Anda di halaman 1dari 26

Jurnal Review Ilmu Penyakit Mulut

Aphthous ulcer, saliva peroksidase,


dan stres: apakah berhubungan?
Kiran, G. C.; B. A. Reginald. 2015. Departement of Oral Maxillofacial
Pathology, Narayana Dental College and Hospital, Nellore, Andhra
Pradesh, India

Pembimbing
Tenny Setiani Dewi, drg., M.Kes., Sp. PM

Seminaris
Tiara Sahayani 160110090027
Erizka Vidiantari 160110090028
Rio Rudiyanto 160110090029
Pendahuluan
• Stres mempengaruhi kesehatan
• Stres dapat mempengaruhi sistem imun
melalui ssp dan sistem imun atau
neuroendokrin
• Beberapa patologi rongga mulut dihubungkan
dengan stres
• Mayoritas penelitian
– hubungan stres dengan oral aphthae
– Adanya oral aphthae dengan level enzim
peroksidase
• Stres, enzim peroksidase, oral aphthae

• Tujuan: mempelajari peran saliva peroksidase


dalam stres psikologis pada individu dengan
atau tanpa adanya aphthous ulcer
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
• Subjek penelitian: pasien di institusi rawat
jalan RS Narayana dan mahasiswa di Fakultas
Kedokteran Gigi Narayana, India
• Kriteria inklusi: laki-laki dan perempuan, usia
18-25 tahun
• Kriteria eksklusi: Riwayat pengguna tembakau,
wanita hamil dan menyusui, riwayat penyakit
sistemik, pengguna obat2an
Metode Penelitian
• Perceived Stress Scale, tiap individu dinilai
pada skala yang ditentukan dan hasilnya
diperoleh secara statistik dengan
menggunakan analysis of variance (ANOVA)
Metode Penelitian

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Kelompok Stres dengan Stres tanpa oral Kontrol


oral aphthae aphthae

Jumlah individu 30 (M:7; F:23) 30 (M:9; F:21) 30 (M:11; F:19)


Prosedur Penelitian

Partisipan  menahan Sampel air kumur yang


Berkumur, sekitar 2-3 ml
makan dan minum dikumpulkan
seluruh saliva non
selama 2 jam sebelum disentrifugasi pada 6,500
stimulasi dikumpulkan
mengumpulkan saliva di rpm selama 10 menit
selama 20 menit
pagi hari pada 4ºC

Supernatan yang
Nilai rata-rata dari data Hasilnya aktivitas enzim
dihasilkan dianalisis
dibandingkan antar grup dinyatakan dalam unit
untuk aktitifitas SPOx
menggunakan Student’s per milligram protein
mengikuti metode Pruit
t-test dan ANOVA dalam air liur
et al. (1990)
Hasil
• Tingkat saliva peroksidase (SPOx) paling tinggi
adalah pada kelompok yang tidak memiliki
oral aphthae (kelompok II)
• Tingkat saliva peroksidase (SPOx) menurun
ketika lesi terbentuk
• Tingkat saliva peroksidase (SPOx) lebih tinggi
pada laki-laki dari keseluruhan kelompok
Tabel 2. Rata-rata kelompok individu dengan stres dihitung
dan dibandingkan lebih lanjut dari jumlah total individu
menghasilkan masing-masing F-value signifikan

Kelompok 1 Kelompok II Kelompok F- P value


III valu
Rata- SD Rata- SD Rata- SD e
rata rata rata
Total 22.0 3.92 20.1 2.92 13.0 2.61 66.0 0.0001
kelompo 8 6 2 8 (signifikan
k )
Peremp 22.42 4.19 20.1 3.48 14.2 1.64 28.4 0.0001
uan 8 01 57 43 9 94 1 (signifikan
)
Laki-laki 21.22 3.38 20 1.73 11.4 2.81 45.5 0.0001
2 29 20 6 70 4 (signifikan
)
Tabel 3. Perbandingan level enzim SPOx antara ketiga
kelompok menunjukkan F-value, dengan perbedaan
yang signifikan antara laki-laki dari ketiga kelompok
Kelompok 1 Kelompok II Kelompok III F- P value
Rata- SD Rata- SD Rata- SD valu
rata rata rata e
Total 0.687 0,767 1.193 0.933 1.079 0.999 2.54 0.084
kelompo 6 6 (tidak
k signifika
n)
Perempu 0.811 0.890 1.325 1.111 0.895 0.829 1.61 0.208
an 1 3 2 6 7 9 6 (tidak
signifika
n)
Laki-laki 0.400 0.143 0.966 0.46 1.317 1.178 3.5 0.041
2 3 1 8 3 49 (signifika
n)
Gambar 1. Korelasi antara stres dan level SPOx antara ketiga kelompok
DISKUSI
Stres
Ilmu psikologi: suatu kondisi kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga
menimbulkan adanya ketidakseimbangan

