berat badan.
 Sistem perkemihan
Sistem perkemihan pada klien gizi kurang tidak mengalami gangguan.
 Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, keterlambatan pertumbuhan
tulang dan gigi, cepat lelah, lemah dan nyeri.
 Sistem neurologis
Pada balita gizi kurang terjadi penurunan sensoris, penurunan kesadaran, reflek lambat, kacau mental
dan disorientasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b.d ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga dengan kekurangan nutrisi
2. Resiko infeksi b.d daya tahan tubuh menurun
3. Resiko kerusakan integritas kulit b.d nutrisi tidak
adekuat
4. Defisit pengertahuan b.d kurangnya sumber
pengetahuan pada orang tua

Anda mungkin juga menyukai