Rathus dan Nevid (2002): suatu kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat
adanya tuntutan dalam diri dan lingkungan

Taylor (1995): pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi


biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau
menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres

Hans Selye (1936): sebuah respon non spesifik tubuh untuk setiap permintaan
untuk perubahan
• Etiologi: stresor internal dan eksternal
• Tipe stres: eustress dan distress
• Respon stres
– Fisiologis: General adaptif syndrome, sindrom
adaptasi lokal
– Psikologis: gelisah, cemas, tidak konsentrasi,
pesimis, sering melamun dll.
CRF diangkut ke kelenjar
Rangsang nyeri atau
Hipotalamus mensekresi hipofisis anterior,
isyarat saraf pada
corticotropin releasing merangsang hormon
keadaan stres menekan
factor (CRF) adrenocorticotropic
sistem saraf pusat HPA
(ACTH)

Efek anti inflamasi dan Pelepasan hormon


Sekresi ACTH meningkat
menekan respon imun glucocorticoid (kortisol)

Peningkatan kolonisasi
biofilm dan berkurang
kemampuan mencegah
invasi bakteri
Stres mental dan fisik
Katekolamin
menimbulkan respon Sekresi katekolamin
menginduksi pelepasan
yang ditransmisikan ke (epinephrine dan
prostaglandin dan
sistem saraf otonom dan norephinephrine)
protease
medula adrenal

Memperberat destruksi Prostaglandin dan


jaringan protease tinggi
Saliva Peroksidase (SPOx)

Sistem SPOx terdiri dari:


- Enzim Peroksidase (diseksresi oleh kelenjar
saliva)
- Hidrogen Peroksida (berasal dari bakteri,
leukosit, dan sel inang)
- Thiocyanate (berasal dari makanan dan saliva)
Stres oksidatif  efek
sitotoksik (kerusakan
Akumulasi dari H2O2 sel melalui efek
Hal ini menyebabkan
diatas nilai fisiologis rusaknya peroksidasi
terjadinya lesi oral
 stres oksidatif dari rantai ganda
asam lemak, protein,
dan DNA
HUBUNGAN RECCURENT APHTHOUS
ULCERATION, STRES, DAN SALIVA
Tabel 2. Rata-rata kelompok individu dengan stres dihitung
dan dibandingkan lebih lanjut dari jumlah total individu
menghasilkan masing-masing F-value signifikan

Kelompok 1 Kelompok II Kelompok F- P value


III valu
Rata- SD Rata- SD Rata- SD e
rata rata rata
Total 22.0 3.92 20.1 2.92 13.0 2.61 66.0 0.0001
kelompo 8 6 2 8 (signifikan
k )
Peremp 22.42 4.19 20.1 3.48 14.2 1.64 28.4 0.0001
uan 8 01 57 43 9 94 1 (signifikan
)
Laki-laki 21.22 3.38 20 1.73 11.4 2.81 45.5 0.0001
2 29 20 6 70 4 (signifikan
)
• Kondisi psikososial dan kondisi fisik dapat
mempengaruhi mekanisme pertahanan host
sehingga terjadi efek imunosupresif serta
kerentanan terhadap penyakit
• Perbedaan nilai stres rata-rata antara
perempuan dan laki-laki mungkin disebabkan
karena adanya perubahan hormonal periodik
pada wanita (Ballieux, 1991; Rogers, 1979)
• Perbedaan tingkat enzim antara pria dan wanita
dalam kelompok tidak signifikan
• Serupa dengan penelitian Kraus et al (1958) yang
menyatakan bahwa dapat juga ditemukan
aktivitas enzim peroksidase yang sama pada
kedua jenis kelamin
• Tingkat perbedaan yang signifikan terdapat
diantara kelompok populasi pria yang mungkin
disebabkan karena stabilitas yang lebih tinggi dari
keadaan oksidan/antioksidan pada wanita karena
adanya mekanisme regulasi hormon
• Tingkat SPOx Kel II
> Kel III > Kel I
• Peningkatan tingkat
enzim ini
mencerminkan
mekanisme
kompensasi dari
tubuh untuk
mencegah
kerusakan oksidatif
(Arana, 2006)
Gambar 1. Korelasi antara stres dan level
SPOx antara ketiga kelompok
• Hubungan stres ditemukan lebih tinggi pada individu
dengan aphthous ulcer, hal ini menjelaskan bahwa
terdapat hubungan sebab akibat antara meningkatnya
stres, menurunnya tingkat peroksidase, dan terjadinya
aphthous ulcer.
• Hasil penelitian ini menunjukkan perlunya untuk
meninjau lesi oral dengan perspektif yang lebih luas,
diluar faktor-faktor lokal, yang akan membantu dalam
memahami lesi tersebut dengan lebih baik dan
menghasilkan perawatan alternatif untuk lesi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai